Kevin mengendari kuda besinya dengan kecepatan tinggi. Hatinya sangat dongkol karena ditekan bercerai dengan Dea. Bagaimana dia bisa melepaskan wanita yang sulit didapatkan. Bahkan setelah memilikinya Kevin harus menghadapi orang-orang yang menginginkan istrinya secara terang-terangan seperti Nino. Belum lagi Andre yang secara inplisit berusaha mengambil hati Dea.Meskipun begitu ia merasa bangga bisa memiliki Dea. Dengan melihat kegilaan pria lain saat ingin merebut Dea membuat Kevin puas. Dia mendapat wanita yang didambakan banyak orang."Sial sial sial!" geramnya. "Kenapa aku harus menceraikan Dea! Bukankah yang lebih pantas aku ceraikan itu Icha! Kenapa harus Dea. Kenapa juga aku tidak berdaya seperti ini!?" rutuknya pada diri sendiri. Ia merasa jadi pria pengecut karena tak tau harus melakukan apa untuk menyelesaikan masalah ini.Tanpa sadar ia memacu motornya dengan cepat dan sudah sampai di kediaman pernikahan pertamanya. Ketika ia memarkir motor ke garasi, Gito baru saja masuk
Kevin membasahi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali. Ia merasakan sensasi pancuran air dingin di setiap inci kulitnya. Kepala yang sebelumnya berdenyut perlahan mengalami relaksasi. Ia bahkan menarik dan mengeluarkan napas yang panjang seakan membuang racun dari dalam tubuhnya."Hahhh..." helanya panjang dengan kedua tangan menempel di dinding. Ia melakukan peregangan otot punggung yang menegang."Andre," lirihnya mengingat rival yang Ia benci."Lagi-lagi nama itu mengusik hatiku." Kevin mengepal tangannya kuat."Kalau dipikir-pikir, Nino lebih beringas dari dia. Tapi kenapa setiap mendengar namanya hatiku sakit? Padahal dua cuma melakukan sesuatu yang sepele dan tak memiliki kesan mendalam. Tapi..."Lelaki itu menengadahkan wajahnya ke atas agar tersiram air shower. Dentikan air jatuh ke kepala Kevin tanpa henti.Setelah puas ia mematikan peralatan mandinya dan mengibaskan rambutnya hingga muncrat tak beraturan mengenai dinding kamar mandi."Kruk..." suara perut menusuk telinganya. "Ak
Mendengar pertanyaan papanya, Kevin terdiam. Rita meliriknya penuh arti. Dengan bibir yang bergetar Kevin pun menjawab, "masalah cafe. Kevin sudah mengurusnya sebagian. Untuk pengalihan usaha masih dalam proses tetapi Kevin sudah memberitahu Nino selaku investor dan beberapa karyawan jika ownernya akan ganti."Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan omongan. Gito menunggunya dengan sabar."Tapi ada satu masalah lagi Pa," ucap Kevin.Kedua alis Gito terangkat. "Apa?""Selama tiga bulan ini, Icha memotong gaji semua karyawan. Jadi aku berniat menggantinya. Tapi..." ia menggantung kalimatnya takut jika keputusannya salah."Tapi apa?" tanya papanya."Em... Kevin sudah tidak punya. Jadi Kevin berniat mengganti gaji karyawan yang dipotong itu dari laba bulan depan. Itu artinya Dea tidak akan mendapatkan laba cafe bulan depan." Kevin mengatakannya dengan takut-takut, ia melirik istrinya penuh arti. Gito menyorot matanya penuh kekesalan.Karena tidak ingin masalah semakin runyam, Kevin langs
"Hari ini aku berangkat sama Mas Kevin Ma," ucap Dea pada Rita yang sedari tadi mengomel memperhatikan setiap anggota keluarga. Dea dan Kevin akan berangkat kerja, sedangkan Gito akan bertemu dengan Levi sesuai diskusi semalam."Iya Sayang. Ini bekal sama obatmu." Rita menyerahkan tas kecil dan mencium kening Dea dengan lembut."Makasih Ma.""Punyaku mana?" tanya Kevin yang memamerkan tangan kosong. "Beli aja.""Ya ampun Ma.""Sstt! Sana berangkat, keburu siang," usir Rita mendorong anak menantunya menjauh. Dea dan Kevin hanya saling melirik dan masuk ke dalam mobil. Gito yang baru keluar dari rumah pun segera mencium kening istrinya. Lelaki paruh baya itu menenteng berbagai berkas di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan sibuk membuka pintu mobil."Semua sudah Mas serahkan ke Papa?" tanya Dea pada suaminya. Kevin menoleh ke arahnya dan menjawab, "Sudah.""Em..." Gumam tersebut menarik perhatian Kevin."Kenapa?" "Tidak.""Hm... hari ini jadi tidur sama Mas kan?""Liat nanti saja
"Ma-maaf Pak. Saya belum bisa menerimanya," jawab Dea dengan menundukkan kepala.Andre mengerutkan alis. "Kenapa? Bukankah masalah Bu Dea sudah selesai?" "I-itu..." Wanita itu tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Masalah seakan sudah usai dan Dea juga memutuskan tetap bertahan dengan pernikahannya sesuai permintaan mertuanya. Namun di dalam lubuk hatinya ada sesuatu yang mengganjal. Ia tidak merasa semua masalahnya sudah terselesaikan dengan baik, dia tidak ouas dengan hasil seperti ini."Lalu kapan kamu mau nerima ini De?" tahya Andre membuang statusnya sebagai kepala sekolah di hadapan wanita yang dicintai nya.Dea hanya menggelengkan kepala. Mata beriris coklat perlahan basah. Ia bahkan mengeratkan kedua bibirnya yang merah mudah."Jangan gantung aku seperti ini De," keluh Andre menatap sendu kepadanya. Dea langsung mendongakkan kepala seakan tak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulut kepala sekolahnya."G-gantung?" tanyanya tak percaya. Andre masih terdiam."Kapan saya gantun
Kevin yang menyadari sesuatu aneh terjadi pada istrinya segera melompat keluar. Raut wajah menegang dengan mata sedikit memerah membuat emosi Kevin membuncah. Ia mencengkeram erat kedua lengan Dea. Napas yang terengah-engah membuatnya mengedarkan pandangan, mencari tau apa yang terjadi.Sudut netranya menangkap sosok lelaki yang ia benci, Andre. Kevin melirik sinis ke arahnya, dan disambut dengan tatapan sendu."Ada apa? Kenapa kamu seperti ini?" tanya Kevin kepada Dea. Wanita itu menghembuskan napas panjang untuk menetralisir kegugupannya."Tidak ada. Aku capek Mas. Pengen pulang.""Beneran hanya itu? Apa gara-gara lelaki itu?" Alis Dea langsung berkerut, ia menoleh ke belakang menuju arah pandangan suaminya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah kumpulan murid baru keluar dari lobi, tapi setelah itu dia baru mengetahui jika Andre menatapnya dengan murung.Tenggorokan Dea seakan tercekat melihat pemandangan tersebut. "Benar gara-gara dia?" tunjuk Kevin yang bersiap mendekati And
Pagi pun tiba, Rita sekali lagi berusaha bernegoisasi dengan menantunya. "Bagaiaman kalau diantar Papa?""Tidak. Papa kan harus urus bisnisnya." Dea sibuk memasang helm."Tidak masalah kalau mengantarmu sebentar Sayang.""Tidak Ma... Nanti ribet kalau harus nunggu Papa. Lebih enak berangkat sendiri, sekalian ke rumah Mas Levi lebih cepat." Sekarang Dea menaiki sepeda motor dan menstaternya. "Dea berangkat Ma. Assalamualaikum."Ia tak ingin berlama-lama mengobrol dengan mertuanya. Bisa-bisa urusannya makin runyam kalau terus meladeni Rita. Meskipun ada rasa bersalah karena membangkang, tapi ia tak ingin menambah masalah lagi. Apalagi Levi akan membahas sesuatu yang sensitif, meskipun dia tidak tau masalah apa. Tapi dia sudah berniat untuk menanyakan kelanjutan masalah Nina pada kakaknya tersebut."Huft... oke. Sekarang fokus kerja, jangan alihkan pandangan ke hal lain," ucap wanita itu ketika sampai di depan sekolah tempatnya mengajar. Ia cukup waspada dengan Andre. Sementara waktu dia
"Pak Gito kemarin ke sini. Kevin serahin cafenya ke kamu Dik?" tanya Levi membuka percakapan. Ia mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan adiknya mengenai tujuan pertemuan mereka."Iya." Dea kembali duduk dengan nyaman di atas sofa. Ia cukup malas berbasa-basi."Hm... Bisnis mertuamu berkembang sangat pesat. Ternyata dia lagi bangun beberapa bisnis. Kemarin aku disuruh mengurus beberapa hal, terutama kontrak dan perjanjian kerjasama dengan koleganya.""Mas bisa langsung ke topik kita nggak? Aku harus segera pulang, capek," keluh Dea dengan wajah masam. Dia sangat mengenal kakaknya, jadi ketika Levi berusaha menyembunyikan sesuatu atau memiliki maksud lain Dea bisa menyadarinya dengan cepat. Dan kali ini dia akan memotongnya secepat mungkin agar tidak melebar kemana-mana.Lelaki itu menghela napasnya bentar. "Ini." Dia menyodorkan tas yang ia tenteng.Dea menatap sebentar itu dengan penuh tanda tanya. "Ini apa?""Ini warisan dari Oma yang dia berikan ke kamu. Sekarang aku kembalikan se