“Aku enggak bisa ngelakuin ini.” Enggak setelah Pertempuran Darklyn.Enggak setelah semua yang terjadi.“Tapi, Jean—”“Kamu enggak bisa lihat atau gimana?” Aku pikir, dia bakal mengerti. “Ke mana pun aku pergi, aku bawa masalah. Aku cuma bawa kehacuran, kesedihan, kehilangan.”Bahkan karena tindakanku yang ceroboh, beberapa orang gak bersalah mesti gugur.“Hei, udah kubilang kan kalau itu bukan—”“Bukan salahku?” Aku udah muak. “Bukan salahku. Enggak ada hubungannya denganku. Tau gak itu apa? Tindakan egois.” Aku sudah ambil keputusan. “Aku akan mengundurkan diri dari posisi ini.”Bisa kuliat wajah Rachel gelagapan. Entah apa yang dia khawatirin. Bukannya tugasku udah usai?Bukannya tujuan yang berusaha kucapai udah gagal?Untuk apa pula dia masih melibatkanku di siniTapi, sebelum aku bisa beranjak, tanganku digenggam dan Rachel menggeleng.Aku berdecak. “Lepas!” Cengkeramannya begitu lemah hingga aku dapat berhasil berontak dalam sekali percobaan.Bukan cuma itu, dia sampai terempas
“Sumpah, Nona, sumpah. Kalau bisa, aku gak bakal biarin mereka untuk ke atas, meski nyawaku taruhannya. Tapi, mereka tau tempat tinnggalku, dan orang-orang sinting ini, dia bahkan bawa-bawa keluargaku dalam urusan ini.”Aku berkacak pinggang dan bingung bereaksi seperti apa.Aku sempat mengira kalau semua ini hanya semacam perampokan atau upaya balas dendam—aku kenal banyak pria yang suka membesarkan masalah sepele. “Ck!” Aku menatap si pemilik bar.Pria malang yang kebanyakan rambutnya udah dipenuhi uban. Dengan kulit wajah yang udah melorot dan mata berkantung-kantung, sepertinya dia berusia lebih tua dari yang pertama kukira. “Lain kali jangan diulangi lagi.”Emang alasannya masuk akal, tapi ngebiarin orang bersenjata ngerencanai suatu penyergapan terstruktur pada tamu dan pelangganmu? “Kamu gagal sebagai tuan rumah.”“Maaf, Nona. Maaf. Kalau ada yang bisa saya lakukan untuk membuat hati Nona lebih baik …”“Oh, kalau gak keberatan, jadikan semua ini gratis, ya. Biaya penginapan kam
“Mereka gak bakal setuju sma hal ini.” Sir Marcus sepertinya enggak menganggap perkataanku serius.Lihat.Sambil menjawab, dia malah asyik mengisi kantong minum dengan anggur.“Tapi, bisa dicoba, ‘kan.”Sir Marcus menggeleng. Mendengkus geli.“Ada yang lucu?” Sekali lagi, aku enggak mau berprasangka buruk, tapi kayaknya sejak awal dia nganggep penderitaan orang ini adalah hal yang remeh-temeh.Mungkin Tuan Triumph juga begitu.Itulah yang ngebuat orang-orang kayak Brown muncul.Itu yang ngebuat mereka gak sabar dan berpikir kalau kekerasan adalah jalan satu-satunya.“Aku inget-inget sebentar saranmu, Nona. Mereka rela gak diupah, tapi nuntut peniadaan pajak. Oke. Entah otakku yang bermaslah atau ini semua cuma candaan?”“Itu jalan tengah terbaik. Mogok kerja dan protes mereka bakal diakhiri. Semua kembali seperti semula.”Sir Marcus menggeleng. “Semua gak langsung kembali seperti semula.” Pria itu megalihkan atensi penuhnya ke aku sekarang. “Nona bilang tau garis besarnya, ‘kan? Masa
Ada bisik-bisik.Di istana.Di jalan-jalan Ibukota.Di seluruh pelosok negeri.‘Bangsawan kini bisa ngebunuh warganya yang gak bersalah?’‘Di mana keadilan?’‘Raja dipengaruhi oleh sekumpulan iblis yang cuma haus kekuasaan.’‘Singgasana itu dikutuk. Tahta itu dikutuk.’‘Negeri ini akan mendapat murka besar dari Yang Maha Tinggi.’Emang gak persis sama, tapi kau ngertilah maksudnya gimana.Rentetan rencanya berhasil dan sayap-sayap pengaruh Devon mulai kekikis oleh kobaran api.Hitam. Membara. Tak kenal ampun.Kelaparan dan musim dingin udah jadi isu utama yang bahkan bikin orang paling lemah pun bisia seberani monster.Belum lagi insiden di Triad lalu.Ketakutan akan melahrikan kebencian yang bertumpuk-tumpuk. Menunggu untuk meledak ketika pemicunya dilepasin.Dan bahkan, setelah semua yang terjadi, yang mereka khawatirkan adalah nyawa seorang bajingan?“Yang dia lakukan ke Sir Marcus itu keterlaluan. Siapa yang tau dia, dengan kekuatan serupa monster begitu, dia gak bakal berkhianat
Informasi adalah kekuatan. Itu hukum mutlak. Karenanya ada peribahasa: diam adalah emas. Makin banyak yang kau katakan, makin pasti pula hidupmu gak bakal panjang. Aku tentu gak mau ada peristiwa berdarah-darah di saat yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam diriku. Tapi, bukannya aku enggak memprediksi ini. Devon paling benci soal pengkhianatan. Lebih-lebih, kalau pelakunya justru yang sudah pernah diberi pengampunan. Sejak pagi, ada kaba heboh yang beredar. Bahkan, seakan aku adalah patung yang gak bisa merespons dan mendengar, para periasku terang-terangan mengatakan beberapa hal penting yang … enggak terllau mengejutkan. Kediama Beasley digrebek. Noah ditangkap. Dan sejumlah bangsawan lain yang konon bersekongkol dengannya juga. Terancam dieksekusi. Aku heran, kenapa orang itu begitu tolol memercayakan sebuah rahasia krusial ke wanita yang baru dia kenal. Huft … kayaknya, semua lelaki emang sama aja. Aku bisa ngelihat iring-iringan mereka digiring dari pekara
Aku enggak pernah sebahagia hari ini.Semuanya terasa sempurna.Semuanya terasa lengkap.Emang, hari ini berjalan sebiasa hari yang lain.Natalie bangun pagi-pagi, masih penuh senyum lelah seperti biasa, dan sempat-sempatnya memberi kecupan selamat pagi sembari diiringi kekehan jahil.Aku, masih setengah mengantuk, merangkak naik dari kasur.Menguap. Mengumpulkan nyawa. Berpikir, kegiatan bodoh macam apa yang bakal kulakuin nanti.Hari ini akhir pekan. Biasanya Ayah dan Sepupu David enggak pergi ke ladang, dan aku cuma mesti ke barak selama setengah hari untuk bantu bersih-bersih sambil ngasih laporan formal ke Sir Wilder.Mancing? Lagi malas.Latihan menembak? Setelah Pete si bocah berengsek itu hampir mengenai separuh wajahku dalam tantangan sinting? Aku udah trauma.Pintu kamar digebrak paksa dan begitu ingin kulabrak pelakunya, yang datang justru seorang malaikat kecil.“Gendong, Ayah! Gendong!”Aku berdecak. Setengah malas, setengah menggoda.Meski akhirnya kulakuin juga. “Kamu i
Hamba terbangun dengan kuping berdenging dan kepala berputar-putar.Banyak hal mengerikan yang terjadi.Kebakaran. Kerusuhan. Kekejian.Bukan.Ini masalah yang berada di luar kehendak Hamba.Ini konflik di mana Hamba seharusnya tidak mengomentariHamba tidak berhak.Hamba tidak berhakApalagi, dalam mimpi aneh itu, Tuan Yang Mulia tumbang.Apa yang sebenarnya Hamba pikirkan?Itu asumsi bahaya. Bener-bener bahaya.Apa pikiran Hamba perlahan-lahan dilahap oleh setan-setan? Apa kini Hamba termasuk sebagai yang terkontaminasi?Ini tidak bisa dibiarkanHamba akan meracuni yang lain.Hamba mesti melaporkannya.Hamba mesti dieliminasi.“...ngun! … angun! Bangun! Hei, bangun!”Hamba mendengar suara-suara lagi.Apa itu khayalan lain?Itu pasti mereka.Para setan-setan.Hamba merasa takut, enggak.Hamba tak boleh merasa takut.Para hamba hanya boleh mengabdi dan patuh. Itu tujuan hidup mutlak.Bukan. Itu bukan keharusan yang membuat Hamba terpaksa, melainkan bentuk belas kasih.Kemuliaan. Karen
Ini situasi yang sulit, sumpah.Dengar, begini-begini aku punya perasaan sensitif.Meski kami cuma bersama beberapa kali, Noah ninggalin bekas kenangan yang lumayan sukar dilupain.Dan sampai sekarang Devon belum nyentuh aku.Dia itu impoten, ya? Atau emang enggak suka cewek?“Saya sibuk, Nona Dawver”“Donovan.” Sampai berapa kali mesti kuingatin, sih? “Aku bukan Dawver lagi, ingat?” Ini emang ketentuan yang rada asing di Indonesia, tapi kayaknya dunia ini punya budaya yang berkiblat ke Barat—di mana nama keluarga seorang gadis bakal ‘dibuang’ kalau udah menikah.“Benar. Rachel. Saya minta maaf.”Untuk menutupi kesuraman itu, aku terpaksa mendatangi kamar George.Bukannya doyan sama yang tua-tua—singkirin pemikiran menjijikkan bin ngawur itu, deh (dapet ilham dari mana, sih, kalian ini?).Ini seperti kau diberi pilihan antara sayur basi dan pengharum ruangan.Yang satu punya tampilan dan harum enak, tapi gak bakal bikin kenyang. Sedangkan yang satu mematikan, tapi seenggaknya berhasil