Nyonya Helen memangku kedua tangannya yang keriput di atas paha saat duduk di sofa empuk di ruang tamu. Sementara kepalanya sedikit menunduk menatap lantai marmer di bawah kakinya.Di hadapannya Erlangga sedang duduk sambil melipat tangannya di atas dada.Ruang tamu begitu hening tanpa suara. Sudah sepuluh menit sejak mereka duduk saling berhadapan untuk menjernihkan masalah yang terjadi di antara mereka.Erlangga masih menunggu ibu asuhnya itu berinisiatif untuk menjelaskan semuanya padanya. Namun, wanita paruh baya itu seakan menahan dirinya untuk bicara seperti yang dikehendaki Daniel sebelumnya. Nyonya Helen hanya tidak ingin membuat asisten Prabujaya marah padanya."Kenapa Ibu masih tidak bicara?" Erlangga akhirnya membuka suara mengawali pembicaraan mereka.Tatapannya lurus mengunci sosok wanita paruh baya di depannya.Beberapa detik kemudian, Nyonya Helen mengangkat wajahnya dan menatap anak asuhnya itu dalam-dalam.Di sana jelas terlihat raut wajah Erlangga yang dingin dan me
Pukul sembilan pagi.Dokter baru saja keluar dari ruang perawatan Prabujaya setelah selesai memeriksa kondisi kesehatannya pagi ini.Semburat merah muda menghias wajah pria paruh baya itu. Dia terlihat jauh lebih baik dibanding sebelumnya.Prabujaya kini dapat bernapas lega karena hari ini dokter telah melepas masker oksigen yang menempel di hidungnya sejak mereka membawanya ke rumah sakit beberapa hari yang lalu.Garis lengkung menghias bibir Dokter Gunawan yang berwarna coklat ketika dia mendapati hasil akhir yang cukup bagus dari semua test yang dijalankan oleh Prabujaya."Anda pulih dengan cepat, Tuan Prabujaya. Jika anda bisa mempertahankan kondisi anda tetap seperti ini, anda bisa segera keluar dari ruangan ini dalam dua hari." Dokter Gunawan merasa sangat bersemangat saat berbicara dengannya.Di depannya, Prabujaya tak berhenti menggantung senyuman di bibirnya. Akhirnya dia bisa bernapaa lega karena akan segera kembali ke rumahnya. Tempat persembunyian terbaik yang dia miliki
"Pak David?" gumam Daniel."Benar, Pak. Bisa saya bicara dengan Tuan Prabujaya? Ada berita penting yang harus saya sampaikan." David mengulangi kembali ucapannya."Saya minta maaf, Pak David, tapi Tuan Prabujaya saat ini sedang tidak bisa diganggu.""Maaf, Pak Daniel, tapi ini tentang laporan Erlangga atas kasus pembunuhan Olivia lima belas tahun yang lalu.""Tuan Prabujaya sedang dirawat di rumah sakit. Dia mengalami serangan jantung setelah kembali dari sana." Daniel terpaksa mengatakan yang sebenarnya. Daniel hanya tidak ingin ada orang lain yang menekan atasannya itu disaat Prabujaya sedang dalam masa pemulihan. Berita sekecil apapun akan berdampak pada kesembuhannya. Daniel tidak ingin mengambil resiko."Apa? Saya minta maaf, saya tidak diberitahu tentang itu. Apa Erlangga ada di sana juga?""Tidak. Jika ingin bicara dengannya, lebih baik hubungi saja ponselnya."Daniel berkata dengan dingin. Entah sejak kapan, Daniel menjadi begitu sensitif jika itu menyangkut sesuatu hal yang
Erlangga tercengang.Namun, beberapa detik berikutnya justru Prabujaya yang tercengang oleh reaksi yang ditunjukkan Erlangga.Sebuah garis lengkung tipis membingkai wajah tampan Erlangga. Tidak adabkemarahan yang terpancar di mata obsidiannya yang berkilat."Papa jangan khawatir. Kebencianku pada mereka sudah tak sebesar dulu. Dan itu terjadi sejak aku hampir kehilangan Papa," kata Erlangga. Sorot matanya mencerminkan ketulusan hatinya."Sudah aku putuskan, aku tidak akan memperpanjang masalah ini. Jadi Papa tidak perlu ikut menanggung semua kesalahan mereka. Hanya mama Liana dan selingkuhannya itu yang akan dihukum dengan berat. Mereka memang pantas untuk itu," sambung Erlangga.Mata Prabujaya langsung berbinar saat mendengar ucapan Erlangga. Dia berharap putranya berkata dengan sungguh-sungguh kali ini."Terima kasih, Nak." Prabujaya menghela napas lega."Jadi ... gimana kondisi Papa hari ini? Apa sudah lebih baik?" tanya Er.Dia mengamati wajah ayahnya yang mulai berwarna kemerahan
Di kediaman Viona.Ilham Samudra sedang duduk di ruang kerjanya dengan gelisah. Sementara istri dan putrinya yang juga ada di sana sejak tadi menunggu keputusan besar darinya.Hanya tinggal hitungan hari, pesta perayaan pernikahan Viona yang telah dipersiapkan dengan megah akan berakhir dengan rasa malu."Sayang, bagaimana sekarang?" Wajah cantik Delia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya."Bagaimana lagi? Keluarga Prabujaya harus bertanggung jawab atas keputusan putra mereka. Bukan Viona yang membatalkan pernikahan ini, tetapi kita harus ikut menanggung malu. Aku akan pergi menemui Prabujaya hari ini!" Ilham mengepalkan tangannya kuat. Seluruh otot di wajahnya ikut menegang.Viona ikut menegang saat ayahnya telah membuat keputusan. Gadis itu begitu takut jika keluarganya sampai tahu alasan yang sebenarnya di balik keputusan sepihak dari tunangannua itu.Kedatangan orang tuanya ke rumah itu hanya akan membuat masalahnya semakin besar."Tapi, Pa ... untuk apa lagi kita datang ke s
"Saya tetangga ibu Liana. Itu rumah saya." Pria itu menunjuk ke arah sebuah rumah mewah berwarna putih bersih yang berada di seberang rumah Liana."Saya lihat kalian datang dan berhenti di sini, jadi saya penasaran dan keluar untuk memastikan," kata pria itu dengan sopan.Delia kembali menatap ke arahnya setelah melihat rumah yang ditunjuk olehnya."Tadi anda bilang tidak ada siapapun di rumah ini. Apa anda tahu kemana Rangga dan ibunya pergi?" tanya Delia, tepat disaat suaminya turun dari mobil untuk melihat siapa yang sedang berbicara dengan istrinya."Benar, rumah ini sudah lama kosong. Anak pemilik rumah ini pergi setelah ibu dan supirnya ditangkap oleh polisi," jelas pria itu.Delia dan Ilham terkesiap.Berita yang baru saja mereka dengar membuat suami istri itu benar-benar syok. Sulit untuk percaya begitu saja pada perkataan pria asing yang mengaku sebagai tetangga dari calon menantunya."Anda tidak bisa menyebarkan berita bohong seperti itu. Berita itu belum tentu benar," sang
Ketika malam tiba, Viona kembali ke rumah dengan gelisah setelah dia menghabiskan sebagian hari untuk menenangkan diri. Kedua orang tuanya sedang berada di kamar mereka sehingga keduanya tidak mendengar kedatangan putrinya.Ketika masuk waktu makan malam, pelayan mengetuk pintu kamar Viona dan memanggilnya turun untuk makan malam.Kepala Viona tertunduk sejak gadis itu duduk di sana. Viona berusaha menghindari tatapan tajam ayahnya yang memandangnya nyaris tanpa kedip sejak dia hadir di sana.Ruang makan begitu hening saat Ilham bersama istri dan putrinya duduk dengan canggung di meja makan.Suara lembut Delia memecah keheningan ketika Delia berdehem pelan untuk menarik perhatian semua orang.Wanita itu merendahkan suaranya saat berbicara dengan mereka."Makan dulu! Selesai makan kita akan bahas semuanya. Dan kamu, Delia, Mama butuh penjelasan dari kamu."Tanpa komando wanita itu mulai mengisi piring kosong milik suaminya serta miliknya sendiri.Viona menghela napasnya pelan. Kali in
Ilham mengangkat matanya dan menatap Delia dengan hangat."Pagi ini aku harus ke kantor, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," kata Ilham pada istrinya.Dia kemudian membersihkan mulutnya dengan serbet dan bersiap untuk meninggalkan meja makan. Namun, pertanyaan yang dilontarkan oleh Delia menghentikannya."Apa nanti siang kamu ada waktu?""Kenapa?""Ayo kita pergi menemui Prabujaya. Aku ingin masalah ini segera berakhir agar Viona bisa melanjutkan hidupnya," kata Delia tanpa basa-basi.Ilham berpaling sebentar, menatap putrinya yang tampak begitu tegar."Lihat saja nanti! Jika pekerjaanku cepat selesai, aku akan pulang untuk menjemputmu.""Tidak perlu. Aku dan Viona akan datang menemuimu di kantor setelah makan siang," balas Delia dengan cepat.Dia khawatir, jika menundanya maka rencana itu tidak akan terealisasi. Sementara waktu yang mereka miliki semakin sempit untuk segera mengubah rencana.Ilham berpikir sejenak, menimbang-nimbang rencana istrinya itu. Dia khawatir Delia akan