Kevin langsung menggelengkan kepala sembari tersenyum. "Tidak. Ayo masuk," ucap lelaki itu yang langsung menggandeng istrinya. Dea nurut dan mengikuti Kevin. Mereka menuju makan. "Temani Mas ya," pinta Kevin dengan mendudukkan istrinya perlahan."Biar aku siapkan Mas." Wanita itu mengambil piring dan sendok. Kevin memperhatikan gerakan gesit istrinya dalam diam. Rasanya sangat senang karena ia mendapat perlakuan manis dari Dea."Adik nggak makan lagi?" "Tidak. Adik masih kenyang.""Udah minum obat?" Dea menganggukkan kepala dan menjawab, "udah."Senyum tipis hadir di wajah lelaki itu. "Tadi di sekolahan gimana?""Biasa aja.""Mama nggak ngerepotin?""Tidak. Justru makin seru karena ada Mama. Banyak rekan kerjaku yang suka sama Mama." Nampak ekspresi antusias tercetak di wajah istrinya. Kevin sangat lega mendengar jawaban tersebut."Oh... syukurlah kalau begitu.""Segini cukup?" tanya Dea sembari menyodorkan piring ke suaminya."Cukup.""Selamat makan Mas.""Selamat makan," sahutan
Tepukan tangan tersebut berhasil mengejutkan kedua orang yang berada di dalam kamar. Kevin yang sebelumnya memijit tubuh istrinya langsung mematung. Dan Dea yang terpejam menikmati tekanan lembut dari suaminya langsung membuka kedua netranya. Wanita paruh baya yang Dea minta untuk segera pulang kini sudah tiba. Dia tersenyum sinis menatap putranya yang sedang gelagapan seperti ketahuan mencuri. Sedangkan Dea tersenyum tipis mendapati kehadiran mertuanya di waktu yang tepat."Bagus!" Rita masih menepuk tangannya dengan girang karena berhasil menangkap basah pencuri. "Bisa-bisanya kamu meminta uang pada putriku yang sedang sakit.""T-tidak Ma." Kevin langsung berdiri dan menjauh dari istrinya."30 juta? Kenapa kamu meminta uang sebanyak itu pada Dea?" interograsi Rita memojokkan Kevin.Putranya semakin menepi ke pojok karena mamanya menekan dengan langkah yang semakin mendekat."Jawab!" seru Rita yang seirama dengan masuknya Gito. Suasana semakin menegang karena lelaki paruh baya ters
"Selama ini Kevin belum memberikan laba cafe ke Dea. Kevin hanya memberikan ke Icha. Tapi Icha menghabiskan semua uang itu tanpa sisa, sekarang Kevin menanggung hutang 60 juta ke Nino dan beberapa gaji karyawan. Kevin sudah mengambil 30 juta dari Icha, tinggal 30 juta lagi." Kevin menjawab itu dengan menundukkan kepala. Rasanya sangat malu mengakui hal yang ia sembunyikan dari lama. Apalagi cafe ini sengaja ia rahasiakan agar bisa bersenang-senang tanpa diketahui keluarganya. Semuanya hancur karena istri sirinya. Dan selama ini istri sahnya belum merasakan hasil cafe yang ia bangun.Rita menghela napas lalu berucap. Tangannya mengepal erat karena rasa kesal bergelora di hatinya. "Selesaikan masalahmu sendiri, jangan minta sepeserpun pada Dea. Apalagi selama ini kamu tidak memberikan sedikitpun uang itu padanya."Mata Kevin melebar. "Tapi Ma. Ini urgent banget. Nino memberikan tenggat waktu sampai jam 8." Ia melirik jam analog yang terpatri di dinding. Dan betul saja, sudah jam 8 tepat
Suasana langsung sunyi saat Gito mengajukan persyaratan. Kevin menatap istrinya dengan dalam, begitu pula Dea. Pikirannya melayang tak menentu mencari keputusan atas pertanyaan papanya. Hingga akhirnya saliva yang terkumpul di mulutnya segera ia telan lalu berucap."Iya. Cafenya aku serahkan ke Dea."Beban dalam hati langsung hilang begitu saja ketika ia menjawab pengajuan papanya."Sekarang buat perjanjian di atas kertas terlebih dahulu."Kevin menganggukkan kepala dan berdiri mengambil secarik kertas beserta materai untuk dibubuhi tanda tangan mereka. Dengan adanya materai tersebut, perjanjian dianggap sah.Kevin menulis sesuai arahan Gito. Dea mengamatinya dalam diam sembari memilin jari jemarinya.Ada banyak narasi yang berputar di kepala wanita itu. "Tanda tangan di sini Dik," tunjuk Kevin kepada istrinya. Wanita itu sempat menatap kedua mertuanya bergantian. Gito dan Rita memberi anggukan agar ia segera menandatangani surat perjanjian sekaligus penyerahan cafe padanya."Beneran
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan dengan semua uang itu?" tanya Nino pada adiknya. Perasaannya sudah dongkol seharian karena memikirkan masalah yang dibuat Nina. Dia yang tidak tau apapun tiba-tiba harus menanggung akibat dari perbuatan wanita itu."Aku berinvestasi ke bisnis Bimo tanpa sepengetahuan Mas Levi. Uangnya belum balik, tapi Mas Levi sedang butuh cepat," jawab Nina dengan menundukkan kepala. Dia tidak tau harus pergi ke mana mencari uang sebanyak itu. Ditambah suaminya mengatakan jika besok akan mengembalikan sebagian harta Dea yang mereka pakai."Levi butuh buat apa?"Adiknya hanya bisa menggigit bibir. Ia kesulitan mengeluarkan jawaban atas pertanyaan kakaknya. " Jawab.""Untuk mengganti uang Dea."Nino tak menanyakan lebih lanjut soal itu. Tetapi ada satu nama yang membuatnya penasaran."Terus kamu pakai uang itu buat investasi ke Bimo?"Nina menganggukkan kepala."Hahh..." Nino menghela napasnya panjang. "Sebenarnya Bimo itu siapa? Kenapa kalian sering terlihat bersama
Dea menatap kepergian suaminya dengan perasaan tidak nyaman. Entah kenapa gelagat Kevin sangat aneh, seakan ada yang dia sembunyikan. Apalagi sedari semalam ia melihat suaminya banyak melamun. Sikap lelaki itu membuatnya penasaran mengenai apa yang terjadi. Atau masalah apa yang menimpa Kevin hingga membuatnya merenung panjang seperti itu."Huft..." Dea menghela napasnya panjang. Ia segera menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri dari lamunan. "Tidak sesuai dengan rencanaku, tapi tak buruk juga dapat cafe itu dengan cara ini," batin Dea.Awalnya ia berniat merampas cafe ketika mengajukan perceraian ke pengadilan. Ditambah alasan cerai karena Kevin menikah lagi sehingga melanggar perjanjian pra-nikah mereka. Konsekuensi yang harus diterima adalah dengan menyerahkan semua harta miliknya kepada korban perselingkuhan. Itu artinya Dea bisa mendapatkan semua aset Kevin tanpa terkecuali.Tetapi semalam mertuanya menekan Kevin untuk menyerahkan cafe yang kebetulan adalah aset terbesar lela
"Jadi cafe ini bukan milik lu lagi, tapi Dea?" tanya Nino setelah mendengar penjelasan sahabatnya. Kevin menganggukkan kepala dan menjawab, "Ya.""Terus nasib gua?" Kali ini lelaki itu menanyakan perihal investasinya yang diberikan kepada cafe."Ya tetap kayak sebelumnya. Bedanya hak milik cafe ini bukan lagi nama gua, tapi nama Dea.""Ohh... berarti masih aman ya?""Aman. Bagian lu lebih aman kalau cafe ini dipegang Dea.""Bener juga omongan lu. Daripada dirampas sama Mak Lampir Icha, khehe..." kekeh Nino yang mengingat kebengisan Icha merampas semua hak nya di cafe ini."Nah bener kan.""Terus Icha udah tau kalau cafe ini sudah pindah tangan ke istri sah lu?" Nino menjadi kepo dengan respon musuh bebuyutannya."Belum. Lu rahasiain ini dari Icha ya. Gua mau urus masalah ini pelan-pelan."Bibir Nino langsung mecebik. "Rahasia-rahasiaan lagi nih. Capek gua," keluhnya."Ya setidaknya jangan kasih tau Icha. Gak perlu lu sembunyiin, penting jangan tiba-tiba kasih tau dia.""Oh... Oke kala
Mendengar deru kuda besi milik suaminya membuat Icha terlonjak senang. Seno dan Maya yang tengah menyantap makanan mereka terperangah melihat putri mereka yang berlari kencang keluar rumah."Mas Kevin!" teriak wanita itu dengan tangan yang sibuk memutar kunci pintu."Aaaa! Kok tidak bilang kalau mau ke sini," ucapnya sembari lari kecil menghampiri lelaki yang dicintainya. Tanpa meminta persetujuan, Icha langsung memeluk erat tubuh suaminya. "Ahaha... Aku senang banget kamu ngasih kejutan seperti ini Mas." Dia berucap dengan mata yang berkaca-kaca. Maya yang mengikuti putrinya keluar langsung mematung melihat pemandangan di depannya.Keceriaan yang dipancarkan anak semata wayangnya membuat dia terharu. Begitu pula yang dirasakan Seno saat ia baru keluar dari dalam. Kevin melepas helm dan menaruhnya di atas jok. Kemudian ia melepas pelukan istrinya perlahan. "Ayo masuk Mas. Di dalam ada banyak makanan. Aku juga mau buatin kamu kopi." Icha menggandeng suaminya dengan erat."Sebentar."