Erlangga berjalan dalam langkah besar saat memasuki gedung Prabujaya Industry.Di dalam tangannya, Er membawa map berisi dokumen penting yang ingin dia tunjukkan pada Prabujaya.Wajahnya terlihat tegang.Saat tiba di lantai atas, Erlangga langsung mendorong pintu tanpa mengetuknya lebih dulu."Pa, ada yang ingin aku tanyakan sama Papa.""Kamu mau tanya apa?""Apa Papa tahu kalau selama ini ada orang yang berbuat curang di perusahaan kita? Perbuatannya itu sudah sangat merugikan kita, Pa. Karena masalah itu aku hampir saja kehilangan kesempatan mendapatkan kontrak kerjasama dengan pihak supplier. Masa sih Papa cuma diam saja dan membiarkan masalah ini berlalu tanpa penyelesaian?"Erlangga kemudian menunjukkan bukti penggelapan dana perusahaan yang baru dia temukan tepat di hadapan Prabujaya."Lihat ini, Pa! Ini jumlahnya terlalu banyak. Dan ini juga sudah dilakukan beberapa kali. Jangan bilang kalau Papa tidak mengetahuinya," cecar Erlangga. Dia lalu meletakkan tumpukan kertas itu di a
Dada Viona terasa begitu sesak. Dia benar-benar terkejut menerima kabar itu dari Erlangga.Bagaimana bisa tunangannya pergi begitu saja tanpa memberi tahu dirinya? Rangga bahkan tidak memberi kabar padanya hingga hari ini. Viona pikir, tunangannya itu mungkin sedang menghadapi masalah sehingga sengaja menutup diri selama beberapa hari sejak pertemuan mereka yang terakhir kali. Karena itu, Viona memutuskan untuk memberinya waktu untuk menenangkan dirinya."Pindah? Ke Sumatera? Kami baru saja bertemu dua minggu yang lalu dan dia tidak pernah bilang apa-apa padaku. Kamu tidak sedang membohongi ku, kan?" Mata lentik Viona menyipit.Mendengar ucapannya, Er menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Untuk apa aku membohongimu? Apa untungnya bagi ku?""Karena kau dan Rangga tidak pernah akur, sejauh yang aku ingat," jawab Viona tanpa basa-basi.Er tertawa garing. "Kau gadis yang aneh. Mana mungkin aku bohong hanya karena aku dan Rangga sering bertengkar? Apa kau tidak tahu kalau aku dan Rang
Er menyandarkan punggungnya di kursi empuk yang pernah menjadi milik Rangga.Kepalanya menengadah menatap langit-langit, sementara pikirannya menerawang. Hatinya sedang kacau membayangkan reaksi Viona setelah dia dengan berani berbicara pada gadis itu."Oh, sial! Bagaimana bisa aku bicara seperti itu padanya? Bagaimana jika mereka ribut karena hal itu? Papa pasti akan menyalahkanku kalau pernikahan mereka sampai dibatalkan. Ya, Tuhan... ada apa dengan otakku? Kenapa aku bisa sebodoh itu?"" Er mengumpat kesal. Dia mengusap wajahnya frustasi dan mulai meyalahkan dirinya sendiri. Hatinya benar-benar tidak tenang.Er bangkit dari kursinya dan mulai berjalan ke jendela dan memandang ke luar. Dia menghela napasnya kuat berharap rasa sesak yang menghimpit dadanya ikut keluar.Er memandang semua benda bergerak di bawah sana yang tampak kecil dari tempatnya berdiri.Kota ini terlihat sangat indah bila dilihat dari atas. Akan tetapi, itu tidak cukup untuk membuat suasa hatinya membaik.Er mera
Alex menghentikan mobilnya ketika mereka tiba di depan kantor majalah mode yang cukup terkenal di kota mereka.Seorang wanita cantik sedang berdiri di depan pintu masuk ketika mereka tiba. Dia melambaikan tangannya seraya tersenyum manis ketika melihat Erlangga keluar dari dalam mobil.Sylvia bergegas menghampiri Erlangga. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan mantan kliennya itu. Namun, Er malah menariknya rapat ke tubuhnya dan memeluk gadis itu sebagai tanda persahabatan mereka.Seketika wajah Sylvia merona merah karena malu. Jantungnya berdebar sangat kencang, membuat lututnya lemas hingga hampir pingsan karena merasa senang. Semua itu karena ulah Erlangga.Buru-buru Sylvia melepaskan dirinya dan mengatur jarak aman dari Erlangga atau dia akan benar-benar pingsan di hadapannya."Hai, bagaimana kabarmu? Sudah cukup lama kita tidak bertemu. Aku bahkan tidak bisa hadir saat launching perdana iklanmu saat itu karena aku harus pergi ke luar kota. Aku pikir kamu sudah m
Erlangga memperlakukan Sylvia dengan manis hingga di penghujung makan malam mereka.Sylvia benar-benar merasa tersanjung. Kedua mata lentiknya tak berhenti berbinar saat menatap Erlangga. Dia tersipu malu hingga membuat pipinya merona merah karena Er tak berhenti memujinya.Ketika makan malam itu berakhir, mereka berjalan bersama saat keluar meninggalkan tempat itu.Sylvia menggandeng lengan Erlangga sambil tersenyum bangga. Malam ini dirinya telah berhasil menjadi pusat perhatian semua orang.Saat melihat Er dan Sylvia keluar dari restoran, Alex segera datang menjemput mereka.Dengan manis Erlangga mempersilahkan gadis itu untuk masuk ke mobil."Berikan alamat rumahmu, aku akan minta Alex untuk mengantarmu pulang," kata Erlangga.Namun, gadis itu menolaknya dan berkata padanya, "Tidak perlu. Aku meninggalkan mobilku di kantor, jadi kalian cukup antar aku ke sana."Erlangga segera memutar otaknya untuk mencari alasan lain agar bisa mendapatkan alamat rumah gadis itu."Jangan, ini suda
"Selamat pagi, bagaimana istirahatmu?" sapa Prabujaya ketika melihat Erlangga masuk ke ruang makan."Selamat pagi juga," jawabnya datar.Er tersenyum tipis. Dia menarik kursinya dan duduk di sana, berhadapan dengan sang ayah.Er mengabaikan Prabujaya yang bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi diantara mereka kemarin siang dan melupakan pertengkaran mereka begitu saja.Karena itu, Er menghindari kontak mata dengannya. Dia hanya fokus menatap piringnya sementara mulutnya tak berhenti mengunyah makanannya.Melihat sikapnya yang acuh tak acuh, Prabujaya tidak membiarkannya begitu saja. Pria tua itu meletakkan sendoknya lalu mulai menanyainya lagi."Papa dengar kamu pulang terlambat tadi malam. Kamu pergi dengan siapa?" tanya Prabujaya."Apa mereka yang melaporkannya? Itu memang benar. Aku pergi makan malam dengan seorang teman," jawab Erlangga dingin."Teman? Apa dia teman wanitamu?" tanya Prabujaya lagi.Mendengar Prabujaya mulai menginterogasinya, Er meletakkan sendoknya. Dia meng
Daniel mengarahkan mobil mewah itu menuju salah satu pabrik dimana semua produk gagal di simpan sebelum di jual kembali ke pasaran dengan harga yang lebih murah.Pria paruh baya itu bisa bernapas dengan lega ketika mendapati mobil milik Erlangga tidak berada di tempat itu.Daniel sengaja memarkirkan mobilnya jauh dari pintu masuk agar tidak ada orang yang melihatnya datang ke sana."Selamat pagi, Pak." Seorang petugas keamanan menyapanya dengan ramah saat Daniel masuk ke dalam gedung."Selamat pagi juga. Apakah putra Tuan Prabujaya ada datang ke sini?" tanya Daniel padanya.Pria itu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tidak ada, Pak. Tuan Rangga tidak pernah datang sejak satu bulan terakhir."Daniel mengusap pelipisnya yang berdenyut setelah mendengar kata-katanya."Aku tidak bertanya tentangnya," ucap Daniel datar berusaha menahan dirinya."Lalu?""Apa kalian tidak tahu bahwa Tuan Prabujaya memiliki putra yang bernama Erlangga Wijaya?"Petugas keamanan itu kembali menggelengkan kep
"Selamat pagi, Pak Hamdan. Terima kasih sudah bersedia menemui saya pagi ini."Alex menyapa pria paruh baya yang baru saja turun dari sebuah mobil SUV berwarna perak.Hamdan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Alex ketika mereka bertemu di depan kantor polisi."Sama-sama. Kita sebaiknya bicara di dalam saja. Saya sudah menelpon Pak David dan memberi tahu bahwa kamu akan datang untuk mewakili Erlangga.""Baiklah, Pak. Silahkan," ucap Alex saat mempersilahkan pria tua itu untuk masuk lebih dulu.Asisten Erlangga itu mengikuti Hamdan. Keduanya memilih untuk duduk di ruang tunggu.Pagi ini suasana tempat itu masih sepi. Hanya ada beberapa petugas yang terlihat berada di meja mereka sementara beberapa meja lain masih terlihat kosong.Bahkan ruangan David masih tertutup rapat. Mereka bisa melihat jika lampu di dalam ruangan itu tidak menyala."Sepertinya saya datang terlalu pagi. Maaf sudah merepotkan Bapak," kata Alex. Dia merasa sedikit bersalah akan hal itu.Senyum simpul
"Apa kau sudah dapatkan apa yang aku perintahkan padamu?" Prabujaya bertanya tanpa menoleh. Pria paruh baya itu terus berjalan menuju meja kerjanya.Asistennya, Daniel, mengikutinya dan berhenti tepat di depan meja kerja Prabujaya."Putri Ilham Samudera datang untuk mendengar hasil putusan pengadilan. Saya tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui kabar itu, tapi seseorang pasti telah memberi gadis itu informasi. Dan saya yakin ini adalah ulah Tuan Muda Erlangga," jawab Daniel tegas."Apa kau telah memeriksanya dengan jelas?" Ada tekanan di dalam suara Prabujaya."Tentu saja, Tuan. Saya bisa memastikan semua itu benar," jawab Daniel tegas. "Tapi ada hal yang lebih penting yang harus saya sampaikan. Ini mungkin sedikit mengejutkan, tapi anda harus mengetahuinya." Daniel berusaha memperjelas situasinya."Hal penting apa?" Raut wajah Prabujaya langsung berubah. Matanya menyipit tajam."Ternyata Tuan Muda telah beberapa kali bertemu dengan putri Ilham Samudera dan berusaha untuk mendekat
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Komplek River Villa.Erlangga terlihat turun dari kamarnya dengan pakaian rapi. Senyum di wajahnya mengembang, membuatnya terlihat menawan pagi ini.Hari ini sudah diputuskan bahwa Erlangga akan kembali ke perusahaan, melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Tetapi haris ditinggalkan dengan setumpuk alasan yang cukup masuk akal.Er sudah bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi selama beberapa hari terakhir. Namun, bukan berarti dia telah melupakan obsesinya untuk mendapatkan Viona. Gadis itu tetaplah menjadi maskot kemenangannya."Selamat pagi semuanya." Er menyapa semua orang di ruang makan. Wajahnya sangat cerah pagi ini, membuat Prabujaya berdehem pelan karenanya.Nyonya Helen yang berdiri tak jauh dari Prabujaya juga menatapnya heran penuh curiga. Rasanya sangat aneh dan sulit untuk dipercaya bahwa anak asuhnya akan berubah hanya dalam satu malam. Seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi kepadanya."Ehem ... sepertin
"Bukankah Erlangga pergi ke persidangan hari ini? Untuk apa gadis itu mencarinya? Sejak kapan mereka dekat? Apa kau mengetahui sesuatu?"Nyonya Helen tidak berharap Prabujaya akan bertanya tentang hal itu padanyaMeski pria tua itu memaksanya untuk bicara, Nyonya Helen juga tidak tahu harus menjawab apa padanya."Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona Viona hanya mengatakan ingin bicara dengan Tuan Muda. Tapi dia tidak menjelaskan alasannya. Bahkan saat saya memintanya pulang, dia menolaknya.""Apa mereka sudah bertemu tadi? Apa yang mereka bicarakan?""Maaf, Tuan ... saya tidak mendengarnya karena saat itu Tuan Muda minta untuk dibuatkan minuman hangat. Dan saat saya kembali, Nona Viona sudah pergi."Suara helaan napas panjang terdengar dari mulut pria tua itu.Prabujaya tidak percaya sepenuhnya pada wanita itu, tetapi dia juga tidak dapat memaksanya untuk bicara sekarang."Apa Elangga ada di kamarnya?"Wanita itu mengangguk. "Ya, Tuan. Tuan Muda ada di kamarnya."Prabuajaya berdiri. Dia me
"Tuan Muda, boleh saya masuk?"Suara panggilan Nyonya Helen bergema diikuti oleh suara ketukan di pintu kamar Erlangga. Namun, tidak ada jawaban.Wanita paruh baya itu mendorong pintu kamarnya dengan lembut lalu masuk ke dalam kamar dengan hati-hati.Saat ini, Erlangga baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Cuaca dingin ditambah suhu kamarnya yang dingin sama sekali tidak berpengaruh padanya.Dia mengeringkan rambutnya kemudian melempar handuk berwarna putih itu dengan asal di atas ranjang. Dan ketika Erlangga berbalik, dia terkesiap ketika melihat Nyonya Helen sedang berdiri menatapnya. Kehadiran Nyonya Helen di kamarnya membuat jantungnya berdegup kencang."Kapan ibu masuk? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" "Saya sudah mengetuk tapi tidak ada jawaban. Karena khawatir, saya masuk untuk memeriksa," jawab Nyonya Helen.Er mengusap dadanya seraya menyentak napasnya kuat."Ada apa?" tanya Erlangga kesal."Saya hanya ingin bertanya untuk memastikan sesuatu. Apa and
"Apa kau melihat gadis tadi? Bukankah itu Viona, tunangan Rangga?" tanya Prabujaya. "Kenapa dia lari terburu-buru?"Daniel langsung menoleh ke belakang dan melihat gadis yang dimaksud oleh Prabujaya sedang berlari keluar rumah sambil menangis.Dia langsung mengenali gadis itu sebagai putri dari Ilham Samudera dan Delia."Itu memang Nona Viona, putri dari Tuan Ilham. Tapi untuk apa dia datang ke sini?" ucap Daniel. Dia mencoba menebak-nebak apa yang baru saja terjadi ketika mereka sedang tidak berada di rumah.Prabujaya menoleh pada asistennya sambil berkata, "Itu adalah tugas untukmu. Cari tahu apa yang terjadi pada gadis itu!""Baik, Tuan," jawab Daniel.Tanpa membuang waktu, Daniel segera meninggalkan rumah itu. Dia segera masuk ke dalam mobil dan mulai mengejar Viona yang telah berada cukup jauh di depan.Hujan lebat tak membatasi gadis itu untuk mengemudikan mobilnya. Suasana hatinya yang buruk telah menyulapnya menjadi raja jalanan secara mendadak.Viona dengan sengaja menyeret d
Ada apa? Untuk apa Ibu Helen menelponmu?""Ada wanita yang datang ke rumah mencari anda?""Wanita? Siapa?" Sepasang alis hitam milik Erlangga tertarik ketika keningnya berkerut."Entahlah, saya juga tidak tahu. Nyonya Helen tidak mengatakan apapun tadi."Erlangga memutar matanya, menebak-nebak sosok wanita yang sedang menunggu kedatangannya.Sejauh ini, Er hanya mengenal dua orang wanita saja sejak dirinya kembali ke negaranya."Sylvia? Tidak mungkin! Dia sama sekali belum mengetahui siapa aku sebenarnya. Bagaimana mungkin dia tahu aku tinggal di sana?" Erlangga berbicara pada dirinya sendiri."Apa mungkin wanita itu adalah Nona Viona?" celetuk Alex dari kursi depan.Pikiran Erlangga langsung teralihkan.Ketika mendengar Alex menyebut nama gadis itu, Erlangga teringat kembali pada percakapan antara dirinya dan Viona sehari sebelumnya.Er tidak menyangka, hati gadis itu akan tergerak karena perkataannya."Ayo, buruan! Kita harus tiba lebih dulu dari mereka. Aku tidak ingin Papa bertemu
"Siapa?""Pak Hamdan. Apa anda mengenalnya, Pak?" Pak Hasan balik bertanya. Matanya menelusuri setiap perubahan raut di wajah Alex ketika keningnya mulai berkerut."Pak Hamdan? Tentu saja saya kenal dengannya. Dia adalah orang yang telah membantu Tuan Muda kami, tanpa dia mungkin kasus ini akan tetap tersimpan rapat-rapat. Tidak perduli meskipun kami memiliki banyak bukti untuk membuat mereka mendekam di penjara, tanpa bantuannya semua akan sia-sia." Alex berbicara dengan suara rendah untuk menghindari orang yang ingin mencuri dengar.Dia lantas menghembuskan napasnya kuat ke udara, sementara pikirannya melayang membayangkan saat-saat dimana dirinya melakukan banyak hal bersama tuannya untuk mendapatkan semua bukti yang mereka miliki sekarang."Akhirnya ... Tuan Muda Erlangga bisa lebih tenang menjalani hidupnya sekarang," ucap Alex dengan perasaan lega."Syukurlah. Tidak disangka Erlangga mampu melewati semuanya dengan sabar ya, Pak. Jika saja Olivia masih hidup, dia pasti akan sanga
Kemunculan keluarga Pak Hasan bersama beberapa warga desa berhasil mencuri perhatian beberapa pencari berita yang telah menunggu di depan pintu ruang sidang.Rombongan warga desa itu terlihat turun dari sebuah mobil keluaran lama dan berdiri menunggu di depan pintu untuk dipersilahkan masuk.Akan tetapi, tak seorang pun dari wartawan itu bergerak untuk mengejar mereka karena berpikir bahwa keluarga Pak Hasan hanyalah warga biasa seperti yang lainnya.Hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh Pak Hasan. Laki-laki itu dan istrinya pelan-pelan berpisah dari rombongan untuk mencari Erlangga."Permisi, Pak. Kapan sidangnya akan dimulai, ya?"Pak Hasan mendekati seorang petugas berseragam coklat yang baru saja keluar dari sebuah ruangan di samping ruang sidang untuk bertanya padanya."Mungkim sekitar satu jam lagi," jawab petugas itu.Saat dia akan pergi, Pak Hasan menahannya dan kembali bertanya padanya."Tunggu, Pak. Apa Erlangga sudah tiba di sini?""Erlangga? Maaf, Pak ... saya tidak kenal.
Daniel mencoba mengabaikan wajah sendu Vionaà sebelum suasana di ruangan itu terkena imbasnya.Dengan suara tegas, Daniel kembali bertanya pada gadis itu. "Bisa beri tahu saya lebih detail apa yang dia katakan pada anda, Nona?"Mata VIona melebar.Entah mengapa Viona merasa bahwa asisten Tuan Prabujaya tidak mempercayai ucapannya.Karena itu, Viona melempar ponselnya dengan kesal di atas meja."Kau bisa baca sepuasnya!"ucap gadis itu lantang, kemudian berlalu dari ruangan itu untuk bersembunyi di kamarnya yang tenang.Semua orang di ruangan itu tercengang dengan aksi Viona yang tiba-tiba.Mereka menatap kepergiannya hingga tubuh Viona perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan."Saya minta maaf, Tuan Ilham. Saya harus lakukan ini demi kebaikan Nona Viona." Daniel segera mencari alasan sebelum kedua orang tua gadis itu mulai menyalahkannya."Jangan diambil hati. Putriku sangat sensitif akhir-akhir ini. Lakukan saja apa yang harus kau lakukan."Daniel mengangguk.Dengan perasaan be