Tangan Seno gemetar melihat bintang di beberapa kerah para petugas tersebut. Pelipisjya menjadi basah karena panas dingin menjalar di setiap inci tubuhnya. Maya melotot ke arahnya dengan bibir komat-kamit tak jelas. Kevin membisu dengan tubuh kaku bak patung. Mereka dalam zona merah. "Sebentar, biar saya hubungi I-icha," ujar Seno menyahuti pertanyaan polisi. Andre yang ada di tengah para petugas menaikkan salah satu sudut bibirnya. Kevin yang tau semakin membungkam, tetapi kepalanya dipenuhi berbagai pertanyaan saat melihat ekspresi Andre. "Di mana?" tanya Seno pada salah satu anak buahnya. Decak kesal keluar dari mulut lelaki itu. "Paksa dia pulang sekarang! Sekarang juga!" Tanpa terasa Seno berteriak memerintah anak buahnya. "Bagaimana Pak Seno?" tanya polisi lagi. "I-itu, putri saya sedang keluar. Sebentar lagi akan pulang. mohon tunggu sebentar." Seno mencoba memohon sekaligus menutupi fakta bahwa putrinya sedang kabur ke Bali. Andre yang mengerti gelagat suami Maya segera
Icha berakhir pasrah ketika tangannya diborgol. Dia merasa percuma saat melawan gerakan para polisi yang bertugas. Anak buah Seno pun tak berkutik saat ia diringkus para polisi. Tubuhnya yang sintal sedikit kurus mengikuti semua perintah petugas saat masuk mobil. Seno, Maya, dan Kevin langsung menghampiri Icha di kantor polisi. Ketiga orang itu memiliki ekspresi yang berbeda. Kedatangan mereka bagaikan hidayah di tengah konflik yang menderai Icha. "Pa Ma, keluarin Icha dari sini," mohon wanita itu penuh belas kasih. Ia menatap suaminya dengan gembira, "Mas." Seno menyahuti putrinya dengan dingin, "Kita ikuti semua prosesnya. Papa tidak bisa membebaskan kamu. Kali ini yang kita hadapi bukan hanya keluarga wanita itu, tetapi ada pihak lain yang berusaha menjatuhkan Papa. Kamu sabar dulu, Papa akan berusaha meringankan hukumanmu. Jadi Papa mohon, untuk terakhir kalinya. Jadilah anak penurut, jangan membuat ulah selama masa hukuman." Lelaki paruh baya itu menggenggam erat kedua lenga
Dea yang terbaring di ranjang rumah sakit hanya bisa mengedipkan mata berkali-kali. Ia kewalahan mengatur pikiran yang kian hari sulit dikontrol. Tak jarang alisnya mengerut menjadi psikosomatis ketika jiwa terganggu. Berbagai kenangan selama menjalin pernikahan dengan Kevin selalu menghujami kepala Dea. Wanita yang baru berumur 26 tahun berusaha melawan rasa sakit yang ia derita.Derit pintu membuyarkan lamunan Dea, ekor matanya menangkap bayangan putih dengan rambut diikat cepol ke atas. Seulas senyum bertengger di wajah wanita yang baru masuk ruang inap Dea. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Monica lengkap dengan mata bulat bersih nan tulus.Mendapat perhatian dari dokter yang merawatnya membuat Dea harus ikut memamerkan senyum termanisnya. "Alhamdulillah sudah membaik."Tampak kelegaan di mata Monica. Ia sangat terkejut ketika mendapati Dea terkapar di mobil Andre. Wajah panik Andre dan Sinta masih teringat jelas di kepala wanita itu. Ia pun menganggap Dea sebagai teman. Mengingat saat
Andre menepis ucapan perempuan di hadapannya. Penebusan dosa di masa lalu? Itu hanya omong kosong! Dia sangat muak melihat wajah manis tetapi berhati iblis. Tanpa pikir panjang, ia membalikkan tubuh menghampiri Levi yang melenggang di koridor panjang."Hai! Mau kemana?" tanya kakak Dea sangat berseri."Aku harus pulang sekarang Mas." Andre mendekatkan bibirnya ke telingan Levi sembari membisik, "ada yang harus aku lakukan buat Seno."Pupil Levi melebar kemudian menjawab, "langsung hubungi aku kalau perlu bantuan." Seringai lebar terpatri di bibirnya. "Tidak! Besok malam, aku akan ke rumahmu. Kita diskusikan bersama. Ditambah Pak Gito ingin ikut dalam rencanamu."Andre menenggak salivanya karena tak percaya dengan penuturan Levi. Entah kenapa ia terkejut tiba-tiba ada sekutu mendekat. Levi yang paham segera menepuk pundak temannya. "Sudah, terima saja bantuan kami. Kita memiliki musuh yang sama, akan lebih efektif jika berkerjasama."Andre mengangguk senang. Dari belakang Monica menata
"Saya selaku kepala dinas harus memberhentikan Pak Kevin secara tidak terhormat karena telah melanggar kode etik dan mencoreng nama baik lembaga yang bersangkutan."Kevin hanya bisa memejamkan mata menerima keputusan tersebut. Tanpa berpamitan, semua barangnya sudah dikemas dalam kardus agar ia segera pergi dari dunia pendidikan. Tak ada senyuman yang ia dapat dalam perpisahan terpaksa ini. Dia dipandang dengan jijik oleh orang lain. Bahkan mobil istri siri yang ia pakai pun sudah dicoreng oleh cat hitam legam dan telur busuk. "SAMPAH MASYARAKAT!!!" tulisan besar di Mercedes Benz berwarna putih itu. Kevin berusaha menghapusnya dengan baju, tetapi sulit justru semakin lebar karena tergores ke sembarang arah."Huuu!!!" teriak banyak murid yang sengaja mengikutinya dari belakang.Kevin yang dirundung rasa malu segera pergi dari sekolah. Selama melakukan perjalanan banyak pengendara yang terheran-heran melihat mobil kotor melenggang di jalan. Kevin semakin dibuat malu segera pulang ke ru
Di tengah ketegangan keluarganya, Dea justru sangat tenang menghadap kolam koi di rumah kedua orangtuanya. Nala yang sedari tadi berusaha mengajak bicara, terpaksa diam tak ingin mengusik ketenangan putrinya. Ia berusaha menenangkan diri jika perilaku putrinya lebih baik dari pada percobaan mengakhiri hidup. Di kala senyapnya malam, tiba-tiba bibir Dea bergerak. Wanita itu menatap ibunya dengan hangat. "Ma, besok aku kerja lagi ya. Aku bosan di rumah," ucap wanita itu. Suara hangat yang meminta sesuatu membuat Nala terbuai. Setelah berhari-hari putrinya hanya menjawab singkat, ini adalah kalimat panjang yang ia dengar. Kedua alis Dea terangkat menunggu jawaban. Nala yang menyadari itu, segera menjawab, "Iya Sayang. Besok biar Mama sama Ayah yang antar ya?" tawarnya dengan senyum lebar. Namun Dea segera menggeleng, tidak setuju dengan perkataan mamanya. "Aku mau berangkat sendiri. Sekalian hangout sama teman." "Kalau begitu, ya sudah. Biar Mama bilang ke ayah kalau besok
Ruang persidangan berjalan sangat lancar. Pengacara Seno tak begitu ngotot mempertahankan alasan penolakan kasus. Kesaksian para korban pun berlangsung dengan hikmah. Seno hanya tertunduk lesu menunggu pemutusan hukuman. Maya yang biasanya glamor, kini hanya memakai kemeja putih dan celana hitam. Tak ada intan permata yang tersemat di tubuhnya.Degupan jantung para sekutu korban dan pelaku kejahatan semakin kencang ketika hakim berbicara."Dengan ini menyatakan Seno Adi Pramudya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang, penipuan, dan.... maka dikenakan undang-undang berlapis berupa hukuman penjara 20 tahun dan denda 10 Miliyar." ketukan Palu tiga kali menunjukkan akhir persidangan Seno. Kemudian berlanjut Maya yang menjadi rekan kejahatan. "Dengan ini menyatakan Mayangsari Wulandari terbukti secara sah melakukan penipuan, penyerangan, dan pencucian uang maka dikenakan undang-undang berlapis dengan hukuman penjara 7 tahun dan denda 250 juta."Sorak-sorai par
Tanpa sadar Andre mengucapkan harapannya dengan lirih. Levi yang ada di samping lelaki itu segera menepuk pundaknya. Menatap wajah yang familiar penuh pengertian dan mata sedikit memerah karena dirundung rasa bersalah. "Ada." Tangan lelaki itu menepuk sekali lagi pundah Andre. "Kali ini kesempatanmu terbuka sangat lebar Ndre. Maafkan aku," bisik Levi berusaha menahan isakan. Netra Andre melebar karena tak menyangkan mendapat respon dari orang lain dikala ia berusa menyembunyikan suara hatinya. Ditambah permintaan maaf yang mendadak ini. Rasanya dunia sedang berpihak padanya. "B-beneran Mas?" tanya Andre terbata-bata.Levi segera mengangguk. "Beneran! Aku akan membantumu," ucap Levi penuh keyakinan. "Kali ini aku benar-benar akan membantumu!"Dea yang selesai berpelukan dengan Rita tanpa sengaja melihat kakak dan Andre. Levi yang menyadari tatapan adiknya segera berdeham, "ekhem!"Andre melihat ke arah yang disorot Levi, kemudian senyum lebar ia berikan pada pujaan hatinya. Bagaimana