Satu bulan sebelum Prolog...
Angin yang bertiup semilir perlahan mulai menunjukkan taringnya. Mengaduk-aduk beberapa kawasan Ibukota dengan terpaan hebat. Rumah-rumah tertutup rapat. Berharap badai akan segera berhenti.
Sementara itu, seorang lelaki berperawakan jangkung dengan kulitnya yang putih bersih terlihat berdiam diri di dalam pertokoan besi.
Tubuh lelaki itu menggigil.
Bibirnya yang gemetar terus bergerak melafalkan dzikir-dzikir memohon perlindungan.
Dia semakin merapatkan sweaternya. Sebuah pakaian usang berwarna putih dengan beberapa bercak luntur di punggung. Sweater hadiah dari Abi ketika dirinya berhasil menjadi Hafiz Qur'an.
"Mas, masuk aja ke dalam, hujannya deras banget," sapa salah satu pekerja di toko besi.
Lelaki itu tersenyum ramah dengan anggukan kecil kepalanya. "Iya, terima kasih, Mas. Tapi saya lagi menunggu orang, mungkin sebentar lagi orang yang saya tunggu itu datang," jawab si lelaki bersweater putih tadi. Logat khas jawa terdengar jelas dari setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya.
"Oh gitu. Mas orang jawa ya?" tanya si karyawan toko besi itu.
"Iya, Mas. Saya baru sampai tadi pagi di Jakarta, mau silaturahmi ke tempat saudara,"
"Jawanya mana Mas?"
"Jogja, Mas. Pesisir pantai Parang teritis,"
"Oh..." si karyawan manggut-manggut seraya menghisap dalam-dalam batang rokok di tangannya. "Kalau saya dari Tegal, rokok Mas?"
"Oh, terima kasih. Tapi saya tidak merokok," tolak lelaki bersweater itu dengan sopan.
Ponsel yang bergetar di saku celana bahannya membuat si lelaki bersweater itu mengalihkan perhatiannya sejenak dari si karyawan toko. "Permisi Mas, saya mau angkat telepon dulu," katanya sambil mengangkat telepon.
"Halo, Rakha? Kamu dimana? Mas sudah di daerah terminal pasar baru," teriak seorang lelaki di seberang telepon. Hujan deras di luar membuat suaranya tersaingi.
"Assalamualaikum, njeh Mas. Saya sedang berteduh di toko besi dan bangunan yang jaraknya tidak jauh dari Masjid di dekat terminal," jawab laki-laki bersweater putih yang bernama Rakha itu. Dahi Rakha mengernyit kala sambaran petir baru saja terdengar di langit.
"Yowes, Mas Otw ke sana, tunggu yo,"
"Njeh Mas, Assalamualaikum,"
Klik!
Astagfirullah.
Rakha bergumam dalam hati kala salamnya tak lebih dulu di jawab oleh sang Kakak Ipar.
Tak berselang lama, sebuah mobil bak butut terlihat memasuki area toko besi itu. Rakha tersenyum sumringah. Akhirnya, orang yang dia tunggu-tunggu sejak tadi datang juga.
Lelaki berperawakan tinggi dengan kulit sawo matang terlihat turun dari mobil bak tersebut. Dia adalah Wisnu, Kakak ipar Rakha.
Ke dua Kakak beradik itu pun saling melepas rindu sejenak dengan berpelukan dan saling bertanya kabar hingga setelahnya Wisnu langsung mengajak Rakha beranjak dari toko itu.
Mereka pergi setelah mengucapkan terima kasih pada si karyawan toko besi atas izin yang dia berikan pada Rakha untuk berteduh.
Mobil reot itu melaju perlahan membelah jalanan Ibukota.
Menuju sebuah rumah sakit elit di pusat Jakarta.
*****
"Kondisi kesehatan Mbakmu semakin buruk dari hari ke hari, Kha. Jujur, Mas sudah tak sanggup menanggung biaya rumah sakit, karena tidak semua biayanya di tanggung penuh oleh pemerintah. Terkadang ada saja beberapa obat-obatan yang harus Mas tebus dengan uang pribadi Mas. Bahkan tak jarang jumlahnya bisa sampai jutaan rupiah. Hutang Mas sudah menggunung. Belum lagi biaya sekolah Runi,"
Rakha termangu seorang diri.
Dia duduk tepekur di salah satu bangku tunggu di depan ruangan ICU. Sebuah ruangan dimana seorang perempuan bernama Siti Mutiah berada. Seorang perempuan sholehah yang kini terbaring lemah akibat penyakit yang di deritanya.
Sudah hampir dua bulan Siti terbaring kaku di rumah sakit setelah cidera otak yang dia alami karena terjatuh di kamar mandi ketika tiba-tiba penyakitnya kumat.
Dokter bilang, saat ini kondisi Siti semakin parah.
Rakha sengaja di kirim ke dua orang tuanya di kampung untuk membantu meringankan beban Wisnu di Jakarta.
Ke dua orang tua mereka tak mampu membantu lebih jauh dikarenakan kondisi keuangan keluarga yang memang serba kekurangan. Belum lagi dengan yayasan yatim piatu sederhana yang selama ini mereka kelola di kampung halaman.
Sudah beberapa bulan Yayasan mereka tak mendapatkan subsidi dari pemerintah setempat ditambah berkurangnya donatur menjadikan beban hidup Ummi Salamah dan Abi Amir semakin berat.
Sebagai satu-satunya anak lelaki di dalam keluarga, jadilah sepatutnya Rakha menjelma sebagai tulang punggung keluarga.
Seharusnya sudah sejak dulu dia bisa membantu keuangan keluarganya kalau saja dia tidak memaksakan kehendak untuk terus melanjutkan kuliah ke Kairo.
Sebagai seorang siswa berprestasi, Rakha berhasil meraih beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Al-Azhar, Kairo.
Hal tersebut sempat mendapat pro dan kontra dari pihak keluarga. Adik-adik perempuan Rakha tak ada yang setuju jika Kakak lelaki satu-satunya itu pergi ke Kairo. Mereka takut pendidikan mereka terancam berhenti karena tak ada yang membiayai. Sebab selama ini, Rakhalah yang membiayainya.
Rakha yang sebelumnya menyambi bekerja sebagai tenaga pengajar di pesantren tempat dirinya menempuh pendidikan.
Otak Rakha yang kelewat cerdas membuat lelaki berwajah tampan itu di tunjuk sebagai guru pembimbing dalam menghafal Quran dan Hadist bagi para siswa dan siswi yang menjadi adik kelasnya di pesantren.
Karena itulah Rakha di gaji.
Upahnya saat itu benar-benar bermanfaat untuk membantu Abi membiayai sekolah Aminah dan Latifah, ke dua adik Rakha yang kini tinggal di kampung.
Awalnya, Rakha memang sempat maju mundur untuk menerima beasiswa ke Al-Azhar itu. Rasanya sangat tidak mungkin jika dia membiarkan adik-adiknya terlantar di sini sementara ke dua orang tuanya yang telah renta tak mungkin bisa menghasilkan uang banyak dalam waktu singkat.
Tapi lagi-lagi, Allah menunjukkan kuasanya melalui tangan-tangan malaikat berwujud manusia yang dengan baiknya menjadikan yayasan milik keluarganya sebagai salah satu yayasan yatim piatu yang terpilih untuk menerima donasi bantuan tetap setiap bulannya. Donasi itu masih berlanjut hingga sekarang.
Pada akhirnya, Rakha pun bisa mengejar impiannya untuk mengenyam pendidikan di Al-Azhar.
Empat tahun berjuang hidup di Kairo, Rakha berhasil lulus dengan meraih predikat cumlaude dan mendapat hadiah berupa paket umrah dari pihak Al-Azhar yang dia berikan pada ke dua orang tuanya.
Saat ini, Rakha memang masih menganggur.
Sejauh ini, dia hanya mengisi kajian atau ceramah dari satu masjid ke masjid lain di Kampung halamannya dan mendapat imbalan ala kadarnya, alias seikhlasnya.
Namun, mengingat kondisi sang Kakak sekarang, Rakha sadar bahwa dirinya harus segera mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tetap. Dia tak mungkin hanya menyandarkan diri pada penghasilannya yang tak tentu sebagai seorang penceramah junior.
Mungkin ada baiknya dia harus bertindak cepat.
Saat itu, Rakha baru saja berniat untuk mencari lowongan pekerjaan di internet melalui ponselnya. Tapi sapaan sang Kakak ipar dari arah samping membuatnya urung melakukan niatnya.
"Kha, maaf nih, kebetulan Mas ada borongan malam ini, mengantar sembako ke Bekasi. Kamu bisa pulang sendirikan? Nih alamat rumah, Mas. Runi ada kok di rumah," ucap Wisnu seraya memberikan secarik kertas bertuliskan alamat kontrakannya di daerah Mampang.
Rakha mengangguk disertai senyuman tipis. "Mas nggak usah khawatir, saya bisa jaga diri, Mas yang hati-hati,"
"Okelah kalau begitu, Mas jalan duluan ya?"
"Njeh, Mas,"
Rakha masih memperhatikan kepergian sang Kakak Ipar sampai bayangan lelaki itu menghilang di sudut koridor rumah sakit ketika di waktu yang bersamaan, tepatnya dari arah berlawanan, terlihat dua orang manusia keluar dari sebuah ruangan periksa.
"Apa kita perlu kasih tau ke Mamah sama Papah kalau aku hamil, Nan?" ucap sang perempuan. Wajahnya tampak kusut.
"Ya nggak usahlah. Ngapain di kasih tahu, dua minggu lagi kitakan mau nikah. Toh orang-orang nggak akan tahu kalau kamu udah hamil duluan," sahut si lelaki.
Percakapan dua manusia itu di tangkap jelas oleh indra pendengaran Rakha. Membuat lelaki pemilik hidung mancung itu tersenyum miris seraya beristighfar dalam hati.
Dunia memang sudah benar-benar kacau. Sebab Zina sudah semakin merajalela di muka bumi. Dan itu menjadi salah satu pertanda akhir jaman.
Semoga Allah SWT menjauhkan hamba dari perbuatan Zina...
Doa Rakha dalam hati.
Rakha kembali tenggelam dalam lamunannya. Memikirkan nasib sang Kakak, Siti.
Berhubung saat itu koridor rumah sakit sepi, jadilah bunyi dering ponsel yang berasal dari saku celana jeans si lelaki yang melintas bersama kekasihnya dihadapan Rakha kembali mengalihkan perhatian Rakha.
"Nyokap aku telepon, sayang. Aku angkat dulu sebentar ya?" ucap si lelaki. Dia beringsut menjauhi kekasihnya dan berdiri tepat membelakangi Rakha.
Si perempuan hanya mengangguk pelan lalu duduk di salah satu kursi kosong, tak jauh dari tempat Rakha duduk.
"Halo Beb? Ada apaan sih? Aku kan udah bilang jangan telepon aku duluan kalau bukan aku yang hubungi kamu," bisik si lelaki pada si penelepon. Sesekali dia melirik sekilas ke arah sang perempuan di ujung koridor.
"Apa? Jemput? Sekarang?" suara si lelaki tampak di buat-buat. Dia berteriak keras seolah berharap sang kekasihnya di sana bisa mendengar percakapannya di telepon saat itu.
"Oke-oke, Nando ke sana sekarang," ucap lelaki itu lagi.
Laki-laki itu menyudahi pembicaraannya di telepon. Dia memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana jeans belelnya lalu beranjak kembali mendekati sang perempuan.
"Sayang, maaf banget nih, aku nggak bisa nganterin kamu pulang kayaknya, Nyokap aku minta jemput sekarang,"
Lagi-lagi Rakha tersenyum miris. Meski tatapannya tak sama sekali beralih dari layar ponselnya, tapi Rakha tidak tuli. Dia mendengar semua isi percakapan laki-laki buaya darat itu dihadapannya tadi.
Lagipula, tidak ada ceritanya seorang anak memanggil seorang Ibu dengan panggilan Beb.
Sungguh kasihan nasib wanita itu. Sudah di rusak, di hamili, di bohongi pula. Semoga saja Allah bisa menunjukkan kuasanya untuk menolong wanita itu dari laki-laki brengsek macam kekasihnya saat ini.
Harap Rakha membatin.
"Terus aku pulang gimana? Di luarkan hujan," bantah si perempuan tidak terima. "Kalau nggak aku ikut kamu aja deh jemput nyokap kamu,"
"Eh jangan, aku takut kelamaan nanti kamu malah pulang kemaleman. Aku pesenin taksi online ya, nanti kamu aku turunin di depan halte rumah sakit, kamu tunggu taksi onlinenya di sana, gimana?" saran si lelaki.
"Tau ah! Terserah kamu aja!"
"Yeee, jangan ngambek dong, jelek tau!"
Si perempuan terlihat merajuk. Dia berjalan cepat meninggalkan si lelaki yang mengejarnya di belakang.
Dan ketika si perempuan melangkah dan berjalan ke arah Rakha, entah kenapa tiba-tiba saja kepala lelaki itu mendongak, seolah ada yang menuntunnya agar bergerak lalu menatap ke arah si perempuan.
Dan di waktu yang bersamaan si perempuan pun sempat menoleh sekilas ke arah Rakha. Tatapan ke duanya sempat bertemu satu sama lain.
Meski Rakha langsung menghindar seraya berucap istighfar dalam hati. Sebagai seorang lelaki sudah seharusnya dia menjaga pandangannya dari yang tidak halal baginya. Bagaimana mungkin dia bisa terperdaya oleh tipu daya setan?
Tapi anehnya, ada satu hal yang membuat Rakha seperti teringat pada seseorang ketika dia melihat wajah perempuan itu dengan cukup jelas tadi.
Kenapa wajah perempuan itu tampak tidak asing? Apa mungkin saya dan dia sempat bertemu sebelum ini? Tapi kapan? Dimana...
Atau...
Rakha menggeleng.
Sebersit bayangan seorang peri kecil hadir dalam ingatannya.
*****
Hujan masih mengguyur daerah sekitar Jakarta bahkan hingga hari sudah semakin gelap.
Rakha keluar dari rumah sakit sambil berlari kecil. Dia menutupi kepalanya dengan ke dua tangan. Meski hal itu tak banyak membantu. Tubuh dan sebagian rambutnya tetap saja kuyup.
Seorang lelaki tua terbatuk-batuk dari dalam sebuah mobil box hitam yang terparkir di tepi trotoar sekitar rumah sakit. Jaraknya tak jauh dari halte.
Kaca jendelanya terbuka hingga air memenuhi bagian kemudinya. Karena jarak antara Rakha dengan mobil itu cukup dekat, Rakha bisa melihat dengan jelas, batuk si Bapak tua itu tampaknya sangat serius karena sampai mengeluarkan darah.
Sisi kemanusiaan dalam diri Rakha pun tergugah melihatnya.
"Assalamualaikum, Pak, Bapak kenapa? Ada yang bisa saya bantu, Pak?" sapa Rakha sembari menyentuh bahu si lelaki tua yang tampak kelelahan akibat batuknya yang tak kunjung reda. Seluruh mulutnya sudah penuh oleh darah segar. Bahkan sebagian mengalir keluar dari sudut kiri bibirnya.
"Nak... Tolong saya, Nak... Saya masih harus mengantar barang malam ini, kalau tidak saya kerjakan, atasan saya tidak akan membayar upah saya, saya harus segera membeli obat, Nak..." racau si Bapak tua itu. Keputusasaan membuat lelaki tua itu mengesampingkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi menimpanya. Bagaimana jika lelaki yang dia mintai tolong saat ini adalah orang jahat? Jakarta itu keras bukan? Namun, imannya pada sang khaliklah yang membuatnya memilih untuk tetap berprasangka baik pada siapapun manusia asing yang dia temui di jalan.
"Ta-tapi apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Bapak?" tanya Rakha terbata. Tubuhnya sudah sepenuhnya basah.
"Kamu bisa menyetir mobil?"
"Bi-bisa Pak," Rakha mengangguk meski ragu.
"Kalau begitu, tolong antarkan saya ke alamat ini, supaya saya bisa segera menyelesaikan pekerjaan saya malam ini. Saya akan menunjukkan jalannya nanti," lelaki tua itu memberikan sebuah kertas yang bertuliskan alamat seseorang.
"Baik, Pak," tanpa pikir panjang, Rakha menyanggupi untuk membantu. Untungnya Rakha cukup mahir mengendarai mobil.
Bismillah.
Rakha mulai menyalakan mesin mobil setelah dia menduduki posisi si Bapak tua tadi yang kini duduk di sampingnya. Ke dua mata lelaki tua itu tampak terpejam. Sepertinya dia benar-benar kelelahan.
Sebuah sedan hitam terlihat melaju kencang menembus lampur merah.
Sedan hitam itu datang berlawanan arah dari laju mobil yang dikendarai Rakha.
Mendekati halte, mobil itu tiba-tiba saja menukik tajam.
Sementara itu, mobil box yang berada tak jauh dari halte bergerak di waktu yang bersamaan.
Si pengendara sedan hitam terkejut ketika niatnya semula untuk menabrak seorang wanita lain yang kini berdiri di depan halte terhalang oleh Mobil box yang tiba-tiba bergerak.
Kecelakaan pun tak dapat terelakkan.
Sedan hitam itu menyenggol mobil box dengan kencangnya.
Kemudi di tangan Rakha kehilangan kendali. Bahkan saat itu rem yang berkali-kali Rakha injak tidak juga berfungsi.
Mobil box hitam itu tergelincir hingga beberapa meter kebelakang akibat jalanan yang licin.
Wajah Rakha langsung kaku dan pias. Berkali-kali hatinya meneriakkan kalimat-kalimat dzikir. Bibirnya mendadak kelu dengan tangan yang gemetar dan masih berusaha mengambil alih kembali kemudi. Meski hal itu gagal dia lakukan.
Mobil yang dikendarainya terbalik setelah sempat menghantam besi halte yang berada di depan rumah sakit. Tubuh Rakha terpental keluar dan jatuh di aspal jalanan yang jaraknya cukup jauh dari halte.
Kondisi mobil box yang dikendarainya ringsek di bagian belakang dan depan. Asap mengepul dari kap mobil yang terbuka.
Dalam kabut yang memenuhi penglihatannya saat itu, Rakha sempat melihat ada sesosok tubuh lain yang terpental dari arah halte yang sempat ditabraknya.
Ya Allah, apa yang sudah terjadi?
Rakha tak mampu bergerak dari posisinya. Kerumunan orang tampak merangsek mengelilingi mobil box dan seseorang lain di tepi halte itu yang menjadi korban.
Dalam samar, Rakha hanya bisa menangkap untaian panjang rambut si korban di tepi halte itu.
Apa dia seorang wanita?
Rakha hanya bisa menerka-nerka tanpa bisa melakukan tindakan lebih jauh.
"Mas-mas, bangun Mas! Woy, ada korban lain di sini,"
Itulah teriakan salah satu warga yang berhasil ditangkap indra pendengarannya sebelum akhirnya semuanya berubah menjadi gelap.
Rakha baru saja terbangun pasca kecelakaan yang dialaminya tadi malam.Bertempat di rumah sakit yang sama dengan tempat Siti dirawat, Rakha mendapat penanganan medis meski luka-luka yang dideritanya tidak berat.Dia hanya mendapat beberapa luka jahitan di kepala dan siku. Selebihnya tak ada yang perlu dikhawatirkan."Akhirnya kamu siuman juga, Kha..." sambut sebuah suara yang jelas Rakha kenal, suara Wisnu sang Kakak ipar.Rakha mendapati Wisnu berdiri di sisi brankar rumah sakit yang ditempati Rakha di ruang UGD. Wajah lelaki itu tampak kusut."Saya di mana Mas? Apa yang terjadi?" ucap Rakha dengan suara serak. Rasa nyeri di kepalanya membuat Rakha agak kesulitan mengingat apa yang telah terjadi."Kamu di rumah sakit sekarang. Semalam kamu kecelakaan. Ada mobil box hitam yang menabrakmu," j
"Pak le, nanti pulang kerja belikan Runi mainan ya? Kemarin di telepon sebelum berangkat ke Jakarta, Pak Le bilang mau bawakan Runi mainan dari kampung, mana nggak adakan mainannya? Pak le lupa ya?" celoteh Runi yang menghadang langkah Rakha saat lelaki itu hendak keluar untuk memakai sepatu.Rakha sudah rapi dengan setelan formalnya. Kemeja putih dan celana bahan hitam. Pagi ini dia hendak mendatangi perusahaan Dirgantara Grup yang mengundangnya untuk interview.Rakha tersenyum kecil seraya mengangkat tubuh kurus Runi ke atas pangkuannya. "Maaf ya, Pak Le lupa. InsyaAllah hari ini sepulang bekerja nanti Pak Le akan mampir belikan Runi mainan, Runi mau dibelikan mainan apa?" tanya Rakha sambil membereskan poni sang keponakan yang berantakan."Boneka Barbie, Pak Le,""Oke deh, boneka barbie siap meluncur ke tangan Runi hari ini,""Asiik, makasih ya Pak Le. Runi doakan semoga hari ini apapun
Usai menunaikan shalat maghrib di sebuah masjid, Rakha mampir di warung rokok untuk membeli segelas air mineral.Sisa uang di sakunya tinggal seribu perak dan dia hanya bisa membeli air mineral untuk penghilang dahaga kala berbuka puasa.Tak perduli seberapa parah cacing-cacing di perutnya kini meronta dan berdemo, satu hal yang terlintas di dalam benaknya saat ini hanyalah bagaimana kondisi Rania.Dengan langkah tertatih Rakha menempuh perjalanan dari perusahaan Dirgantara menuju rumah sakit tempat dimana Rania di rawat.Sesekali dia duduk di tepi trotoar ketika merasakan kram melanda kakinya.Hampir satu jam lebih Rakha berjalan kaki menuju rumah sakit. Hingga akhirnya dia pun sampai di tempat tujuan.Tak mendapati keberadaa
Ini hari weekend.Seluruh perkantoran tutup termasuk perusahaan Dirgantara Grup.Rakha baru saja mengirim pesan singkat pada Devano bahwa dirinya hendak berkunjung ke kediaman utama keluarga Dirgantara, setelah Devano yang mengundangnya, sebab sejak satu minggu belakangan Rakha bekerja di perusahaan milik keluarga Dirgantara, hubungannya dengan Devano kian akrab satu sama lain.Devano kerap menyambangi Rakha ke kubikel kerjanya untuk mengajak makan siang lalu dia bertanya tentang bagaimana keadaan di Bantul saat ini. Dari apa yang telah dibicarakannya bersama Devano mengenai kampung halaman mereka, Rakha bisa menangkap adanya kerinduan akan suasana kampung halaman dari sisi lain dalam diri Devano. Bisa saja, lelaki itu merasa bosan dengan aktifitasnya di Jakarta yang monoton dan menginginkan suasana kehidupan baru atau sekedar
"Bagaimana Dev? Apa informasi yang kamu peroleh mengenai seluk beluk keluarga Rakha?" tanya Bastian setelah satu hari berlalu pasca kejadian di hari lamaran itu.Pihak keluarga memang merasa sangat tidak enak hati atas perlakuan Rania terhadap keluarga Rakha pun Rakha sendiri. Tapi, mereka juga tidak ingin terburu-buru menyimpulkan keputusan tentang sosok Rakha. Mereka perlu bukti lebih lanjut yang bisa membuat mereka benar-benar percaya bahwa Rakha memang berasal dari keluarga baik-baik.Dan fakta menbuktikan semua kebenaran itu setelah Devano mengirim orang kepercayaannya untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai asal usul keluarga Rakha pun Rakha sendiri."Ternyata ayah Rakha itu adalah seorang Ustadz yang cukup terpandang di daerah Bantul, Pah- Mah. Mereka memiliki sebuah panti asuhan kecil di kampung. Sejauh ini dari
Sudah satu minggu berlalu sejak Rania menolak lamaran Rakha secara mentah-mentah. Meski sejak hari itu, Rakha tak patah semangat untuk terus mengetahui keadaan Rania, baik dari mulut Devano, maupun menyambanginya langsung ke kediaman utama keluarga Dirgantara.Kebetulan rumah mewah itu letaknya bersebelahan dengan sebuah lapangan sepak bola yang sangat luas.Dan letak kamar Rania berhadapan tepat dengan lapangan tersebut. Jadilah, lapangan itu salah satu tempat favorit Rakha untuk dia sambangi tiap kali ada kesempatan. Sebab hanya dari lapangan itu Rakha bisa melihat sesosok tubuh kurus seorang wanita yang kerap menghabiskan waktunya dengan duduk termangu di tepi jendela sambil terus menatap pada satu arah.Dialah Rania.Meski jarak mereka sangat jauh, setidaknya Rakha hanya ingin memastikan bahwa Rania dalam keadaan baik-baik saja. Sebab hal itu dirasanya sudah lebih dari cukup.Seperti b
Senja di Jakarta memang jauh berbeda dengan Senja di tepi pantai parang tritis.Apalagi suasana malamnya.Jakarta yang terkenal sebagai kota yang tak pernah tidur membuka peluang bagi banyak kalangan untuk mencari sepeser uang. Baik itu di waktu pagi, siang, sore, bahkan hingga malam kembali berganti menjadi pagi.Seolah tak mengenal lelah. Hiruk pikuknya terus bergulir penuh keambisian. Tak lekang oleh waktu.Malam ini, Rakha berencana untuk kembali menyambangi kediaman Dirgantara karena dirinya di undang makan malam bersama oleh calon Ibu dan Bapak mertuanya.Sayangnya, Rakha lupa bahwa kini dirinya bukan lagi hidup di daerah pedesaan dimana jalanannya lengang tanpa polusi dan kemacetan. Kini dirinya berada di Jakarta. Kota dengan tingkat kemacetan tertinggi seantero Indonesia.Untungnya kali ini Rakha memilih untuk naik Ojol ketimbang harus nai
Akhirnya, hari pernikahan pun tiba.Kumandang akad yang baru saja diteriakkan Rakha di dalam kantor KUA Jakarta, disambut antusias dan tangis haru oleh seluruh keluarga yang hadir, baik itu dari pihak keluarga pengantin perempuan maupun pihak keluarga pengantin laki-laki.Kalimat kabul itu berhasil dilafalkan dalam satu kali tarikan napas yang diikuti oleh kata 'Sah' dari para saksi.Hari ini, Rakha telah membuat keputusan besar dalam hidupnya. Bukan hanya dihadapan makhluk, melainkan dihadapan Allah SWT.Sebuah ikrar janji suci yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Semoga saja ini bukan keputusan yang salah. Rakha berharap ridha Allah senantiasa mengiringi setiap langkah dan usahanya dalam menata biduk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, bersama Rania.Wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.
Seorang lelaki menerima telepon dari seseorang di flatnya. "Hallo, ada apa Rick?" tanya lelaki itu pada orang yang meneleponnya. Dia menyalakan rokok dan berjalan ke sisi jendela. Membuka kaca jendela lalu mengepulkan asap rokok itu ke udara. Dingin angin malam berhembus menerpa wajah tampannya. "Ada pekerjaan baru untukmu, Sam. Kau sedang butuh uangkan?" ucap seorang lelaki di seberang. "Asal bukan memperkosa dan menculik anak kecil, aku terima," sahut lelaki yang dipanggil Sam itu. Saat itu, lelaki bernama Sammy itu duduk di jendela kamar dengan tubuh yang bersandar ke dinding dan satu kaki yang terangkat. Siku tangannya yang memegang rokok bertumpu pada lutut kakinya
Tentang Sammy. Seorang buronan interpol yang melarikan diri dari penjara karena ingin mencari adik angkatnya yang hilang. Dia adalah mantan tentara militer yang beralih profesi sebagai pembunuh bayaran setelah di fitnah dan di pecat secara tidak hormat, lalu di jebloskan ke penjara dan di siksa secara keji. Tentang Rheyna. Gadis yatim piatu salah adopsi. Dia di jual oleh orang tua yang mengadopsinya pada seorang germo di Las Vegas untuk di jadikan pelacur. Hingga suatu hari, Rheyna berhasil kabur dari tawanan si germo. Satu hal yang Rheyna inginkan saat itu, yakni pulang ke tanah air agar dia bisa bertemu kembali dengan seorang lelaki yang teramat sangat dia kagumi sejak kecil, lelaki itu adalah Ustadz yang mengajarnya mengaji di panti asuhan dulu, namanya Ustadz Rakha. Tentang sepasang suami istri, Rakha dan Rania. Sebelum menikah dengan Rakha, Rania sempat di lamar oleh seorang lelaki berkebangsaan Arab bernama Ahmed, tapi Rania menolaknya.
Dear Rania... Pada lembar terakhir buku ini, saya menyematkan foto kita berdua di sana. Berharap suatu hari nanti, ketika kamu melihatnya, kamu bisa tersenyum dan tahu betapa tampannya seorang Rakha yang menjadi suamimu ini... Allah telah memberi saya anugrah cinta yang luar biasa di dalam hati saya, hanya untukmu. Dan saya tak pernah berpikir untuk menghapusnya dari dalam hati maupun pikiran saya. Perasaan ini akan selalu saya jaga dan saya pupuk dengan baik di dalam jiwa saya. Karena saya percaya, alasan Allah mempertemukan kita lalu mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan bukan hanya untuk sementara. Pasti ada alasan lain dibalik ini semua. Boleh saja kini kita berpisah, tapi saya yakin, suatu hari nanti cinta kita akan kembali b
Sebuah gedung megah berdiri kokoh di pusat Ibukota.Hotel berbintang lima itu ramai di kunjungi oleh berbagai macam kalangan orang-orang kelas atas dari mulai pengusaha, aktris, penyanyi, Syekh dan habib terkenal hingga beberapa pejabat pemerintahan.Mereka datang berbondong-bondong dan saling menunjukkan kemampuan finasial melalui mobil mewah yang mereka gunakan.Acara resepsi pernikahan seorang Ustadz terkenal asal Bantul, bernama Rakha Al-Faridzi dengan seorang wanita bercadar yang merupakan mantan istrinya sendiri bernama Rania Putri Wulandari Akbar di gelar dengan sangat meriah.Jika pernikahan pertama mereka dulu tak ada resepsi karena memang sengaja di sembunyikan agar tak tercium awak media, hingga berujung perceraian. Namun kali ini mereka terlihat blak-blakan membagi kebahagiaan mereka pada awak media.Bahkan acara itu di buka bebas untuk para rekan wartawan yang ingin meliput.
Acara ijab dan kabul telah usai.Hampir seluruh keluarga besar Dirgantara pulang ke penginapan, hanya tersisa Bastian dan Devano yang masih asik berkumpul di Masjid bersama keluarga Rakha yang lain, di antaranya Kohar dan Wisnu.Aminah, Latifah, Zulfa dan Ummi sudah sejak tadi masuk kamar untuk beristirahat. Setidaknya mereka masih memiliki waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk tidur sampai waktu shalat Idul Fitri tiba.Rakha baru selesai mencuci muka di kamar mandi setelah berulang kali dia terus meyakini dirinya bahwa apa yang dia alami malam ini bukanlah mimpi alias nyata! Real! Asli! Fakta bukan rekayasa.Lelaki itu sudah menanggalkan jas hitamnya dan menyisakan sebuah kemeja putih yang melekat pas di tubuhnya yang juga berkulit putih.Rakha berwudhu.Berharap perasaannya bisa sedikit lebih baik.Terlebih, setelah ini dia harus menghadapi Rania yang
Rakha Pov...Tak terasa, Ramadhan tahun ini akan segera berakhir.Gema takbir sudah berkumandang.Menyejukkan hati. Meneduhkan sanubari.Kalimat-kalimat toyyibah penyeru betapa perkasanya sang Ilahi sedang diperdengarkan di seluruh dunia, semua orang menyeru nama Allah, memujinya.Tak henti-hentinya rasa syukur terus saya panjatkan atas karunia dan kasih sayang yang telah Allah berikan pada saya karena telah memberikan saya kesempatan mengecap manisnya bulan penuh rahmat di Ramadhan tahun ini.Nikmat sehat, nikmat beribadah, nikmat hidup pun nikmat-nikmat lainnya yang mungkin tak akan terhitung jumlahnya jika saya ucapkan satu persatu.Allah maha kaya, maha pengasih, maha penyayang, maha adil dan maha segala-galanya.Hanya kepada-Nyalah saya meminta dan memohon ampunan atas semua dosa-dosa
"Assalamualaikum, Ummi? Apa kabar?" ucap salah satu perempuan yang lebih dulu masuk.Dia seorang perempuan bercadar.Lebih tepatnya."Waalaikum salam," jawab Ummi dengan suara pelan. Masih terlihat bingung.Perempuan bercadar itu merangsek ke arah Ummi, memeluk Ummi dan menangis."Ini Rania Ummi..." bisik Rania sambil terisak.Latifah langsung menunduk."Rania?" gumam Ummi seolah tidak percaya.Rania mengangguk, melepas cadarnya."MasyaAllah..." gumam Ummi yang langsung menangis. "Jadi, kamu bukan ke Arab?"Bastian dan Raline menyusul masuk hendak bersalaman dengan si empunya rumah. Mereka berdiri di samping Rania.Rania bingung jadi berpandangan dengan ke dua orang tuanya."Ke Arab bagaimana Ummi?" tanya Rania yang tidak mengerti maksud pertanyaan Ummi.Dan Ummi pun menceritakan apa yang tadi diceritakan Siti padanya setelah mereka kini sudah duduk di sofa ruang tamu.Rania dan keluarg
Lantunan shalawat terus terdengar dari musik yang di putar Wisnu mengiringi perjalanan mereka menuju kampung halaman.Mudik tahun ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.Jika tahun lalu mereka sudah berada di kampung sejak jauh-jauh hari sebelum hari raya, tapi sekarang di malam takbiran mereka justru masih berada di perjalanan.Untungnya arus mudik tahun ini jalanan di sepanjang jalur yang mereka lalui menuju Bantul ramai lancar alias tidak macet.Mereka sempat beberapa kali transit di rest area atau pom bensin untuk menunaikan shalat.Selepas maghrib mereka sudah masuk kawasan Jogya.Wisnu menepikan mobil di sebuah warung makan yang menyediakan fasilitas mushola dan toilet umum.Usai menunaikan shalat maghrib mereka buka bersama dengan memesan beberapa menu makanan yang berbeda.Wisnu dan Runi memesan menu ayam bakar, sementara Siti ingin makan lontong sayur dan seperti biasa, Rakha memesan menu kesukaannya lele goren
Malam itu, malam di mana dua hari menjelang hari raya Idul Fitri tiba.Di sepertiga malam yang sunyi, dua anak manusia sama-sama melaksanakan shalat istikharah.Bersujud, merendah dan memohon kepada sang penguasa alam atas apa yang menjadikan hati mereka resah dan gundah gulana.Meminta dengan khusyuk agar Allah memberikan petunjuk terbaiknya kepada mereka.Mereka bukanlah manusia mulia seperti Rasullullah pun Siti Khadijah. Mereka hanya manusia biasa yang berlumur dosa dan khilaf.Untuk itulah mereka tak sanggup menyelesaikan masalah ini sendirian tanpa campur tangan Allah di dalamnya.Karena mereka tahu, sebaik-baiknya pemberi petunjuk hanyalah Allah SWT.Sebaik-baiknya pembuat rencana, hanya Allah Azza Wa Jalla.Bukankah, rejeki, maut dan jodoh itu semua sudah ditetapkan Allah sejak mereka terlahir ke dunia?Maka, mereka akan pasrahkan semuanya kembali hanya pada sang pemilik hati.*****Keesokan harinya