Share

Bab 3. Berkultivasi

Penulis: iin manaf dare
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung.

Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!"

"Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas.

"Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita."

Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar."

Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama.

"Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan.

Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!"

"Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seraya memeriksa telapak tangan kiri Seno yang sempat dilukainya.

"Lukanya sudah mengering, diberi air liur Biyung saat diperjalanan tadi," sahut Seno Wedus tersenyum. "Terima kasih Kangmas, jika tidak kau lukai, habis kita dikejar-kejar penggawa kerajaan."

"Sudah! Cepat pergi!" tegur Aki Banjur bergegas melesat kembali.

"Kemana?" tanya Joko Rama dan Seno Wedus bersamaan.

"Sudah! Jangan banyak tanya. Bersiaplah, kita harus menuju ke puncak bukit itu dalam sekejap. Gunakan kemampuan kalian yang sudah kuajarkan! Sekar, sebaiknya kau kembali saja. Kasihan suamimu di desa!" tegas Aki Banjur tanpa menoleh.

"Baik Bopo!" Joko Rama gegas meringankan tubuhnya dan bersiap melesat bersama Aki Banjur.

"Baik Paman Guru!" ucap Seno Wedus

mengikuti gerakan Joko Rama meringis tubuh agar lebih cepat melesat.

"Baik Kakang Banjur. Aku akan meminta suamiku pergi setelah ini!" sahut Nyi Sekar, lalu gegas kembali ke dukuh Lontar untuk menjadi bantalan kemarahan para Penggawa.

Aki Banjur melesat lebih dulu sebagai penunjuk arah. Joko Rama dan Joko Seno tak banyak bicara gegas menghentakkan kaki melesat jauh meninggalkan arena pertarungan di saat para musuhnya masih tak sadarkan diri!

Di puncak Bukit Tengkorak yang menjadi pembatas desa terakhir di wilayah Badaskara dengan wilayah kerajaan Welingan, terlihat Lelaki Tua berjubah putih sudah duduk bersila. Di belakangnya Dayang Selasih berjaga penuh waspada. Nampak tubuh lelaki tua itu diselimuti kabut putih.

WHUSSS! Aki Banjur tiba lebih dulu dan langsung menjura di hadapan Lelaki Tua berjubah putih yang sedang duduk bersila memejamkan mata.

WHUSS! Joko Rama dan Joko Seno tiba bersamaan dan berdiri di belakang punggung Aki Banjur. Keduanya saling pandang dengan wajah terkejut.

"Bukankah ini aki-aki yang sejak tadi hendak membantuku, Bopo?" tanya Joko Rama berbisik.

"Paman, kenapa kau menjura kepadanya? Siapa beliau?" tegur Joko Seno Wedus dengan kening berkerut dan tangan berkacak pinggang. Dia bersiap hendak mencabut pisau kecil yang selalu disembunyikan di selipan pinggangnya. Seno Wedus mendadak merasa lelaki tua itu sangat berbahaya baginya dan Joko Rama.

"Ssst, jangan Seno. Tahan dulu. Bopoku pasti punya alasan membawa kita berdua kemari. Lihat, bahkan biyungku juga sudah ada di sini. Kita harus tahu siapa lelaki tua itu sebenarnya," bisik Joko Rama cepat menarik tangan kiri Joko Seno yang sudah menyentuh pinggangnya.

"Jaga sikap kalian, Rama, Seno! Cepat menjura pada mahaguru Mpu Mahisa Purwa. Beliau mahaguru dari Perguruan Langitan di Welingan. Kelak, dia akan menjadi guru kalian setelah ini!" tegur Dayang Selasih dengan suara membentak.

Namun....

"Selasih! Jaga sikapmu! Biar Aku saja yang bicara!" sahut Mpu Mahisa gegas membuka mata saat mendengar bentakan Dayang Selasih kepada kedua remaja yang beranjak dewasa itu.

Dayang Selasih tergagap lalu langsung bersimpuh di hadapan Joko Rama dan Joko Seno. "Ampun Mahaguru. Aku tidak berniat mengasari mereka berdua.”

"Ada apa denganmu Biyung? Kenapa Kau begitu takut pada lelaki tua itu?" bisik Joko Rama keheranan.

"Cepat beri salam pada guru kalian!" perintah Dayang Selasih sengaja mengabaikan pertanyaan Joko Rama.

"Salam sejahtra Mpu Mahaguru," ucap Joko Rama dan Joko Seno bersamaan dengan pikiran diliputi banyak pertanyaan.

"Kemarilah Banjur, Salasih!" ujar Mpu Mahisa cepat. "Sudah saatnya Kalian menyerahkan Golok Naga Iblis dan Golok Maung Iblis kepada ahli warisnya!"

"Golok Naga Iblis? Golok Maung Iblis? Siapa ahli warisnya, Kakek Guru?" tanya Seno Wedus sangat tertarik. Dia sudah lama mendengar perihal kehebatan legenda kedua golok itu

"Joko Rama pemiliknya, Ngger!" sahut Mpu Mahisa Purwa pelan.

"Wah Kangmas sangat hebat!" puji Seno Wedus terkagum-kagum. 'Berarti identitas kangmas Rama sangat tidak biasa!' pikir Seno Wedus diam-diam.

"Aku? Kok aku, Mpu Guru?" tanya Joko Rama terheran-heran lagi.

Mahaguru Mpu Mahisa Purwa tak menjawab. Dia meminta Aki Banjur dan Dayang Selasih segera bermeditasi. "Cepat lakukan Banjur, Selasih sebelum gelap tiba!" Kemudian dia menoleh pada Joko Rama. "Ngger, duduklah bersila di hadapanku sekarang juga. Kita harus selesaikan ritual ini sebelum malam turun."

Joko Rama pun mematuhi perintah Mpu Mahesa. Sementara Joko Seno menunggu di belakang Mpu Mahesa seraya memperhatikan apa yang sedang dilakukan Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Aki Banjur dan Dayang Selasih mengangguk, menuruti perintah Mpu Mahisa. Keduanya saling berpandangan penuh arti lalu sama-sama duduk bersila di hadapan lelaki tua berjubah putih itu.

Telapak tangan Aki Banjur dan Dayang Selasih sama-sama mengeluarkan pedang lalu meremasnya dengan tangan hingga cairan merah melumuri ujung pedang dan menetes ke permukaan tanah. Seketika tanah itu retak dan pedang itu bergerak hebat mengikuti gerakan silat yang dilakukan Aki Banjur dan Dayang Selasih bersamaan.

Mata Joko Rama tak berkedip menatap semua gerakan silat gabungan Aki Banjur dan Dayang Selasih berikut gerakan kedua pedang mereka yang meliuk. Perlahan tanpa disadarinya, jiwa halus Joko Rama keluar dari jasadnya yang sedang duduk bersila. Dan....

"Cepat rebut kedua pedang itu, Raden! Ini sepasang golok kembar yang akan menjadi milikmu. Kedua golok ini milik Gusti Dewi Anjani yang dititipkan kepadaku dan Dayang Selasih. Sudah saatnya kukembalikan dan kusatukan ke dalam jiwamu sebelum kau berguru lebih dalam pada Mpu Mahisa!" bisik Aki Banjur secara telepati pada jiwa halus Joko Rama.

Joko Rama terkesima sesaat. Dia bingung mau memulai gerakan awal untuk menangkap kedua golok yang berlumuran darah. Kedua golok yang sedang meliuk-liuk, lalu menukik ke atas dan menyerang ke atas.

Joko Rama memutuskan melenting menghampiri golok yang dititipkan pada Dayang Selasih. Gagang Golok itu berwarna hitam berhiaskan kepala naga dengan mulut menganga dan sebutir mutiara merah di dalam rongganya. Namun usaha Joko Rama meleset. Jiwa halusnya terpental saat berusaha menggenggam ganggang golok itu.

Akhirnya Joko Rama berubah pikiran dengan mendekati golok yang dititipkan pada Aki Banjur. Gagang golok itu berwarna emas dengan berukir kepala harimau dengan mata merah menyala dan mahkota emas di tengah kepalanya. Namun saat tangannya menyentuh ganggangnya, jiwa halus Joko Rama berteriak histeris dan teriakannya tembus sampai ke alam fana.

"Kakang!" pekik Joko Seno yang merasa cemas mendengar teriakan Aryandaru. Namun dia bingung saat melihat Joko Rama masih memejamkan mata dengan duduk bersila di sisi Mpu Mahisa Purwa.

Joko Seno mengangguk penuh arti. "Artinya mereka semua sedang berada di alam keabadian. Aku tak lengah dan harus tetap terjaga untuk menjaga jasad mereka semua, meskipun tubuh Paman Banjur dan Bibi Selasih masih terlihat bergerak seolah sedang bertarung, itu hanya fatarmorgana semata!" gumamnya bijaksana.

Joko Seno pun menajamkan penglihatan dan berusaha mengirimkan pesan telepati pada Joko Rama. "Kakang, jika Paman Banjur menorehkan tetesan darah pada pedangnya, maka tirulah."

Joko Rama menangkap samar pesan Joko Seno yang berada di alam fana. Dia pun mencoba memahaminya.

"Bagaimana menggoreskan luka di telapak tangannku ini?" pikir Joko Rama saat kedua golok naga iblis dan golok maung iblis masih meliuk-liuk di hadapannya mengikuti gerakan silat jiwa halus Aki Banjur dan Dayang Selasih.

Tiba-tiba Joko Rama tersenyum. Tanpa ragu dia menggigit ujung ibu jari telunjuk kiri dan kanannya bergantian lalu dengan darah menetes diarahkan ke arah kedua pedang itu.

"Maung Iblis, Naga Iblis! Kalian adalah budakku. Tunduklah dan bersatulah bersama jiwaku!" teriak Joko Rama gagah berani.

Sedetik kemudian sesuatu yang dahsyat terjadi.....

Bab terkait

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 4. Membuka Identitas

    ARGHHH! Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya. "Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya. Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh. Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar. Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

    "Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik. Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!" "Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari! "Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur. "Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai. "Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang da

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

Bab terbaru

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 8. Masuk ke Kandang Musuh

    "Cepat serahkan penyusup yang kalian sembunyikan!" ujar salah satu penggawa seraya menghunus tombak pada Aryandaru.Semua orang terkejut melihat tiga penggawa kerajaan membentak kasar dengan senjata terhunus. Terlihat Aryandaru hendak menjawab. Namun Mpu Mahisa Purwa lebih dulu bangkit dari amben dan gegas menghampiri ke arah pintu."Lancang! Kalian sudah salah orang! Siapa yang kalian tuduhkan itu? Apa Mahaguru Mahisa Purwa kalian anggap penjahat di Badaskara!" ucap Mahaguru Mpu Mahisa Purwa lantang dengan kedua tangan menyilang di atas bokongnya."Apa? Tidak mungkin! Telik sandi Selir Puspita sudah melapor semalam ada rombongan penyusup dari dukuh Pilar!" balas si Penggawa bersikeras.Seno Wedus nampak geram. Dia membisiki Aryandaru dengan pesan telepatinya. "Kakang, para pengawal yang berdatangan pagi buta ini ternyata antek-anteknya Selir Puspita. Sebaiknya kita habisi saja!"Aryandaru menggeleng pelan dengan sorot mata penuh arti pada Seno Wedus. Raut wajahnya mendadak berubah se

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 7. Perkenalan Istimewa

    "Nanti saja Raden. Kita harus bergegas keluar dari sini," jawab mahaguru Mpu Mahisa Purwa berbisik. Lelaki renta itu gegas merapal mantra lalu sekejap lenyap dari pandangan mata. "Kakek Guru!" seru Aryandaru dan Seno Wedus bersamaan. Keduanya terlihat kebingungan."Kalian berdua ikuti perkataanku," bisik Aki Banjur seraya mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi. Kedua tangannya bergerak memutar dengan mulut mulai bersuara mengucapkan mantra sakral ajian lampah bumi.Aryandaru dan Seno Wedus gegas memperhatikan Aki Banjur sesaat."Bopo mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi, Dimas. Ayo kita lakukan!" ucap Aryandaru berbisik."Baik Kakang Pangeran."Aryandaru dan Seno Wedus gegas meniru apa yang dilakukan Aki Banjur dengan kedua mata terpejam. Saat bacaan terakhir matra yang diucapkan Aki Banjur hampir selesai diikuti keduanya....."Maaf Gusti Pangeran! Buuugh!" satu pukulan angin dari telapak tangan Dayang Selasih mendorong keduanya hingga tubuh Aryandaru dan Seno Wedus terlontar masu

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 6. Tak Sengaja Bertarung

    "Brengsek! Kalian jangan berani berbuat onar di kedai ini!" maki Brodot seraya mengacungkan pedang ke arah pemuda yang berani menegur Pendekar Jangkrik. Pendekar Jangkrik berusaha bangkit kembali. Wajahnya terlihat garang. Dia menatap Aryandaru penuh kekesalan. "Huh! Pergi sana! Sebelum aku membunuhmu di sini!" "Bunuh saja Kakang!" hasut Pendekar Mprit dengan mulut mencebik. "Sudah tahu miskin masih berani masuk kemari! "Aku tetap akan masuk ke kedai ini, Kisanak. Lihat ini!" ucap Aryandaru mengambil sesuatu dari tangan Aki Banjur. "Plat pelayan khusus seorang mahaguru? Dari mana kamu dapatkan plat itu, Jongos!" maki Brodot kesal melihat kegigihan Aryandaru ingin masuk ke kedai. "Itu milik mahaguru dari Welingan! Beliau memenuhi undangan istana Badaskara atas perintah Gusti Raja Welingan, Gusti Prabu Raden Sadajiwa! Jika kalian menghalangi kami masuk, tunggu saja kemarahan Mpu Guru Mahisa Purwa yang sudah berada di biliknya saat ini!" ucap Aki Banjur dengan suara lebih garang da

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 5. Sesuatu di Dukuh Pilar

    "Itu yang belum bisa kupastikan, Ngger! Kita akan selidiki bersama-sama," jawab Mahaguru Mpu Mahisa Purwa dengan nada kecewa. Raden Aryandaru mengangguk pelan. "Tak apa, Kakek Guru. Aku akan menyusun rencana setelah menyambangi makam biyungku. Seperti kata Dimas Seno, Aku akan mengukur kekuatan lawan terlebih dahulu. Untuk itu, aku memerlukan bantuanmu." "Aku sengaja turun gunung hanya untuk menjemputmu, Pangeran," jawab Mpu Mahisa Purwa tersenyum bijak. "Kau akan kupersiapkan menjadi raja terkuat kelak di Badaskara!" "Ya sudah! Tunggu apa lagi! Ayo berangkat, sebelum para penggawa utusan Selir Puspita mengejar sampai kemari!" ujar Nyi Selasih berapi-api. Sorot matanya mengobarkan kebencian saat menyebutkan nama Selir Puspita. "Masih terbayang jelas wajah kesakitan dan kesedihan biyungmu di mataku, Ngger." "Kalo begitu, kita lanjutkan perjalanan ke pesangrahan Teratai Emas milik kerajaan Badaskara. Kebetulan, purnama lalu, Baginda Raja Anggono Darma Parama mengundangku ke istana. D

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 4. Membuka Identitas

    ARGHHH! Pekik nyaringJoko Rama memecah alam keabadian saat kedua golok berlumuran darah melesat cepat menghampiri masing-masing jari telunjuknya lalu melesap masuk ke dalamnya. "Demi Sang Pencipta Langit dan Bumi! Apakah yang kulihat ini hanya ilusi? Kok bisa golok sebesar lengan Kakang Joko Rama melesap masuk ke dalam jari telunjuknya yang ramping?" gumam Joko Seno dengan mulut setengah menganga. Dia berusaha menenangkan diri lalu kembali memperhatikan proses kultivasi Joko Rama dengan segala kemustahilannya. Joko Rama nampak berusaha bertahan sekuat tenaga agar tak roboh saat kedua telunjuknya menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih ganggang kepala masing-masing golok lumayan berat dan kokoh. Keringat dingin nampak mengucur di pelipis Joko Rama. Wajahnya memerah akibat menahan kesakitan yang luar biasa. Kedua kakinya nampak berusaha keras agar tetap menapak di bumi hingga gemetar. Akhirnya keseluruhan golok naga iblis dan golok maung iblis berhasil melesap masuk sempurna

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 3. Berkultivasi

    "Bopo! Cepat turunkan Aku!" teriak Joko Rama dari atas bahu Aki Banjur yang memanggulnya. Dia tak bisa bergerak akibat terkena totokan Aki Banjur di sekitar jantung. Aki Banjur menoleh sesaat ke belakang lalu gegas menurunkan Joko Rama. "Cepat ikuti Aku!""Mau kemana, Bopo? Biyung Selasih masih ada di gubuk saat kutinggalkan tadi!" tanya Joko Rama bernada cemas. "Jangan banyak tanya, cepat lanjutkan perjalanan sebelum para penggawa itu berhasil mengejar kita." Dari kejauhan dia melihat Nyi Sekar sedang menyusulnya. "Itu Bibi Sekar dan Dimas Seno, Bopo! Tunggulah sebentar." Aki Banjur pun menghentikan langkah, memenuhi permintaan Joko Rama. "Biyung, cepat turunkan Aku!" teriak Seno Wedus saat tahu mereka sudah jauh dari perkampungan. Nyi Sekar menurunkan Seno seraya menggerutu. "Anak nakal! Sudah kubilang jangan keluarkan jurus Rontek Sekilan saat berada di dukuh Lontar! Belum waktunya jurus itu diperlihatkan, Seno!" "Dimas, kau tidak apa-apa kan?" tanya Joko Rama khawatir seray

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

    "Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang. "Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya."Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang."Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap. Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya." "Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa. "Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan

  • DENDAM ARYANDARU PUTRA MAHKOTA YANG TERBUANG   Bab 1. Pemuda Miskin dan Gagap Ingin Jadi Penggawa

    “Cepat bunuh bayi itu! Apa yang diharapkan dari seorang bayi cacat. Sangat tidak pantas memiliki segalanya di sini!” titah Selir Puspita pada Bradak Cola, sang pengawal setia. “Baik Gusti Selir!” sahut Bradak Cola cepat. Dia bergegas pergi melaksanakan perintah sang junjungan bersama ketiga anak buahnya. Namun seorang dayang tak sengaja mendengarnya. Dia bergegas berlari ke keputren menemui junjungannya. Dayang Selasih pun berbisik pada wanita cantik yang baru melahirkan. “Titah mengerikan, Gusti. Apa yang harus kita lakukan?” “Banjur, Selasih, bawa bayi ini pergi sejauh-jauhnya. Bayiku berhak untuk hidup. Dan bawa semua benda ini. Kelak, benda ini yang akan menguatkan identitasnya di masa depan!” ucap wanita lemah itu dengan air mata menetes. Ia mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan bayi pertamanya yang sudah lama ditunggu kelahirannya. Sayangnya, bayi itu lahir tanpa suara. Dan itu adalah aib bagi seluruh keluarganya!. Aki Banjur menggeleng lemah. Dia tak tega memisahkan

DMCA.com Protection Status