Share

Bab 2. Pertarungan Tak Seimbang

"Rama! Seno!" teriakan nyaring dari kejauhan membuat para panitia penerimaan calon Penggawa dan sang kakek sama-sama menoleh ke arah belakang.

"Bopo," gumam Rama merasa bersalah. Dia melirik sang kakek yang tak dikenalnya penuh tanda tanya.

"Hei Kakek tua! Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ikut campur urusan mereka?" tegur Penggawa Tinggi sebagai ketua panitia dengan suara lantang.

"Kakek, sebaiknya ja-ngan," ucap Rama dengan suara gagap.

Kakek tua itu terkejut mendengar suara Joko Rama yang terdengar gagap. Namun kemudian tersenyum puas seraya mengelus janggut putihnya yang sudah memanjang. "Aku adalah kakeknya yang sudah lama belum mengunjunginya."

"Ha? Kakek? Mana mungkin Kau adalah kakeknya! Lihat perbedaan kalian! Rama sangat miskin jelek dan bau, sedangkan dirimu terlihat sangat bersih. Pakaianmu saja nampak terbuat dari sutra yang sangat halus!" ucap Somad mendahului para panitia penerimaan calon penggawa.

"Bo-po. Be-narkah dia kakekku?" tanya Joko Rama keheranan saat Aki Banjur dan Nyi Sekar sudah mendekatinya.

"Biyung, ampun. Aku yang mengajak Kangmas Rama mendaftar menjadi penggawa. Bukan dia yang mengajakku," ucap Seno Wedus gegas berlutut di hadapan ibu angkatnya.

Nyi Sekar dan Aki Banjur menatap penuh arti pada lelaki tua yang baru tiba di dukuh Lontar. Keduanya sama-sama menarik Joko Rama dan Seno Wedus untuk berlutut di hadapan Kakek Tua itu.

"Kisanak, sangat berbaik hati, sampai mau membayarkan uang pendaftaran untuk kedua bocah nakal ini. Tolong abaikan saja, Kisanak," ucap Aki Banjur dengan menjura.

"Betul, Kisanak. Kami tak bisa membayarnya nanti," ucap Nyi Sekar juga dengan menjura.

Kakek Tua berjubah itu mengangguk. "Kalian tak perlu membayarnya. Cukup kedua bocah itu bertarung saja melawan ketiga penggawa itu. Bila dia berhasil menang, itu sudah kuanggap sebagai bayarannya!"

"Gila! Hei Pak Tua! Kau mau menghina kami, ya? Mana mungkin bocah tengik dan gagap itu mampu mengalahkanku!" ucap Penggawa Tinggi merasa tersinggung.

"Usir saja Kakek tua itu, Kakang Penggawa Tinggi! Bikin rusuh saja!" ujar salah satu anak buahnya.

"Sudahlah Rama, jangan melibatkan orang lain dalam kemiskinan dan tak keberuntunganmu itu! Pulang sana ke gubukmu. Lebih baik kamu membantu bopomu memetik jagung. Lupakan mimpimu menjadi seorang penggawa atau menjadi seorang pendekar sepertiku!" ucap Somad menasihati dengan nada sinis dan mengejek.

Joko Rama menatap ayahnya penuh arti. "Ijinkan Aku merubah nasibku, Bopo. Kita bisa pindah ke kota raja nanti, bila aku lulus menjadi penggawa di istana Badaskara."

Hati Aki Banjur bagai tersayat sembilu. Dia berusaha keras menahan air matanya agar tak tumpah. Dia melirik lelaki tua yang baru datang itu penuh tanda tanya. 'Kenapa Mahaguru Mpu Mahisa Purwa datang mencari putra angkatku sekarang? Bukankah ini belum waktunya untuk kembali?' pikirnya bertanya-tanya.

"Biarkan anakmu mencobanya, Kisanak. Aku kebetulan lewat saja di dukuh ini. Bila dia berhasil mengalahkan penggawa itu, bukankah nasib baiknya akan mudah mendekat? Atau jika kalah, dia bisa berguru dulu padaku nanti," ucap Mahaguru Mahisa Purwa seakan memberi jawaban tak langsung pada kegalauan Aki Banjur dan Nyi Sekar.

Seno Wedus gegas menarik Joko Rama. "Kakang, jangan ke ibukota. Kita ikut saja dengan kakek tua itu. Menjadi murid saja dulu, nanti setelah menjadi pendekar baru mendaftar lagi jadi penggawa."

Joko Rama nampak mengernyit. 'Siapa kakek tua itu? Kenapa dia menginginkanku menjadi muridnya?'

"Baiklah! Aku bersedia bertarung dengan para penggawa itu, Kek!" ucap Joko Rama seraya bangkit dari berlutut.

"Bocah songong! Berani sekali menantang Kami!" maki ketiga Penggawa bersamaan.

"Tak perlu bertiga untuk melumpuhkannya, Kakang Penggawa Tinggi. Cukup aku saja dengan tangan kosong!" ujar penggawa paling muda di antara mereka bertiga dengan nada congkak. Dia berjalan mendekati Rama dengan menggeretakkan giginya.

"Huh! Aku nggak yakin, Joko Rama akan selamat kali ini," celetuk Darsan merasa kasian sekaligus mengejek.

"Sudah pasti. Dia kan nggak pernah berguru kepada siapapun dan di manapun sebelum hari ini. Boponya bukan pendekar, biyungnya juga. Ini baru yang namanya bunuh diri sebelum jadi pendekar!" ucap Somad mengeluarkan pendapat berapi-api dan sangat merendahkan harga diri Joko Rama.

Aki Banjur mengulum senyum sinis mendengar ejekan yang ditujukan pada putra angkatnya. Dia berbisik pada Joko Rama. "Kau, kuijinkan bertarung kali ini. Tapi ingat, jangan keluarkan semua jurus mematikan yang pernah aku dan biyungmu ajarkan."

Joko Rama mengangguk pelan. "Baik Bopo. Biar aku saja yang bertarung."

"Tidak Kangmas, Aku juga akan bertarung melawan mereka bersamamu," ucap Seno Wedus berbisik. Dia meliring Nyi Sekar sekilas.

Nyi Sekar mengangguk. "Ingat Seno, jangan keluarkan semua kemampuan yang sudah diajarkan Paman Banjur kepadamu. Kalian berdua harus tetap menyembunyikannya dari penduduk dukuh. Jika tidak kasihan sesepuh Parmin yang sudah menampung kita selama ini."

"Baik Biyung."

"Cepat maju! Jangan kebanyakan bisik-bisik," tantang anak buah si Penggawa Tinggi dengan arogan.

Haiaat!

Joko Rama menyerang lebih dulu. Tubuhnya melenting ke atas lalu menerjang dada si Penggawa secepat kedipan mata.

Bugh!

Seketika tubuh si Penggawa itu roboh sebelum sempat memberikan perlawanan. Dia jatuh terjengkang ke belakang sejauh lima langkah.

"Agghh, Kau bermain curang, Bocah tengik! Bueaaak!" maki si Penggawa setelah memuntahkan cairah merah segar dari mulutnya. Wajahnya terlihat menahan rasa sakit. Satu tangannya menempel di dada bekas tendangan kaki Joko Rama.

Mahaguru Mpu Mahisa Purwa menyembunyikan senyumannya. 'Jurus tendangan maut naga iblis tingkatan paling rendah. Hmm, Aki Banjur sudah mendidiknya sangat baik selama ini,' pikir Mpu Mahisa Purwa sangat puas.

"Sialan! Bocah kudisan itu bisa beladiri ternyata! Ayo, kita habisi saja mereka!" perintah Penggawa Tinggi pada anak buahnya yang lain. Ia melesat ke hadapan Joko Rama dan Seno Wedus dengan penuh kemarahan. Wajahnya terlihat makin garang. Di tangannya terhunus sebilah golok dengan mata pisau yang sudah diasah sampai mengkilap.

"SERANG!!"

"Hati-hati, Dimas Seno," bisik Joko Rama mengingatkan adik angkatnya. Dia sengaja berdiri lebih ke depan, dengan maksud melindungi sang adik.

Namun, "Minggirlah Kangmas. Sekarang giliranku bertarung!"

Seno Wedus menarik lengan Joko Rama agar mundur ke belakang tepat saat golok si Penggawa Tinggi sedang diayunkan ke arahnya.

BRAK!

Golok itu patah dua terkena tangkisan tangan kiri Seno Wedus. Dia tak sadar sudah memperlihatkan salah satu jurus pamungkas dari Padepokan Langitan yang diperolehnya melalui Aki Banjur, Ajian Rontek Sekilan yang kebal senjata apapun.

"Seno!" tegur Joko Rama gegas menarik Seno ke belakang punggungnya. "Kita harus kabur sebelum ditangkap. Ingat, Ajian Rontek Sekilan sangat terlarang di Badaskara dimiliki rakyat kebanyakan seperti kita."

Agh! Seno Wedus gegas pura-pura lengan kirinya kesakitan sampai terguling di tanah saat Penggawa Tinggi mendekatinya.

"Siapa kalian sebenarnya?" hardik si Penggawa Tinggi seraya menarik rambut Seno Wedus ke belakang. "Kenapa bocah ini menguasai ajian Rontek Sekilan?"

Joko Rama kembali gagap. "Am-pun Penggawa. Kau salah lihat. Lihat tangannya berdarah! Dia sudah merusak tangannya sendiri. Tak mungkin menguasai ajian terlarang itu."

Joko Rama gegas menusuk ujung ibu jari kiri Seno Wedus dengan jarum rahasianya, hingga darahnya mengucur membasih telapak tangan Seno Wedus.

"Benar Kakang Penggawa Tinggi. Tak mungkin Seno Wedus punya kemampuan seperti itu. Apalagi si Rama tengik itu," timpal Somad dan Darsan, keduanya mendadak merasa kasihan pada Joko Rama dan Seno Wedus. Bagaimanapun Joko Rama dan Seno Wedus masih teman sepermainannya saat kanak-kanak. Somad dan Darsan tahu hukuman yang akan diterima bila menentang aturan kerajaan. Hukum pancung!

"Cepat minta ampun, Rama, Seno! Kalian cepat pergi sana!" perintah Somad dan Darsan.

"Tidak! Mereka belum bisa pergi dari sini!" ucap Penggawa Tinggi cepat dengan wajah marah. "Terima dulu hukuman dariku!" Tubuh Penggawa Tinggi melesat ke arah Joko Rama dan Seno Wedus sangat cepat dengan kedua tangan melontarkan pukulan tenaga dalam penuh.

Haiat!

Joko Rama mendorong Seno Wedus hingga mundur beberapa langkah. Dan bersiap menerima serangan Penggawa Tinggi dengan memasang kuda-kuda tiga perempat. Namun saat dia memulai melontarkan serangan balasan, seseorang membawanya pergi dengan melesat secepat kilat.

Hap! Aki Banjur gegas menariknya pergi dengan melesat.

Nyi Sekar pun melakukan hal yang sama. Dia membawa anak angkatnya, Seno Wedus menjauh dari tempat itu.

"Bangsat! Kabur kemana mereka!" teriak Penggawa Tinggi geram akibat serangannya mentah di tengah jalan.

"Kurasa, kedua bocah miskin itu takkan berani lagi tinggal di dukuh ini. Baguslah!" ucap Darsan berbisik pada Somad.

"Bikin malu desa kita saja!" gerutu Somad mengejek.

Mahaguru Mpu Mahisa Purwa mengangguk pelan. Tak ada yang menyadari jika baru saja dia mengirim pesan telepati pada Aki Banjur dan Nyi Sekar agar membawa pergi kedua pemuda tanggung itu.

"Bangsat! Dibawa kabur kemana kedua bocah sialan itu. Tunggu saja! Akan kuobrak abrik seisi dukuh ini!" maki si Penggawa Tinggi sangat marah.

"Kisanak semua, berhubung pertarungannya gagal, Aku pamit dulu!" ucapnya seraya melesat pergi.

"Tunggu Kakek Tua! Kau harus membayar lima keping uang perak dulu kepada Kami!" teriak anak buah si Penggawa Tinggi saat tubuh kakek tua itu masih terlihat di kejauhan.

"Sudahlah! Dia sudah pergi. Sialan!" ucap si Penggawa Tinggi kesal.

"Siapa Kakek Tua itu? Dan siapa kedua bocah itu? Bukankah Somad dan Darsan bilang keduanya tak bisa bela diri? Tadi salah satu dari mereka menguasai jurus Rontek Sekilan yang sangat terlarang bagi rakyat kebanyakan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status