Share

Bab 4. Membuka Identitas

Author: iin manaf dare
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

ARGHHH!

Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya.

"Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya.

Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh.

Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar.

Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna ke dalam tangan kanan dan kiri Joko Rama melalui pintu jari telunjuknya.

Perlahan kedua tangan Joko Rama berkilau kemerahan bercampur emas. Urat-urat tangannya bahkan terlihat jelas menyatu dengan sebilah golok di dalamnya!

"Bagus! Cukup Banjur! Selasih!" ucap Mpu Mahisa Purwa seraya membuka mata.

Dalam sekedipan mata, jiwa halus Joko Rama pun kembali melesap masuk ke dalam tubuhnya yang masih dalam keadaan duduk meditasi di sebelah Mpu Mahisa Purwa.

Aki Banjur dan Dayang Selasih nampak kelelahan. Keduanya kemudian menyatukan kedua tangan untuk saling mengobati luka dalam akibat melepaskan golok ghaib dari tubuh mereka.

Mpu Mahisa Purwa pun membantu menyalurkan tenaga dalam untuk membantu mempercepat pemulihan luka dalam Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Joko Rama perlahan membuka mata. Dia merasa terlahir kembali dengan tubuh yang jauh lebih kuat dan tangguh dari sebelumnya. Dia mencoba menggerakkan kedua tangannya, dan tersenyum.

"Aku bisa merasakan keberadaan Ki Naga dan Ki Maung dalam kedua tanganku," gumam Joko Rama merasa puas. Dia pun duduk tenang kembali, menunggu Mpu Mahesa selesai menolong Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Joko Seno tersenyum senang saat menghampiri kakak sepupunya. "Selamat Kangmas, kultivasi pertamamu berhasil sempurna."

"Aku nggak ngerti soal kultivasi ini, Seno. Semua seperti mimpi. Tiba-tiba saja aku menjadi ahli waris kedua golok ghaib legendaris ini," jawab Joko Rama pelan.

"Kakang, kita harus tanyakan hal ini pada mereka. Rahasia apa yang sudah mereka sembunyikan selama ini?"

"Benar katamu, Dimas Seno. Ayo," ajak Joko Rama mengajak duduk berlutut di hadapan Mahaguru Mpu Mahisa Purwa yang sedang menstabilkan tenaga dalam Aki Banjur dan Dayang Selasih.

"Mahaguru, kenapa Aku yang menjadi ahli waris Golok Naga Iblis dan Golok Maung Iblis?" tanya Joko Rama serius.

"Yang menjadi milikmu kelak hanya Golok Naga Iblis saja, Ngger. Kelak, Golok Maung Iblis akan menjadi mahar untuk calon istrimu kelak," ucap Mpu Mahisa Purwa pelan. Namun itu belum menjawab pertanyaan Joko Rama.

"Guru, aku masih belum mengerti. Lagipula mana ada gadis yang sudi kunikahi. Kau lihat sendiri bukan? Tubuhku kurus, kulitku legam dan ada sedikit kudis di tumitku. Mana ada gadis yang mau diberi mahar sebilah golok, Mpu Guru. Pasti kepingan emas yang mereka mau! Bopoku sangat miskin!" ujar Joko Rama sangat jujur.

Mpu Guru Mahisa Purwa mendengkus berat. "Jika aku tidak lupa, calon istrimu itu masih bersaudara dengan Raden Seno. Kabarnya gadis itu sudah melakukan perjalanan untuk mencari kalian berdua saat ini."

"Saudara perempuanku?" tanya Seno Wedus dengan mata berbinar.

"Siapa?" tanya Joko Rama antusias.

"Guru, sebaiknya kita katakan saja identitas mereka. Bukankah kedatanganmu sudah menandakan keduanya harus menyusun rencana agar bisa secepatnya kembali ke istana Badaskara?"

Joko Seno langsung bersuara. "A-pa maksudmu, Paman? Siapa yang harus kembali ke istana?"

"Joko Rama adalah pangeran dari istana Badaskara. Sedangkan kau, Seno, pangeran dari kediaman Panglima Perang Badaskara!" jelas Mpu Mahisa Purwa pelan.

Joko Rama menatap Aki Banjur dan Dayang Selasih penuh tanda tanya. "Bopo, maksud Mahaguru, engkau adalah bangsawan di istana Badaskara? Apakah dirimu seorang raja?" 

Joko Seno langsung menatap Joko Rama. "Apa maksud perkataan mereka Kangmas? Kenapa kita mendadak menjadi seorang pangeran?"

Dayang Selasih maju ke hadapan Joko Rama dengan beringsut, lalu menjura seraya berkata pelan. "Den Mas Rama anakku, nama aslimu adalah Raden Aryandaru Janardana Parama!"

"Gusti Pangeran Aryandaru? Nama belakangmu, Kangmas sama persis dengan anak bungsu Prabu Badaskara!" ucap Seno Wedus terkejut. 

"Cepat beri hormat pada junjunganmu, Raden Seno!" tegur Aki Banjur menegur Seno Wedus yang belum peka juga pada identitas tak biasa Joko Rama.

"Ampun Kakang Pangeran,"  ucap Seno Wedus seraya berlutut. 'Aish aku kan masih mau bertanya!' keluhnya merasa malu akan kebodohannya.

Joko Rama terdiam. "Apa itu benar? Kenapa aku bisa hidup di luar istana dan kudisan begini?" tanyanya serius.

Aki Banjur gegas melenyapkan penyamaran Joko Rama dengan kesaktiannya. Sekejap kemudian topeng yang melapisi kulit Joko Rama lenyap. Kulit aslinya yang putih kekuningan terlihat bersinar dari balik pakaian lusuhnya.

Joko Rama masih belum percaya pada ucapan Aki Banjur, Dayang Selasih dan Mpu Guru Mahisa Purwa. "Siapa pemilik kedua golok ghaib ini? Jelaskan padaku, Bopo!"

"Pedang itu milik ibu kandungmu, Dewi Anjani, Gusti Pangeran," jelas Dayang Selasih mendahului suaminya berbicara.

"Cukup Biyung! Jangan menyebutku seperti itu terus," protes Aryandaru cepat. Dia masih belum menerima kenyataan sebenarnya.

"Gusti Pangeran, Hamba dan Aki Banjur adalah sepasang suami istri yang menjadi pengawal pribadi biyungmu, Dewi Anjani. Beliau tewas sepeninggal kami melarikanmu dari istana Badaskara. Selir Puspita ingin membunuhmu setelah Prabu Anggono Darma menolakmu menjadi putra mahkota karena engkau dikira bisu," jelas Dayang Selasih merasa bersalah.

Raden Aryandaru terdiam setelah mendengar penuturan Dayang Selasih barusan.  Dia mencoba membayangkan seperti apa rupa ayah dan ibu kandungnya yang selama ini belum pernah dilihatnya.

"Sudahlah Pangeran. Kita harus bergegas meninggalkan tempat ini. Aku harus membawa kalian ke suatu tempat dulu sebelum ke Langitan. Ngger, sudah saatnya kau menyusun rencana. Namun sebelum itu segel kesaktian yang ditanamkan Dewi Anjani dalam tubuhmu harus dibuka lebih dulu," ujar Mpu Mahisa Purwa mulai serius bicara saat matahari sudah tinggal setinggi galah.

"Kita harus segera menyusun rencana untuk masa depan calon raja dan calon panglima Badaskara secepatnya, Banjur," ucap Mpu Mahisa Purwa pelan.

Joko Rama menatap Joko Seno. "Ingat Dimas Seno. Hanya saat kita sedang berada berdua dan ada di dekat orang-orang yang paham identitasku saja, kau boleh menyebutku begitu. Saat kita berpetualang nanti tetap panggil kangmas-mu yang tampan ini seperti biasa. JOKO RAMA!"

Joko Seno tergagap. Dia tersadar akan kesalahannya dan gegas menjura di hadapan Aryandaru. Bagaimanapun remaja yang lebih tua dua tahun di atasnya memanglah seorang putra mahkota asli yang menjadi junjungannya. "Sendiko Gusti Pangeran sudah mengingatkan."

Aryandaru menggangguk tersenyum. "Terimakasih Dimas Pangeran. Aku hanya bermaksud menguji sikapmu saja. Tenanglah."

Tanpa keduanya sadari, sejak tadi Mpu Mahisa Purwa, Aki Banjur dan Dayang Selasih sudah menyimak diam-diam. Ketiganya merasa puas dengan sikap bijaksana dan ketegasan Aryandaru juga sikap patuh dan kesetiaan Joko Seno.

Aki Banjur dan Dayang Selasih mengangguk setuju dengan keputusan Mahaguru Mpu Mahisa Purwa. "Baik Mpu Guru."

Aryandaru mendengkus berat. Di pelupuk matanya terbayang kerinduan akan wajah ayah kandung yang tega membuangnya. Mendadak dia merasa rindu, dan ingin menyambangi makam sang Biyung yang belum diketahui ada di mana. "Mpu Guru, Bopo dan Biyung. Sebelum tahu siapa lawanku,dan membuka segel dalam dada ini, mohon antarkan ke makam biyungku terlebih dulu. Bisakah?"

Aki Banjur dan Dayang Selasih menunduk sedih. Keduanya merasa bersalah karena tak pernah membawa junjungannya berziarah ke makam ibunya. Dia menatap Mpu Guru Mahisa Purwa penuh arti.

"Jangan salahkan Banjur dan Selasih, Ngger. Mereka sengaja tak pernah membawamu keluar dari dukuh Lontar demi menjaga identitasmu agar tak mudah dikenali siapapun sebelum waktunya tiba. Makam biyungmu ada di belakang pesanggrahan milik kerajaan. Kebetulan saudara seperguruanku yang mengurusi pesanggarahan itu. Dan....," ucapan pelan Mpu Mahisa Purwa pun terputus. Dia nampak berat mengatakannya.

"Dan apa, Mpu Guru? Kenapa?" desak Aryandaru sangat penasaran sampai maju beberapa langkah hingga tubuhnya berdiri sangat dekat di hadapan sang maha guru tua itu.

"Dan di sana ada adikmu, putra dari Selir Puspita. Namanya, Raden Anggastya Condra," ucap Aki Banjur melanjutkan ucapan Mpu Mahisa Purwa yang terputus.

"Kau harus mengenal saudaramu itu, Kakang Pangeran. Setidaknya cari tahu seberapa kuat lawan yang sudah berani mencuri tahtamu," hasut Joko Seno terang-terangan.

Raden Aryandaru nampak berpikir sesaat dengan kening berkerut. "Bila memang Romo Prabu menginginkan adikku yang menjadi Putra Mahkota di istana Badaskara, aku bersedia mengalah, Mpu Guru. Aku tidak menginginkan pertumpahan darah. Biarlah, hidup menjadi seorang pendekar saja tidak mengapa."

Wajah Aryandaru nampak sendu. Kepalanya menggeleng membayangkan perseteruan atas tahta dengan saudara seayah. Namun....

"Ini tidak benar, Gusti Pangeran. Telik sandi Gusti Prabu Sadajiwa sudah mendapatkan berita miring, jika Raden Anggastya bukan berdarah Parama!" ucap Mpu Mahisa Purwa dengan wajah tenang.

"Maksudmu mahaguru?" tanya Aryandaru dan Joko Seno bersamaan seraya menatap serius pada lelaki tua berjubah itu.

"Dia memang putra dari Selir Puspita, istri kedua Prabu Anggono Darma Parama. Tetapi rupa dan tabiatnya sangat jauh berbeda dari romo-mu. Dan saat jatuh sakit, darah suci Gusti Prabu Anggono Darma tak mampu menyembuhkan. Hingga tabib istana meminta darah dari Selir Puspita. Hanya saja saat akan dicampurkan ke dalam ramuan obat, Dayang suruhan Selir Puspita menukarnya dengan darah lain yang sudah ditaruh di dalam cawan batok dengan alasan darah itu jauh lebih segar karena baru saja diteteskan dari lengannya yang tergores. Nyatanya tak pernah ada lengan Selir Puspita yang tergores!" jelas Mpu Mahisa pelan.

"Bangsat! Betina itu sudah berani menipu Gusti Prabu! Keterlaluan, dan pasti itu darah dari ayah kandung Raden Anggastya!" maki Dayang Selasih sangat geram hingga kedua tanggannya mengepal. Rasa sakit kehilangan Dewi Anjani masih dirasakannya sampai saat ini.

Aryandaru dan Joko Seno terperangah mendengar penjelasan Mpu Mahisa Barusan. Keduanya sangat tak percaya dengan kebohongan seorang selir raja yang begitu dihormati di Badaskara.

"Berani sekali seorang selir menipu Gusti Prabu. Apa dia dan keluarganya tidak takut dihukum mati?" gumam Joko Seno dengan geraham gemeretuk menahan emosi.

Aryandaru menarik napas berat. Dia mulai mengkhawatirkan keselamatan ayahandanya. "Kalau begitu, siapa ayah kandung Raden Anggastya, Mpu Guru?"

Related chapters

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

    "Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik. Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!" "Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari! "Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur. "Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai. "Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang da

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 3. Berkultivasi

    "Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung. Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!""Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas. "Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita." Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar." Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama. "Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan. Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!" "Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seray

Latest chapter

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

    "Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik. Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!" "Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari! "Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur. "Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai. "Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang da

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 4. Membuka Identitas

    ARGHHH! Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya. "Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya. Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh. Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar. Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 3. Berkultivasi

    "Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung. Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!""Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas. "Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita." Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar." Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama. "Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan. Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!" "Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seray

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

DMCA.com Protection Status