Viona membelalak kaget. Tubuhnya dengan spontan menjauh dari jendela mobil ketika seorang pria mengetuk jendela mobilnya."Siapa kamu? Kamu mau apa?" pekik Viona dari dalam mobil.Pria itu langsung menunduk sambil mengintip ke dalam ketika suara cicitan Viona terdengar meski kecil. Dia memberi kode agar gadis itu menurunkan kaca jendelanya."Kamu sedang apa di sini? Tidak ada siapa pun yang tinggal di rumah ini. Siapa yang kamu cari?"Pria itu langsung melempar pertanyaan ketika Viona memberikan sedikit celah untukbya berbicara."Aku mencari pemilik rumah ini. Apa Tante Liana tidak tinggal di sini lagi?" balas Viona. Sulit dipercaya jika calon ibu mertuanya itu pergi begitu saja tanpa memberi kabar padanya kecuali jika dia ikut betsama Rangga untuk menemaninya di kota baru. Padahal pernikahan mereka hanya tinggal kurang dari satu bulan.Mendengar jawaban Viona, alis pria itu langsung berkerut."Apa kamu belum tahu kalau wanita itu sudah ditangkap polisi? Ku dengar dia tidak sendiri,
"Kamu sudah datang, Er? Papa menunggumu sejak tadi. Apa Paman Daniel tidak datang bersamamu?"Prabujaya menoleh mencari sosok di belakang Erlangga. Tetapi yang tampak hanya Alex, asisten putranya.Erlangga menggeleng kemudian menjawab, "Tidak. Paman Daniel tidak bersama kami. Aku juga belum bertemu dengannya."Prabujaya mengerutkan keningnya, raut wajah langsung berubah. Tetapi buru-buru dia tepis pikiran jelek dari pikirannya itu."Untuk apa Papa datang ke sini? Aku pikir Papa tidak akan mencampuri urusanku lagi. Tapi ..." Kalimat Er menggantung. Wajahnya menyiratkan rasa kecewa karena Prabujaya gagal menepati janji yang telah dibuatnya."Papa datang bukan untuk mencampuri urusanmu," jawab Prabujaya cepat."Jika bukan untuk itu, lalu untuk apa Papa datang ke sini?"Pria tua itu menarik napasnya dalam-dalam. Dia berbalik dan berjalan menjauh lalu duduk di kursi tunggu. Ada orang lain di sana, karena itu dia menahan dirinya untuk mengatakan semuanya.Namun, sikapnya membuat Erlangga je
"Tuan ...""Kita kembali ke rumah dulu," titah Prabujaya.Raut datar nyaris tanpa emosi mewarnai wajah pria paruh baya itu. Dia menahan gejolak di dadanya.Prabujaya masih tidak menyangka jika putra yang dia perjuangkan selama ini dan sangat di sayanginya telah melangkah terlalu jauh.Kali ini, Er tidak hanya menyeret mantan istrinya dan pria selingkuhannya itu. Tetapi juga menyeret banyak nama yang bakal sulit untuk dibersihkan."Erlangga terlalu nekat. Apa yang sedang direncanakan olehnya?" gumam Prabujaya pelan.Dia memutar sepasang bola mata hitamnya, menatap ke luar jendela di sisi kanan mobil.Daniel dapat mendengar semua perkataan Prabujaya dengan jelas, karena dia duduk di kursi pengemudi. Sementara pengawal berada di mobil lain.Namun, asisten pria itu tak ingin berkomentar. Daniel hanya tidak ingin membuat majikannya semakin khawatir."Apa tidak sebaiknya kita ke kantor saja, Tuan? Saya yakin, Tuan muda tidak akan kembali ke rumah siang ini." Daniel memberi saran padanya. K
Suasana tegang di dalam kamar di lantai dua kediaman Prabujaya begitu terasa. Dokter Gunawan beberapa kali terlihat memeriksa denyut nadi dan tekanan darah pasiennya yang kini terbaring di ranjang.Dokter Gunawan juga dengan sigap memeriksa kadar oksigen di dalam tabung, sambil berharap-harap cemas pertolongan akan segera tiba.Sementara itu, Daniel dengan setia berjaga di sisi tuannya. Dia tidak sekalipun beranjak dari sana meski Nyonya Helen membujuknya untuk duduk beristirahat.Setelah menunggu cukup lama dalam perasaan cemaa, akhirnya ketiga orang di dalam ruangan itu dapat bernapas dengan lega ketika suara sirine ambulans mulai terdengar.Asisten Prabujaya itu segera beranjak keluar dari kamar Prabujaya."Tolong jaga Tuan, saya akan turun untuk melihatnya," kata Daniel cepat sebelum dia menghilang di balik pintu.Daniel berlari menuruni anak tangga secepat yang dia mampu. Usianya yang tak lagi muda tak membuatnya kehilangan kekuatannya.Ketika Daniel tiba di teras depan, dia meli
"Sekarang kalian sudah tahu alasannya. Aku juga memikirkan hal yang sama seperti anda," kata Erlangga menimpali ucapan kepala unit satuan kriminal itu."Aku sangat terkejut pada awalnya, tapi itu adalah keberuntunganku. Aku jadi lebih paham mengapa mereka sangat membenci kami," sambung Erlangga."Ya. Saya juga tidak menyangka ada hal gila seperti ini dalam kehidupan orang kaya. Padahal mereka sudah memiliki segalanya tapi masih saja bermain-main tanpa memikirkan resikonya. Omong-omong, apa anaknya itu sudah tahu?" tanya David."Tentu saja. Dia mengetahuinya setelah penangkapan di bandara waktu itu. Bagaimanapun juga dia harus tahu, dia sudah cukup dewasa untuk itu."Ruangan itu hening untuk sesaat ketika Erlangga menyelesaikan kalimat terakhirnya.Er masih menunggu reaksi David di menit-menit berikutnya, berharap orangtua itu tidak akan menyerah untuknya."Jadi bagaimana, Pak David? Apa anda masih mau menghentikan kasus ini dan meninggalkan ketidakadilan atas kematian mama saya? Apa g
Daniel memanggil salah seorang pengawal yang berjaga di luar ruangan. Dia memerintahkannya agar kembali ke River Villa bersama beberapa orang lainnya.Keberadaan seluruh pengawal Prabujaya di tempat itu telah mengundang perhatian banyak orang yang datang ke sana.Meskipun Daniel telah berusaha untuk mengabaikan suara-suara sumbang dari keluarga pasien lain yang berbisik-bisik di belakang mereka. Tetap saja itu mengganggunya."Kembali ke rumah sekarang! Aku ingin kalian menjaga rumah karena Tuan muda akan kembali sebentar lagi. Aku tidak ingin membuatnya curiga. Jangan katakan apapun padanya saat dia bertanya tentang Tuan Besar." Daniel memberi memberi perintah."Baik, Tuan."Para pengawal itu menyahut bersamaan kemudian berbalik dan pergi meninggalkan ruangan vip rumah sakit.Daniel kembali masuk ke dalam kamar. Dia menutup pintu dengan hati-hati tanpa meninggalkan suara dan mulai melangkah menuju sofa.Dia menatapnya dalam diam, melihat pergerakan di dada Prabujaya yang naik turun ke
"Sudah jam tujuh malam, sebaiknya anda pulang sekarang." Alex mengingatkan tuannya.Dia duduk di sofa menunggu Erlangga bergerak dari kursinya."Oke, tunggu sebentar lagi. Aku masih harus menyelesaikan laporanku. Ini sidah tertunda beberapa hari." Erlangga mempercepat jemarinya, mengetik beberapa kata terakhir di layar komputernya. Tidak lebih dari sepuluh menit, komputer lipat itu sudah dipadamkan.Erlangga bangkit dari kursinya, meraih jasnya kemudian berjalan menuju pintu.Alex buru-buru berdiri dan berlari mendahuluinya untuk membukakan pintu untuk Erlangga. Mereka berjalan beriringan menuju lift."Apa Papa sudah pulang duluan?" tanya Er ketika mereka lewat di depan ruangannya. Dia bahkan tidak berniat untuk mencarinya ke ruangannya."Saya pikir Tuan Besar tidak datang ke kantor," jawab Alex."Benarkah? Apa mereka langsung kembali ke rumah tadi siang? Aneh sekali, apa dia masih marah padaku?" Erlangga menebak-nebak apa yang terjadi."Itu sudah pasti. Tuan Prabujaya marah pada and
Pagi hari di komplek River Villa.Erlangga meninggalkan ruang makan dengan wajah gelisah.Sampai pagi ini, Er masih tidak melihat keberadaan Prabujaya di rumah besar. Dia sempat melirik ke arah kamar pria tua itu ketika Erlangga keluar dari kamarnya tadi pagi. Tetapi Er melihat pintu kamarnya masih tertutup rapat.Bahkan saat duduk di meja makan, ayahnya masih tidak muncul di sana untuk menemaninya sarapan pagi."Ini tidak lucu. Apa dia harus bersikap seperti ini padaku hanya karena masalah itu? Apa susahnya bicara langsung padaku? Kenapa harus main petak umpet seperti ini?" oceh Erlangga. Er mendengus kesal sambil memukul meja makan hingga membuat pelayan yang berdiri di belakangnya terlonjak kaget."Sudahlah, sebaiknya anda sarapan sekarang. Makanannya tidak enak jika sudah dingin," kata Nyonya Helen untuk menenangkannya.Dia maju dan berdiri di sisi Erlangga untuk mengambilkan makanan untuk diletakkan di atas piringnya.Erlangga tidak menolaknya. Dia menerimanya dan langsung memak