Pagi itu seperti biasa, Adhitama sedang sarapan sebelum ia berangkat ke kantornya. Paramitha pun hendak bersiap untuk mengunjungi panti bersama Oktavius. Namun, tiba- tiba, asisten rumah tangga mereka berlari masuk dengan wajah pucat.
"P- Pak, Bu ... ada polisi di luar."
Paramitha dan Adhitama saling pandang. Ada perasaan tidak enak menjalari mereka. Terlebih Paramitha, ia merasa begitu takut sekali. Namun mereka pun segera beranjak keluar.
"Selamat pagi, bapak Adhitama Adhitama. Kami dari POLDA membawa surat penangkapan untuk bapak. Atas tuduhan kepemilikan pabrik pembuatan shabu- shabu dan dalang di balik penjebakan yang telah menewaskan sembilan belas orang anggota kami."
Adhitama langsung mengerutkan dahinya.
"Shabu? Narkoba? Jebakan? Saya tidak mengerti maksud bapak. Saya ini pengusaha Pak, dan saya bukan seorang pemilik pabrik narkoba. Silakan tanyakan pada istri dan keponakan saya," kata Adhitama.
"Betul Pak,
Rans dan Ethan sedang duduk berhadapan. Mereka berada di suatu tempat yang mereka sebut markas besar. Rans mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja. Ia terlihat sedang berpikir keras. "Jadi, ada mata- mata di antara anak buah kita sendiri. Kita buat peringatan, kita akan cari dia pelan-pelan. Tapi, kita harus beri pelajaran terlebih dahulu. Siapa pun mata- mata itu. Dia juga akan melihat bagaimana kejamnya kita. Dia akan berpikir dua kali untuk melanjutkan rencananya. Dan, itu akan memberi kita waktu untuk menyelidikinya. Sementara itu, kita harus membuat pengalihan isu dulu," kata Rans. Ethan menghela napas penjang. "Kita harus membuat kamuflase supaya perhatian polisi tertuju pada yang lain. Dalam hal ini kita harus mencari tumbal. Tapi, tumbal kita kali ini harus orang yang terdekat, karena mata- mata yang diturunkan untuk menyamar selama ini menjadi supir pribadi istri bos." "Kau be
Kadita menatap kakaknya dengan wajah lesu. "Bang Agung yakin, Theodore yang di sebutkan oleh IPTU Sadewa adalah Theodore kita?"tanya Kadita. KOMPOL Agung mengangguk."Aku juga belum yakin,Dit. Tapi, ini kali kedua aku mendengar nama Theodore. Bisa saja kan , Dit. Kedua anakmu itu memiliki misi yang sama. Membersihkan nama Prasta, papa mereka. Aku yakin, Theodore menyusup ke dalam jaringan itu. Untuk mencari tau, siapa bos besarnya.""Lalu, kau menemukan bos besarnya? Aku dengar ada dua puluh orang yang meninggal dari kepolisian. Aku membaca beritanya di koran.""Sebenarnya hanya sembilan belas orang saja. Itulah yang saat ini sedang mengganggu pikiranku. Sadewa menyebutkan nama seorang pengusaha. Tapi, entah mengapa aku merasa, pengusaha ini pun dijebak. Sama seperti yang dialami Prasta. Semua bukti mengarah kepadanya, bahkan barang bukti pun sudah kami temukan. Juga beberapa anak buahnya berhasil kami tangkap. Tapi, T
KOMPOL Agung diam terpaku di meja kerjanya. Mengaku begitu saja? Dia mengakui setelah sebelumnya berpuluh-puluh kali menyangkal. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa begitu mudah ia mengakuinya. Agung membuang napasnya kasar.Baru saja Adhitama membuat pengakuan bahwa ia adalah pemilik pabrik narkoba yang telah terbakar. Ia mengakui sengaja membakar pabrik itu karena sudah terciduk. Ia juga mengakui shabu yang ditemukan di kantor pribadinya dan juga di proyek pembangunan perumahan adalah miliknya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau IPTU Sadewa ternyata mendengar anak buahnya menyebutkan namanya.Braaak braaak braakAgung memukul meja dengan kesal. "Bajingaaan! Siapa sebenarnya dalang di balik ini semua!" Teriak Agung. Beberapa perwira yang kebetulan mendengar dari luar hanya menggelengkan kepala mereka. Mereka maklum, kasus yang ditangani KOMPOL Agung kali ini bukan kasus kecil.
Rans tertawa terbahak-bahak saat membaca berita di koran. "Dunia berada dalam genggaman ku. Kini aku adalah sang penguasa, hahahaha!"Ia sedang berada di rumahnya, di dalam ruang kerjanya. Tidak ada satu orang pun yang diizinkan masuk ke dalam ruang kerja itu. Termasuk Karina. Kunci ruangann itu selalu Rans bawa ke mana pun. Di dalam ruangan itu ada banyak sekali rahasia. Termasuk rahasia bisnis haramnya. Semua data anak buahnya ada di ruangan itu. Bukan di dalam laptop.Rans memiliki data- data seluruh anak buahnya dalam bentuk berkas. Dia tidak ingin suatu hari dia kecolongan, ada yang berhasil membobol email atau komputer miliknya. Dia lebih senang menginput secara manual. Begitu pula semua transaksi bisnis haramnya. Semua dengan pembayaran secara cash. Jika terpaksa menggunakan rekening, dia akan menggunakan rekening sekali pakai.Belakangan ini memang marak terjadi transaksi jual
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Setelah melalui proses persidangan, hukuman mati siap menunggu Adhitama. Paramitha dan kayla hanya bisa pasrah. Mereka ingin mengajukan banding. Namun, Adhitama menolak, ia sudah lelah dengan semua proses persidangan. Biarlah saja, ia ikhlas jika memang harus mati di tangan regu penembak.Paramitha memeluk Adhitama seusai sidang dengan hati remuk redam. Untuk pertama kalinya Kayla merasa begitu sedih melihat kondisi sang ayah. Dan, setelah memeluk Paramitha, Adhitama menghampiri Kayla lalu tanpa diduga ia bersujud di hadapan putrinya itu. Sontak saja Kayla merasa kaget."Maafkan ayah, Kayla. Ini semua salah ayah. Ayah memang pantas mati!" Adhitama meraung sambil memegangi kaki sang putri. Kayla tak kuasa, ia pun berlutut memeluk ayahnya dan menangis dalam pelukan Adhitama."Ayah!Biarkan kami mengajukan banding ya. Ayah nggak salah, Kayla yakin. Kami nggak ma
Sepanjang sisa perjalanan , Ethan hanya diam sambil sesekali memperhatikan wajah Kayla dari kaca. Sementara Kayla duduk di kursi belakang sambil memejamkan matanya. Ia merasa sangat lelah.Begitu mobil sampai di halaman, Kayla bergegas turun. Tanpa berpamitan lagi, ia pun segera masuk dan masuk ke kamarnya. Tak peduli Rans dan Karina sedang duduk sambil bercanda dengan Bima di ruang keluarga. Kayla hanya ingin berbaring di atas ranjangnya dan tidur. Ia berharap semua hanya mimpi dan saat ia terjaga semua akan baik-baik saja.Rans yang melihat Kayla langsung masuk tanpa menyapa terlihat tak peduli. Namun, ia langsung keluar untuk menemui Ethan."Hasilnya?" tanya Rans."Nusa kambangan , menunggu eksekusi.""Dia, kenapa? Kayla?""Selama dalam perjalanan dia hanya diam. Mungkin dia merasa terpukul.Keluarga mereka kemungkinan akan mengajukan banding meski Adhitama tidak
_3 Tahun kemudian_Kadita baru saja membaringkan tubuhnya di sofa. Ia merasa lelah, hari ini ia bertanggung jawab untuk dua operasi. Kadita merasa rindu pada kedua putranya. Terlebih kepada almarhum suaminya. Mbok Suti sedang memijat kaki Kadita."Cape banget ya, Bu?" Tanya Mbok Suti."Saya cape pikiran dan cape hati, Mbok. Rasanya apa yang saya harapkan dan mimpikan dulu hilang sudah. Kedua putra saya meninggalkan saya. Theo entah di mana. Galang ,memilih melanjutkan pendidikan. Saya tu kepengeen banget Mbok, punya menantu, punya cucu. Aku ini sudah tambah tua Mbok.""Ealah Ibu ini masih muda. Baru usia berapa."Tiba-tiba saja pintu di ketuk. Kadita membetulkan posisi duduknya. Sementara Mbok Suti bergegas membukakan pintu."Ealaaah, Pak komandan. Ya Allah, Den bagus? Walaah, si Mbok pangling!"Mendengar suara ribut-ribut, Kadita langsung bergegas beranjak keluar.
Kayla menatap Paramitha sedih. Menurut pembantu yang bekerja di rumah Paramitha jarang sekali mau makan jika tidak dipaksa. Dia juga sering melamun."Kita jual saja rumah ini, dan ibu pindah ke rumah yang lebih kecil. Sebagian dari penjualan rumah kan bisa ibu tabung.”"Jual saja Kay. Jual sekalian barang- barangnya, Kay. Ibu mau memulai hidup yang baru. Ibu nggak mau selalu terbayang-bayang ayahmu. Ibu masih berharap permohonan Grasi ayahmu dikabulkan. Tapi, ibu tidak mau tinggal di sini. Jual saja rumah ini," kata Paramitha."Ibu yakin?""Ibu yakin. Ibu ingin hidup dengan tenang, Kay."Kayla mengembuskan napasnya perlahan. "Iya bu, kalau begitu Kay akan meminta bantuan Rans atau Ethan untuk menjual rumah ini. Rumah ini bisa laku dengan harga lumayan bu. Apa lagi, kita tidak memiliki lagi pemasukan. Semua aset ayah sudah disita.""Itulah yang ibu pikirkan. Ibu nggak mau bergantung pada Rans.