Ketika melihat semua orang telah hadir, Prabujaya berdehem pelan mencuri perhatian semua orang.Pria tua itu kemudian mulai berbicara kepada semua."Hari ini saya sangat bahagia karena beberapa alasan. Saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di tempat ini," katanya sebagai pembuka.Setelah diam untuk sesaat, Prabujaya berpaling pada Erlangga dengan senyum mengembang di wajahnya.Prabujaya kemudian kembali berbicara kepada mereka. "Saya yakin kalian sudah mengenal anak muda yang duduk di samping saya saat ini. Dan hari ini saya akan mengenalkannya kembali pada kalian. Ini adalah putra saya, Erlangga Pamungkas. Satu-satunya putra biologis dari Prabujaya Pamungkas."Mendengar kalimat yang didengungkan oleh pria itu, sontak semua orang menjadi terkejut.Sinar flash dari kamera wartawan tak berhenti menembak wajah ayah dan anak itu, diringi suara-suara sumbang di antara para tamu undangan.Sekali lagi, Prabujaya menarik napasnya kemudian kembali berdehem kuat hingga semua orang
Sudah satu minggu berlalu sejak Erlangga ditetapkan sebagai petinggi Prabujaya Industry.Er mulai disibukkan dengan setumpuk laporan yang membuatnya hampir muntah karena rasa sakit kepala yang menyengat.Demi untuk membuktikan ucapannya di hadapan investor yang begitu keras kepala itu, Er berusaha keras untuk mencapai target bisnis yang telah mereka sepakati.Pagi ini Erlangga telah bersiap lebih pagi dibanding hari sebelumnya. Dia melewatkan sarapan paginya bersama sang ayah.Er berjalan dengan terburu-buru saat keluar dari rumah. Di halaman depan, Alex tampak sibuk membersihkan mobil. Dia bahkan tidak menyadari Er sedang berjalan menuju ke arahnya."Apa kau sudah siap?" tanya Erlangga.Alex langsung menoleh ke arahnya. Dia menjawab, "Hampir selesai. Apa Tuan ingin berangkat sekarang? Saya akan minta pengawal ikut bersama kita.""Tidak perlu membawa mereka. Aku sedang terburu-buru," sahut Erlangga lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.Melihat Er telah masuk, Alex lan
Erlangga berjalan dalam langkah besar saat memasuki gedung Prabujaya Industry.Di dalam tangannya, Er membawa map berisi dokumen penting yang ingin dia tunjukkan pada Prabujaya.Wajahnya terlihat tegang.Saat tiba di lantai atas, Erlangga langsung mendorong pintu tanpa mengetuknya lebih dulu."Pa, ada yang ingin aku tanyakan sama Papa.""Kamu mau tanya apa?""Apa Papa tahu kalau selama ini ada orang yang berbuat curang di perusahaan kita? Perbuatannya itu sudah sangat merugikan kita, Pa. Karena masalah itu aku hampir saja kehilangan kesempatan mendapatkan kontrak kerjasama dengan pihak supplier. Masa sih Papa cuma diam saja dan membiarkan masalah ini berlalu tanpa penyelesaian?"Erlangga kemudian menunjukkan bukti penggelapan dana perusahaan yang baru dia temukan tepat di hadapan Prabujaya."Lihat ini, Pa! Ini jumlahnya terlalu banyak. Dan ini juga sudah dilakukan beberapa kali. Jangan bilang kalau Papa tidak mengetahuinya," cecar Erlangga. Dia lalu meletakkan tumpukan kertas itu di a
Dada Viona terasa begitu sesak. Dia benar-benar terkejut menerima kabar itu dari Erlangga.Bagaimana bisa tunangannya pergi begitu saja tanpa memberi tahu dirinya? Rangga bahkan tidak memberi kabar padanya hingga hari ini. Viona pikir, tunangannya itu mungkin sedang menghadapi masalah sehingga sengaja menutup diri selama beberapa hari sejak pertemuan mereka yang terakhir kali. Karena itu, Viona memutuskan untuk memberinya waktu untuk menenangkan dirinya."Pindah? Ke Sumatera? Kami baru saja bertemu dua minggu yang lalu dan dia tidak pernah bilang apa-apa padaku. Kamu tidak sedang membohongi ku, kan?" Mata lentik Viona menyipit.Mendengar ucapannya, Er menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Untuk apa aku membohongimu? Apa untungnya bagi ku?""Karena kau dan Rangga tidak pernah akur, sejauh yang aku ingat," jawab Viona tanpa basa-basi.Er tertawa garing. "Kau gadis yang aneh. Mana mungkin aku bohong hanya karena aku dan Rangga sering bertengkar? Apa kau tidak tahu kalau aku dan Rang
Er menyandarkan punggungnya di kursi empuk yang pernah menjadi milik Rangga.Kepalanya menengadah menatap langit-langit, sementara pikirannya menerawang. Hatinya sedang kacau membayangkan reaksi Viona setelah dia dengan berani berbicara pada gadis itu."Oh, sial! Bagaimana bisa aku bicara seperti itu padanya? Bagaimana jika mereka ribut karena hal itu? Papa pasti akan menyalahkanku kalau pernikahan mereka sampai dibatalkan. Ya, Tuhan... ada apa dengan otakku? Kenapa aku bisa sebodoh itu?"" Er mengumpat kesal. Dia mengusap wajahnya frustasi dan mulai meyalahkan dirinya sendiri. Hatinya benar-benar tidak tenang.Er bangkit dari kursinya dan mulai berjalan ke jendela dan memandang ke luar. Dia menghela napasnya kuat berharap rasa sesak yang menghimpit dadanya ikut keluar.Er memandang semua benda bergerak di bawah sana yang tampak kecil dari tempatnya berdiri.Kota ini terlihat sangat indah bila dilihat dari atas. Akan tetapi, itu tidak cukup untuk membuat suasa hatinya membaik.Er mera
Alex menghentikan mobilnya ketika mereka tiba di depan kantor majalah mode yang cukup terkenal di kota mereka.Seorang wanita cantik sedang berdiri di depan pintu masuk ketika mereka tiba. Dia melambaikan tangannya seraya tersenyum manis ketika melihat Erlangga keluar dari dalam mobil.Sylvia bergegas menghampiri Erlangga. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan mantan kliennya itu. Namun, Er malah menariknya rapat ke tubuhnya dan memeluk gadis itu sebagai tanda persahabatan mereka.Seketika wajah Sylvia merona merah karena malu. Jantungnya berdebar sangat kencang, membuat lututnya lemas hingga hampir pingsan karena merasa senang. Semua itu karena ulah Erlangga.Buru-buru Sylvia melepaskan dirinya dan mengatur jarak aman dari Erlangga atau dia akan benar-benar pingsan di hadapannya."Hai, bagaimana kabarmu? Sudah cukup lama kita tidak bertemu. Aku bahkan tidak bisa hadir saat launching perdana iklanmu saat itu karena aku harus pergi ke luar kota. Aku pikir kamu sudah m
Erlangga memperlakukan Sylvia dengan manis hingga di penghujung makan malam mereka.Sylvia benar-benar merasa tersanjung. Kedua mata lentiknya tak berhenti berbinar saat menatap Erlangga. Dia tersipu malu hingga membuat pipinya merona merah karena Er tak berhenti memujinya.Ketika makan malam itu berakhir, mereka berjalan bersama saat keluar meninggalkan tempat itu.Sylvia menggandeng lengan Erlangga sambil tersenyum bangga. Malam ini dirinya telah berhasil menjadi pusat perhatian semua orang.Saat melihat Er dan Sylvia keluar dari restoran, Alex segera datang menjemput mereka.Dengan manis Erlangga mempersilahkan gadis itu untuk masuk ke mobil."Berikan alamat rumahmu, aku akan minta Alex untuk mengantarmu pulang," kata Erlangga.Namun, gadis itu menolaknya dan berkata padanya, "Tidak perlu. Aku meninggalkan mobilku di kantor, jadi kalian cukup antar aku ke sana."Erlangga segera memutar otaknya untuk mencari alasan lain agar bisa mendapatkan alamat rumah gadis itu."Jangan, ini suda
"Selamat pagi, bagaimana istirahatmu?" sapa Prabujaya ketika melihat Erlangga masuk ke ruang makan."Selamat pagi juga," jawabnya datar.Er tersenyum tipis. Dia menarik kursinya dan duduk di sana, berhadapan dengan sang ayah.Er mengabaikan Prabujaya yang bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi diantara mereka kemarin siang dan melupakan pertengkaran mereka begitu saja.Karena itu, Er menghindari kontak mata dengannya. Dia hanya fokus menatap piringnya sementara mulutnya tak berhenti mengunyah makanannya.Melihat sikapnya yang acuh tak acuh, Prabujaya tidak membiarkannya begitu saja. Pria tua itu meletakkan sendoknya lalu mulai menanyainya lagi."Papa dengar kamu pulang terlambat tadi malam. Kamu pergi dengan siapa?" tanya Prabujaya."Apa mereka yang melaporkannya? Itu memang benar. Aku pergi makan malam dengan seorang teman," jawab Erlangga dingin."Teman? Apa dia teman wanitamu?" tanya Prabujaya lagi.Mendengar Prabujaya mulai menginterogasinya, Er meletakkan sendoknya. Dia meng