"Kenapa Papa lakukan ini padaku? Apa Papa memang sengaja ingin menjauhkan aku dari Mama? Untuk apa? Agar anak haram Papa itu bisa menangkap Mama? Atau agar dia bisa mewarisi semua milik Papa yang sejak awal seharusnya jadi milikku?" debat Rangga dengan wajah merah padam. Dia menolak untuk keluar dari ruangan itu.Mendengar hinaan Rangga pada putra kandungnya, darah Prabujaya mendidih.Wajahnya seketika menggelap, rahangnya mengatup kuat."Diam! Kau tidak berhak menyebutnya seperti itu. Keluar sekarang jika kau tidak ingin menyesal!" bentak Prabujaya dengan amarah yang meluap.Melihat ketegangan di antara keduanya, Daniel segera menarik Rangga keluar dari ruangan itu. Daniel membawanya kembali ke ruang kerjanya agar emosi Rangga mereda sebelum mereka pergi meninggalkan kantor pusat Prabujaya Industry.Keputusan Prabujaya itu sempat mengejutkannya. Atasannya itu tidak pernah membahas hal itu dengannya sebelumnya.Pikiran Daniel menerawang. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Erlangga?
Sekitar tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil masuk dan parkir di depan pondok lesehanSeorang pria berwajah dingin tampak keluar dari balik pintu pengemudi. Sementara itu seorang pria muda berwajah tampan keluar dari sisi pintu yang lain.Menyadari kedatangan keduanya, Pak Hamdan langsung bangkit berdiri. Pria tua itu melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.Erlangga dan Alex datang menggampiri keduanya dan duduk di kursi kosong di seberang meja."Selamat pagi semuanya. Maaf saya datang terlambat," kata Erlangga tulus."Ah, tidak apa-apa. Di kota besar memang selalu macet saat pagi hari. Lagipula, kami juga baru memesan makanan. Mungkin mereka akan mengantarnya sebentar lagi," sahut Pak Hamdan ramah."Jadi ... bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Erlangga tanpa basa-basi. Dia mengalihkan perhatiannya pada pria berseragam coklat di depannya.Kebebasan Liana cukup membuatnya terkejut padahal dia sudah melakukan segalanya untuk menjerat mereka, tetapi usahanya masih saja gagal
"Antar aku ke rumah sakit!"Alex menoleh, mengamatinya dengan seksama selama beberapa detik sebelum kembali menatap jalanan di depan mereka."Apa hari ini anda tidak ke kantor?" tanya Alex memastikan.Sudut bibir Erlangga meninggi. "Hari ini aku bebas. Aku bebas pergi ke manapun yang aku suka. Aku muak dengan suasana kantor yang kaku, muak melihat tumpukan dokumen yang membuatku hampir muntah setiap hari. Apa kau tahu, berdiri di depan kamera dengan sorot lampu tajam lebih menyenangkan buatku. Aku bisa jadi diri sendiri tanpa harus bersusah payah memikirkan perasaan orang lain. Jika aku tidak suka, aku bisa pergi kapan pun.""Anda benar," sahut Alex singkat. "Setidaknya itu sebanding dengan apa yang akan anda dapatkan setelah ini," sambungnya tanpa menoleh.Erlangga tertawa. "Apa kau pikir aku tertarik dengan harta Prabujaya?"Kening Alex berkerut. Dia tidak mengerti maksud dari ucapan Erlangga."Bukannya semua orang menginginkannya? Siapa yang tidak ingin terlahir dari orang tua yang
"Bu Helen memberi tahu ku bahwa kalian sedang berkumpul di sini. Katakan padaku, siapa yang akan menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini," ucap Erlangga datar. Dia menatap dingin pada tiga pria dewasa di ruangan itu secara bergantian.Prabujaya berdehem pelan. Sedetik kemudian asisten pribadinya bangkit berdiri lalu pergi meninggalkan ruang tamu dengan mulut terkunci rapat.Pintu setinggi delapan kaki itu berderit pelan ketika Daniel menutup akses masuk menuju ruang tamu dan berdiri di depan untuk berjaga.Kini, hanya tersisa tiga orang di dalam sana. Suasana yang begitu hening membuat Erlangga mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri."Dia adalah Tuan Jason, pengacara keluarga Pamungkas selana puluhan tahun," kata Prabujaya memecah keheningan.Pria tua itu menarik napasnya dalam-dalam, sesaat kemudian kembali berkata pada Erlangga, "Mulai hari ini, kamu akan berurusan langsung dengannya. Kamu bisa mencarinya bila membutuhkan bantuannya dan Tuan Jason akan membantumu dengan
"Aku pikir itu tidak mungkin, maaf. Anda tahu, Tuan Prabujaya hanya menyediakan tiket pesawat untuk dua saja," kata Daniel beralasan. Pada dasarnya Daniel hanya ingin perjalanan ini lancar tanpa ada kendala. Karena dia tahu, Nyonya Liana berada di bawah pantauan pihak kepolisian. Ini akan menyulitkan mereka.Sayangnya, Rangga tidak perduli. Dia hanya ingin menyelamatkan Liana.Rangga dengan santai menunjukkan ponselnya pada Daniel dan berkata padanya, "Kau jangan khawatir. Aku sudah memesan tiket pesawat untuk Mamaku."Jakun Daniel bergulir turun. Dia berusaha menelan salivanya.Dengan berat hati pria paruh baya itu membiarkan Liana masuk ke dalam mobil bersama Rangga.Akan tetapi, Daniel diam-diam mengirimkan pesan pada atasannya sebelum dia masuk ke dalam mobil.Sementara itu di kediaman Prabujaya, Er baru saja kembali dengan wajah lesu setelah upayanya untuk bertemu dengan Rangga dan ibunya berakhir buntu.Mereka menyalahkan dirinya atas perceraian Liana. Erlangga berjalan gontai
Er berdecak kesal.Pria itu mengkritiknya seakan-akan Er tidak akan berhasil tanpa dirinya.Ya, mungkin dia tidak suka dengannya karena dalam satu malam Erlangga telah berhasil menyingkirkan istri Prabujaya.Alasan itu cukup masuk akal karena pria itu telah mengenal Liana sangat lama.Alex menginjak rem ketika mereka tiba di depan pintu masuk penerbangan domestik.Er bergegas keluar dari mobil bersama Alex dan berhambur masuk ke dalam bandara.Er dan Alex memutuskan untuk berpencar mencari Liana dan Rangga.Erlangga memutar kepalanya, menjelajahi setiap sudut dengan matanya yang tajam.Namun, mereka tidak ada dimana pun.Erlangga merasa usahanya berakhir sia-sia."Sial! Laki-laki sombong itu cuma omong besar. Aku bahkan bisa melihat tidak ada siapapun di sini. Dimana petugas keamanan yang dia perintahkan untuk menangkap pembunuh itu? Sama sekali tidak ada pasukan polisi yang sedang bergerak ke sini." Er mengumpat kesal.Di tempat lain, Alex masih sibuk mencari Liana dan putranya di be
"Mari ikut dengan saya."Erlangga tercengang. Sepasang mata obsidianya membulat sempurna.Dia langsung bangkit berdiri dan berjalan di belakang David menuju ke sebuah ruangan tertutup.Mereka tiba tepat disaat Liana sedang diinterogasi."Ini adalah tindakan melawan hukum karena kalian berusaha membantu Nyonya Liana kabur dari kota ini," kata David lantang dari depan pintu. Sontak semua orang melihat ke arahnya.Erlangga mengepalkan tangannya kuat saat melihat tatapan gelap ibu dan anak itu ketika dirinya masuk bersama seorang pria tua seumuran Prabujaya."Dasar bajingan kau, Rangga!" Er mengejar pria itu dan mendaratkan bogem mentah di wajahnya yang keras.Orang-orang segera membantu memisahkan keduanya.David dan beberapa orang petugas menahan tubuh Erlangga yang begitu bersemangat, sementara Daniel dan Liana menjauhkan Rangga darinya.Erlangga mendengus kuat. Dada bidangnya bergerak naik turun setiap kali dia menarik napas.Namun, tiba-tiba Nyonya Liana tertawa. "Jadi kalian bekerja
Satu minggu berlalu setelah penangkapan Liana. Akhirnya, Jhon dinyatakan pulih.Namum, bukan rumah yang menjadi tujuan kepulangannya.Dua orang petugas kepolisian diperintahkan berjaga di depan pintu kamar ruang perawatan, sementara Alex berada di dalam ruangan mengawasi dokter yang datang memeriksa kondisi Jhon sebelum mereka membawanya pergi.Dokter itu buru-buru pergi setelah mereka memberi tahu Alex hasilnya."Kau sudah dengar? Sekarang bangun dan ikut denganku! Kebebasanmu sudah berakhir di sini, Jhon," seru Alex.Laki-laki itu tampak ragu. Tetapi Alex langsung menariknya turun dengan paksa dan mendorong tubuhnya dengan keras hingga membentur pintu.Mendengar suara gaduh dari dalam kamar, dua petugas itu langsung berlari masuk. Mereka mendorong pintu dengan keras dan tidak menyadari tubuh Jhon masih berada di sana.Mereka terkejut melihat Jhon merintih kesakitan karena terjepit di balik pintu."Aduh ... saya terjepit, Pak." Jhon mengadu."Apa yang kau lakukan di situ?" tanya seor