Mengingat kejadian kemarin sore, hari ini Kevin memutuskan untuk menunggu istrinya latihan paduan suara. Ia tak ingin memberikan peluang pada orang lain mendekati istrinya. Jika lengah sedikit saja, Andre dan Dea akan semakin dekat. Ditambah lelaki yang sempat menjadi calon suami istrinya tersebut masih gencar mendekati. Meskipun Dea tak menggubris, tetapi hati Kevin dalam mode waspada. Rumah tangganya yang retak membuatnya sensitif. Dia tak ingin menambah masalah, sekarang prioritasnya adalah membuat Dea menetap dengan dirinya.[Sayang. Mas sekarang di lobi sekolahmu.] tulis lelaki itu. Tak berselang lama Dea sudah membalas pesannya.[Latihanku masih 30 menit lagi Mas. Ga masalah kan?][Iya Sayang. Mas tunggu di sini sambil main game.][Oke Mas. Sebentar ya.]Kevin tak membalas pesan tersebut. Ia memilih login salah satu game kesukaannya. Hari yang semakin sore membuat bangunan ini sepi. Sebelumnya ada beberapa murid yang lewat, tapi semakin bertambahnya waktu tak seorang pun lewat d
Maya melirik suaminya sebentar. Kemudian ia memegang erat kedua pundak putrinya seraya berkata, "Tidak Sayang. Mama tidak akan memajukan jadwal kepulangan kita. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita sedang di rumah Allah Icha, jadi panjatkan semua doamu." Wanita paruh baya tersebut mengatakannya dengan tegas."Icha sudah berdoa Ma. Sekarang aku ingin pulang dan ketemu Mas Kelvin," rengek Icha dengan mata memerah dan berlinang. "Kita pulang setelah kamu tenang. Tenangkan diri kamu." Maya bersikukuh dengan opininya. Seno yang ada di antara mereka pun menganggukkan kepala. "Mamamu benar Sayang. Tenangkan diri kamu terlebih dulu, baru kita pulang. Papa yakin kepulangan kita akan disambut kabar baik. Percayalah dengan ucapan Papa. Tugasmu hanya berdoa sekhusyuk mungkin di sini. Papa sudah melakukan usaha semaksimal mungkin agar Kevin kembali ke pelukanmu. Sekarang tinggal menunggu hasilnya melalui doa mu. Berdoalah sebaik mungkin Sayang. Semua yang Papa dan Mama lakukan hanya untuk kamu
Kevin menyadari perubahan hati istrinya. Dea meliriknya tajam tanpa mengatakan sepatah katapun. Itu membuat buku kuduk lelaki itu berdiri. Untuk menimalisir kegugupannya serta menarik perhatian semua orang, Kevin pun berdeham keras. Sesuai rencananya, perhatian semua karyawan kembali ke arahnya."Meskpin owner kalian bukan saya. Saya harap kalian tetap mematuhi aturan yang sudah dibuat. Detik ini juga, manajemen cafe akan diatur oleh istri saya - Dea. Saya harap tidak ada diskriminasi antara owner lama dan owner baru. Masalah kemarin sudah saya selesaikan kemarin lusa. Jadi saya tidak memiliki tanggungan apapun. Apa kalian sudah menerima kompensasi yang saya berikan?" tanya Kevin pada semua karyawannya."Sudah Pak.""Baik. Kalau begitu kembali ke posisi kalian masing-masing. Terimakasih sudah meluangkan waktu."Satu persatu karyawan kembali ke jobdesk mereka. Kini tinggal Kevin dan Dea."Ayo masuk ke ruang staff." Kevin menggandeng istrinya masuk ke ruang yang biasa ia gunakan untuk b
Kevin mengajak Dea ke rumah Levi. Sebenarnya Dea enggan berkunjung di rumah kakaknya. Namun karena masalah yang dihadapi Levi berhubungan dengan orangtua dan dirinya, membuat wanita itu mengalah dan mengantar suaminya pergi. "Aku di sini aja Mas," ucap Dea ketika Kevin akan turun dari mobil. Mendengar ucapan tersebut, suaminya sontak menoleh dengan salah satu alis terangkat. "Tidak mau masuk?" tanya Kevin. Kepala Dea langsung menggeleng."Oke, baik-baik di sini. Mas akan menyelesaikan urusan dengan kakakmu secepatnya. Sebentar ya," sahut Kevin. Dia tak memaksa istrinya untuk berbaikan dengan Levi, jadi Kevin menuruti permintaan Dea. Kevin sendiri pun merasa bersalah karena secara tidak langsung akar permasalahan yang ada di keluarga istrinya saling terhubung padanya.Kevin menekan bel rumah beberapa kali. Tak berselang lama, Levi menyambutnya dengan senyum semringah. Mereka masuk ke ruang kerja lelaki itu dengan santai."Gimana Lev?" tanya Kevin menunggu progress kakak iparnya."Masa
Kevin dan David duduk berseberangan di ruang tamu. Kedatangannya yang mendadak disambut sangat baik oleh mertuanya. Nala yang baru menunaikan sholat menghampiri suaminya. "Loh Nak," kagetnya melihat menantunya sudah duduk ruag tamu. Kevin segera mendekatkan diri pada mama mertuanya dan mencium tangan wanita itu. "Apa kabar Ma?" "Baik Nak. Ke sini sendirian?" "Sama Dea." Nala menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan putrinya. David yang paham segera menjawab, "Dea ada di kamarnya. Katanya capek pengen istirahat." Mendengar itu mulut Nala langsung membulat dan menganggukkan kepala beberapa kali. "Aku buat kopi dulu." "Tidak perlu, aku sudah menyuruh Gina. Siapkan makan malam saja Ma," sergah David. "Iya." Nala kembali masuk. Kini kedua pria tersebut bisa leluasa mengobrol. Kedatangan Nala cukup merelakskan jantung Kevin yang berdebar. Ia sangat grogi karena ayah mertuanya mengajak berbincang di tengah peliknya masalah. "Bagaimana kabar Papa dan Mamamu?" tanya David. "Ba
Rita dan Gito mengabari anak menantu mereka akan pulang malam hari. Dea dan Kevin yang menginap di rumah David langsung berpamitan saat hari menjelang sore."Dea pulang dulu Yah. Papa sama Mama sebentar lagi mau sampai rumah," pamit Dea. Ia mencium tangan David."Iya Nak. Salam untuk Papa dan Mamamu."David dan Nala melepas kepergian putri dan menantu mereka dengan lambaian tangan. Keduanya berdiri di depan rumah sampai mobil yang ditunggi Dea menghilang dari padangan. "Enaknya nanti masak apa ya Mas?" tanya Dea yang ingin mempersiapkan makan malam untuk mertuanya. "Aku pengen masakin Mama sama Papa," lanjutnya."Mama bilang tidak usah dimasakin. Katanya Mama sama Papa udah bawa oleh-oleh banyak, jadi kita tidak perlu nyiapin apapun. Kamu siapin minum aja kalau mereka sampai di rumah.""Gitu ya."Kevin mengangguk dengan yakin. Dea pun menuruti perintah suaminya. Ketika sampai rumah Lastri yang jadwalnya pulang masih duduk di teras menunggu kepulangan majikannya."Maaf lama Mbok," uca
Kevin dan Dea menjalani kehidupan sehari-harinya dengan normal. Tidak ada masalah, justru langkah demi langkah mereka diiringi oleh hal-hal baik, Selama aktif kerja Kevin memilih antar jemput istrinya serta menunggu langsung ketika ada latihan paduan suara. Lelaki itu tak ingin memberikan celah pada Andre.Bahkan di hari istrinya akan tampil, dia bersikukuh menonton pertunjukan tersebut. Saat itu ia pun bertemu Michelle yang ia kenal sebagai kekasih Andre."Hey Vin," sapa Michelle yang baru saja sampai. Mereka memilih duduk di pojok ruang aula karena tak ingin mengganggu acara yang berlangsung."Hai Chelle. Gimana kabarmu?" Kevin langsung menyambut tangan wanita itu."Baik. Gimana kabarmu sama Dea?""Alhamdulillah baik.""Syukur deh. Aku tidak nyangka kamu di sini.""Hehe iya. Sebentar, aku ingin ngevideo istriku."Michelle mempersilakan Kevin untuk melangkahinya. Wanita itu menatap tajam ke arah panggung. Dia melihat interaksi Sinta dan Andre tengah mengobrol. Sinta yang menyadari ta
Icha merogoh ponsel dari tasnya. Ia menghela napas melihat room chat dengan Kevin. Tak ada balasan, justru pesannya tak terkirim ke subjek yang dituju. "Lagi-lagi aku diblock," desis wanita itu pasrah. Ia menengadahkan ke langit merasakan terik matahari yang menerpa wajah putihnya."Huft... Sudah seminggu lebih aku berdoa di rumahmu, kapan doaku akan terkabul?" tanyanya. Perlahan matanya memerah. Sedikit air menggenang di pelupuknya. Ia kemudian tertunduk dan menelpon orang suruhannya yang diminta untuk mengintai pergerakan suaminya ketika tidak bersamanya."Bagaimana?" Icha tak perlu menunggu lama untuk mendapat jawaban telepon. "Mereka menuju Bali Bu. Sekarang kami berada di kapal."Mata Icha terbelalak mendengar kabar tersebut. "Bali?!" Tangannya mengepal erat, jantungnya berdegup kencang, dan suhu dalam tubuhnya kian mendidih."Benar Bu. Saya sudah mengirim bukti mereka di kapal.""Oke. Intai terus jangan sampai lepas." Icha memutus sambungan telepon dan melihat beberapa foto ya