Ucapan Gito membuat dada Dea terasa sesak, bahkan wanita itu sampai mengangkat dadanya karena tak bisa menghirup udara dengan normal melalui hidungnya. Kevin menggenggam tangannya dengan lembut, lelaki itu tau jika istrinya tengah shock. "Hirup pelan-pelan Sayang," pinta Kevin lembut. Ia membantu Dea mengontrol pernapasan yang tengah tersendat. Air mata yang sedari tadi ditahan kini luruh seperti sungai.Rita yang sebelumnya duduk di samping Gito langsung mendekati menantunya, "ayo Sayang... kuasai diri kamu. Semua pasti berat untukmu, Papa berusaha mengusahakan semua semaksimal mungkin," tenang Rita yang sedih melihat menantunya menangis."Benar Sayang. Papa akan mengusakannya semaksimal mungkin, kamu tenang saja. Kami semua ada untukmu," sahut Gito dengan tatapan yang tulus. Dea menganggukkan kepala, ia tak menyangka bisa menyeret Icha ke kantor polisi. Begini saja menghadirkan perasaan lega pada dirinya. PAdahal ia tak tau keputusan hakim mengenai kasus ini, tapi yang terpenting i
"Sini biar Mas bantu," ucap Kevin dengan kaki yang berusaha mengurangi jarak di antara mereka."Tidak perlu Mas. Aku bisa sendiri," tolak Dea dengan dingin, Kevin menghela napasnya pasrah. Ia bisa merasakan frekuensi kehangatan dalam hubungan mereka telah menurun drastis.Sedangkan Dea tanpa sadar menumbuhkan rasa bersalah karena tak bisa melembutkan ucapannya. Ia tak ingin disentuh oleh Kevin, ada rasa sesak mengingat hal-hal yang menyakitkan beberapa waktu lalu. Meskipun suaminya berusaha meminta maaf padanya, tapi ia tak mampu mengikhlaskan dan memberikan kerelaan hati untuk memaafkan suaminya."Ya sudah. Kalau begitu Mas mandi dulu ya Dik. Apa kamu dulu?" tawar Kevin mencoba meluluhkan Dea."Aku dulu Mas." "Iya. Kata Mama, kepalamu jangan sampai terkena air. Kalau perlu bantuan, langsung panggil Mas. Mas akan nunggu di sini." Kevin menatap istrinya dengan hangat, bahkan ketika Dea membalas dengan tatapan datar. Tak ada sedikitpun emosi negatif menyeruak dalam dirinya karena menda
Hari ini dada semua orang berdebar. Mereka tak sabar mengetahui keputusan hakim mengenai kasus penyerangan yang dilakukan Icha kepada Dea. Itu adalah fenomena yang paling ditunggu-tunggu. Ditambah pelaku dalam perkara ini merupakan orang penting dan sulit diganggu.Kedua keluarga itu berkumpul di ruang makan untuk menyantap makanan yang sudah dimasak oleh Rita. Wanita itu sengaja memasak dari subuh untuk menyebarkan kasih sayangnya kepada setiap anggota keluarga. Dan ini memang hobi wanita itu."Apa hari ini aku boleh ikut Papa?" tanya Dea takut-takut. Rita dan Gito saling pandang. Bukannya menjawab ayah mertuanya justru memilih mengangkat telepon yang baru masuk. Pada akhirnya Rita tersenyum lembut dan menatap Dea dengan tulus."Lebih baik kamu istirahat di rumah saja Sayang. Tidak perlu ikut ke pengadilan," ucap Rita. Mereka sudah sepakat untuk meninggalkan Dea agar tidak ikut menyaksikan persidangan nanti. Ini juga demi kebaikan wanita itu. "T-tapi Ma..." Dea berusaha meminta izin
Perintah yang diberikan Gito sontak membuat sepasang suami istri tersebut terkejut. Seakan petir menjalar di seluruh tubuh mereka, tak ada sahutan apapun yang kalur dari mulut keduanya. Dea melirik suaminya dengan tajam.'Apa Mas Kevin beneran mau menjemput Ayah? Aku takut terjadi sesuatu fakta tentang rumah tanggaku terbongkar,' batin Dea sembari menelan paksa salivanya. Sudut alisnya menurun menampakkan seberapa ia gelisah memikirkan kejadian yang akan datang. Tak hanya Dea, Kevin yang duduk di samping wanita itu pun kebingungan harus merespon apa perintah Papanya. Ia menatap istrinya dengan mata yang sedikit berair. 'Bagaimana ini?' tanyanya dalam hati.Namun nahas karena waktu tetap berjalan semestinya. Kedua insan tersebut hanya bisa pasrah menghadapi pagi yang berat ini."Ayo Vin. Kita jemput Mas David," ajak Gito yang masuk ke dalam mobil. Rita yang sebelumnya melepas kepergian menantunya untuk berangkat kerja, langsung mengikuti suami dan putranya."Ayo Pa." Wanita paruh baya
"Saya istri keduanya Kevin Pak Hakim!" teriak Icha menggema ke seluruh ruangan. Betapa terkejutnya para penonton yang menyaksikan persaingan sengit antara pengacara kedua kubu. Wanita itu melirik Kevin dengan tajam, begitu pula semua orang yang mengenalnya. Ia hanya bisa terpaku mendapati sorotan tajam dari mereka. Salivanya yang terkumpul di dalam mulut segera ia telan sebisa mungkin. Rasanya sangat sesak berada di ruang pengadilan. "Saya menyerangnya karena dia mengkhianati saya. Dia juga memprovokasi saya, semua bukti sudah ada. Saya juga punya screenshot percakapan kami! Jadi semua ini salahnya sendiri!" lanjut Icha dengan menggebu-gebu. Keadaan semakin memanas. Kevin yang duduk langsung berkeringat dingin. Tak ada pertanyaan yang terlontar dari mulut keluarganya. David - ayah mertuanya pun tetap dia, tetapi Kevin tau ada getaran emosi di kepalan tangan lelaki itu. "Apa itu benar?" tanya Hakim kepada pengacara Gito. Kedua insan pembela Dea saling melempar pandang. Pada akhirnya,
Di dalam mobil, suasana sangat hening. Hingga terdengar dering dengan nyaring di antara mereka. Semua orang mengecek ponsel masing-masing. "Hallo Sayang," jawab Rita."Mama aku sudah ada di rumah. Apa persidangannya sudah selesai?" tanya Dea di seberang telepon. Rita yang sedari tadi berusaha membendung air mata kini tumpah tanpa diminta. Gito dan David yang mendengar suara putri mereka langsung terenyuh mengetahui fakta selama persidangan berlangsung."S-sudah Sayang. Kita lagi di perjalanan pulang.""Oh iya. Hati-hati di jalan ya Ma. Dea tutup dulu teleponnya."Sambungan telepon pun langsung terputus. Kini menyisakan isakan tangis Rita yang semakin mengeras."Pak D-david... M-ma..." ucap Rita terbata-bata."Sudah Bu Rita. Tenangkan diri Bu Rita dulu," tenang David yang tak tega melihat besannya lemas. Gito yang ada di sampingnya pun sedari tadi menundukkan kepala. Ia ingin melepas wajahnya karena dirundung rasa malu."T-tapi Pak." Rita mencoba melanjutkan ucapannya, tetapi David me
Semua orang masuk ke dalam, Rita sudah menangis sesenggukan di pelukan Dea. Gito masih menundukkan kepala dan David menghela napasnya panjang."Kenapa kamu menyembunyikan ini semua Sayang?" tanya Rita di tengah tangisannya."Bagaimana bisa kamu menanggung itu semua sendiri?" lanjut wanita paruh baya itu. Dea menatap mertuanya dengan sendu, lalu beralih ke ayah kandungnya. David membalas tatapannya dengan rasa penuh bersalah, tetapi bibirnya kaku untuk bergerak. Dea bersyukur karena ayahnya tampak baik-baik saja.Rita memegang kedua pipi menantunya, kemudian mengecup lembut kening itu. Air mata yang sedari tadi membasahi pipinya kini terjatuh ke kepala Dea.Helaan napas terdengar dari Dea. 'Mama dan Papa pasti sudah tau semuanya,' batin wanita itu yang menatap mertuanya dengan sendu. Pada akhirnya ia hanya bisa menundukkan kepala sembari menerima pelukan Rita yang lebih erat dari sebelumnya. Wanita paruh baya itu menangis sesenggukan. Rasa kecewa kepada putranya menghunus ketika berada
Bug!Bogem mentah menghunus pipi Kevin dengan keras. Rita, Dea, dan David terbelalak melihat aksi tersebut."Anak tidak tau diuntung! Rasakan ini!" Kali ini Gito menendang perut putranya dengan keras. Kevin yang tidak dalam posisi kuda-kuda langsung terdorong keras ke belakang. Tangan Gito menghimpit tubuhnya ke tembok dan memberikan hantaman bertubi-tubi. Emosi yang sedari tadi ditahan kini meledak dengan dahsyat."Mas Gito!" David mencoba melerai perkelahian diantara ke duanya. Rita memilih untuk diam dan masih terisak dengan tangisannya. Semakin erat memeluk menantu yang dicintainya. Lastri yang ada di dalam langsung keluar begitu mendengar keributan di ruang tamu. Wanita tua itu menutup mulut melihat kejadian di sana."Papa jangan pukul Mas Kevin Pa!" teriak Dea yang meronta dari pelukan mertuanya. Namun Rita tak ingin melepaskannya karena ia merasa apa yang dilakukan suaminya adalah benar. "Biarkan saja Sayang. Dia pantas mendapatkan hukuman itu." Bukannya melepaskan rangkulan t