Salah satu sudut bibir Nino terangkat tinggi, jika Icha berada di depan lelaki itu ia pasti merasa direndahkan, serendah-rendahnya. Ancaman yang diucapkan istri kedua Kevin terasa seperti bualan. Meskipun dalam hatinya ada perasaan was-was, tapi ia tak takut. Ini karena dia memiliki perkembangan hubungannya dengan Dea. "No!?" teriak Icha yang tak sabar mendengar jawaban dari Nino. Seperkian detik kemudia, akhirnya Nino pun menjawab pertanyaan Icha. "Ya. Ada sedikit progress dari tugas yang kamu berikan," jawabnya datar. Sebenarnya perasaannya sangat exited, tapi ia harus melakukan gimick agar tidak terkesan cupu dan gampang dikendalikan oleh Icha, wanita ular tak tau malu tersebut. Di seberang telepon, mata Icha nampak berbinar saat mendengar anak buahnya mendapat kemajuan dari tugas yang diberikannya. "Apa?!" tanyanya penasaran. Ia tak sabar mencapai tujuannya untuk menghancurkan Dea dan memiliki Kevin seutuhnya. "Sebelum aku menjawab, ada sy
Setelah Dea mengajar kelas terakhir. Ia tanpa sengaja bertemu dengan Andre yang tengah berdiri di depan pintu ruangannya."Bu Dea," sapa lelaki itu.Suara Andre terasa menggetarkan hatinya. Dea langsung gelagapan dan tak menggubris kepala sekolahnya. Jika berlama-lama dengan Andre, dia bisa hilang ingatan dengan rencananya saat ini.Tatapan penuh cinta yang diberikan lelaki itu membuat dia tak berdaya dan sering mengutuk dirinya sendiri karena menyia-nyiakannya.Setelah menganggukkan kepala sebagai balasan sapaan Andre, Dea langsung menuju rumah kakak kandungnya. Andre ingin menghadangnya, tapi dia memilih untuk menahan niatan itu. Ia teringat perkataan Dea yang memintanya untuk bersabar, jadi dia akan memberikan waktu pujaan hatinya.Dalam perjalanan, berkali-kali Dea merutuki nasibnya sendiri. "Seandainya aku sabar menunggu Mas Andre. Mungkin hidupku tak akan setragis ini," gumamnya dengan mata yang fokus ke jalanan kota Surabaya.Beberapa menit kemudian dia sampai di rumah kakaknya
"Tapi apa Mas?" tanya Dea yang mulai gemas pada Levi. Sudah seperkian detik Levi tak melanjutkan ucapannya. Dea berpikir pasti ada hal yang tidak beres pada kakaknya."Setengah dari warisanmu tanpa sadar kakak habiskan," ceblos Levi dengan kepala yang menunduk. Soal warisan, sebenarnya Dea tak mengharapkan mendapatkan harta turun temurun keluarganya ini. Mau dapat atau tidak ia tak peduli. Tapi di penasaran kenapa kakaknya tega menghabiskan harta miliknya."Untuk apa?"Glek! Levi menelan salivanya.'Apakah aku harus mengatakan sejujurnya pada Dea? Aku takut dia kecewa,' batinnya penuh pertimbangan. 'Tapi... aku mengatakan warisannya sudah ku habiskan pun membuat hatinya kecewa.'Lelaki itu memilin tangannya hingga berkeringat. Dea masih sabar menunggu jawaban dari lelaki itu. Tapi ini lebih dari satu menit, bukankah sudah berlebihan tak kunjung menjawab pertanyaannya?"Untuk apa Mas?" tanya Dea kembali. Dia sudah tak sabar menunggu bibir kakaknya bergerak. Dengan keberanian penuh, ak
Tatapan Dea membuat hati Levi mencelos, entah kenapa ia merasa jika adiknya mengetahui hal yang tak diketahuinya. "Coba Mas tanyakan pada Nina deh, apa benar itu janin hasil bercinta kalian? Soalnya kemarin lusa aku melihat dia bersama lelaki lain. Nih fotonya," sumbar Dea yang langsung memperlihatkan foto Nina bersama Bimo. "Ini kan sepupu Nina," sahut Levi yang menyangkal pemikiran negatif adiknya. "Bukan. Itu gundik Nina, bisa dibilang berondongnya Nina." Levi menampik penjelasan adiknya. "Tidak mungkin, kamu hanya mengada-ngada De." "Mas Levi tidak percaya sama aku?" Lelaki itu langsung menggelengkan kepala. "Mas... mantan tunangan Mas Levi, Mbak Mawar mati bukan karena kecelakaan biasa. Tapi Nina yang menyabotase mobil Mbak Mawar. Bahkan aku punya videonya, ini dari Icha - maduku." Rasanya getir mengatakan Icha sebagai madunya, tapi pada kenyataannya itu memang benar. "Nina yang membanting setir mobil. Dan sengaja memposisikan Mbak Mawar di pembatas jalan agar tingkat kese
Ketika sampai di tempat yang dijanjikan, kepala Dea celingak-celinguk mencari keberadaan lelaki itu. Tak butuh lama, ia langsung menemukan Nino dengan tangan yang melambai-lambai kepadanya.Dea berjalan ke arah sahabat suaminya itu, senyum manis menetap di wajahnya membuat Nino senang."Hai Mas Nino, sudah lama di sini?" Dea langsung menjabat tangan Nino."Tidak De. Baru sampai kok. Mau pesan makanan sekarang?""Boleh."Salah satu pelayan menghampiri mereka, keduanya mulai memilih makanan yang akan dipesan. Setelah itu keduanya diam, karena Dea sibuk membalas pesan dari suaminya. Sedangkan Nino tak berkedip mata melihat wanita itu.[Apa kalian sudah bertemu?] pesan yang dikirim Kevin.[Sudah Mas. Ini mau makan.][Oke. Nanti pulangnya mau di jemput?][Tidak usah. Kan adik bawa sepeda sendiri, nanti jadi repot.][Kalau begitu, ya sudah. Hati-hati ya.][Iya Mas.]Dea menghela napasnya pelan karena merasa perilaku Kevin menjadi berubah, entah kenapa seakan dia sedang jatuh cinta kembali.
Namun, lagi-lagi Kevin menahan diri karena Dea terdengar tertawa mendengar ucapan Nino."Mau coba punyaku?" tawar Dea yang lanngsung memberikan helaian spaggeti di piring Nino."Thanks."Kevin langsung membuang muka dan memilih untuk undur diri karena tidak tahan melihat istrinya bersama lelaki lain. Hatinya terasa sakit mendengar tawa Dea pecah karena tingkah Nino. Sudah lama Kevin tak mendengar gelak tawa Dea. Bahkan sekarang ia merindukan suara bahagia wanita itu saat bersamanya."Apa semenyakitkan itu saat kamu bersamaku Dik? Sampai-sampai tingkah kecil Nino begitu saja kamu sudah terawa renyah," gumam Kevin sebelum melangkahkan kakinya pergi. Netranya menangkan interaksi menyenangkan kedua orang itu dengan senyum getir. "Ahh... sudahlah. Untuk sekarang aku membebaskanmu selagi bahagia. Aku akan memperbaiki semua saat terlepas dari Icha." Kevin langsung meninggalkan tempat makan itu dengan perasaan kesal. Nahkan Icha yang memantau gerak-gerik Nino dari mobil pun tersenyum puas sa
Setelah selesai menyantap hidangan utama, kini Nino mulai mengeluarkan suara untuk membahas topik yang menjadi alasan kenapa ia meminta bertemu dengan Dea. Karena lelaki itu ingin lebih berlama-lama dengan wanita yang disukainya, tanpa menunggu persetujuan Dea, dia langsung memesan beberapa hidangan penutup yang berupa pudding dan jajanan tradisional lainnya. "Terimakasih," ucapnya pada seorang pelayan. "Ya ampun Mas Nino, perutku udah kenyang," keluh Dea dengan mata membulat ketika melihat jajanan di depannya. "Haha, ya tunggu makanannya turun dulu De. Nanti pasti kemakan kok." Wanita itu hanya mencebikkan bibirnya. Nampaknya ia merasa gusar karena memikirkan berat badan yang akan bertambah saat memakan itu semua. "Kalau kayak gini berat badanku jadi nambah Mas." Ia mengucapkan kalimat itu dengan muka cemberut. "Hih! Kenapa kamu imut banget si De, jadi pengen cubit." tangan Nino sudah bersiap menyentuh pipi wan
"A-aku tidak tau.""Jangan menyangkal De. Aku tau kamu tak sebodoh itu. Dan pasti kamu menyadari kalau aku menyukaimu. Bukan sekedar suka, tapi cinta... Aku cinta kamu De, tolong bukalah hatimu untukku. Aku sudah menunggumu dari lama," cerca lelaki itu membuat Dea mati kutu. Pernyataan Nino sangat mengejutkan untuknya. Namun, wanita itu langsung tersadar dan menarik tangannya."Aku tidak mau mendengar pernyataan itu Mas. Aku anggap tidak pernah mendengarnya," pungkas Dea yang mulai tak nyaman. Nino yang sebelumnya menatapnya dengan tulus, langsung berubah menjadi kekecewaan."Tolong jangan egois," pintanya pelan berusaha meluluhkan hati perempuan di depannya."Bukankah Mas juga egois, memaksaku menerima perasaan Mas," sangkal Dea. 'Bagaimana bisa dia mengatakan aku egois, padahal posisinya sendiri seperti perampok yang ingin merebut harta korbannya,' benak wanita itu penuh kekesalan.Nino terdiam sangat lama, wanita itu pun tak ingin mengusik pikiran orang di depannya."Maafkan aku."