Kevin mengeluarkann satu-persatu barang yang ada di dalamnya. Sesuai dugaannya ketika menggoyang kotak tersebut, semua element yang dia katakan benar. Namun itu hanya bahan dasaranya.“Apa ini?” Ia meneliti benda terbuat dari plastik lengkap dengan lensa kaca. “Kamera?”Kemudian beralih benda ke dua, “Perhiasan? Sejak kapan istriku punya perhiasan ini?” Kevin menerka-nerka kapan Dea membeli perhiasan tersebut, karena selama ini ia hanya mengantar istrinya membeli perhiasan dua kali. Dan ketika membuka laci lemari semua lengkap di sana. Model perhiasan dalam kotak ini sangat sederhana tetapi memiliki gram yang berat. Ditambah beberapa balok logam mulia murni.“Kartu memori?” Kali ini jari lelaki itu menyincing plastik hitam kecil. “Hardisk? Terus ini... kamera lagi? Buat apa ini semua?”Dia sangat penasaran tetapi perhatiannya langsung teralihkan oleh dokumen yang menumpuk di area bawah. Ia membolak-balikkan dokumen itu satu persatu.“Ternyata dia sudah membalikkan semua aset atas nama
Seorang wanita dengan wajah yang putih, bibir pucat, dan rambut awut-awutan seperti singa menatapnya tajam. Jantung Kevin berhenti begitu melihatnya. Matanya bahkan melotot dan bulu kuduknya berdiri. Tungkuk lelaki itu terasa meremang dan hampir pingsan.“Mas ngapain?” tanya Dea dengan ekspresi datar. Tak ada lengkungan dibibir ataupun mata.“A-aku...” Kevin tergagap karena spot jantungnya yang tak terkontrol. Dea segera melirik ke pangkuan suaminya, kemudian beralih ke netra lelaki itu. Sorot matanya semakin tajam hingga membuat lawannya menelan ludah.“Aku tidak sengaja menemukan kotak ini, jadi...”“Tidak sengaja?” tanya Dea memastikan. “Iya tidak sengaja,” sahut Kevin dengan cepat.“Tidak mungkin,” tampik Dea. Lelaki itu hanya terdiam.“Ambil saja Mas. Segila itukah kamu dengan harta?” Dea langsung menjauh karena ia tak ingin suaminya melihat matanya yang memanas dan mulai mengeluarkan air. Kevin langsung menahannya.“Dengarkan aku dulu.”“Apalagi!? Omong kosong apalagi yang mau k
Mata Kevin menelusuri keadaan sekitar. Tampak sepi, menyadari itu ia segera masuk ke dalam mobil yang sempat mengklaksonnya beberapa kali. Seorang wanita menyambutnya dengan senyum semringah.“Ngapain kamu ke sini?” tanya Kevin kesal.Bukannya menjawab, wanita itu justru duduk di pangkuannya. Sebelum Kevin masuk, sandaran kursi ia turunkan sehingga dengan posisi ini ia bisa memaksa suaminya untuk berbaring.“Cha! Malu dilihat orang,” protes Kevin ketika Icha mencondongkan tubuhnya.“Di sini tidak ada orang Sayang. Lagian kaca mobilku gelap, tidak ada yang bisa mengintip kita.” Icha membelai pipi suaminya penuh nafsu. Wajah lelaki itu bahkan berubah merah seperti kepiting rebus karena godaan yang ia diberikannya.“Ck! Berhenti,” tolak Kevin yang langsung menjauhkan tubuh Icha. Wanita itu berusaha membuka kerah bajunya.“Sedikit aja,” pinta Icha dengan mata berbinar dan bibir sedikit manyun.“Bukankah aku sudah memberimu jatah kemarin lusa?”“Kurang...” Icha berusaha mencium bibir suam
Icha keluar dari mobil menghampiri Kevin. Wanita itu mengetuk-ngetuk kaca jendela meminta suaminya keluar.“Kenapa lagi?” sungut lelaki itu dengan wajah tertekuk.“Satu jam. Ayo ke rumahku satu jam aja Mas.” Icha memohon.“Tidak. Hari ini aku harus kerja.”“Izin saja beberapa jam, please... Habis ini kita tidak ketemu beberapa minggu loh Mas.”“Ya sudah. Terus kenapa?”“Ck! Kamu ini selalu saja cuek sama aku!” kesal wanita itu dengan menghentakkan kakinya. “Habis umroh aku mau ke UK. Mama ajak liburan ke sana. Jadi ayo habiskan waktu satu jam saja. Setelah itu kamu bisa bebas kan, aku tidak akan mengganggu.”Bukannya menjawab, Kevin langsung menghempaskan tangan istrinya. Ia berniat masuk tapi Icha langsung bersimpuh memegang kakinya. Adegan itu jelas menjadi perhatian umum karena mereka ada di pinggir jalan.“Cha ngapain sih!” seru Kevin berusaha mendirikan Icha.“Aku tidak mau lepasin kamu sebelum kamu turuti permintaanku.”Kevin meremas wajahnya dengan kasar. “Oke oke! Sekarang lep
Sinta tergesa-gesa mendekati Dea. Alis wanita itu nampak berkerut dan matanya melirik ke kanan. Di sana terdapat Michelle yang berjalan sedikit lebih lambat darinya."Bu Dea... saya cari-cari ternyata ada di sini," ucap Sinta membuka percakapan. Mendengar itu, Dea sontak menyahuti, "ada apa Bu?""Saya tiba-tiba punya ide. Pak Andre juga sudah menyetujuinya."Michelle memasang telinganya matang-matang. Sinta duduk mempet pada rekan kerjanya. "Ayo buat paduan suara.""Paduan suara?" Alis Dea terangkat."Iya paduan suara khusus guru-guru muda." Sinta menganggukkan kepala dengan semangat. "Siapa saja?""Kita berdua, Pak Andre, Pak Fadil, Bu Khasanah..." Sinta menyebut nama-nama itu secara runtut. Bahkan jarinya terlipat satu persatu mengikuti hitungannya."Eh Dea. Lihat ini deh..." Michelle merogoh sesuatu dari balik kerahnya. Alis Dea mengerut dan matanya mengerling. Sedangkan Sinta yang sebelumnya tengah mengabsen anggota paduan suara berubah mencebik dan mendengkus.Michelle tersenyum
"Eh eh... Ngapain tarik-tarik suami saya!" Sosor Icha berusaha melepaskan Kevin dari dua orang tersebut."Maaf Bu. Suami ibu tidak seharusnya berkeliaran seperti ini di jam kerja. Apalagi jelas-jelas memakai seragam PNS. Kami harus membawanya ke kantor dinas untuk dimintai keterangan." Lelaki bertubuh sangar itu menjelaskan perkara dengan santun. Namun alis Icha semakin berkerut. "Enak aja main bawa-bawa suami saya! BAPAK TIDAK TAU SIAPA SAYA?!" bentak Icha. Kedua laki-laki yang mencengkeram Kevin saling bertatapan. "Maaf Bu. Sesuai prosedur, saya harus membawa Pak ini ke kantor.""KURANG AJAR! AKU INI ANAKNYA DEWAN SENO! Lepaskan suamiku!" Nafasnya memburu seperti banteng.Teriakan Icha tak digubris oleh kedua orang tersebut. Ia segera memvideo call papanya. Untungnya Seno menjawab panggilannya dengan cepat. "HALLO, ada apa Nak?" tanya Seno lembut."Papa suamiku dibawa dua orang itu!" adu Icha dengan ekspresi panik. Ia mengejar suaminya yang jauh di depan."HEY! Liat ini!" Icha men
Dea berjalan lunglai ke ruang kantor. Ekspresinya yang sendu, memilukan perasaannya. Sepeninggalan Andre menyisakan ruang sepi di hatinya. Entah apa yang pria itu lakukan, langkah yang tergopoh-gopoh membuat atmosfer di sekitarnya terasa beku. "Dia mau ngapain ya? Tiba-tiba pergi gitu aja," batin wanita itu. Sedari tadi helaan napas keluar dari hidungnya. Ia hanya bisa menyandarkan wajahnya pada salah satu tangan. Mematut pintu masuk tempat berlalu lalang guru dan murid sekolahan ini."Bu Dea," panggil Sinta yang baru saja masuk. Dea merespon dengan naiknya kedua alis."Mulai besok kita latihan ya? Lusa kan sudah ujian. Waktu kita hanya seminggu. Kecuali kalau weekend sukarela ikut latihan." Wanita itu mendekatkan diri pada Dea. "Mau ya? Semua orang nanyain Bu Dea.""Em..." Dea bergumam, Sinta menunggu harap-harap cemas. Melihat ekspresi rekan kerjanya yang menggemaskan membuat Dea tersenyum. Wanita itu lantas menjawab, "Iya Bu. Besok pulang sekolah atau gimana?""Besok kan banyak j
"Ayo!" jawab Dea penuh antusias. Mata wanita berbinar terang disambut senyum lebar suaminya. Kevin mematut kedua pupil istrinya dengan hangat. Karena tak ada sahutan dari suaminya, Dea pun melanjutkan dengan pertanyaan, "kita liburan ke mana Mas?" Alisnya yang terangkat masih menyadarkan seberapa besar gelora di hati wanita tersebut."Bali." Jawaban yang singkat itu melebarkan netra Dea."Terus kita lanjut ke Nusa Tenggara. Di sana banyak destinasi baru, terutama ke pantai pink yang kamu inginkan dari lama."Jantung Dea berdegup kencang, pipinya memanas, dan rasanya ia ingin berteriak. Namun ia tahan, memilih memeluk lengan suaminya dengan gemas."Beneran Mas?" Dea menatap penuh harap. "Iya Sayang. Kapan sih Mas bohong sama kamu."Wanita itu langsung menyipitkan matanya. Kemudian Kevin membisu merasa ada kesalahan yang ia lupakan. "Sebelumnya Mas hanya diam, tidak menceritakannya saja sampai kamu tau sendiri, hehe...," kekeh lelaki itu sembari menggaruk kepala. Dea mendengkus sebe