Home / Romansa / DEAR RANIA / 8. TATAPAN JARAK JAUH

Share

8. TATAPAN JARAK JAUH

Author: Herofah
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Sudah satu minggu berlalu sejak Rania menolak lamaran Rakha secara mentah-mentah. Meski sejak hari itu, Rakha tak patah semangat untuk terus mengetahui keadaan Rania, baik dari mulut Devano, maupun menyambanginya langsung ke kediaman utama keluarga Dirgantara.

Kebetulan rumah mewah itu letaknya bersebelahan dengan sebuah lapangan sepak bola yang sangat luas.

Dan letak kamar Rania berhadapan tepat dengan lapangan tersebut. Jadilah, lapangan itu salah satu tempat favorit Rakha untuk dia sambangi tiap kali ada kesempatan. Sebab hanya dari lapangan itu Rakha bisa melihat sesosok tubuh kurus seorang wanita yang kerap menghabiskan waktunya dengan duduk termangu di tepi jendela sambil terus menatap pada satu arah.

Dialah Rania.

Meski jarak mereka sangat jauh, setidaknya Rakha hanya ingin memastikan bahwa Rania dalam keadaan baik-baik saja. Sebab hal itu dirasanya sudah lebih dari cukup.

Seperti biasa, hari ini Rakha memulai harinya sebagai salah satu karyawan di Perusahaan Dirgantara Grup.

Sudah menjadi buah bibir di kalangan kaum hawa bahwa ada seorang karyawan baru yang sangat tampan di bagian divisi perencanaan, bernama Rakha Al Farizi.

Meski dari kebanyakan karyawati yang sudah mengetahui perangai Rakha, langsung menyerah dan memilih untuk mundur teratur dalam mendekati Rakha. Semua hal itu terjadi akibat perangai Rakha yang bisa dibilang jauh di atas kata sempurna. Sangat-sangat sempurna, saking sempurnanya, wanita-wanita itu bahkan sudah minder duluan sebelum bertempur.

"Nggak deh, bukan tipe gue banget! Ganteng sih ganteng, tapi kalo kelewat alim kayak gitu, aneh juga! Bukannya di ajak ena-ena, yang ada gue malah diceramahin terus nanti setiap hari," celoteh Mirna yang kebetulan menjabat sebagai kepala bagian divisi perencanaan.

"Eh, dengerin deh, gue punya cerita lucu tentang tuh cowok," sambung Susi sambil cekikikan. "Jadi gini, lo tau dong rok sepan gue yang warna merah? Yang gue beli bareng Daniar?"

"Yang mininya kebangetan itukan?" sahut Tere.

"Yoi," jawab Susi membenarkan. "Jadi kemarinkan ceritanya gue pake tuh rok ke kantor. Terus gue duduk deh di samping si Rakha pas makan siang di kantin. Kebetulan kantin lagi rame, jadi gue dempet terus tuh cowok,"

"Hahaha... Pepet terrooos..." tambah Daniar di sertai tawanya yang terbahak-bahak.

"Gue kanan, Daniar kiri. Terus, lo semua bisa tebak nggak apa yang terjadi?" suara Susi terdengar menyelidik.

"Apa?" serobot Tere.

"Iya, apa?" tambah Mirna tak sabar.

"Dia pergi, terus nggak jadi makan! Hahahaha..."

"Jidatnya keringetan, pasti dese horny deh gara-gara si Susi Pe'a!" Daniar menoyor kepala Susi sang sahabat.

"Kenapa nggak sekalian aja lo buka tuh rok lo di depan dia, Susi-Susi," sambung Mirna dengan gelengan kepala.

Pagi itu Rakha tiba kepagian di kantor, saat dirinya memasuki ruangan kerjanya dia hanya mendapati gerombolan Susi CS di dalam ruangan itu. Mereka pasti sedang ghibah. Pikir Rakha dalam hati. Meski setelahnya Rakha langsung beristigfar karena sudah bersuudzon.

"Assalamualaikum," ucap Rakha dengan senyum tipis, tanpa sedikit pun memandang ke arah para wanita berpakaian ketat itu. Rakha tahu bahwa sudah sepatutnya dia menjaga pandangan dengan menundukkan kepala.

Berhubung hari masih pagi, Rakha pun memilih untuk beranjak dari ruangannya menuju mushola kantor. Lumayan setengah jam bisa dia isi dengan membaca Al-quran, daripada dia harus terjebak di ruangannya bersama para wanita yang tanpa sadar justru telah mempermalukan diri mereka sendiri dengan sikap mereka yang membuat mereka terkesan sangat rendah.

Rakha sungguh miris, dengan apa yang terjadi di kantor ini. Seperti kejadian yang dialaminya di kantin kantor kemarin saat jam makan siang. Sangat-sangat memalukan bagi Rakha.

Manusia itu terkadang lupa bahwa hidup di dunia ini bukan hanya tentang mencari kesenangan semata. Tapi akhiratlah yang jauh lebih penting.

"Nunduk terus, Mas Rakha, nggak ada duit jatoh kali, hehehe," goda Susi yang langsung di sambut pelototan Mirna.

Rakha hanya menanggapinya dengan senyuman tanpa berkomentar.

"Mau kemana sih, buru-buru amat! Temenin kita dulu kali di sini, nggak liat apa kita udah dandan cantik-cantik begini, belum lagi pakaian kita yang seksi, pasti bakalan betah deketan sama kita," Susi kembali berulah. Dan kelakuannya semakin menjadi saat tiba-tiba dia menghadang langkah Rakha di depan laki-laki itu saat dia hendak keluar dari kubikel kerjanya. Dengan gaya menggoda Susi berpose bak fotomodel dewasa dihadapan Rakha. Memperlihatkan lekukan tubuh sensualnya dengan penuh percaya diri. Belum lagi satu pulasan senyuman mautnya, yang sudah paten terkenal di seantero perusahaan ini karena dianggap sangat manis.

"Permisi Mbak, saya mau ke mushola," ucap Rakha santun.

"Ngapain pagi-pagi ke Mushola? Mending di sini sama akiu..." ucap Susi seraya mengikis jaraknya dengan Rakha semakin dekat.

Lagi dan lagi Rakha hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman penuh kharismatik. Hingga akhirnya, dia kembali bersuara.

"Maaf sebelumnya, sebagai seorang perempuan, sudah sepatutnya kamu menjaga martabatmu dihadapan pria. Bukannya malah sengaja mempertontonkan aurat dengan rasa bangga. Lalu menjadikan tubuhmu sebagai bahan untuk mengolok-olok orang lain, padahal sesungguhnya dirimu sendirilah yang sedang kamu permalukan tanpa kamu sadar akan hal itu. Jujur saja, ini pertama kalinya saya melihat seorang perempuan merendahkan harga dirinya secara terang-terangan dihadapan seorang laki-laki. Dan hal ini, sangat memalukan dimata saya. Semoga Mbak Susi paham dengan kata-kata saya tadi. Maaf jika saya terlalu lancang, permisi,"

Rakha pergi setelahnya.

Meninggalkan ruangan Divisi perencanaan yang mendadak senyap.

*****

Sejak keberadaan Rakha di perusahaan Dirgantara, Mushola kantor yang biasanya selalu dalam keadaan sepi, perlahan berubah menjadi sebuah tempat yang kerap menarik perhatian beberapa karyawan yang melintas di sana.

Tepatnya saat mereka mendengar lantunan ayat suci yang memenuhi ruangan itu.

Sekedar ingin tahu siapakah gerangan kaum adam yang memiliki suara merdu nan menyejukkan itu? Yang bahkan lebih sejuk dari terpaan angin di pagi hari. Damai menjadi satu-satunya hal yang merasuk dalam jiwa tatkala lantunan ayat suci itu terus dilafalkan oleh Rakha.

Lelaki itu tampak fokus pada bacaannya. Menikmati, meresapi dan mendalami. Terkadang buliran air matanya menetes tanpa mampu dia tahan tatkala ayat-ayat suci yang dia baca memiliki makna yang begitu mengena di hati. Seluruh pikirannya yang kalut seketika hilang. Sirna. Dan yang ada hanyalah ketenangan jiwa yang haqiqi. Itulah yang Rakha rasakan setiap kali dirinya menikmati alur bacaan kata demi kata yang ada di dalam Al-Quran.

Rangkaian yang menjadi tanda kebesaran-Nya itu selalu berhasil membuat Rakha terhanyut dalam perasaan damai luar biasa yang tak akan dia dapatkan di tempat lain. Hanya dengan membaca Al-Quran, Rakha merasa segala masalah dalam kehidupannya seolah menguap di udara, terbang lantas menghilang tanpa bekas.

"Kha,"

Rakha masih fokus pada bacaan Al-Qurannya hingga tak menyadari ada sosok lain yang menghampirinya sejak tadi.

Duduk tak jauh dari sisinya. Mendengarkan lantunan yang dia baca dan memperhatikan dengan seksama. Air mata yang mengalir dari sudut mata Rakha menjadi fokus utamanya.

"Rakha," panggil suara itu lagi.

Rakha terhenyak. Kepalanya mendongak dan menoleh ke arah sebuah tangan yang terulur mengguncang lutut kanannya.

"Shadaqallahul adzim..." Rakha buru-buru menyudahi bacaannya seraya menyeka sudut matanya yang basah. Dia menaruh kembali Al-quran itu di tempatnya semula karena benda mulia itu adalah salah satu fasilitas kantor. "Eh, Pak Dev... Ma-maaf," ucap Rakha sungkan. Entah sejak kapan Devano duduk di sampingnya, Rakha sendiri tidak tahu, saking khusyunya dia membaca Al-Quran.

Devano tersenyum lebar. Hatinya jelas merasakan betapa dirinya tak salah menilai sosok Rakha. Devano terharu mendengar lantunan ayat suci yang sejak tadi di dengarnya keluar dari mulut Rakha.

"Bisa kita bicara sebentar, ada hal penting yang ingin saya bicarakan sama kamu," beritahu Dev saat itu.

"Oh, ya tentu. Bisa Pak, mau bicara dimana? Di sini atau di ruangan Bapak?" tanya Rakha kikuk.

"Di sini saja," Devano membetulkan posisi duduknya menghadap ke arah Rakha hingga posisi duduk ke duanya kini saling bersila dan berhadapan satu sama lain.

"Ada kabar baik untukmu dan keluargamu, Rakha, ini tentang Rania," beritahu Devano lagi. Wajahnya sumringah menatap Rakha yang tampak kebingungan.

Rakha hanya diam saja dan membiarkan Devano menyelesaikan kata-katanya. Dia tak mau berharap terlalu jauh.

"Rania sudah memutuskan kalau dia menerima lamaranmu..."

Deg!

Jantung Rakha seolah terhenti untuk memompa darah ke seluruh tubuhnya saat itu.

Pelupuk matanya kian menghangat menahan haru.

Allah kembali menunjukkan kuasanya dalam kehidupan Rakha. Jika sebelumnya harapan untuk bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap diri Rania perlahan mulai pupus dan terkikis, kini Rakha tahu, Allah telah merestui rencana baiknya itu.

Karena Dialah sang maha pembolak-balik hati manusia.

"Alhamdulillah," gumam Rakha dengan suara pelan. "Lalu, bagaimana dengan ke dua orang tua Rania, Om Basti dan Tante Raline, apa mereka juga bersedia menerima lamaran saya atas diri Rania?" tanya Rakha lebih lanjut. Sebab pernikahan bukan hanya tentang bersatunya dua hati, tapi bersatunya dua keluarga.

"Kalau masalah itu kamu tidak perlu khawatir. Justru Mamah dan Papah orang pertama yang mendukung pernikahan ini," jelas Dev yang membuat Rakha tak henti mengucap kata syukur.

"Bagi kami, segenap keluarga Rania, kami percaya, tidak ada jodoh terbaik untuk Rania, selain diri kamu, Rakha..."

Allahumma Kamaa Farrohtanaa Fii Haadzi Hid Dun-Yaa Fa Farrihnaa Fil Aakhirat.

"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberikan kesenangan kepada aku di dunia, maka berilah aku kesenangan di akhirat."

Doa Rakha dalam hati.

Dia sungguh tak sabar untuk memberitahu kabar gembira ini pada Umi dan Abi di kampung.

*****

Langit malam terlihat gemintang.

Sang bulan si raja malam bertengger dengan kokohnya di angkasa. Membentuk bulatan yang sempurna dengan warna kuning keemasan. Seolah ingin menunjukkan pada dunia bahwa dirinyalah sang penguasa malam.

"Assalamualaikum, Umi," sapa Rakha di telepon.

Sejak sore tadi, sepulang dari kantor, Rakha pergi menuju sebuah tempat dan belum beranjak hingga malam mulai menjelang. Dia hanya pergi sebentar ketika waktu shalat maghrib dan Isya berkumandang lalu kembali lagi ke tempat semula.

Rakha duduk di salah satu bangku kosong di pinggir lapangan itu. Sesekali dia menengok ke arah jendela kamar sebuah rumah mewah di ujung sana. Jendela itu masih tertutup rapat bahkan sejak kedatangan Rakha sore tadi.

Sementara Rakha tak akan beranjak dari sana sebelum dia melihat jendela itu terbuka.

"Waalaikum salam, ada apa Nak?" sambut Umi penuh kelembutan.

"Rakha ingin menyampaikan kabar gembira untuk Umi dan Abi, ini mengenai lamaran Rakha untuk Rania. Pagi ini, Pak Dev, Kakak Rania baru saja memberitahu Rakha bahwa Rania menerima lamaran Rakha, Umi. Besok malam, mereka mengundang Rakha untuk makan malam bersama di kediaman Dirgantara. Katanya, mau membicarakan tanggal pernikahan," jelas Rakha panjang lebar. Dia tampak antusias sekali. Senyum di wajah tampannya yang tampak lelah terus terkembang.

Sekian detik berlalu, Rakha tak juga mendengar kalimat sambutan yang terlontar dari mulut sang Umi. Tak ada suara apapun di seberang sana. Hanya ada hening yang meraja.

"Halo, Umi? Umi dengerin Rakhakan?"

Kali ini, terdengar suara isakan tangis di sana.

"Umi menangis?" tanya Rakha cemas.

Sang Umi masih saja terdiam. Entah kenapa dirinya tak merasakan kebahagiaan mendengar berita itu. Semua hal yang dia rasakan berubah drastis semenjak dirinya menyaksikan langsung betapa perangai Rania yang sangat kasar. Kalimat yang keluar dari mulut Rania di hari lamaran itu telah mengiris hati keibuannya. Tak sampai hati, Umi melihat niat baik putranya justru dibalas dengan perlakuan yang sangat buruk. Sempat dia bertanya pada diri sendiri dan berusaha untuk memaklumi kondisi gadis bernama Rania itu, tapi tak tahu kenapa, Umi tak juga mendapatkan jawaban dari kekalutannya tersebut.

"Halo, Umi? Jawab Rakha Umi? Kenapa Umi diam saja?" cecar Rakha dengan kekhawatiran yang kian menjadi. Sebab, dia tahu betul, Umi tak mungkin menangis bila tak ada sebabnya. Atau mungkin, itu air mata bahagia? Entahlah, Rakha sendiri tidak tahu.

"Iya Nak, Umi dengar apa yang kamu katakan tadi," jawab Umi pelan. Isakan tangisnya masih terdengar.

"Lantas kenapa Umi menangis?" tanya Rakha sekali lagi.

"Umi hanya khawatir, apakah Rania memang benar-benar wanita yang pantas untukmu?"

"Kenapa Umi jadi berubah pikiran? Bukankah sebelumnya Umi mendukung apa yang telah menjadi keputusan Rakha?"

Cukup lama, Umi kembali terdiam. Dalam hati dia terus berdzikir meneriakkan kalimat-kalimat Allah untuk sekedar menata hatinya agar tidak melenceng dari takdir yang sudah menjadi ketetapan-Nya.

"Ada sesuatu yang ingin Umi tanyakan padamu Rakha?" tanya Umi memecah keheningan mereka.

"Apa Umi?"

"Apa kamu bahagia, Nak?"

Rakha diam.

"Umi ingin tahu, alasan sebenarnya, mengenai keputusanmu melamar Rania, apa hanya sekedar untuk bertanggung jawab atas kesalahanmu, atau karena memang kamu benar-benar mencintai Rania?"

Lagi-lagi Rakha masih saja diam. Pertanyaan demi pertanyaan Umi semakin menyudutkannya. Menenggelamkan Rakha ke dalam dilema berkepanjangan.

"Keterdiamanmu sudah menjawab pertanyaan Umi, Nak. Umi tahu betul dirimu. Sekali lagi, Umi hanya ingin memberitahumu, pernikahan itu bukanlah sebuah permainan. Pernikahan adalah sesuatu yang besar yang mampu menggetarkan kerajaan Allah, dikala seorang laki-laki mengikrarkan janji sucinya dihadapan seluruh makhluk-Nya. Jika keputusanmu menikahi Rania hanya karena wujud perasaan bersalahmu saja, lebih baik kamu urungkan sebelum hal yang lebih buruk terjadi. Sesungguhnya Allah maha melihat, kamu tidak sepenuhnya bersalah dalam kecelakaan itu. Jadi menurut Umi, kamu tidak perlu berkorban terlalu jauh, Rakha... Umi hanya tidak mau kamu mempermainkan pernikahan dengan membohongi semua orang akan perasaanmu yang sebenarnya terhadap Rania. Bagaimana jika suatu saat nanti Rania tahu yang sebenarnya? Dia pasti akan sangat kecewa padamu,"

"Apa... Rakha terlihat seperti seorang lelaki yang tak bisa mempertanggung jawabkan keputusannya? Apa di mata Umi, Rakha terlihat seperti seorang penipu?"

Air mata Umi semakin deras mengalir. "Umi tidak menganggapmu seperti itu, Nak... Umi menghormati keputusanmu. Sungguh... Hanya saja, Umi takut kamu justru tidak akan menemukan kebahagiaan dalam pernikahanmu kelak bersama Rania,"

"Astagfirullah, Umi. Istigfar Umi, istigfar. Bukankah selama ini Umi yang selalu mengajari Rakha bahwa kita harus selalu berhusnudzon pada siapapun, apalagi pada sang Pencipta. Allah telah memberikan kemudahan bagi niat baik Rakha untuk menikahi Rania. Rakha akan bertanggung jawab penuh atas keputusan Rakha. Rakha akan menjadikan Rania satu-satunya wanita dalam hidup Rakha, sampai waktunya Allah memanggil Rakha untuk pulang. Walau sampai detik ini Rakha sendiri belum tahu persis bagaimana perasaan Rakha yang sebenarnya terhadap Rania, tapi Rakha yakin, seiring waktu berjalan, semua pasti akan berubah. Semua akan indah pada waktunya. Rakha paham apa yang menjadi kecemasan Umi, Innallaha ma'ashobirin. Allah beserta orang-orang yang sabar. Insya Allah, bersama Rakha, Rania akan menjadi sosok yang lebih baik di masa depan. Rakha akan membimbing Rania dan menjadikan Rania seorang wanita sholehah sesuai harapan Umi... Insya Allah, Umi... Percaya sama Rakha,"

"Umi percaya sama kamu, Nak... Semoga Allah melancarkan segala urusanmu kelak..."

"Terima kasih, Umi,"

Dan sambungan telepon itu pun terputus.

Rakha menghela napas lega.

Ditatapnya langit nan luas di atas sana. Lalu dia tersenyum.

Diliriknya lagi ke arah rumah mewah itu, dan di saat yang bersamaan, sebuah jendela terbuka.

Wajah seorang gadis tampak dari balik jendela itu. Rambutnya panjang tergerai. Saat itu, dia menatap ke arah dimana Rakha duduk. Sama halnya seperti Rakha yang menatap ke arahnya.

Untuk waktu yang cukup lama, keduanya larut dalam tatapan masing-masing.

Meski salah satu dari mereka tak benar-benar menatap apa yang ada dihadapannya.

Karena semua terlihat gelap baginya.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sulis Rini
sediih sekali...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • DEAR RANIA   9. SANG PEMILIK SEDAN HITAM

    Senja di Jakarta memang jauh berbeda dengan Senja di tepi pantai parang tritis.Apalagi suasana malamnya.Jakarta yang terkenal sebagai kota yang tak pernah tidur membuka peluang bagi banyak kalangan untuk mencari sepeser uang. Baik itu di waktu pagi, siang, sore, bahkan hingga malam kembali berganti menjadi pagi.Seolah tak mengenal lelah. Hiruk pikuknya terus bergulir penuh keambisian. Tak lekang oleh waktu.Malam ini, Rakha berencana untuk kembali menyambangi kediaman Dirgantara karena dirinya di undang makan malam bersama oleh calon Ibu dan Bapak mertuanya.Sayangnya, Rakha lupa bahwa kini dirinya bukan lagi hidup di daerah pedesaan dimana jalanannya lengang tanpa polusi dan kemacetan. Kini dirinya berada di Jakarta. Kota dengan tingkat kemacetan tertinggi seantero Indonesia.Untungnya kali ini Rakha memilih untuk naik Ojol ketimbang harus nai

  • DEAR RANIA   10. BERAWAL DARI KATA SAYANG

    Akhirnya, hari pernikahan pun tiba.Kumandang akad yang baru saja diteriakkan Rakha di dalam kantor KUA Jakarta, disambut antusias dan tangis haru oleh seluruh keluarga yang hadir, baik itu dari pihak keluarga pengantin perempuan maupun pihak keluarga pengantin laki-laki.Kalimat kabul itu berhasil dilafalkan dalam satu kali tarikan napas yang diikuti oleh kata 'Sah' dari para saksi.Hari ini, Rakha telah membuat keputusan besar dalam hidupnya. Bukan hanya dihadapan makhluk, melainkan dihadapan Allah SWT.Sebuah ikrar janji suci yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Semoga saja ini bukan keputusan yang salah. Rakha berharap ridha Allah senantiasa mengiringi setiap langkah dan usahanya dalam menata biduk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, bersama Rania.Wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.

  • DEAR RANIA   11. GARA-GARA SAYUR

    Bisik-bisik tetangga terus saja terdengar di sepanjang Rakha berjalan menuju ruangan kerjanya, yaitu bagian Divisi Perencanaan.Semua pasang mata melirik dengan lirikan aneh yang sama sekali tidak Rakha mengerti. Bukan hanya dari kaum hawa, namun mereka para lelaki pun menatap dengan tatapan yang sama ke arah Rakha. Yakni, tatapan mencemooh dan menyelidik. Seolah Rakha adalah seorang tersangka atas kasus berat yang hendak dihakimi.Di pintu masuk menuju ruang kerjanya, Rakha berpapasan dengan Pak Rizwan, manager utama di kantor ini.Dan menjadi sebuah hal yang wajar jika Rakha menyapanya dengan sopan di sertai senyuman super ramah, meski apa yang dia dapat setelahnya justru berbanding terbalik dengan apa yang dia berikan.Dengan tatapan nyalang, Pak Rizwan membalas senyuman Rakha. Bahk

  • DEAR RANIA   12. DENGKI

    Hari ini Rakha pulang telat ke kediaman Dirgantara. Sore tadi sepulang dari kantor, Rakha di telepon oleh Wisnu yang memberitahunya bahwa keadaan Siti tiba-tiba kritis. Jadilah, Rakha langsung beranjak ke rumah sakit detik itu juga. Kondisi sang Kakak sama sekali tak menunjukkan kemajuan melainkan justru semakin memprihatinkan. Di sepanjang perjalanan menuju kediaman Dirgantara, Rakha terus menangis di metromini dengan tasbih yang tergenggam di tangannya. Lelehan air matanya seolah tak mau berhenti. Tangisan Runi di rumah sakit membuat batin Rakha ingin berteriak sekencang mungkin. Meneriakkan bahwa dirinya tak sanggup melihat sang keponakan menjadi seorang piatu jika sampai sesuatu hal buruk terjadi menimpa Siti. Takdir Allah memang sudah digariskan tak ada yang bisa

  • DEAR RANIA   13. BERHUBUNGAN LAYAKNYA SUAMI ISTRI

    "Kamu sudah shalat isya, Rania?" tanya Rakha ketika Rania sudah selesai dengan acara kumpul-kumpul bersama kawan-kawan satu kampusnya. Baru juga gue masuk kamar, udah ditanyain begituan! Keluh Rania dalam hati. "Nggak usah mulai deh!" ucap Rania acuh. Dia masih berjalan dengan tongkatnya mencari keberadaan ranjang tempat tidurnya. "Ini udah hampir jam sebelas malam! Kamu darimana aja tadi? Kenapa nggak ijin dulu sama saya kalau kamu mau keluar sama temen-temen kamu? Kamu pikir saya ini apa? Patung?" ucap Rakha. Suaranya terdengar tegas. "Gue udah bilang Mamah kok tadi, ribet lo! Lagian juga gue cuma nongkrong di kafe doang sama mereka, nggak jauh-jauh juga," jawab Rania yang mulai kesal. Dia melepas sepatu ketsnya, lalu kaus kakinya dan hendak merebahkan diri

  • DEAR RANIA   14. DI METROMINI

    "Ihhh, kenapa juga harus pakai jilbab sih? Gerah tau!" keluh Rania saat dirinya diajak pergi oleh Rakha untuk mengantar kepulangan keluarga Rakha di stasiun gambir. Hari ini, Umi, Abi, Aminah dan Latifah hendak pulang ke Bantul setelah hampir dua minggu lebih mereka ada di Jakarta. Niatan untuk pulang terus tertahan, akibat keadaan Siti yang kritis kemarin. Kini, keadaan Siti sudah mulai stabil meski belum menunjukkan kemajuan apapun. Rakha baru saja membelikan tiket untuk keluarganya. Dia terdiam sesaat ketika dilihatnya isi uang di dalam dompetnya kini hanya tersisa selembar uang dua puluh ribu rupiah. Uang tabungan Rakha sudah habis terkuras. Terpakai untuk segala keperluan hidupnya selama dia tinggal di Jakarta pun untuk biaya pernikahannya dengan Rania. Belum lag

  • DEAR RANIA   15. MUSUH DALAM SELIMUT

    Rania dan Rakha baru saja menunaikan shalat isya berjamaah, seperti biasa. Meski masih diawali oleh perdebatan kecil terlebih dahulu. Kini, mereka turun bersama-sama menuju meja makan untuk makan malam. Rakha menuntun Rania dengan sangat hati-hati saat mereka mulai menuruni tangga. Bastian dan Raline tersenyum sumringah melihat betapa mesranya mereka. Akhir-akhir ini Rania sudah mulai membuka diri dan mau diajak pergi keluar meski hanya sekedar berputar-putar di jalan menjaja kuliner pinggiran. Rania juga sudah mulai banyak tersenyum. Bahkan terkadang bibir tipisnya seringkali mengoceh ketika mereka makan malam bersama. Raline dan Bastian sangat bersyukur akan hal itu. Dan mereka berpikir semua hal itu terjadi berkat kehadiran Rakha di sisi putri mereka. Seperti biasa, jika Raline mengambilkan makanan untuk sang suami, Bastian, tapi untuk Rakha dan Ran

  • DEAR RANIA   16. ALLAH YANG MENJADI SAKSINYA

    Malam kian larut, Bastian bahkan sudah pamit undur diri untuk tidur setelah dia memperlihatkan hadiah motor yang diberikannya pada Rakha. Sebuah motor kawasaki ninja keluaran terbaru yang Rakha perkirakan harganya berada di kisaran 50 jutaan keatas. Meski tidak memiliki motor, sebagai seorang lelaki, Rakha tentu tahu sedikit hal tentang otomotif. Meski dirasanya berlebihan, tapi kali ini Rakha menerima pemberian itu. Bahkan dia berulang kali mengucapkan banyak terima kasih pada Bastian. Sudah hampir satu jam Rakha duduk di halaman samping kediaman Dirgantara sambil berulang kali melirik arah jam di tangannya. Mobil sedan hitam milik teman Rania yang bernama Cassie masih terparkir di tempat semula dan itu artinya, wanita itu masih ada di dalam kamar Rania. Mengetahui hal itu, Rakha jelas enggan untuk masuk ke kamar. Dan lebih memilih untuk menunggu sampai Cassie pulang. Tak berselang l

Pinakabagong kabanata

  • DEAR RANIA   BURONAN (Prolog)

    Seorang lelaki menerima telepon dari seseorang di flatnya. "Hallo, ada apa Rick?" tanya lelaki itu pada orang yang meneleponnya. Dia menyalakan rokok dan berjalan ke sisi jendela. Membuka kaca jendela lalu mengepulkan asap rokok itu ke udara. Dingin angin malam berhembus menerpa wajah tampannya. "Ada pekerjaan baru untukmu, Sam. Kau sedang butuh uangkan?" ucap seorang lelaki di seberang. "Asal bukan memperkosa dan menculik anak kecil, aku terima," sahut lelaki yang dipanggil Sam itu. Saat itu, lelaki bernama Sammy itu duduk di jendela kamar dengan tubuh yang bersandar ke dinding dan satu kaki yang terangkat. Siku tangannya yang memegang rokok bertumpu pada lutut kakinya

  • DEAR RANIA   BURONAN (Sinopsis)

    Tentang Sammy. Seorang buronan interpol yang melarikan diri dari penjara karena ingin mencari adik angkatnya yang hilang. Dia adalah mantan tentara militer yang beralih profesi sebagai pembunuh bayaran setelah di fitnah dan di pecat secara tidak hormat, lalu di jebloskan ke penjara dan di siksa secara keji. Tentang Rheyna. Gadis yatim piatu salah adopsi. Dia di jual oleh orang tua yang mengadopsinya pada seorang germo di Las Vegas untuk di jadikan pelacur. Hingga suatu hari, Rheyna berhasil kabur dari tawanan si germo. Satu hal yang Rheyna inginkan saat itu, yakni pulang ke tanah air agar dia bisa bertemu kembali dengan seorang lelaki yang teramat sangat dia kagumi sejak kecil, lelaki itu adalah Ustadz yang mengajarnya mengaji di panti asuhan dulu, namanya Ustadz Rakha. Tentang sepasang suami istri, Rakha dan Rania. Sebelum menikah dengan Rakha, Rania sempat di lamar oleh seorang lelaki berkebangsaan Arab bernama Ahmed, tapi Rania menolaknya.

  • DEAR RANIA   108. EPILOG

    Dear Rania... Pada lembar terakhir buku ini, saya menyematkan foto kita berdua di sana. Berharap suatu hari nanti, ketika kamu melihatnya, kamu bisa tersenyum dan tahu betapa tampannya seorang Rakha yang menjadi suamimu ini... Allah telah memberi saya anugrah cinta yang luar biasa di dalam hati saya, hanya untukmu. Dan saya tak pernah berpikir untuk menghapusnya dari dalam hati maupun pikiran saya. Perasaan ini akan selalu saya jaga dan saya pupuk dengan baik di dalam jiwa saya. Karena saya percaya, alasan Allah mempertemukan kita lalu mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan bukan hanya untuk sementara. Pasti ada alasan lain dibalik ini semua. Boleh saja kini kita berpisah, tapi saya yakin, suatu hari nanti cinta kita akan kembali b

  • DEAR RANIA   107. RENCANA ALLAH ITU INDAH

    Sebuah gedung megah berdiri kokoh di pusat Ibukota.Hotel berbintang lima itu ramai di kunjungi oleh berbagai macam kalangan orang-orang kelas atas dari mulai pengusaha, aktris, penyanyi, Syekh dan habib terkenal hingga beberapa pejabat pemerintahan.Mereka datang berbondong-bondong dan saling menunjukkan kemampuan finasial melalui mobil mewah yang mereka gunakan.Acara resepsi pernikahan seorang Ustadz terkenal asal Bantul, bernama Rakha Al-Faridzi dengan seorang wanita bercadar yang merupakan mantan istrinya sendiri bernama Rania Putri Wulandari Akbar di gelar dengan sangat meriah.Jika pernikahan pertama mereka dulu tak ada resepsi karena memang sengaja di sembunyikan agar tak tercium awak media, hingga berujung perceraian. Namun kali ini mereka terlihat blak-blakan membagi kebahagiaan mereka pada awak media.Bahkan acara itu di buka bebas untuk para rekan wartawan yang ingin meliput.

  • DEAR RANIA   106. MENYAMBUT HARI KEMENANGAN

    Acara ijab dan kabul telah usai.Hampir seluruh keluarga besar Dirgantara pulang ke penginapan, hanya tersisa Bastian dan Devano yang masih asik berkumpul di Masjid bersama keluarga Rakha yang lain, di antaranya Kohar dan Wisnu.Aminah, Latifah, Zulfa dan Ummi sudah sejak tadi masuk kamar untuk beristirahat. Setidaknya mereka masih memiliki waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk tidur sampai waktu shalat Idul Fitri tiba.Rakha baru selesai mencuci muka di kamar mandi setelah berulang kali dia terus meyakini dirinya bahwa apa yang dia alami malam ini bukanlah mimpi alias nyata! Real! Asli! Fakta bukan rekayasa.Lelaki itu sudah menanggalkan jas hitamnya dan menyisakan sebuah kemeja putih yang melekat pas di tubuhnya yang juga berkulit putih.Rakha berwudhu.Berharap perasaannya bisa sedikit lebih baik.Terlebih, setelah ini dia harus menghadapi Rania yang

  • DEAR RANIA   105. INI PASTI MIMPI!

    Rakha Pov...Tak terasa, Ramadhan tahun ini akan segera berakhir.Gema takbir sudah berkumandang.Menyejukkan hati. Meneduhkan sanubari.Kalimat-kalimat toyyibah penyeru betapa perkasanya sang Ilahi sedang diperdengarkan di seluruh dunia, semua orang menyeru nama Allah, memujinya.Tak henti-hentinya rasa syukur terus saya panjatkan atas karunia dan kasih sayang yang telah Allah berikan pada saya karena telah memberikan saya kesempatan mengecap manisnya bulan penuh rahmat di Ramadhan tahun ini.Nikmat sehat, nikmat beribadah, nikmat hidup pun nikmat-nikmat lainnya yang mungkin tak akan terhitung jumlahnya jika saya ucapkan satu persatu.Allah maha kaya, maha pengasih, maha penyayang, maha adil dan maha segala-galanya.Hanya kepada-Nyalah saya meminta dan memohon ampunan atas semua dosa-dosa

  • DEAR RANIA   104. SEPERTI KHADIJAH MELAMAR RASULULLAH

    "Assalamualaikum, Ummi? Apa kabar?" ucap salah satu perempuan yang lebih dulu masuk.Dia seorang perempuan bercadar.Lebih tepatnya."Waalaikum salam," jawab Ummi dengan suara pelan. Masih terlihat bingung.Perempuan bercadar itu merangsek ke arah Ummi, memeluk Ummi dan menangis."Ini Rania Ummi..." bisik Rania sambil terisak.Latifah langsung menunduk."Rania?" gumam Ummi seolah tidak percaya.Rania mengangguk, melepas cadarnya."MasyaAllah..." gumam Ummi yang langsung menangis. "Jadi, kamu bukan ke Arab?"Bastian dan Raline menyusul masuk hendak bersalaman dengan si empunya rumah. Mereka berdiri di samping Rania.Rania bingung jadi berpandangan dengan ke dua orang tuanya."Ke Arab bagaimana Ummi?" tanya Rania yang tidak mengerti maksud pertanyaan Ummi.Dan Ummi pun menceritakan apa yang tadi diceritakan Siti padanya setelah mereka kini sudah duduk di sofa ruang tamu.Rania dan keluarg

  • DEAR RANIA   103. PERJALANAN MENUJU BANTUL

    Lantunan shalawat terus terdengar dari musik yang di putar Wisnu mengiringi perjalanan mereka menuju kampung halaman.Mudik tahun ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.Jika tahun lalu mereka sudah berada di kampung sejak jauh-jauh hari sebelum hari raya, tapi sekarang di malam takbiran mereka justru masih berada di perjalanan.Untungnya arus mudik tahun ini jalanan di sepanjang jalur yang mereka lalui menuju Bantul ramai lancar alias tidak macet.Mereka sempat beberapa kali transit di rest area atau pom bensin untuk menunaikan shalat.Selepas maghrib mereka sudah masuk kawasan Jogya.Wisnu menepikan mobil di sebuah warung makan yang menyediakan fasilitas mushola dan toilet umum.Usai menunaikan shalat maghrib mereka buka bersama dengan memesan beberapa menu makanan yang berbeda.Wisnu dan Runi memesan menu ayam bakar, sementara Siti ingin makan lontong sayur dan seperti biasa, Rakha memesan menu kesukaannya lele goren

  • DEAR RANIA   102. SELEPAS ISTIKHARAH

    Malam itu, malam di mana dua hari menjelang hari raya Idul Fitri tiba.Di sepertiga malam yang sunyi, dua anak manusia sama-sama melaksanakan shalat istikharah.Bersujud, merendah dan memohon kepada sang penguasa alam atas apa yang menjadikan hati mereka resah dan gundah gulana.Meminta dengan khusyuk agar Allah memberikan petunjuk terbaiknya kepada mereka.Mereka bukanlah manusia mulia seperti Rasullullah pun Siti Khadijah. Mereka hanya manusia biasa yang berlumur dosa dan khilaf.Untuk itulah mereka tak sanggup menyelesaikan masalah ini sendirian tanpa campur tangan Allah di dalamnya.Karena mereka tahu, sebaik-baiknya pemberi petunjuk hanyalah Allah SWT.Sebaik-baiknya pembuat rencana, hanya Allah Azza Wa Jalla.Bukankah, rejeki, maut dan jodoh itu semua sudah ditetapkan Allah sejak mereka terlahir ke dunia?Maka, mereka akan pasrahkan semuanya kembali hanya pada sang pemilik hati.*****Keesokan harinya

DMCA.com Protection Status