"Mari ikut dengan saya."Erlangga tercengang. Sepasang mata obsidianya membulat sempurna.Dia langsung bangkit berdiri dan berjalan di belakang David menuju ke sebuah ruangan tertutup.Mereka tiba tepat disaat Liana sedang diinterogasi."Ini adalah tindakan melawan hukum karena kalian berusaha membantu Nyonya Liana kabur dari kota ini," kata David lantang dari depan pintu. Sontak semua orang melihat ke arahnya.Erlangga mengepalkan tangannya kuat saat melihat tatapan gelap ibu dan anak itu ketika dirinya masuk bersama seorang pria tua seumuran Prabujaya."Dasar bajingan kau, Rangga!" Er mengejar pria itu dan mendaratkan bogem mentah di wajahnya yang keras.Orang-orang segera membantu memisahkan keduanya.David dan beberapa orang petugas menahan tubuh Erlangga yang begitu bersemangat, sementara Daniel dan Liana menjauhkan Rangga darinya.Erlangga mendengus kuat. Dada bidangnya bergerak naik turun setiap kali dia menarik napas.Namun, tiba-tiba Nyonya Liana tertawa. "Jadi kalian bekerja
Satu minggu berlalu setelah penangkapan Liana. Akhirnya, Jhon dinyatakan pulih.Namum, bukan rumah yang menjadi tujuan kepulangannya.Dua orang petugas kepolisian diperintahkan berjaga di depan pintu kamar ruang perawatan, sementara Alex berada di dalam ruangan mengawasi dokter yang datang memeriksa kondisi Jhon sebelum mereka membawanya pergi.Dokter itu buru-buru pergi setelah mereka memberi tahu Alex hasilnya."Kau sudah dengar? Sekarang bangun dan ikut denganku! Kebebasanmu sudah berakhir di sini, Jhon," seru Alex.Laki-laki itu tampak ragu. Tetapi Alex langsung menariknya turun dengan paksa dan mendorong tubuhnya dengan keras hingga membentur pintu.Mendengar suara gaduh dari dalam kamar, dua petugas itu langsung berlari masuk. Mereka mendorong pintu dengan keras dan tidak menyadari tubuh Jhon masih berada di sana.Mereka terkejut melihat Jhon merintih kesakitan karena terjepit di balik pintu."Aduh ... saya terjepit, Pak." Jhon mengadu."Apa yang kau lakukan di situ?" tanya seor
Pukul tujuh pagi, langit masih terlihat gelap di luar sana. Entah sudah berapa lama hujan tidak turun membasahi bumi.Erlangga baru saja selesai berpakaian, memakai stelan jas berwarna perak membuatnya tampil memukau.Hari ini adalah hari terbaik yang pernah dia miliki. Tanpa Rangga yang selalu dominan dan bersikap dingin kepadanya. Tanpa Liana yang selalu mengumpat dan mengatakan segala hal yang buruk tentangnya. Dan tanpa Jhon, yang tidak pernah berhenti untuk mencelakai dirinya. Bahkan asisten ayahnya yang selalu mengawasi dan mengatur hidupnya juga telah ikut pergi.Mulai hari ini, dirinya akan berdiri tegap dengan dagu yang terangkat tinggi. Erlangga Pamungkas bukan lagi anak haram tanpa identitas.Hari ini, Prabujaya akan mengadakan pertemuan terbuka. Akan ada banyak tamu penting yang datang. Para peliput berita bahkan diundang secara langsung.Jantung Erlangga berdebar kencang. Meski begitu, seulas senyum terbit di wajahnya yang tampan.Erlangga mematut bayangan dirinya di
Ketika melihat semua orang telah hadir, Prabujaya berdehem pelan mencuri perhatian semua orang.Pria tua itu kemudian mulai berbicara kepada semua."Hari ini saya sangat bahagia karena beberapa alasan. Saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di tempat ini," katanya sebagai pembuka.Setelah diam untuk sesaat, Prabujaya berpaling pada Erlangga dengan senyum mengembang di wajahnya.Prabujaya kemudian kembali berbicara kepada mereka. "Saya yakin kalian sudah mengenal anak muda yang duduk di samping saya saat ini. Dan hari ini saya akan mengenalkannya kembali pada kalian. Ini adalah putra saya, Erlangga Pamungkas. Satu-satunya putra biologis dari Prabujaya Pamungkas."Mendengar kalimat yang didengungkan oleh pria itu, sontak semua orang menjadi terkejut.Sinar flash dari kamera wartawan tak berhenti menembak wajah ayah dan anak itu, diringi suara-suara sumbang di antara para tamu undangan.Sekali lagi, Prabujaya menarik napasnya kemudian kembali berdehem kuat hingga semua orang
Sudah satu minggu berlalu sejak Erlangga ditetapkan sebagai petinggi Prabujaya Industry.Er mulai disibukkan dengan setumpuk laporan yang membuatnya hampir muntah karena rasa sakit kepala yang menyengat.Demi untuk membuktikan ucapannya di hadapan investor yang begitu keras kepala itu, Er berusaha keras untuk mencapai target bisnis yang telah mereka sepakati.Pagi ini Erlangga telah bersiap lebih pagi dibanding hari sebelumnya. Dia melewatkan sarapan paginya bersama sang ayah.Er berjalan dengan terburu-buru saat keluar dari rumah. Di halaman depan, Alex tampak sibuk membersihkan mobil. Dia bahkan tidak menyadari Er sedang berjalan menuju ke arahnya."Apa kau sudah siap?" tanya Erlangga.Alex langsung menoleh ke arahnya. Dia menjawab, "Hampir selesai. Apa Tuan ingin berangkat sekarang? Saya akan minta pengawal ikut bersama kita.""Tidak perlu membawa mereka. Aku sedang terburu-buru," sahut Erlangga lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.Melihat Er telah masuk, Alex lan
Erlangga berjalan dalam langkah besar saat memasuki gedung Prabujaya Industry.Di dalam tangannya, Er membawa map berisi dokumen penting yang ingin dia tunjukkan pada Prabujaya.Wajahnya terlihat tegang.Saat tiba di lantai atas, Erlangga langsung mendorong pintu tanpa mengetuknya lebih dulu."Pa, ada yang ingin aku tanyakan sama Papa.""Kamu mau tanya apa?""Apa Papa tahu kalau selama ini ada orang yang berbuat curang di perusahaan kita? Perbuatannya itu sudah sangat merugikan kita, Pa. Karena masalah itu aku hampir saja kehilangan kesempatan mendapatkan kontrak kerjasama dengan pihak supplier. Masa sih Papa cuma diam saja dan membiarkan masalah ini berlalu tanpa penyelesaian?"Erlangga kemudian menunjukkan bukti penggelapan dana perusahaan yang baru dia temukan tepat di hadapan Prabujaya."Lihat ini, Pa! Ini jumlahnya terlalu banyak. Dan ini juga sudah dilakukan beberapa kali. Jangan bilang kalau Papa tidak mengetahuinya," cecar Erlangga. Dia lalu meletakkan tumpukan kertas itu di a
Dada Viona terasa begitu sesak. Dia benar-benar terkejut menerima kabar itu dari Erlangga.Bagaimana bisa tunangannya pergi begitu saja tanpa memberi tahu dirinya? Rangga bahkan tidak memberi kabar padanya hingga hari ini. Viona pikir, tunangannya itu mungkin sedang menghadapi masalah sehingga sengaja menutup diri selama beberapa hari sejak pertemuan mereka yang terakhir kali. Karena itu, Viona memutuskan untuk memberinya waktu untuk menenangkan dirinya."Pindah? Ke Sumatera? Kami baru saja bertemu dua minggu yang lalu dan dia tidak pernah bilang apa-apa padaku. Kamu tidak sedang membohongi ku, kan?" Mata lentik Viona menyipit.Mendengar ucapannya, Er menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Untuk apa aku membohongimu? Apa untungnya bagi ku?""Karena kau dan Rangga tidak pernah akur, sejauh yang aku ingat," jawab Viona tanpa basa-basi.Er tertawa garing. "Kau gadis yang aneh. Mana mungkin aku bohong hanya karena aku dan Rangga sering bertengkar? Apa kau tidak tahu kalau aku dan Rang
Er menyandarkan punggungnya di kursi empuk yang pernah menjadi milik Rangga.Kepalanya menengadah menatap langit-langit, sementara pikirannya menerawang. Hatinya sedang kacau membayangkan reaksi Viona setelah dia dengan berani berbicara pada gadis itu."Oh, sial! Bagaimana bisa aku bicara seperti itu padanya? Bagaimana jika mereka ribut karena hal itu? Papa pasti akan menyalahkanku kalau pernikahan mereka sampai dibatalkan. Ya, Tuhan... ada apa dengan otakku? Kenapa aku bisa sebodoh itu?"" Er mengumpat kesal. Dia mengusap wajahnya frustasi dan mulai meyalahkan dirinya sendiri. Hatinya benar-benar tidak tenang.Er bangkit dari kursinya dan mulai berjalan ke jendela dan memandang ke luar. Dia menghela napasnya kuat berharap rasa sesak yang menghimpit dadanya ikut keluar.Er memandang semua benda bergerak di bawah sana yang tampak kecil dari tempatnya berdiri.Kota ini terlihat sangat indah bila dilihat dari atas. Akan tetapi, itu tidak cukup untuk membuat suasa hatinya membaik.Er mera