Share

Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

Penulis: iin manaf dare
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik.

Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!"

"Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari!

"Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur.

"Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai.

"Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang dari Pendekar Jangkrik dan Brodot.

"Huh! Penipu... Brodot, cepat periksa plat itu! Ingat, semua plat dari Welingan itu berukir saat diraba dengan dengan ibu jarimu!" ucap Pendekar Jangkrik agak sebal. 'Kenapa aku nggak tahu ada tamu seorang mahaguru di penginapan ini?' pikirnya merasa kecolongan dengan keteledorannya.

Dari biliknya, Mahaguru Mpu Mahisa Purwa tersenyum kecil. Dia memperhatikan kericuhan di kedai yang ada di lantai bawah melalui matanya yang terpejam erat saat bermeditasi sesaat.

"Jika kalian sudah memeriksa platnya, biarkan kedua pelayan itu masuk, Pendekar. Jika tidak, kudengar, Prabu Anggono Darma Parama sangat menghormati Mahaguru Mpu Mahisa Purwa ini. Kalian bisa kena amarahnya kelak," ucap Bagas Satrio sengaja menakuti Pendekar Jangkrik dengan bibir tersenyum sinis.

Pendekar Jangkrik merasa digurui oleh Bagas Satrio, gegas mengintimidasinya dengan sikap sombong dan arogan. "Sebaiknya Kalian jangan ikut campur! Penginapan ini sudah dipesan oleh Kang Jaran Ireng dari Padepokan Colo Ireng. Termasuk kedai ini akan menjadi tempat persinggahan khusus kaum bangsawan yang kelelahan sebelum tiba ke ibukota. Dan rakyat jelata, pengemis, kaum miskin dilarang keras masuk ke sini. Paham!" ujar Pendekar Jangkrik pada Bagas Satrio dan Bimasena.

Bagas Satrio memilih tak mengatakan apapun. Dia kembali menyeruput wedang jahe dari batok yang dipegangnya dengan wajah dingin.

Pendekar Jangkrik kesal pada sikap Bagas Satrio hingga mendengus cukup keras. "Awasi rombongan itu!"

"Mereka siapa, Kakang? Kok bisa masuk kemari? Emang sih, pakaian mereka menunjukkan mereka masih dari golongan bangsawan meski nggak menunjukkan bangsawan yang kaya raya," tanya Brodot penasaran pada Pendekar Jangkrik.

"Kudengar, pemuda yang sok jago tadi saat masuk menunjukkan plat saudagar kaya dari Welingan dan mereka juga membawa undangan yang diberikan oleh Raja Welingan," sahut Pendekar Mprit membantu memberikan jawaban pada Brodot.

"Hm, pantas saja sombong. Huh, harus dikasih pelajaran!" ucap Brodot seraya mengepalkan tangan.

"Sudah abaikan. Bagaimana Brodot?" bisik Pendekar Jangkrik.

Brodot nampak terperangah. "Kakang, ini plat khusus anggota keluarga kerajaan Welingan."

"Kudengar Mahaguru Mpu Mahisa Purwa memang salah satu sesepuh di istana Welingan. Beliau guru ketatanegaraan Putra Mahkota Bagas Satrio dan Putri Kencana Mukti," sahut Pendekar Jangkrik pelan. Dia mengembalikan plat itu pada Aki Banjur. "Masuklah, temui junjungan Kalian di lantai atas bilik ketiga dari kiri. Dia sudah lama menunggu kalian. Kami hanya menjalankan prosedur saja, Kisanak."

Aryandaru tak menggubris ucapan Pendekar Jangkrik. Dia langsung berlalu ke arah yang baru disebutkan. Namun dia diam-diam melirik ke arah Bagas Satrio penuh tanda tanya. 'Siapa mereka?'

"Berani sekali dia menunjuk wajah junjunganku dengan tangan dekilnya," gerutu Bimasena sangat marah dengan tangan terkepal pada Pendekar Jangkrik dan anak buahnya.

"Sudahlah. Kita tetap harus menyembunyikan identitas dan kemampuan kita sebelum berhasil menemukan Kakang Ndaru," bisik Bagas Satrio dengan kepala menunduk.

"Kakang Gusti Bagas, apa kau mengenal pemuda itu?" bisiknya penasaran dengan kepala menunduk menghindari pandangan orang-orang di kedai yang mulai memperhatikan mereka diam-diam.

"Tidak. Aku belum kenal. Tapi wajah pemuda itu seakan mengingatkanku pada seseorang, Bima. Lagipula, mereka itu ternyata pelayan setia Mpu Guru Mahisa Purwa. Seingatku pelayan setia beliau masih ada di Padepokan Langitan. Kita awasi saja mereka," ucap Bagas Satrio berbisik.

Bimasena gegas melirik ke arah lengan Aryandaru diam-diam. "Benar Gusti, wajahnya seakan mengingatkan pada seseorang yang kita kenal. Aku ingat, romoku pernah menemui Mpu Guru Mahisa Purwa secara khusus atas perintah Gusti Prabu sebelum kita berangkat. Mungkin untuk menyerahkan plat khusus itu pada Kakek Guru."

"Sebaiknya kita lihat dulu, Bima. Dari gerakan kakinya saat menendang Pendekar Jangkrik sangat jelas menunjukkan jika dia pemuda yang mumpuni. Kurasa tenaga dalamnya pun sangat tinggi," ujar Bagas Satrio menilai kemampuan Aryandaru menghindari serangan Pendekar Jangkrik sekaligus mematahkan serangannya secara cepat.

"Kalian berdua kenapa berbisik seperti itu? Dan Kakang Bagas Satrio, kenapa kau ikut campur dengan urusan pendekar tengik itu?" tegur seorang gadis dengan suara berbisik di hadapan Bagas Satrio dan Bimasena.

Gadis itu nampak masih belia berwajah cantik namun ditutupi dengan cadar putih transparan. Di pinggangnya terselip pedang pipih dan di punggungnya menggantung anak panah beserta busurnya. Rambutnya panjang hitam terikat rapi dengan pita berwarna keemasan bermotif bunga teratai

"E... Nimas, sebaiknya sembunyikan dulu gelang pernikahanmu untuk sementara. Aku takut ada yang terpicu saat melihatnya nanti. Bagaimanapun lambang kerajaan welingan terlukis jelas di kedua sisinya," ucap Bagas Satrio tiba-tiba mencemaskan keselamatan adik sepupunya.

Dewi Kencana Mukti gegas menarik bandul kalung ke dalam jarik kebaya yang dipakainya. Namun rasa penasaran tetap membuatnya kembali bertanya. "Kakang Pangeran, kenapa pemuda lusuh itu memiliki plat anggota kerajaan Welingan? Apa selain dirimu, masih ada kangmas ku yang lain?"

"Huss! Maksudmu Gusti Prabu punya anak dari selir?" tegur Bimasena agak ketus.

"Bu-bukan gitu, Bima. Setahuku yang boleh memegang plat itu hanya yang berdarah-" ucap Dewi Kencana Mukti terputus lalu wajahnya pucat pasi. Dia menatap Bagas Satrio dengan mata berkaca-kaca.

Bagas Satrio mengangguk dengan sudut mata juga menggenang air mata haru. "Itu kabar baiknya, Nimas. Tapi bisa jadi bukan dia sosok yang kita cari. Sebaiknya seperti ini saja dulu. Kita akan membayang-bayangi perjalanan mereka nanti. Kudengar kita punya tujuan perjalanan yang sama."

"A-aku merasa bahagia Kangmas. Setidaknya, pencarian kita tidak bertemu jalan buntu lagi," ucap Dewi Kencana Mukti dengan mata sayu. Sejak dia diperintahkan mencari jejak calon suami yang belum pernah diketahui rupa dan sosoknya, sudah membuatnya putus asa dan tak yakin bisa menemukannya. 'Paman Prabu menitahkanku untuk melajang seumur hidupku bila tak bisa menemukan keberadaan Kangmas Ndaru!'

"Ssst, hapus air matamu, Gusti Dewi. Anak buah pendekar Jaran Ireng semakin banyak berdatangan," tegus seorang gadis yang terlihat lebih dewasa dari Dewi Kencana Mukti. 'Dan Aku juga ikut bahagia, Gusti Dewi. Sebab bila kau tak diijinkan menikah, sebagai dayangmu pun dilarang menikah seumur hidup!'

Dewi Kencana Mukti menghapus sudut matanya dengan ujung jarik kebaya bersulam emas bergambar bunga mawar merah kecil dengan daun hijau tiga helai.

"Kudengar, bunga yang disulam pada ujung jarik itu, hanya boleh dikenakan oleh seorang putri adipati atau putri mahkota saja, Kangmas," bisik Seno Wedus sengaja mengejutkan Aryandaru.

Aryandaru nampak salah tingkah saat seseorang berbisik di telinganya. Dia sedang bersembunyi di balik jeruji anak tangga pura-pura terkejut sekaligus namun agak malu pada Seno Wedus, karena ini pertama kalinya dia memperhatikan seorang gadis sangat serius.

"Sudahlah, kita bahas di dalam saja," ujar Dayang Selasih berbisik. "Ayo Kakang Banjur, sebentar lagi pelayan akan mengantarkan makanan pesanan Mpu Guru Mahisa Purwa."

"Ini baru benar, makan dulu, Kangmas, hehehe," ucap Seno Wedus. Namun ujung matanya diam-diam melirik Dewi Kencana Mukti dengan perasaan gundah. 'Siapa gadis itu? Kenapa mengingatkanku pada seseorang?'

Aryandaru mengulum senyum melihat sikap Seno Wedus. Dia sengaja menyentil telinga Seno Wedus seraya berkata pelan. "Jangan bilang Kau pun tertarik padanya. Ayo cepat jalannya."

Seno Wedus meringis dan langsung protes. "Jangan cemburu begitu, Kangmas."

"Sudahlah. Ayo jalan," tegur Aki Banjur mengingatkan Aryandaru dan Seno Wedus agar tak terlalu gaduh.

"Baik Bopo."

"Baik Paman."

Aryandaru gegas mengejar langkah Dayang Selasih yang sudah lebih dulu tiba di bilik Mpu Mahisa Purwa. Di belakangnya, Seno Wedus mengekor dengan sikap siaga dan senjata terhunus di pinggang kirinya.

Setelah menunggu kedua muridnya masuk ke dalam bilik Mpu Mahisa Purwa, diam-diam Aki Banjur mencari celah untuk naik ke atas penginapan setelah dia memberikan sandi Welingan pada pemuda yang dipanggil Bagas Satrio!

Bagas Satrio terperangah saat melihat gerakan jari kanan Aki Banjur dari atas pagar tangga kayu. Dia masih memperhatikan gerak-gerik Aki Banjur dan Aryandaru sejak tadi.

Bimasena pun ikut terperangah. Dia berbisik pada Bagas Satrio. "Kakang Pangeran, kenapa dia mengetahui sandi internal Keputren Welingan?"

"A-ku juga sangat terkejut. Dia mengajakku untuk bertemu di atap," sahut Bagas Satrio berusaha keras menyembunyikan kegusarannya. Bagas Satrio gegas bangkit dari duduknya, namun....

"Kisanak, mau kemana? Bukankah kalian tidak memesan kamar untuk menginap malam ini?" tegur Pendekar Mprit menghalangi langkah Bagas Satrio dengan menancapkan golok ke atas meja.

"Kisanak! Kurang ajar sekali sikapmu!" tegur Bimasena kesal seraya mencabut golok dari meja dan membuangnya kasar ke lantai yang dilapisi papan. Golok itu menacap cukup dalam.

"Hey! Jangan bikin gaduh di sini!" tegur Brodot geram menuding ke arah Bimasena.

"Kakang Pendekar, Aku memang mau ke lantai atas. Kami kan saudagar dari Welingan. Sudah sepatutnya memberi salam pada mahaguru Mpu Mahisa Purwa. Mohon pengertianmu, Kakang Pendekar semua," ucap Bagas Satrio dengan membungkuk ke arah Pendekar Jangkrik.

"Sudah! Biarkan saja, Brodot. Ingat Kalian jangan macam-macam ya. Sebentar lagi pasukan dari Colandra akan singgah di sini. Kalian bisa dengan mudah dimusnahkan. Tapi mengingat kalian adalah tamu istana Badaskara, pasukan Colandra tak akan mengganggu kalian. Jadi bersikap baiklah kepada kami, Kisanak!" ucap Pendekar Jangkrik mengajak bernegosiasi secara halus.

Bimasena bermaksud menjawab, namun Bagas Satrio lebih dulu menjawab. "Kami tidak akan menginap, Kinasak. Setelah memberi salam pada Mpu Guru, kami akan melanjutkan perjalanan ke ibukota Alaska, mengingat barang dagangan kami masih banyak yang belum terjual."

Pendekar Jangkrik melirik sekilas pada Dayang Lastri yang sedang berbisik pada Dewi Kencana Mukti. "Apa kedua gadis itu istri kalian? Atau pelayan?" tanyanya tiba-tiba.

Bimasena gegas menarik pedang dari pinggangnya. "Apa maksudmu membicarakan wanita kami, Kisanak? Sangat tidak sopan!"

"Bukan, mereka berdua itu adikku, Kisanak," sahut Bagas Satrio cepat.

"Hmm, adikmu sangat cantik Kisanak. Lain kali, jika kita bertemu lagi, biarkan dia menemaniku minum-minum sebentar, bagaimana? Dan aku akan memudahkan urusanmu selama berada di ibukota Alaska."

"Kurang ajar! Jaga ucapanmu, Pendekar! Kau sudah menghina adikku!" maki Bimasena sangat marah seraya mendorong tubuh Pendekar Jangkrik sangat keras. "Terimalah ini!"

BUUGHH!

ARGHH!

Tubuh Pendekar Jangkrik jatuh terjengkang dengan leher sedikit tergores pedang milik Bimasena. Suara mengaduh Pendekar Jangkrik cukup keras terdengar. "Bangsat... pukulan tenaga dalam Gada Iblis! Siapa mereka?" gumamnya terkejut seraya menahan nyeri di bagian perut.

"Bangsat! Kamu berani memukul Kakang Jangkrik. Cepat habisi mereka semua!" teriak Brodot pada semua murid-murid Colo Ireng yang sedang ngaso di luar kedai.

Brodot dan Mprit gegas mengepung Bimasena dan Bagas Satrio seraya menghunus pedang ke arah keduanya.

Perkelahian pun tak terhindar lagi. Bagas Satrio lebih memilih berkelahi dengan tangan kosong dan tak berniat mengeluarkan jurus andalannya demi menjaga identitas aslinya agar tak cepat terbongkar.

Pendekar Jangkrik tersenyum miring seraya bangkit dari lantai. Dia gegas menghampiri Dewi Kencana Mukti dan Dayang Lastri bersama Jalu. "Kedua gadis itu bisa kujadikan hadiah pada Panglima Perang Colandra malam ini," katanya berbisik pada Jalu. "Tangkap keduanya!"

Dewi Kencana Mukti dan Dayang Lastri saling melirik. "Jika terpaksa, bunuh saja mereka!" bisiknya pada Dayang Lastri.

"Baik Gusti Dewi!"

Haaaiat!

Tubuh Dayang Lastri dan Dewi Kencana Mukti melenting ke bubungan atas saat Pendekar Jangkrik hendak menangkap bahunya. Lalu keduanya sama-sama berbalik menukik dan melontarkan pukulan tangan kosong ke arah dada Pendekar Jangkrik dan Pendekar Jalu hingga kedua pendekar itu terpental ke belakang beberapa langkah seraya muntah darah.

"Ayo cepat keluar dari penginapan ini, Lastri," bisik Dewi Kencana Mukti seraya melontarkan asap penglimunan ke arah murid-murid Padepokan Colo Ireng.

Dalam sekejap tubuh Dewi Kencana Mukti dan Dayang Lastri hilang dari pandangan mata. Namun dia masih sempat memberikan pesan telepati pada Raden Bagas Satrio dan Raden Bimasena. 'Kakang Pangeran, kami tunggu di pintu masuk kotaraja Alaska!'

"Pergilah, Nimas. Pasukan rahasiaku akan mengiringi kalian," balas Bagas Satrio lewat pesan telepatinya. 'Aku harus menemui paman tadi yang memberi isyarat dengan kode rahasai Welingan, pikir Bagas Satrio melontarkan sirep angin pada lawan-lawannya di kedai.

"Ayo pergi, Bima!" Tubuh Bagas Satrio dan Bimasena pun lenyap seketika dari pandangan mata.

"Sialan! Kemana mereka!" maki Brodot dan Mprit bersamaan. Keduanya terlihat geram, terlebih banyak anggotanya yang jatuh terluka tak berdaya terkena pukulan tenaga dalam Bimasena dan Bagas Satrio.

Aksi Dewi Kencana Mukti, Dayang Lastri juga Bimasena dan Bagas Satrio membuat seseorang berdecak kagum sekaligus cemas. Laki-laki mendekati paruh baya itu nampak begitu disegani oleh orang-orang yang menyapanya.

"Hmm siapa mereka bisa mengalahkan anak buahku?" gumam seseorang yang memakai tudung bambu berwarna putih. Sejak tadi berada di tempat tersembunyi di dalam kedai.

Seseorang berlari menghampirinya dan berteriak. "Kakang, pedagang dari Welingan itu ada yang menguasai jurus tenaga dalam Gada Iblis!"

Laki-laki berusia sekitar 40 tahun itu gegas membuang lintingan rokok lisong dari mulutnya dengan sangat marah. "Cepat panggil pendekar-pendekar dari Colandra yang bersembunyi di lantai atas! Jangan biarkan orang-orang Welingan itu keluar hidup-hidup dari kedai ini!"

"Baik Ketua!"

Aki Banjur yang berada tak jauh dari sana terperangah. "Kenapa dia ada di sini? Bukankah seharusnya dia sudah berada di istana Badaskara? Apa mungkin dia sudah memperkirakan Raden Aryandaru akan singgah kemari?" gumamnya cemas.

Aki Banjur gegas kembali ke bilik Mpu Mahisa Purwa. Tanpa mengetuk pintunya, dia gegas masuk dan langsung berkata, "Mpu Guru, pasukan Colandra dan Jaran Ireng ada di penginapan ini!"

Aryandaru menatap keheranan pada Aki Banjur dan Dayang Selasih yang nampak cemas. "Kenapa Bopo dan Biyung sangat takut saat menyebut namanya? Siapa mereka?"

"Apa orang-orang dari Welingan sudah bertarung dengannya?" tanya Mpu Guru Mahisa Purwa nampak khawatir.

"Belum, kedua gadis itu sudah melumpuhkan lawannya dengan mudah, Mpu Guru. Sepertinya keduanya sudah menuju ke ibukota Alaska."

"Tak apa, tadi ku sempat melihat pasukan bayangan menjaga mereka. Ayo kita tinggalkan tempat ini. Kita harus mengejar kedua gadis itu, Pangeran," ucap Mpu Guru Mahisa Purwa dengan suara tegas.

Aryandaru dan Seno Wedus sama-sama mengerutkan kening. "Emangnya siapa kedua gadis itu, Kakek Guru?"

Bab terkait

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 3. Berkultivasi

    "Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung. Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!""Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas. "Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita." Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar." Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama. "Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan. Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!" "Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seray

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 4. Membuka Identitas

    ARGHHH! Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya. "Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya. Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh. Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar. Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

Bab terbaru

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

    "Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik. Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!" "Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari! "Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur. "Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai. "Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang da

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 4. Membuka Identitas

    ARGHHH! Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya. "Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya. Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh. Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar. Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 3. Berkultivasi

    "Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung. Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!""Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas. "Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita." Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar." Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama. "Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan. Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!" "Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seray

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

DMCA.com Protection Status