Kevin mengajak Dea ke rumah Levi. Sebenarnya Dea enggan berkunjung di rumah kakaknya. Namun karena masalah yang dihadapi Levi berhubungan dengan orangtua dan dirinya, membuat wanita itu mengalah dan mengantar suaminya pergi. "Aku di sini aja Mas," ucap Dea ketika Kevin akan turun dari mobil. Mendengar ucapan tersebut, suaminya sontak menoleh dengan salah satu alis terangkat. "Tidak mau masuk?" tanya Kevin. Kepala Dea langsung menggeleng."Oke, baik-baik di sini. Mas akan menyelesaikan urusan dengan kakakmu secepatnya. Sebentar ya," sahut Kevin. Dia tak memaksa istrinya untuk berbaikan dengan Levi, jadi Kevin menuruti permintaan Dea. Kevin sendiri pun merasa bersalah karena secara tidak langsung akar permasalahan yang ada di keluarga istrinya saling terhubung padanya.Kevin menekan bel rumah beberapa kali. Tak berselang lama, Levi menyambutnya dengan senyum semringah. Mereka masuk ke ruang kerja lelaki itu dengan santai."Gimana Lev?" tanya Kevin menunggu progress kakak iparnya."Masa
Kevin dan David duduk berseberangan di ruang tamu. Kedatangannya yang mendadak disambut sangat baik oleh mertuanya. Nala yang baru menunaikan sholat menghampiri suaminya. "Loh Nak," kagetnya melihat menantunya sudah duduk ruag tamu. Kevin segera mendekatkan diri pada mama mertuanya dan mencium tangan wanita itu. "Apa kabar Ma?" "Baik Nak. Ke sini sendirian?" "Sama Dea." Nala menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan putrinya. David yang paham segera menjawab, "Dea ada di kamarnya. Katanya capek pengen istirahat." Mendengar itu mulut Nala langsung membulat dan menganggukkan kepala beberapa kali. "Aku buat kopi dulu." "Tidak perlu, aku sudah menyuruh Gina. Siapkan makan malam saja Ma," sergah David. "Iya." Nala kembali masuk. Kini kedua pria tersebut bisa leluasa mengobrol. Kedatangan Nala cukup merelakskan jantung Kevin yang berdebar. Ia sangat grogi karena ayah mertuanya mengajak berbincang di tengah peliknya masalah. "Bagaimana kabar Papa dan Mamamu?" tanya David. "Ba
Rita dan Gito mengabari anak menantu mereka akan pulang malam hari. Dea dan Kevin yang menginap di rumah David langsung berpamitan saat hari menjelang sore."Dea pulang dulu Yah. Papa sama Mama sebentar lagi mau sampai rumah," pamit Dea. Ia mencium tangan David."Iya Nak. Salam untuk Papa dan Mamamu."David dan Nala melepas kepergian putri dan menantu mereka dengan lambaian tangan. Keduanya berdiri di depan rumah sampai mobil yang ditunggi Dea menghilang dari padangan. "Enaknya nanti masak apa ya Mas?" tanya Dea yang ingin mempersiapkan makan malam untuk mertuanya. "Aku pengen masakin Mama sama Papa," lanjutnya."Mama bilang tidak usah dimasakin. Katanya Mama sama Papa udah bawa oleh-oleh banyak, jadi kita tidak perlu nyiapin apapun. Kamu siapin minum aja kalau mereka sampai di rumah.""Gitu ya."Kevin mengangguk dengan yakin. Dea pun menuruti perintah suaminya. Ketika sampai rumah Lastri yang jadwalnya pulang masih duduk di teras menunggu kepulangan majikannya."Maaf lama Mbok," uca
Kevin dan Dea menjalani kehidupan sehari-harinya dengan normal. Tidak ada masalah, justru langkah demi langkah mereka diiringi oleh hal-hal baik, Selama aktif kerja Kevin memilih antar jemput istrinya serta menunggu langsung ketika ada latihan paduan suara. Lelaki itu tak ingin memberikan celah pada Andre.Bahkan di hari istrinya akan tampil, dia bersikukuh menonton pertunjukan tersebut. Saat itu ia pun bertemu Michelle yang ia kenal sebagai kekasih Andre."Hey Vin," sapa Michelle yang baru saja sampai. Mereka memilih duduk di pojok ruang aula karena tak ingin mengganggu acara yang berlangsung."Hai Chelle. Gimana kabarmu?" Kevin langsung menyambut tangan wanita itu."Baik. Gimana kabarmu sama Dea?""Alhamdulillah baik.""Syukur deh. Aku tidak nyangka kamu di sini.""Hehe iya. Sebentar, aku ingin ngevideo istriku."Michelle mempersilakan Kevin untuk melangkahinya. Wanita itu menatap tajam ke arah panggung. Dia melihat interaksi Sinta dan Andre tengah mengobrol. Sinta yang menyadari ta
Icha merogoh ponsel dari tasnya. Ia menghela napas melihat room chat dengan Kevin. Tak ada balasan, justru pesannya tak terkirim ke subjek yang dituju. "Lagi-lagi aku diblock," desis wanita itu pasrah. Ia menengadahkan ke langit merasakan terik matahari yang menerpa wajah putihnya."Huft... Sudah seminggu lebih aku berdoa di rumahmu, kapan doaku akan terkabul?" tanyanya. Perlahan matanya memerah. Sedikit air menggenang di pelupuknya. Ia kemudian tertunduk dan menelpon orang suruhannya yang diminta untuk mengintai pergerakan suaminya ketika tidak bersamanya."Bagaimana?" Icha tak perlu menunggu lama untuk mendapat jawaban telepon. "Mereka menuju Bali Bu. Sekarang kami berada di kapal."Mata Icha terbelalak mendengar kabar tersebut. "Bali?!" Tangannya mengepal erat, jantungnya berdegup kencang, dan suhu dalam tubuhnya kian mendidih."Benar Bu. Saya sudah mengirim bukti mereka di kapal.""Oke. Intai terus jangan sampai lepas." Icha memutus sambungan telepon dan melihat beberapa foto ya
Kevin perlahan melihat wajah istrinya. Senyum yang merekah perlahan luruh. Dea tengah terlelap. Bahkan saat tubuhnya digoncang, ia tak terusik sedikitpun. Kevin menempelkan keningnya ke kening Dea dengan lembut, kemudian menghela napas. Kekesalannya memuncak karena istrinya memberi harapan palsu. Padahal dia sudah berusaha semaksimal mungkin agar penampilannya on point.Karena tak tega menggangu mimpi indah teman hidupnya. Kevin memilih untuk menutup tubuh wanita itu dengan selimut. Nafus yang melonjak pesat perlahan turun karena dikontrol super ego. "Aku harus tahan sampai besok pagi," pasrah Kevin yang terbaring di samping Dea. Doa Icha langsung terkabul saat ini juga. Meskipun Icha tidak tau apa yang dilakukan suaminya dengan Dea, tetapi ia tak henti memanjatkan doa agar mereka tidak melakukan hubungan suami istri seperti yang ia lakukan sebelum berangkat berlibur ke luar negeri. Hatinya teriris saat mengetahui Kevin dan Dea menghabiskan waktu di Bali. Padahal selama ini ia belum
Icha termenung mendengar ucapan Seno. Bibirnya bergetar menahan gejolak dalam tubuhnya. Lelaki yang sangat ia sayangi menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Turuti kata Papamu Sayang. Semua ini demi kamu. Kami berusaha agar hidupmu bebas dari penderitaan. Jangan merengek seperti ini. Biar Papa menyelesaikan masalah Kevin." Maya menambah ucapan suaminya agar putrinya tak membantah.Icha pun sulit mengeluarkan unek-uneknya. Ia hanya tertunduk lemas karena alasan orangtuanya yang mulia."Kembalilah ke kamar. Kemasi barang-barangmu Sayang. Kalian harus terbang dua jam lagi," akhir Seno mendorong putrinya agar keluar dari kamarnya.Maya menuntun Icha kembali ke kamarnya. Meskipun dengan mata yang berlinang, Icha melangkahkan kakinya tanpa beban. "Aku tidak menginginkan bisnis ini. Papa dan Mama yang selalu memberikan tanpa mempertanyakan aku mau atau tidak," ucap wanita itu setelah ditinggalkan ibunya. Ia meremas seprei yang menutupi ranjang. Deru napasnya semakin membara, in
Dea mengeluh panjang karena aksi suaminya yang brutal. Ia mendorong tubuh lelaki itu tetapi sulit karena dekapannya sangat erat. Berkali-kali mencoba hasilnya nihil. Entah kekuatan apa yang dimiliki Kevin, ia terkunci dalam kurungan fisik tersebut. Hisapan bibir yang melekat di lehernya membuat ia menggeliat."Mas! Mas! Udah aku lapar!" teriak Dea di ikuti dengan suara perut yang menggelegar. Namun teriakannya tak digubri Kevin. Justru kancing bajunya terbuka satu persatu. Dea menahan gerakan tangan suaminya dengan kasar. Namun tak bisa karena pria itu sudah menempelkan bibirnya ke setiap inci kulit tubuhnya. Dea kalap dengan permainan suaminya."Mas!!!" teriaknya berusaha lepas dari kungkungan. Bukannya berhenti, Kevin semakin ganas meraba tubuh istrinya. Perasaan resah menjalar di sanubari wanita itu. Ia terus meronta sampai keringat bercucuran dari pori-porinya. "MAS BERHENTI!!!" teriak Dea. Napasnya ngos-ngosan, matanya memerah dan berair menjadikan otot wajahnya menegang. Melih