Rans menampar Ethan sekuatnya. Untuk pertama kali ia merasa begitu kesal dengan kerja Ethan.
"Kau bilang ada penyusup? Siapa orangnya? Selama ini, tidak pernah ada yang berani mengusik kita. Apa kurang jatah bulanan untuk para cecunguk- cecunguk di kepolisian itu?!"
Ethan hanya diam, dia tidak pernah berani melawan Rans. Siapa pun tidak ada yang berani. Melawan berarti menyerahkan nyawa.
"Kau cari siapa penyusupnya. Kau bawa ke markas , kau lenyapkan tanpa bekas sedikit pun, mengerti?!"
"Mengerti bos."
"Bagus! Ingat, Ethan bisnis ini usianya sudah puluhan taun. Dimulai dari bos besar masih muda. Sampai kini jatuh ke tanganku. Jangan sampai semuanya sia- sia karena kebodohanmu dan anak- anak buahmu, mengerti?!"
"Mengerti Bos. Saya akan segera mencari siapa orangnya Bos."
Rans pun segera meninggalkan ruangan itu.
Sekilas, rumah itu tampak seperti ru
Malam itu, Erwin dan Sadewa berada di markas besar kepolisian. Siang tadi Sadewa menerima informasi kembali tentang pabrik pembuatan narkoba yang selama ini mereka cari. Malam itu, mereka akan bergerak dan langsung mengepung serta menangkap semua orang yang ada di dalamnya.Setelah selesai briefing mereka semua pun bersiap dilengkapi dengan revolver, senapan, rompi anti peluru serta helm. Kondisi mereka sudah siap. Menurut informan, di pabrik itu semua memiliki senjata api. Itulah sebabnya, semua anggota dibekali dengan persenjataan yang lengkap."Kalau mereka melawan, kita habisi di tempat. Ini bukan penyergapan biasa. Di dalam pabrik itu, ada banyak preman- preman dengan senjata yang juga lengkap , sama seperti kita. Jika kita bisa menangkap salah satu saja, maka kita akan mendapatkan pemiliknya. Itu akan menjadi sebuah prestasi kita,"kata Sadewa. Malam itu sebanyak 20 orang dipimpin oleh IP
Ethan tersenyum puas dengan hasil pekerjaannya. Melalui Erza ia tau, siapa yang berusaha untuk mengganggu ketenangan Rans. Ia pun menyusun rencana, untuk membuat jebakan. Bahkan, agar tidak menimbulkan kecurigaan, bahkan ia sudah menyiapkan tumbal untuk dijadikan tersangka utama. Orang itu nantinya yang akan dituduh sebagai pemilik pabrik pembuatan narkoba itu. Tidak mengapa mengorbankan beberapa anak buah mereka, yang penting jangan sampai gerak gerik Rans terancam."Sudah aku kerjakan semua Bos. Semua barang bukti sudah aku siapkan juga di kantor nya. Segera setelah IPTU Sadewa sadar, ia akan menyebutkan namanya.""Kau yakin, Polisi itu mendengar perkataan Theodore?""Theodore sudah meyakinkan saya Bos. Dan, dia cukup cerdas dan pintar untuk melakukan semua yang saya perintahkan. Pagi tadi, dia sudah berangkat ke Malaysia untuk menghilangkan jejak sementara waktu." Rans tersenyum senang. Et
Pagi itu seperti biasa, Adhitama sedang sarapan sebelum ia berangkat ke kantornya. Paramitha pun hendak bersiap untuk mengunjungi panti bersama Oktavius. Namun, tiba- tiba, asisten rumah tangga mereka berlari masuk dengan wajah pucat."P- Pak, Bu ... ada polisi di luar."Paramitha dan Adhitama saling pandang. Ada perasaan tidak enak menjalari mereka. Terlebih Paramitha, ia merasa begitu takut sekali. Namun mereka pun segera beranjak keluar. "Selamat pagi, bapak Adhitama Adhitama. Kami dari POLDA membawa surat penangkapan untuk bapak. Atas tuduhan kepemilikan pabrik pembuatan shabu- shabu dan dalang di balik penjebakan yang telah menewaskan sembilan belas orang anggota kami."Adhitama langsung mengerutkan dahinya."Shabu? Narkoba? Jebakan? Saya tidak mengerti maksud bapak. Saya ini pengusaha Pak, dan saya bukan seorang pemilik pabrik narkoba. Silakan tanyakan pada istri dan keponakan saya," kata Adhitama."Betul Pak,
Rans dan Ethan sedang duduk berhadapan. Mereka berada di suatu tempat yang mereka sebut markas besar. Rans mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Ia terlihat sedang berpikir keras. "Jadi, ada mata- mata di antara anak buah kita sendiri. Kita buat peringatan, kita akan cari dia pelan-pelan. Tapi, kita harus beri pelajaran terlebih dahulu. Siapa pun mata- mata itu. Dia juga akan melihat bagaimana kejamnya kita. Dia akan berpikir dua kali untuk melanjutkan rencananya. Dan, itu akan memberi kita waktu untuk menyelidikinya. Sementara itu, kita harus membuat pengalihan isu dulu," kata Rans. Ethan menghela napas penjang. "Kita harus membuat kamuflase supaya perhatian polisi tertuju pada yang lain. Dalam hal ini kita harus mencari tumbal. Tapi, tumbal kita kali ini harus orang yang terdekat, karena mata- mata yang diturunkan untuk menyamar selama ini menjadi supir pribadi istri bos." "Kau be
Kadita menatap kakaknya dengan wajah lesu. "Bang Agung yakin, Theodore yang di sebutkan oleh IPTU Sadewa adalah Theodore kita?"tanya Kadita. KOMPOL Agung mengangguk."Aku juga belum yakin,Dit. Tapi, ini kali kedua aku mendengar nama Theodore. Bisa saja kan , Dit. Kedua anakmu itu memiliki misi yang sama. Membersihkan nama Prasta, papa mereka. Aku yakin, Theodore menyusup ke dalam jaringan itu. Untuk mencari tau, siapa bos besarnya.""Lalu, kau menemukan bos besarnya? Aku dengar ada dua puluh orang yang meninggal dari kepolisian. Aku membaca beritanya di koran.""Sebenarnya hanya sembilan belas orang saja. Itulah yang saat ini sedang mengganggu pikiranku. Sadewa menyebutkan nama seorang pengusaha. Tapi, entah mengapa aku merasa, pengusaha ini pun dijebak. Sama seperti yang dialami Prasta. Semua bukti mengarah kepadanya, bahkan barang bukti pun sudah kami temukan. Juga beberapa anak buahnya berhasil kami tangkap. Tapi, T
KOMPOL Agung diam terpaku di meja kerjanya. Mengaku begitu saja? Dia mengakui setelah sebelumnya berpuluh-puluh kali menyangkal. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa begitu mudah ia mengakuinya. Agung membuang napasnya kasar.Baru saja Adhitama membuat pengakuan bahwa ia adalah pemilik pabrik narkoba yang telah terbakar. Ia mengakui sengaja membakar pabrik itu karena sudah terciduk. Ia juga mengakui shabu yang ditemukan di kantor pribadinya dan juga di proyek pembangunan perumahan adalah miliknya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau IPTU Sadewa ternyata mendengar anak buahnya menyebutkan namanya.Braaak braaak braakAgung memukul meja dengan kesal. "Bajingaaan! Siapa sebenarnya dalang di balik ini semua!" Teriak Agung. Beberapa perwira yang kebetulan mendengar dari luar hanya menggelengkan kepala mereka. Mereka maklum, kasus yang ditangani KOMPOL Agung kali ini bukan kasus kecil.
Rans tertawa terbahak-bahak saat membaca berita di koran. "Dunia berada dalam genggaman ku. Kini aku adalah sang penguasa, hahahaha!"Ia sedang berada di rumahnya, di dalam ruang kerjanya. Tidak ada satu orang pun yang diizinkan masuk ke dalam ruang kerja itu. Termasuk Karina. Kunci ruangann itu selalu Rans bawa ke mana pun. Di dalam ruangan itu ada banyak sekali rahasia. Termasuk rahasia bisnis haramnya. Semua data anak buahnya ada di ruangan itu. Bukan di dalam laptop.Rans memiliki data- data seluruh anak buahnya dalam bentuk berkas. Dia tidak ingin suatu hari dia kecolongan, ada yang berhasil membobol email atau komputer miliknya. Dia lebih senang menginput secara manual. Begitu pula semua transaksi bisnis haramnya. Semua dengan pembayaran secara cash. Jika terpaksa menggunakan rekening, dia akan menggunakan rekening sekali pakai.Belakangan ini memang marak terjadi transaksi jual
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Setelah melalui proses persidangan, hukuman mati siap menunggu Adhitama. Paramitha dan kayla hanya bisa pasrah. Mereka ingin mengajukan banding. Namun, Adhitama menolak, ia sudah lelah dengan semua proses persidangan. Biarlah saja, ia ikhlas jika memang harus mati di tangan regu penembak.Paramitha memeluk Adhitama seusai sidang dengan hati remuk redam. Untuk pertama kalinya Kayla merasa begitu sedih melihat kondisi sang ayah. Dan, setelah memeluk Paramitha, Adhitama menghampiri Kayla lalu tanpa diduga ia bersujud di hadapan putrinya itu. Sontak saja Kayla merasa kaget."Maafkan ayah, Kayla. Ini semua salah ayah. Ayah memang pantas mati!" Adhitama meraung sambil memegangi kaki sang putri. Kayla tak kuasa, ia pun berlutut memeluk ayahnya dan menangis dalam pelukan Adhitama."Ayah!Biarkan kami mengajukan banding ya. Ayah nggak salah, Kayla yakin. Kami nggak ma