Share

Bab 3. Berkultivasi

"Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung.

Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!"

"Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas.

"Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita."

Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar."

Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama.

"Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan.

Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!"

"Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seraya memeriksa telapak tangan kiri Seno yang sempat dilukainya.

"Lukanya sudah mengering, diberi air liur Biyung saat diperjalanan tadi," sahut Seno Wedus tersenyum. "Terima kasih Kangmas, jika tidak kau lukai, habis kita dikejar-kejar penggawa kerajaan."

"Sudah! Cepat pergi!" tegur Aki Banjur bergegas melesat kembali.

"Kemana?" tanya Joko Rama dan Seno Wedus bersamaan.

"Sudah! Jangan banyak tanya. Bersiaplah, kita harus menuju ke puncak bukit itu dalam sekejap. Gunakan kemampuan kalian yang sudah kuajarkan! Sekar, sebaiknya kau kembali saja. Kasihan suamimu di desa!" tegas Aki Banjur tanpa menoleh.

"Baik Bopo!" Joko Rama gegas meringankan tubuhnya dan bersiap melesat bersama Aki Banjur.

"Baik Paman Guru!" ucap Seno Wedus

mengikuti gerakan Joko Rama meringis tubuh agar lebih cepat melesat.

"Baik Kakang Banjur. Aku akan meminta suamiku pergi setelah ini!" sahut Nyi Sekar, lalu gegas kembali ke dukuh Lontar untuk menjadi bantalan kemarahan para Penggawa.

Aki Banjur melesat lebih dulu sebagai penunjuk arah. Joko Rama dan Joko Seno tak banyak bicara gegas menghentakkan kaki melesat jauh meninggalkan arena pertarungan di saat para musuhnya masih tak sadarkan diri!

Di puncak Bukit Tengkorak yang menjadi pembatas desa terakhir di wilayah Badaskara dengan wilayah kerajaan Welingan, terlihat Lelaki Tua berjubah putih sudah duduk bersila. Di belakangnya Dayang Selasih berjaga penuh waspada. Nampak tubuh lelaki tua itu diselimuti kabut putih.

WHUSSS! Aki Banjur tiba lebih dulu dan langsung menjura di hadapan Lelaki Tua berjubah putih yang sedang duduk bersila memejamkan mata.

WHUSS! Joko Rama dan Joko Seno tiba bersamaan dan berdiri di belakang punggung Aki Banjur. Keduanya saling pandang dengan wajah terkejut.

"Bukankah ini aki-aki yang sejak tadi hendak membantuku, Bopo?" tanya Joko Rama berbisik.

"Paman, kenapa kau menjura kepadanya? Siapa beliau?" tegur Joko Seno Wedus dengan kening berkerut dan tangan berkacak pinggang. Dia bersiap hendak mencabut pisau kecil yang selalu disembunyikan di selipan pinggangnya. Seno Wedus mendadak merasa lelaki tua itu sangat berbahaya baginya dan Joko Rama.

"Ssst, jangan Seno. Tahan dulu. Bopoku pasti punya alasan membawa kita berdua kemari. Lihat, bahkan biyungku juga sudah ada di sini. Kita harus tahu siapa lelaki tua itu sebenarnya," bisik Joko Rama cepat menarik tangan kiri Joko Seno yang sudah menyentuh pinggangnya.

"Jaga sikap kalian, Rama, Seno! Cepat menjura pada mahaguru Mpu Mahisa Purwa. Beliau mahaguru dari Perguruan Langitan di Welingan. Kelak, dia akan menjadi guru kalian setelah ini!" tegur Dayang Selasih dengan suara membentak.

Namun....

"Selasih! Jaga sikapmu! Biar Aku saja yang bicara!" sahut Mpu Mahisa gegas membuka mata saat mendengar bentakan Dayang Selasih kepada kedua remaja yang beranjak dewasa itu.

Dayang Selasih tergagap lalu langsung bersimpuh di hadapan Joko Rama dan Joko Seno. "Ampun Mahaguru. Aku tidak berniat mengasari mereka berdua.”

"Ada apa denganmu Biyung? Kenapa Kau begitu takut pada lelaki tua itu?" bisik Joko Rama keheranan.

"Cepat beri salam pada guru kalian!" perintah Dayang Selasih sengaja mengabaikan pertanyaan Joko Rama.

"Salam sejahtra Mpu Mahaguru," ucap Joko Rama dan Joko Seno bersamaan dengan pikiran diliputi banyak pertanyaan.

"Kemarilah Banjur, Salasih!" ujar Mpu Mahisa cepat. "Sudah saatnya Kalian menyerahkan Golok Naga Iblis dan Golok Maung Iblis kepada ahli warisnya!"

"Golok Naga Iblis? Golok Maung Iblis? Siapa ahli warisnya, Kakek Guru?" tanya Seno Wedus sangat tertarik. Dia sudah lama mendengar perihal kehebatan legenda kedua golok itu

"Joko Rama pemiliknya, Ngger!" sahut Mpu Mahisa Purwa pelan.

"Wah Kangmas sangat hebat!" puji Seno Wedus terkagum-kagum. 'Berarti identitas kangmas Rama sangat tidak biasa!' pikir Seno Wedus diam-diam.

"Aku? Kok aku, Mpu Guru?" tanya Joko Rama terheran-heran lagi.

Mahaguru Mpu Mahisa Purwa tak menjawab. Dia meminta Aki Banjur dan Dayang Selasih segera bermeditasi. "Cepat lakukan Banjur, Selasih sebelum gelap tiba!" Kemudian dia menoleh pada Joko Rama. "Ngger, duduklah bersila di hadapanku sekarang juga. Kita harus selesaikan ritual ini sebelum malam turun."

Joko Rama pun mematuhi perintah Mpu Mahesa. Sementara Joko Seno menunggu di belakang Mpu Mahesa seraya memperhatikan apa yang sedang dilakukan Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Aki Banjur dan Dayang Selasih mengangguk, menuruti perintah Mpu Mahisa. Keduanya saling berpandangan penuh arti lalu sama-sama duduk bersila di hadapan lelaki tua berjubah putih itu.

Telapak tangan Aki Banjur dan Dayang Selasih sama-sama mengeluarkan pedang lalu meremasnya dengan tangan hingga cairan merah melumuri ujung pedang dan menetes ke permukaan tanah. Seketika tanah itu retak dan pedang itu bergerak hebat mengikuti gerakan silat yang dilakukan Aki Banjur dan Dayang Selasih bersamaan.

Mata Joko Rama tak berkedip menatap semua gerakan silat gabungan Aki Banjur dan Dayang Selasih berikut gerakan kedua pedang mereka yang meliuk. Perlahan tanpa disadarinya, jiwa halus Joko Rama keluar dari jasadnya yang sedang duduk bersila. Dan....

"Cepat rebut kedua pedang itu, Raden! Ini sepasang golok kembar yang akan menjadi milikmu. Kedua golok ini milik Gusti Dewi Anjani yang dititipkan kepadaku dan Dayang Selasih. Sudah saatnya kukembalikan dan kusatukan ke dalam jiwamu sebelum kau berguru lebih dalam pada Mpu Mahisa!" bisik Aki Banjur secara telepati pada jiwa halus Joko Rama.

Joko Rama terkesima sesaat. Dia bingung mau memulai gerakan awal untuk menangkap kedua golok yang berlumuran darah. Kedua golok yang sedang meliuk-liuk, lalu menukik ke atas dan menyerang ke atas.

Joko Rama memutuskan melenting menghampiri golok yang dititipkan pada Dayang Selasih. Gagang Golok itu berwarna hitam berhiaskan kepala naga dengan mulut menganga dan sebutir mutiara merah di dalam rongganya. Namun usaha Joko Rama meleset. Jiwa halusnya terpental saat berusaha menggenggam ganggang golok itu.

Akhirnya Joko Rama berubah pikiran dengan mendekati golok yang dititipkan pada Aki Banjur. Gagang golok itu berwarna emas dengan berukir kepala harimau dengan mata merah menyala dan mahkota emas di tengah kepalanya. Namun saat tangannya menyentuh ganggangnya, jiwa halus Joko Rama berteriak histeris dan teriakannya tembus sampai ke alam fana.

"Kakang!" pekik Joko Seno yang merasa cemas mendengar teriakan Aryandaru. Namun dia bingung saat melihat Joko Rama masih memejamkan mata dengan duduk bersila di sisi Mpu Mahisa Purwa.

Joko Seno mengangguk penuh arti. "Artinya mereka semua sedang berada di alam keabadian. Aku tak lengah dan harus tetap terjaga untuk menjaga jasad mereka semua, meskipun tubuh Paman Banjur dan Bibi Selasih masih terlihat bergerak seolah sedang bertarung, itu hanya fatarmorgana semata!" gumamnya bijaksana.

Joko Seno pun menajamkan penglihatan dan berusaha mengirimkan pesan telepati pada Joko Rama. "Kakang, jika Paman Banjur menorehkan tetesan darah pada pedangnya, maka tirulah."

Joko Rama menangkap samar pesan Joko Seno yang berada di alam fana. Dia pun mencoba memahaminya.

"Bagaimana menggoreskan luka di telapak tangannku ini?" pikir Joko Rama saat kedua golok naga iblis dan golok maung iblis masih meliuk-liuk di hadapannya mengikuti gerakan silat jiwa halus Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Tiba-tiba Joko Rama tersenyum. Tanpa ragu dia menggigit ujung ibu jari telunjuk kiri dan kanannya bergantian lalu dengan darah menetes diarahkan ke arah kedua pedang itu.

"Maung Iblis, Naga Iblis! Kalian adalah budakku. Tunduklah dan bersatulah bersama jiwaku!" teriak Joko Rama gagah berani.

Sedetik kemudian sesuatu yang dahsyat terjadi.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status