Share

Bab. 84

Penulis: Yohana dst
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Selamat pagi, bagaimana istirahatmu?" sapa Prabujaya ketika melihat Erlangga masuk ke ruang makan.

"Selamat pagi juga," jawabnya datar.

Er tersenyum tipis. Dia menarik kursinya dan duduk di sana, berhadapan dengan sang ayah.

Er mengabaikan Prabujaya yang bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi diantara mereka kemarin siang dan melupakan pertengkaran mereka begitu saja.

Karena itu, Er menghindari kontak mata dengannya. Dia hanya fokus menatap piringnya sementara mulutnya tak berhenti mengunyah makanannya.

Melihat sikapnya yang acuh tak acuh, Prabujaya tidak membiarkannya begitu saja. Pria tua itu meletakkan sendoknya lalu mulai menanyainya lagi.

"Papa dengar kamu pulang terlambat tadi malam. Kamu pergi dengan siapa?" tanya Prabujaya.

"Apa mereka yang melaporkannya? Itu memang benar. Aku pergi makan malam dengan seorang teman," jawab Erlangga dingin.

"Teman? Apa dia teman wanitamu?" tanya Prabujaya lagi.

Mendengar Prabujaya mulai menginterogasinya, Er meletakkan sendoknya. Dia meng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 85

    Daniel mengarahkan mobil mewah itu menuju salah satu pabrik dimana semua produk gagal di simpan sebelum di jual kembali ke pasaran dengan harga yang lebih murah.Pria paruh baya itu bisa bernapas dengan lega ketika mendapati mobil milik Erlangga tidak berada di tempat itu.Daniel sengaja memarkirkan mobilnya jauh dari pintu masuk agar tidak ada orang yang melihatnya datang ke sana."Selamat pagi, Pak." Seorang petugas keamanan menyapanya dengan ramah saat Daniel masuk ke dalam gedung."Selamat pagi juga. Apakah putra Tuan Prabujaya ada datang ke sini?" tanya Daniel padanya.Pria itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak ada, Pak. Tuan Rangga tidak pernah datang sejak satu bulan terakhir."Daniel mengusap pelipisnya yang berdenyut setelah mendengar kata-katanya."Aku tidak bertanya tentangnya," ucap Daniel datar berusaha menahan dirinya."Lalu?""Apa kalian tidak tahu bahwa Tuan Prabujaya memiliki putra yang bernama Erlangga Wijaya?"Petugas keamanan itu kembali menggelengkan kep

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 86

    "Selamat pagi, Pak Hamdan. Terima kasih sudah bersedia menemui saya pagi ini."Alex menyapa pria paruh baya yang baru saja turun dari sebuah mobil SUV berwarna perak.Hamdan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Alex ketika mereka bertemu di depan kantor polisi."Sama-sama. Kita sebaiknya bicara di dalam saja. Saya sudah menelpon Pak David dan memberi tahu bahwa kamu akan datang untuk mewakili Erlangga.""Baiklah, Pak. Silahkan," ucap Alex saat mempersilahkan pria tua itu untuk masuk lebih dulu.Asisten Erlangga itu mengikuti Hamdan. Keduanya memilih untuk duduk di ruang tunggu.Pagi ini suasana tempat itu masih sepi. Hanya ada beberapa petugas yang terlihat berada di meja mereka sementara beberapa meja lain masih terlihat kosong.Bahkan ruangan David masih tertutup rapat. Mereka bisa melihat jika lampu di dalam ruangan itu tidak menyala."Sepertinya saya datang terlalu pagi. Maaf sudah merepotkan Bapak," kata Alex. Dia merasa sedikit bersalah akan hal itu.Senyum simpul

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 87

    Alex duduk berhadapan dengan Erlangga di ruang kantornya. Aura dingin mencekam menguasai tempat itu.Er memandang asistennya nyaris tanpa kedip. Percakapan terakhir mereka membuat Er tidak mengerti."Kenapa Paman Daniel tiba-tiba kembali? Apa yang sedang dikerjakannya di sini?" gumam Erlangga. "Apa anda mencurigai sesuatu?""Maksudmu?" Erlangga mengangkat wajahnya."Mungkin ini tentang pekerjaan yang sedang anda tangani sekarang. Tuan Daniel mungkin saja kembali untuk membantu anda," terang Alex.Mata obsidian Erlangga menyipit. Namun, sedetik kemudian wajahnya menggelap. Er memukul meja dengan kepalan tinjunya."Sialan! Aku sudah didahului oleh mereka. Tak kusangka ternyata Papa sampai turun tangan hanya demi membela anak supir itu. Menggelikan sekali!""Saya masih tidak mengerti," kata Alex. Dahinya berkerut memperlihatkan cekungan dalam di antara kedua alisnya yang hitam tebal."Sudahlah! Kali ini aku kalah dari mereka. Tapi pembalasanku masih belum berakhir," ucap Erlangga dingi

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 88

    "Apa kamu marah pada Papa?"Er menggelengkan kepalanya pelan. "Kalau tidak, kenapa wajahmu seperti itu? Lihatlah, makanan di piringmu bahkan belum disentuh sama sekali. Apa kamu masih mau bilang kalau kamu tidak marah?" timpal Prabujaya. Ia berusaha untuk tetap menjaga komunikasi di antara mereka meskipun Er bersikap dingin padanya.Er membuang napasnya kuat. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya lebih lama. Akan sangat menyakitkan untuk disimpan sendiri."Aku hanya kesal karena Papa berusaha keras untuk membela Rangga. Kenapa? Apa karena dia pernah menjadi anak Papa?" sindir Er. Dia bahkan menolak untuk menatap wajah ayahnya ketika berbicara dengannya.Erlangga berharap ayahnya akan menyesal dan kembali membujuknya. Namun, pria tua itu malah menghela napasnya sambil menggelengkan kepalanya."Sudah Papa katakan, Papa tidak membelanya. Rangga memang bersalah dan Papa sudah akui itu di depanmu. Tapi kamu jangan lupa kalau Rangga sudah memperbaiki semuanya dengan usahanya sendiri da

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 89

    "Selamat pagi, Tuan. Apa pagi ini anda siap untuk bekerja? Hari ini saya akan menemani anda seharian di kantor." Alex menyapanya dengan sopan seperti yang biasa dia lakukan ketika Er sudah duduk di dalam mobil."Ada apa denganmu? Apa otakmu dudah rusak? Jangan sok manis seperti itu, itu sangat menggelikan!"lontar Erlangga. Dia mencebikkan bibirnya seraya mendengus kesal padanya.Alex melirik tuannya dari spion depan sambil menahan senyumnya hinggaembuat Erlangga merasa muak padanya. Asistennya itu telah merusak awal paginya dengan bualan receh."Baiklah. Tidak maslah bila anda tidak suka," jawab Alex, "Saya akan diam saja kalau begitu.""Itu lebih baik. Jalanlah!"Alex tetap diam seperti tidak pernah mendengar perintah apapun. Mesin mobil masih belum menyala hingga memancing kemarahan Erlangga."Kenapa kau diam saja? Jalan sekarang! Apa lagi yang kau tunggu?" bentak Erlangga.Alex tak berkutik. Pria itu masih duduk diam di kursinya tanpa melakukan apa-apa

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 90

    Berikan ponselmu padaku."Erlangga mengulurkan tangannya di antara dua kursi di jok depan ketika Alex baru mengendarai mobil hitam itu ketika akan meninggalkan kediaman Prabujaya."Untuk apa? Apakah anda ingin memeriksanya?" kata Alex menyahuti permintaan Erlangga. Dia melihat tepat di mata Erlangga saat Alex beniat mengintip dari kaca spion.Mata obsidian Erlangga tampak melotot ke arahnya. Dengan cepat Alex mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celananya."Baiklah, ini ponselnya. Apa yang akan anda lakukan dengan benda itu? tanya Alex bingung.Keningnya ikut berkerut ketika Alex menekuk wajahnya. Dia cemberut karena Er menyita ponselnya dan menyimpannya di balik jasnya."Aku akan menyita ponselmu selama satu hari.""Kenapa? Gimana jika ada orang yang menelpon?" debat Alex."Hari ini aku sedang tidak ingin ke kantor. Aku juga malas kalau hanya diam di rumah. Jadi kau harus temani aku hari ini. Aku tidak ingin diganggu oleh siapapun.""Bagaimana jika mereka mencari anda? Seharu

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 91

    Alex memejamkan matanya kuat. Ia tidak berani untuk menyaksikan semua hal yang sedang berlangsung di depannya saat ini.Pasangan itu mengacuhkannya dan menganggapnya tak ada di sana sehingga membuat Alex merasa tidak nyaman.Hingga akhirnya Alex berdehem kuat, membuat dua sejoli itu saling melepaskan diri masing-masing."Maaf, Tuan ... saya masih ada di sini," celetuk Alex.Suasana canggung seketika menguasai mereka ketika Viona akhirnya menyadari bahwa pria yang ada di hadapannya adalah Erlangga.Gadis itu tercengang dengan mulutnya yang menganga lebar. Mata Viona membelalak hingga membuat kedua bola matanya hampir jatuh keluar."Sedang apa kalian di rumahku? Siapa yang mengizinkan kalian untuk masuk?" pekik Viona.Gadis itu langsung melempar buket bunga pemberian Erlangga itu hingga membuat beberapa kelopak bunganya patah dan berhamburan di atas lantai."Kenapa kamu jadi marah-marah seperti itu? Bukannya kamu bilang kalau kamu merindukan aku? Aku juga," balas Erlangga santai seperti

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 92

    Viona membelalak kaget. Tubuhnya dengan spontan menjauh dari jendela mobil ketika seorang pria mengetuk jendela mobilnya."Siapa kamu? Kamu mau apa?" pekik Viona dari dalam mobil.Pria itu langsung menunduk sambil mengintip ke dalam ketika suara cicitan Viona terdengar meski kecil. Dia memberi kode agar gadis itu menurunkan kaca jendelanya."Kamu sedang apa di sini? Tidak ada siapa pun yang tinggal di rumah ini. Siapa yang kamu cari?"Pria itu langsung melempar pertanyaan ketika Viona memberikan sedikit celah untukbya berbicara."Aku mencari pemilik rumah ini. Apa Tante Liana tidak tinggal di sini lagi?" balas Viona. Sulit dipercaya jika calon ibu mertuanya itu pergi begitu saja tanpa memberi kabar padanya kecuali jika dia ikut betsama Rangga untuk menemaninya di kota baru. Padahal pernikahan mereka hanya tinggal kurang dari satu bulan.Mendengar jawaban Viona, alis pria itu langsung berkerut."Apa kamu belum tahu kalau wanita itu sudah ditangkap polisi? Ku dengar dia tidak sendiri,

Bab terbaru

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 127

    "Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 126

    Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 125

    "Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 124

    "Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 123

    "Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 122

    Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 121

    "Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 120

    Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.

  • DENDAM SANG PEWARIS   Bab. 119

    Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be

DMCA.com Protection Status