"Sekarang kalian sudah tahu alasannya. Aku juga memikirkan hal yang sama seperti anda," kata Erlangga menimpali ucapan kepala unit satuan kriminal itu."Aku sangat terkejut pada awalnya, tapi itu adalah keberuntunganku. Aku jadi lebih paham mengapa mereka sangat membenci kami," sambung Erlangga."Ya. Saya juga tidak menyangka ada hal gila seperti ini dalam kehidupan orang kaya. Padahal mereka sudah memiliki segalanya tapi masih saja bermain-main tanpa memikirkan resikonya. Omong-omong, apa anaknya itu sudah tahu?" tanya David."Tentu saja. Dia mengetahuinya setelah penangkapan di bandara waktu itu. Bagaimanapun juga dia harus tahu, dia sudah cukup dewasa untuk itu."Ruangan itu hening untuk sesaat ketika Erlangga menyelesaikan kalimat terakhirnya.Er masih menunggu reaksi David di menit-menit berikutnya, berharap orangtua itu tidak akan menyerah untuknya."Jadi bagaimana, Pak David? Apa anda masih mau menghentikan kasus ini dan meninggalkan ketidakadilan atas kematian mama saya? Apa g
Daniel memanggil salah seorang pengawal yang berjaga di luar ruangan. Dia memerintahkannya agar kembali ke River Villa bersama beberapa orang lainnya.Keberadaan seluruh pengawal Prabujaya di tempat itu telah mengundang perhatian banyak orang yang datang ke sana.Meskipun Daniel telah berusaha untuk mengabaikan suara-suara sumbang dari keluarga pasien lain yang berbisik-bisik di belakang mereka. Tetap saja itu mengganggunya."Kembali ke rumah sekarang! Aku ingin kalian menjaga rumah karena Tuan muda akan kembali sebentar lagi. Aku tidak ingin membuatnya curiga. Jangan katakan apapun padanya saat dia bertanya tentang Tuan Besar." Daniel memberi memberi perintah."Baik, Tuan."Para pengawal itu menyahut bersamaan kemudian berbalik dan pergi meninggalkan ruangan vip rumah sakit.Daniel kembali masuk ke dalam kamar. Dia menutup pintu dengan hati-hati tanpa meninggalkan suara dan mulai melangkah menuju sofa.Dia menatapnya dalam diam, melihat pergerakan di dada Prabujaya yang naik turun ke
"Sudah jam tujuh malam, sebaiknya anda pulang sekarang." Alex mengingatkan tuannya.Dia duduk di sofa menunggu Erlangga bergerak dari kursinya."Oke, tunggu sebentar lagi. Aku masih harus menyelesaikan laporanku. Ini sidah tertunda beberapa hari." Erlangga mempercepat jemarinya, mengetik beberapa kata terakhir di layar komputernya. Tidak lebih dari sepuluh menit, komputer lipat itu sudah dipadamkan.Erlangga bangkit dari kursinya, meraih jasnya kemudian berjalan menuju pintu.Alex buru-buru berdiri dan berlari mendahuluinya untuk membukakan pintu untuk Erlangga. Mereka berjalan beriringan menuju lift."Apa Papa sudah pulang duluan?" tanya Er ketika mereka lewat di depan ruangannya. Dia bahkan tidak berniat untuk mencarinya ke ruangannya."Saya pikir Tuan Besar tidak datang ke kantor," jawab Alex."Benarkah? Apa mereka langsung kembali ke rumah tadi siang? Aneh sekali, apa dia masih marah padaku?" Erlangga menebak-nebak apa yang terjadi."Itu sudah pasti. Tuan Prabujaya marah pada and
Pagi hari di komplek River Villa.Erlangga meninggalkan ruang makan dengan wajah gelisah.Sampai pagi ini, Er masih tidak melihat keberadaan Prabujaya di rumah besar. Dia sempat melirik ke arah kamar pria tua itu ketika Erlangga keluar dari kamarnya tadi pagi. Tetapi Er melihat pintu kamarnya masih tertutup rapat.Bahkan saat duduk di meja makan, ayahnya masih tidak muncul di sana untuk menemaninya sarapan pagi."Ini tidak lucu. Apa dia harus bersikap seperti ini padaku hanya karena masalah itu? Apa susahnya bicara langsung padaku? Kenapa harus main petak umpet seperti ini?" oceh Erlangga. Er mendengus kesal sambil memukul meja makan hingga membuat pelayan yang berdiri di belakangnya terlonjak kaget."Sudahlah, sebaiknya anda sarapan sekarang. Makanannya tidak enak jika sudah dingin," kata Nyonya Helen untuk menenangkannya.Dia maju dan berdiri di sisi Erlangga untuk mengambilkan makanan untuk diletakkan di atas piringnya.Erlangga tidak menolaknya. Dia menerimanya dan langsung memak
"Tuan, saya akan pergi sekarang," kata Alex setelah Erlangga duduk di kursinya."Apa ada perintah lain yang harus saya kerjakan?" tanyanya kemudian.Erlangga mengangkat wajahnya, memandang Alex yang masih setia berdiri di seberang meja kerjanya."Tidak ada. Pergilah sekarang! Aku ingin mendengar kabar darimu secepatnya dan jangan kecewakan aku," kata Erlangga memberi perintah."Siap, Tuan Muda Erlangga. Saya tidak akan mengecewakan anda."Usai berkata begitu, Alex langsung memutar tubuhnya dan mulai berjalan menuju pintu.Dia baru saja akan membukanya ketika pintu di depannya tiba-tiba didorong oleh seseorang dari luar. Refleks Alex langsung mundur selangkah untuk menghindari tubuhnya diterjang oleh daun pintu."Nona Viona? Sedang apa anda di sini?" desis Alex saat mereka bertemu.Gadis itu tampak terkejut saat melihat Alex sedang berdiri di depannya. Tubuhnya yang kekar dan tinggi jelas menghalangi jalan gadis itu untuk masuk ke dalam."Oh, maaf ... aku hanya ingin bertemu dengan Erl
"Aku tidak ingin menikah!"Suara lantang Viona terdengar saat gadis itu masuk ke ruang kerja ayahnya.Ilham Samudra adalah seorang pengusaha konveksi. Dia telah lama menjadi sahabat Prabujaya Pamungkas.Saat ini, Ilham sedang berada di ruang kerjanya, di kediaman mereka."Kamu tiba-tiba datang dan bicara omong kosong seperti itu. Ada masalah apa? Apa kamu bertengkar dengan Rangga?" Ilham mendongak, menatap wajah putrinya yang cemberut."Aku ingin pernikahan kami dibatalkan. Aku sudah tidak mau menikah dengannya lagi!" ucap Viona tegas. Gadis itu menghempaskan pantatnya di atas sofa empuk yang terletak di tengah-tengah ruangan."Apa kamu serius? Vi, jangan main-main dengan pernikahanmu. Sebelumnya Papa sudah mengingatkanmu, tapi kamu tetap bersikeras ingin menikah dengan Rangga. Sekarang kamu tidak bisa membatalkannya begitu saja!" terang Ilham. Dia mencoba memberi putrinya peringatan agar tidak membuat keputusan yang akan disesali olehnya."Tapi, Pa --""Tinggal dua minggu, Vi. Sehar
Di rumah sakit, Tuan Prabujaya telah sadar dari pingsannya, tetapi alat bantu pernafasannya masih menempel di hidungnya yang bangir.Daniel dengan setia berdiri di samping ranjangnya, menjaganya agar tetap merasa nyaman."Dimana aku?" Itu adalah pertanyaan pertama yang lolos dari mulut Prabujaya ketika dia sadarkan diri.Dia terlihat bingung saat tak berhasil mengenali ruangan itu sebagai kamar pribadinya."Anda ada di rumah sakit, Tuan. Dan sudah dua hari anda tidak sadarkan diri," jawab Daniel."Dua hari?" Prabujaya tampak linglung. Dia memutar bola matanya, berusaha mengingat kejadian terakhir kali.Namun, yang berhasil diingat olehnya ialah ketika mereka dalam perjalanan pulang dari kantor kepolisian daerah kabupaten."Benar, Tuan. Tapi syukurlah anda sudah sadar. Saya sangat khawatir."Prabujaya menghela napasnya pelan. Ketika mengingat sesuatu, dia lalu kembali bertanya pada aaistennya."Apa Erlangga tidak datang ke sini? Sepertinya dia tidak merasa khawatir sedikitpun," ucapny
Mata obsidiannya seketika melebar. Wajah dimgin Erlangga langsung berubah sendu.Pantas saja jika beberapa hari ini perasaannya tidak karuan. Setiap kali melihat kamar ayahnya jantungnya selalu berdebar kencang tanpa sebab."Antar aku ke sana sekarang!"Erlangga langsung berdiri dari kursinya. Dia menarik ujung jasnya untuk merapikannya kemudian keluar dari ruang kantornya dengan langkah besar.Alex dengan setia mengekor di belakangnya hingga ketika keduanya keluar dari dalam lift. Suara langkah Erlangga menggema dari ujung koridor hingga mereka tiba di depan pintu masuk.Er masih sempat memberikan senyum ramahnya pada petugas keamanan yang dengan cepat membukakan pintu bagi mereka.Saat mereka telah berada di luar pintu, Alex dengan cepat memotong langkah Erlangga dan mendahuluinya untuk membukakan pintu untuknya.Dia dengan segera membawa mobil sedannya menjauh meninggalkan gedung Prabujaya Industry.Alex mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit yang terletak di pusat kota. Itu adala