Di rumah sakit, Tuan Prabujaya telah sadar dari pingsannya, tetapi alat bantu pernafasannya masih menempel di hidungnya yang bangir.Daniel dengan setia berdiri di samping ranjangnya, menjaganya agar tetap merasa nyaman."Dimana aku?" Itu adalah pertanyaan pertama yang lolos dari mulut Prabujaya ketika dia sadarkan diri.Dia terlihat bingung saat tak berhasil mengenali ruangan itu sebagai kamar pribadinya."Anda ada di rumah sakit, Tuan. Dan sudah dua hari anda tidak sadarkan diri," jawab Daniel."Dua hari?" Prabujaya tampak linglung. Dia memutar bola matanya, berusaha mengingat kejadian terakhir kali.Namun, yang berhasil diingat olehnya ialah ketika mereka dalam perjalanan pulang dari kantor kepolisian daerah kabupaten."Benar, Tuan. Tapi syukurlah anda sudah sadar. Saya sangat khawatir."Prabujaya menghela napasnya pelan. Ketika mengingat sesuatu, dia lalu kembali bertanya pada aaistennya."Apa Erlangga tidak datang ke sini? Sepertinya dia tidak merasa khawatir sedikitpun," ucapny
Mata obsidiannya seketika melebar. Wajah dimgin Erlangga langsung berubah sendu.Pantas saja jika beberapa hari ini perasaannya tidak karuan. Setiap kali melihat kamar ayahnya jantungnya selalu berdebar kencang tanpa sebab."Antar aku ke sana sekarang!"Erlangga langsung berdiri dari kursinya. Dia menarik ujung jasnya untuk merapikannya kemudian keluar dari ruang kantornya dengan langkah besar.Alex dengan setia mengekor di belakangnya hingga ketika keduanya keluar dari dalam lift. Suara langkah Erlangga menggema dari ujung koridor hingga mereka tiba di depan pintu masuk.Er masih sempat memberikan senyum ramahnya pada petugas keamanan yang dengan cepat membukakan pintu bagi mereka.Saat mereka telah berada di luar pintu, Alex dengan cepat memotong langkah Erlangga dan mendahuluinya untuk membukakan pintu untuknya.Dia dengan segera membawa mobil sedannya menjauh meninggalkan gedung Prabujaya Industry.Alex mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit yang terletak di pusat kota. Itu adala
Erlangga duduk diam di kursinya tepat di samping ranjang Prabujaya.Er memandangi wajah tua Prabujaya yang mulai di tutupi keriput karena dimakan usia. Pipinya mulai merona menandakan kondisi tubuhnya yang mulai membaik.Er akhirnya bisa bernafas lega ketika sang ayah membuka matanya setelah Erlangga duduk menunggu selama satu jam lebih."Er?""Papa udah bangun? Gimana keadaan Papa sekarang? Bagian mana yang sakit?" Er segera memberondongnya dengan pertanyaan sambil memeriksa tubuh ayahnya."Er, Papa baik-baik aja," jawab Prabujaya."Kapan kamu datang?" tanya Prabujaya."Satu jam yang lalu. Tadi Papa lagi tidur saat aku datang."Prabujaya menghela napasnya panjang, kemudian berkata, "Apa Paman Daniel tidak mengabarimu? Tadi Papa memintanya untuk memberi tahu mu kalau Papa baik-baik aja, jadi kamu tidak perlu khawatir.""Dia memang tidak ada mengabariku," ucap Erlangga. Dia melirik tajam ke arah Daniel yang berdiri di sisi lain ranjang.Jelas itu adalah kalimat sindiran ditujukan pada
Nyonya Helen memangku kedua tangannya yang keriput di atas paha saat duduk di sofa empuk di ruang tamu. Sementara kepalanya sedikit menunduk menatap lantai marmer di bawah kakinya.Di hadapannya Erlangga sedang duduk sambil melipat tangannya di atas dada.Ruang tamu begitu hening tanpa suara. Sudah sepuluh menit sejak mereka duduk saling berhadapan untuk menjernihkan masalah yang terjadi di antara mereka.Erlangga masih menunggu ibu asuhnya itu berinisiatif untuk menjelaskan semuanya padanya. Namun, wanita paruh baya itu seakan menahan dirinya untuk bicara seperti yang dikehendaki Daniel sebelumnya. Nyonya Helen hanya tidak ingin membuat asisten Prabujaya marah padanya."Kenapa Ibu masih tidak bicara?" Erlangga akhirnya membuka suara mengawali pembicaraan mereka.Tatapannya lurus mengunci sosok wanita paruh baya di depannya.Beberapa detik kemudian, Nyonya Helen mengangkat wajahnya dan menatap anak asuhnya itu dalam-dalam.Di sana jelas terlihat raut wajah Erlangga yang dingin dan me
Pukul sembilan pagi.Dokter baru saja keluar dari ruang perawatan Prabujaya setelah selesai memeriksa kondisi kesehatannya pagi ini.Semburat merah muda menghias wajah pria paruh baya itu. Dia terlihat jauh lebih baik dibanding sebelumnya.Prabujaya kini dapat bernapas lega karena hari ini dokter telah melepas masker oksigen yang menempel di hidungnya sejak mereka membawanya ke rumah sakit beberapa hari yang lalu.Garis lengkung menghias bibir Dokter Gunawan yang berwarna coklat ketika dia mendapati hasil akhir yang cukup bagus dari semua test yang dijalankan oleh Prabujaya."Anda pulih dengan cepat, Tuan Prabujaya. Jika anda bisa mempertahankan kondisi anda tetap seperti ini, anda bisa segera keluar dari ruangan ini dalam dua hari." Dokter Gunawan merasa sangat bersemangat saat berbicara dengannya.Di depannya, Prabujaya tak berhenti menggantung senyuman di bibirnya. Akhirnya dia bisa bernapaa lega karena akan segera kembali ke rumahnya. Tempat persembunyian terbaik yang dia miliki
"Pak David?" gumam Daniel."Benar, Pak. Bisa saya bicara dengan Tuan Prabujaya? Ada berita penting yang harus saya sampaikan." David mengulangi kembali ucapannya."Saya minta maaf, Pak David, tapi Tuan Prabujaya saat ini sedang tidak bisa diganggu.""Maaf, Pak Daniel, tapi ini tentang laporan Erlangga atas kasus pembunuhan Olivia lima belas tahun yang lalu.""Tuan Prabujaya sedang dirawat di rumah sakit. Dia mengalami serangan jantung setelah kembali dari sana." Daniel terpaksa mengatakan yang sebenarnya. Daniel hanya tidak ingin ada orang lain yang menekan atasannya itu disaat Prabujaya sedang dalam masa pemulihan. Berita sekecil apapun akan berdampak pada kesembuhannya. Daniel tidak ingin mengambil resiko."Apa? Saya minta maaf, saya tidak diberitahu tentang itu. Apa Erlangga ada di sana juga?""Tidak. Jika ingin bicara dengannya, lebih baik hubungi saja ponselnya."Daniel berkata dengan dingin. Entah sejak kapan, Daniel menjadi begitu sensitif jika itu menyangkut sesuatu hal yang
Erlangga tercengang.Namun, beberapa detik berikutnya justru Prabujaya yang tercengang oleh reaksi yang ditunjukkan Erlangga.Sebuah garis lengkung tipis membingkai wajah tampan Erlangga. Tidak adabkemarahan yang terpancar di mata obsidiannya yang berkilat."Papa jangan khawatir. Kebencianku pada mereka sudah tak sebesar dulu. Dan itu terjadi sejak aku hampir kehilangan Papa," kata Erlangga. Sorot matanya mencerminkan ketulusan hatinya."Sudah aku putuskan, aku tidak akan memperpanjang masalah ini. Jadi Papa tidak perlu ikut menanggung semua kesalahan mereka. Hanya mama Liana dan selingkuhannya itu yang akan dihukum dengan berat. Mereka memang pantas untuk itu," sambung Erlangga.Mata Prabujaya langsung berbinar saat mendengar ucapan Erlangga. Dia berharap putranya berkata dengan sungguh-sungguh kali ini."Terima kasih, Nak." Prabujaya menghela napas lega."Jadi ... gimana kondisi Papa hari ini? Apa sudah lebih baik?" tanya Er.Dia mengamati wajah ayahnya yang mulai berwarna kemerahan
Di kediaman Viona.Ilham Samudra sedang duduk di ruang kerjanya dengan gelisah. Sementara istri dan putrinya yang juga ada di sana sejak tadi menunggu keputusan besar darinya.Hanya tinggal hitungan hari, pesta perayaan pernikahan Viona yang telah dipersiapkan dengan megah akan berakhir dengan rasa malu."Sayang, bagaimana sekarang?" Wajah cantik Delia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya."Bagaimana lagi? Keluarga Prabujaya harus bertanggung jawab atas keputusan putra mereka. Bukan Viona yang membatalkan pernikahan ini, tetapi kita harus ikut menanggung malu. Aku akan pergi menemui Prabujaya hari ini!" Ilham mengepalkan tangannya kuat. Seluruh otot di wajahnya ikut menegang.Viona ikut menegang saat ayahnya telah membuat keputusan. Gadis itu begitu takut jika keluarganya sampai tahu alasan yang sebenarnya di balik keputusan sepihak dari tunangannua itu.Kedatangan orang tuanya ke rumah itu hanya akan membuat masalahnya semakin besar."Tapi, Pa ... untuk apa lagi kita datang ke s
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be