Beranda / Romansa / DEAR RANIA / 10. BERAWAL DARI KATA SAYANG

Share

10. BERAWAL DARI KATA SAYANG

Penulis: Herofah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Akhirnya, hari pernikahan pun tiba.

Kumandang akad yang baru saja diteriakkan Rakha di dalam kantor KUA Jakarta, disambut antusias dan tangis haru oleh seluruh keluarga yang hadir, baik itu dari pihak keluarga pengantin perempuan maupun pihak keluarga pengantin laki-laki.

Kalimat kabul itu berhasil dilafalkan dalam satu kali tarikan napas yang diikuti oleh kata 'Sah' dari para saksi.

Hari ini, Rakha telah membuat keputusan besar dalam hidupnya. Bukan hanya dihadapan makhluk, melainkan dihadapan Allah SWT.

Sebuah ikrar janji suci yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Semoga saja ini bukan keputusan yang salah. Rakha berharap ridha Allah senantiasa mengiringi setiap langkah dan usahanya dalam menata biduk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, bersama Rania.

Wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.

Bukan larangan lagi jika kini Rakha ingin memandangi wajah Rania terus menerus bahkan tanpa dia harus berkedip.

Rania yang terlihat sangat cantik dalam balutan busana kebaya pengantinnya. Hijab yang menutupi kepalanya menambah nilai plus bagi Rakha akan sosok Rania.

Rakha sendiri yang meminta pada penata rias yang memake up Rania dan menyiapkan busana pengantin untuk memberikan Rania busana pengantin yang bisa menutup aurat Rania.

Meski, hal itu sempat menjadi perdebatan panjang tadi.

Dan karena hal itulah, kini Rania terlihat sangat jengkel pada Rakha. Wajahnya terus saja ditekuk sejak acara ijab dan kabul belum dimulai.

Hingga kekesalan itu memuncak tatkala Rakha yang dengan tiba-tiba mencium kening Rania saat acara ijab dan kabul selesai.

Lelaki sok suci itu bahkan mencium kening Rania tanpa permisi, setengah memaksa saat Rania berusaha untuk mengelak. Belum lagi saat lelaki itu juga memerintahkan Rania untuk mencium tangannya, Rania terus saja sewot.

Dengan gerakan yang terbilang cepat bahkan tanpa rasa khidmad, Rania mencium punggung tangan suaminya. Sungguh dia ingin melumat habis wajah Rakha kalau tak sadar begitu banyak pasang mata yang pastinya tertuju ke arah dirinya dengan Rakha saat ini. Meski dia tidak bisa melihat, tapi Rania yakin kalau dirinya dengan Rakha telah menjadi pusat perhatian semua orang sejak pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di kantor KUA.

"Kan udah gue bilang, jangan coba-coba cari kesempatan!" Bisik Rania geram saat sesi foto berlangsung. Senyum yang dia tampakkan terlihat sangat dipaksakan.

"Memangnya kenapa? Kamu itu istri saya sekarang!" ucap Rakha santai. Dia tersenyum dengan sangat manis saat pengambilan foto berlangsung. Bahkan sesekali Rakha melingkarkan tangannya di pinggang Rania. Meski si pemilik pinggang sempat berusaha menepis tangan Rakha dari pinggangnya, namun Rakha tetap bersih keras pada posisinya. Hingga akhirnya, hal itu membuat Rania jadi frustasi sendiri.

"Awas lo ya makhluk kutub! Liat pembalasan gue nanti malem!" Bisik Rania lagi.

Rakha hanya tersenyum masam. Setengah meledek dia membalas bisikan Rania, "kenapa memangnya? Kamu mau cium saya nanti malam?"

Rania geram bukan main, meski dia merasakan wajahnya mendadak panas, Rania mencoba mengesampingkan hal itu. Dicubitnya lengan kiri Rakha dengan cubitan semut, membuat lelaki itu tersentak kaget, meski tak sampai mengeluarkan suara. Lengannya perih bukan kepalang. Bahkan sampai menyisakan berkas merah kebiru-biruan.

"Rasain!"

Rakha hanya diam, masih dengan senyumnya yang terkembang. Melihat polah Rania yang ternyata tak jauh berbeda dengan Runi kalau sedang ngambek. Mainnya cubit-cubitan.

Dasar...

*****

Di perjalanan menuju pulang, Rania mengaku tubuhnya tidak enak badan hingga dia meminta Raline yang menemaninya di dalam mobil. Jadilah, Rania dan Rakha pulang dalam mobil terpisah.

Rania naik mobil dengan ke dua orang tuanya.

Sementara Rakha ikut dengan mobil Devano.

"Eh Kha, kemarenkan gue udah denger semua tentang apa yang Rania bilang ke lo sewaktu di kamarnya tempo hari. Menurut gue, lo jangan terlalu nurutin apa kata Rania deh, yang ada nanti Ranianya malah tambah menginjak-injak harga diri lo," saran Devano pada Rakha saat di perjalanan pulang menuju kediaman Dirgantara.

"Saya memang sengaja mengiyakan semua yang Rania katakan tempo hari sewaktu di kamar, Pak. Karena pada saat itu, saya dan Raniakan belum menikah. Jadi saya belum memiliki tanggung jawab apapun terhadap diri Rania. Tapi kalau sekarang, ya beda lagi ceritanya. Pak Dev tenang aja, saya punya cara tersendiri untuk mendidik Rania. Insya Allah bersama saya, Rania bisa menjadi pribadi yang lebih baik," jawab Rakha bersahaja.

"Nah, gitu dong... Gue cuma takut aja, kalau-kalau lo itu bakal di jadiin boneka mainannya Rania doang! Lo kan belum tahu watak aslinya Rania, dia itu keras kepala, susah banget di atur! Dulu, waktu belum buta, Rania itu hobinya ikut balapan liar! Gue aja syok pas tahu! Di skorsing dari sekolah gara-gara adu jotos, itu udah berita biasa di keluarga Dirgantara. Justru kalau nggak begitu, bukan Rania namanya. Makanya lo perlu hati-hati sama dia. Sekarang aja rambut Rania itu panjang, semenjak dia pacaran sama Nando, Rania mulai perhatiin penampilannya. Mulai belajar dandan, sebelum-sebelumnya, beuh... Kalau ada acara-acara besar keluarga, dia yang paling susah di ajak kerjasama buat di dandanin terus di suruh pake kebaya. Paling anti dia sama yang namanya rok. Tapi Kha, satu hal yang perlu lo tahu dari diri Rania, walau dia itu bisa dibilang masuk ke dalem kategori anak nakal luar biasa, tapi dia paling anti bikin nyokap gue sedih. Makanya kalo gue udah ancem dia buat ngelaporin kelakuannya dia di luar ke nyokap, Rania pasti langsung nurut. Salah satunya masalah balapan liar itu. Rania berhenti ikut-ikutan begituan sejak gue tahu semuanya dan ancam dia supaya berhenti, kalau nggak bakal gue aduin ke Mamah sama Papah, alhasil dia langsung kicep!" tutur Devano panjang lebar. Sekedar memberi informasi penting mengenai seluk beluk sifat Rania sebelumnya. Supaya Rakha tidak terlalu kaget nantinya dalam menghadapi tingkah laku Rania.

"Itu tandanya, Rania sangat sayang pada Tante Raline dan Om Bastian," tambah Rakha.

Devano hanya manggut-manggut kepala.

Dan perjalanan masih berlanjut dengan percakapan lain meski masih seputar keluarga Dirgantara.

*****

Masa Setelah Prolog...

Rakha keluar dari dalam kamar pengantinnya dengan membawa serpihan piring pecah setelah sebelumnya dia membersihkan kumpulan nasi dan lauk yang mengotori lantai kamar pengantinnya.

"Loh kok pecah, Kha? Ada apa memang?" tanya Raline yang kebetulan saat itu sedang berada di dapur.

"Nggak ada apa-apa kok Tante. Tadi nggak sengaja kesenggol sama Rakha terus jatuh," jawab Rakha yang terpaksa berbohong.

"Oh gitu, lain kali hati-hati ya Rakha,"

"Iya Tante,"

Setelah membuang sampah di tangannya, Rakha menyeduhkan segelas susu dan menyediakan beberapa lembar roti isi selai coklat, lagi-lagi dia menyiapkan itu semua untuk Rania.

Dia membawa nampan berisi makanan itu kembali ke dalam kamar. Ditaruhnya nampan itu di nakas tepat di sisi Rania duduk.

"Ini ada susu coklat dan roti yang sudah saya olesi selai coklat. Kalau kamu mau, kamu tinggal ambil di atas nakas di sebelah kamu. Saya mau mandi dulu," ucap Rakha pada Rania yang terlihat masih marah padanya.

Ekspresi judesnya terus dia tampakkan dengan bibirnya yang terkatup rapat dan ke dua rahangnya yang mengeras. Rania duduk di atas ranjang sambil memeluk ke dua lututnya.

Usai mandi, Rakha keluar dengan tubuh yang lebih segar dan wangi. Saat itu dia hanya mengenakan kaus oblong dan celana boxer hitam polos. Selesai mengelap rambut basahnya dengan handuk, Rakha bergegas menyiapkan peralatan shalat untuk dirinya dan juga Rania.

Karena tidak menemukan di mana letak mukena dan sajadah milik Rania di dalam kamar itu, sementara saat dia menanyakan hal itu, Rania tak kunjung menjawab pertanyaannya, jadilah Rakha menyobek bungkus seserahan yang merupakan mas kawin yang dia berikan pada Rania, yakni seperangkat alat shalat baru.

Digelarnya sajadah menghadap kiblat.

Rakha kembali berjalan menghampiri Rania yang masih tergugu di atas tempat tidur. Tampak sudut mata Rania yang basah dan berkas tetesan air mata di pipi Rania yang telah mengering. Hati Rakha terenyuh menyaksikan hal itu, perasaan bersalah itu kian merasuk kembali menyesakkan dadanya.

Maafkan saya Rania...

Maaf atas semua hal yang telah terjadi menimpamu sebab kecerobohan saya....

Maaf...

Ucap Rakha dalam hati. Entah kenapa, dia belum memiliki nyali untuk mengatakan hal yang sebenarnya mengenai insiden kecelakaan itu pada Rania. Mungkin, tidak untuk saat ini.

"Rania, ayo kita shalat isya dulu, saya sudah siapkan sajadah dan mukena untuk kamu, kita shalat berjamaah ya?" ajak Rakha dengan suara super lembut. Dia masih berdiri di sisi ranjang Rania.

Rania tidak menjawab, melainkan langsung membanting tubuhnya tidur dengan posisi menyamping membelakangi Rakha.

Rakha menghembuskan napas kasar melalui mulut. "Sebagai seorang muslim shalat itu menjadi salah satu kewajiban kita. Selagi kita masih bisa melakukannya. Jangankan kamu, bahkan orang-orang yang tergolek lemah di rumah sakit saja yang hanya bisa menggerakkan bola matanya ke atas dan ke bawah masih tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat melalui gerakan matanya. Sementara kamu, tubuh kamu masih sehat walafiat. Masih bisa bergerak dengan sempurna, tentu bukan hal sulit untuk kamu bangun dan mengambil wudhu ke kamar mandi sekarangkan? Apa perlu saya bantu?" tutur Rakha panjang lebar.

Rania memutar bola mata jengah. Tangannya meremas seprai kuat-kuat. Tanda dia sudah berada di puncak kekesalannya terhadap Rakha. Kali ini!

Rania bangkit dari tidurnya dan kembali duduk menghadap Rakha. Dengan kilatan amarah di matanya Rania berkata dengan suara yang cukup kencang. "Heh, sekali lagi lo ceramah di depan gue, gue bakal usir lo dari kamar ini! Lo itu nggak amnesiakan? Lo masih ingetkan sama perjanjian yang udah kita buat untuk nggak mencampuri urusan masing-masing setelah kita menikah. Jadi urus aja diri lo sendiri, nggak usah ribet-ribet ngurusin hidup gue! Orang tua gue aja selama ini santai, kalo gue nggak shalat, kenapa sekarang lo jadi sok perintah-perintah gue? Shalat itu urusan manusia dengan penciptanya. Jadi kalau gue nggak shalat, nggak ada ruginya jugakan buat lo! Sana shalat sendiri, gue mau tidur! Ngantuk!"

Beberapa kali Rakha mengucap istighfar meski hanya dalam hati. Dia tidak boleh menyerah.

Ditariknya selimut yang menutupi tubuh Rania saat itu.

"Ih, apaan sih?" protes Rania menahan selimutnya.

"Apa perlu saya gendong kamu ke kamar mandi untuk mengambil wudhu? Saya ini suami kamu sekarang, jadi sudah sepatutnya kamu menuruti perintah saya. Ayo, bangun! Shalat isya dulu, baru kita tidur," paksa Rakha. Dia menarik tangan Rania.

"Apaaan sih, lepas nggak! Gue nggak mau!" Rania terus meronta tatkala tubuhnya kini terus ditarik dari tempat tidur oleh Rakha. Sampai akhirnya dengan sangat terpaksa Rakha mengangkat tubuh Rania yang membatu hanya dengan sekali sentakan. Dia menggendong tubuh Rania dengan gaya brydal style menuju kamar mandi.

Rania masih terus meronta saat itu.

Sesampainya di kamar mandi, Rakha mengarahkan tangan Rania agar memutar kran air untuk mengambil wudhu.

Rania terus saja sewot. Mulutnya komat kamit tidak jelas, meski setelahnya dia menuruti perintah Rakha dengan sangat terpaksa serta melakukannya dengan asal dan ogah-ogahan.

"Tangannya di basahi sampai siku, tiga kali," beritahu Rakha mengoreksi kesalahan Rania dalam berwudhu.

Rania diam saja.

Sebodo amat! Pikirnya dongkol setengah mati.

"Kalau kaki, cukup sampai sebatas mata kaki aja, nggak usah sampai dengkul," beritahu Rakha lagi.

Rania mendesah berat. "Tadi lo bilang harus sampai siku, sekarang lo bilang lagi cuma sampai mata kaki, jadi mana yang bener sih?" protesnya tidak terima. Dipikirnya Rania sebodoh itu apa tidak bisa berwudhu dengan baik dan benar. Bawel banget!

Rania mendengar tawa renyah Rakha saat itu.

"Siku sama lutut itukan beda sayang..."

Rania tertegun sesaat.

Sayang???

Kali ini, Rania hanya diam. Bahkan sampai mereka selesai menunaikan shalat isya.

Entah apa yang membuat Rania jadi seperti itu. Yang pasti, kata 'sayang' yang di ucapkan Rakha tadi di tempat wudhu seolah menyihirnya dalam sekejap.

Bab terkait

  • DEAR RANIA   11. GARA-GARA SAYUR

    Bisik-bisik tetangga terus saja terdengar di sepanjang Rakha berjalan menuju ruangan kerjanya, yaitu bagian Divisi Perencanaan.Semua pasang mata melirik dengan lirikan aneh yang sama sekali tidak Rakha mengerti. Bukan hanya dari kaum hawa, namun mereka para lelaki pun menatap dengan tatapan yang sama ke arah Rakha. Yakni, tatapan mencemooh dan menyelidik. Seolah Rakha adalah seorang tersangka atas kasus berat yang hendak dihakimi.Di pintu masuk menuju ruang kerjanya, Rakha berpapasan dengan Pak Rizwan, manager utama di kantor ini.Dan menjadi sebuah hal yang wajar jika Rakha menyapanya dengan sopan di sertai senyuman super ramah, meski apa yang dia dapat setelahnya justru berbanding terbalik dengan apa yang dia berikan.Dengan tatapan nyalang, Pak Rizwan membalas senyuman Rakha. Bahk

  • DEAR RANIA   12. DENGKI

    Hari ini Rakha pulang telat ke kediaman Dirgantara. Sore tadi sepulang dari kantor, Rakha di telepon oleh Wisnu yang memberitahunya bahwa keadaan Siti tiba-tiba kritis. Jadilah, Rakha langsung beranjak ke rumah sakit detik itu juga. Kondisi sang Kakak sama sekali tak menunjukkan kemajuan melainkan justru semakin memprihatinkan. Di sepanjang perjalanan menuju kediaman Dirgantara, Rakha terus menangis di metromini dengan tasbih yang tergenggam di tangannya. Lelehan air matanya seolah tak mau berhenti. Tangisan Runi di rumah sakit membuat batin Rakha ingin berteriak sekencang mungkin. Meneriakkan bahwa dirinya tak sanggup melihat sang keponakan menjadi seorang piatu jika sampai sesuatu hal buruk terjadi menimpa Siti. Takdir Allah memang sudah digariskan tak ada yang bisa

  • DEAR RANIA   13. BERHUBUNGAN LAYAKNYA SUAMI ISTRI

    "Kamu sudah shalat isya, Rania?" tanya Rakha ketika Rania sudah selesai dengan acara kumpul-kumpul bersama kawan-kawan satu kampusnya. Baru juga gue masuk kamar, udah ditanyain begituan! Keluh Rania dalam hati. "Nggak usah mulai deh!" ucap Rania acuh. Dia masih berjalan dengan tongkatnya mencari keberadaan ranjang tempat tidurnya. "Ini udah hampir jam sebelas malam! Kamu darimana aja tadi? Kenapa nggak ijin dulu sama saya kalau kamu mau keluar sama temen-temen kamu? Kamu pikir saya ini apa? Patung?" ucap Rakha. Suaranya terdengar tegas. "Gue udah bilang Mamah kok tadi, ribet lo! Lagian juga gue cuma nongkrong di kafe doang sama mereka, nggak jauh-jauh juga," jawab Rania yang mulai kesal. Dia melepas sepatu ketsnya, lalu kaus kakinya dan hendak merebahkan diri

  • DEAR RANIA   14. DI METROMINI

    "Ihhh, kenapa juga harus pakai jilbab sih? Gerah tau!" keluh Rania saat dirinya diajak pergi oleh Rakha untuk mengantar kepulangan keluarga Rakha di stasiun gambir. Hari ini, Umi, Abi, Aminah dan Latifah hendak pulang ke Bantul setelah hampir dua minggu lebih mereka ada di Jakarta. Niatan untuk pulang terus tertahan, akibat keadaan Siti yang kritis kemarin. Kini, keadaan Siti sudah mulai stabil meski belum menunjukkan kemajuan apapun. Rakha baru saja membelikan tiket untuk keluarganya. Dia terdiam sesaat ketika dilihatnya isi uang di dalam dompetnya kini hanya tersisa selembar uang dua puluh ribu rupiah. Uang tabungan Rakha sudah habis terkuras. Terpakai untuk segala keperluan hidupnya selama dia tinggal di Jakarta pun untuk biaya pernikahannya dengan Rania. Belum lag

  • DEAR RANIA   15. MUSUH DALAM SELIMUT

    Rania dan Rakha baru saja menunaikan shalat isya berjamaah, seperti biasa. Meski masih diawali oleh perdebatan kecil terlebih dahulu. Kini, mereka turun bersama-sama menuju meja makan untuk makan malam. Rakha menuntun Rania dengan sangat hati-hati saat mereka mulai menuruni tangga. Bastian dan Raline tersenyum sumringah melihat betapa mesranya mereka. Akhir-akhir ini Rania sudah mulai membuka diri dan mau diajak pergi keluar meski hanya sekedar berputar-putar di jalan menjaja kuliner pinggiran. Rania juga sudah mulai banyak tersenyum. Bahkan terkadang bibir tipisnya seringkali mengoceh ketika mereka makan malam bersama. Raline dan Bastian sangat bersyukur akan hal itu. Dan mereka berpikir semua hal itu terjadi berkat kehadiran Rakha di sisi putri mereka. Seperti biasa, jika Raline mengambilkan makanan untuk sang suami, Bastian, tapi untuk Rakha dan Ran

  • DEAR RANIA   16. ALLAH YANG MENJADI SAKSINYA

    Malam kian larut, Bastian bahkan sudah pamit undur diri untuk tidur setelah dia memperlihatkan hadiah motor yang diberikannya pada Rakha. Sebuah motor kawasaki ninja keluaran terbaru yang Rakha perkirakan harganya berada di kisaran 50 jutaan keatas. Meski tidak memiliki motor, sebagai seorang lelaki, Rakha tentu tahu sedikit hal tentang otomotif. Meski dirasanya berlebihan, tapi kali ini Rakha menerima pemberian itu. Bahkan dia berulang kali mengucapkan banyak terima kasih pada Bastian. Sudah hampir satu jam Rakha duduk di halaman samping kediaman Dirgantara sambil berulang kali melirik arah jam di tangannya. Mobil sedan hitam milik teman Rania yang bernama Cassie masih terparkir di tempat semula dan itu artinya, wanita itu masih ada di dalam kamar Rania. Mengetahui hal itu, Rakha jelas enggan untuk masuk ke kamar. Dan lebih memilih untuk menunggu sampai Cassie pulang. Tak berselang l

  • DEAR RANIA   17. KEGUGURAN

    Seperti biasa, Rakha terbangun di sepertiga malam untuk menunaikan shalat sunah tahadjud. Diliriknya ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 02.30 WIB dini hari. Rakha duduk di tepian ranjangnya sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Sekedar mengusir kantuk dan mengumpulkan kesadarannya. Guncangan pelan di atas tempat tidur membuat Rakha menoleh ke belakang, dimana Rania terlihat gelisah dalam tidurnya. Meski saat itu rambut panjang Rania kelihatan berantakan, namun bagi Rakha, hal itu tak sama sekali mengurangi kecantikan Rania. Diam-diam, Rakha tersenyum tipis, ketika ingatannya tertuju pada kejadian semalam sebelum mereka tidur. Ada kemajuan dalam hubungan ini, ucap batin Rakha. Dia sangat bersyukur jika kini perlahan Rania mulai bisa mengungkapkan isi hatinya meski belum secara gamblang. Setidaknya, Rania sudah mulai bisa di ajak bicara dari hati ke hati dengannya. Dari pengak

  • DEAR RANIA   18. NANDO VS CASSIE

    "Yes baby... Ouhh... Ahhh... Teruusss..." racau seorang wanita yang sedang menikmati hantaman milik sang kekasih yang telah terbenam ke dalam miliknya. "Kamu menyukai permainankukan sayang?" desah si lelaki yang terus memompa dengan tempo lebih cepat. Permainan panas itu terus berlanjut di dalam sebuah kamar apartemen mewah di bilangan Jakarta pusat. Brugh!!! Namun sayangnya, belum sempat mereka mencapai klimaks, suara bantingan pintu terdengar dari arah pintu masuk apartemen itu. Sontak ke dua manusia itu terkaget hingga menyudahi permainan mereka. Seorang wanita berparas manis terlihat marah menatap ke arah ranjang tempat tidur di mana dirinya biasa melakukan hal yang sama bersama kekasihnya, Nando. Tapi kali ini, dia justru dikejutkan oleh sebuah pemandangan buruk ketika dia mendapati seorang pel

Bab terbaru

  • DEAR RANIA   BURONAN (Prolog)

    Seorang lelaki menerima telepon dari seseorang di flatnya. "Hallo, ada apa Rick?" tanya lelaki itu pada orang yang meneleponnya. Dia menyalakan rokok dan berjalan ke sisi jendela. Membuka kaca jendela lalu mengepulkan asap rokok itu ke udara. Dingin angin malam berhembus menerpa wajah tampannya. "Ada pekerjaan baru untukmu, Sam. Kau sedang butuh uangkan?" ucap seorang lelaki di seberang. "Asal bukan memperkosa dan menculik anak kecil, aku terima," sahut lelaki yang dipanggil Sam itu. Saat itu, lelaki bernama Sammy itu duduk di jendela kamar dengan tubuh yang bersandar ke dinding dan satu kaki yang terangkat. Siku tangannya yang memegang rokok bertumpu pada lutut kakinya

  • DEAR RANIA   BURONAN (Sinopsis)

    Tentang Sammy. Seorang buronan interpol yang melarikan diri dari penjara karena ingin mencari adik angkatnya yang hilang. Dia adalah mantan tentara militer yang beralih profesi sebagai pembunuh bayaran setelah di fitnah dan di pecat secara tidak hormat, lalu di jebloskan ke penjara dan di siksa secara keji. Tentang Rheyna. Gadis yatim piatu salah adopsi. Dia di jual oleh orang tua yang mengadopsinya pada seorang germo di Las Vegas untuk di jadikan pelacur. Hingga suatu hari, Rheyna berhasil kabur dari tawanan si germo. Satu hal yang Rheyna inginkan saat itu, yakni pulang ke tanah air agar dia bisa bertemu kembali dengan seorang lelaki yang teramat sangat dia kagumi sejak kecil, lelaki itu adalah Ustadz yang mengajarnya mengaji di panti asuhan dulu, namanya Ustadz Rakha. Tentang sepasang suami istri, Rakha dan Rania. Sebelum menikah dengan Rakha, Rania sempat di lamar oleh seorang lelaki berkebangsaan Arab bernama Ahmed, tapi Rania menolaknya.

  • DEAR RANIA   108. EPILOG

    Dear Rania... Pada lembar terakhir buku ini, saya menyematkan foto kita berdua di sana. Berharap suatu hari nanti, ketika kamu melihatnya, kamu bisa tersenyum dan tahu betapa tampannya seorang Rakha yang menjadi suamimu ini... Allah telah memberi saya anugrah cinta yang luar biasa di dalam hati saya, hanya untukmu. Dan saya tak pernah berpikir untuk menghapusnya dari dalam hati maupun pikiran saya. Perasaan ini akan selalu saya jaga dan saya pupuk dengan baik di dalam jiwa saya. Karena saya percaya, alasan Allah mempertemukan kita lalu mempersatukan kita dalam ikatan suci pernikahan bukan hanya untuk sementara. Pasti ada alasan lain dibalik ini semua. Boleh saja kini kita berpisah, tapi saya yakin, suatu hari nanti cinta kita akan kembali b

  • DEAR RANIA   107. RENCANA ALLAH ITU INDAH

    Sebuah gedung megah berdiri kokoh di pusat Ibukota.Hotel berbintang lima itu ramai di kunjungi oleh berbagai macam kalangan orang-orang kelas atas dari mulai pengusaha, aktris, penyanyi, Syekh dan habib terkenal hingga beberapa pejabat pemerintahan.Mereka datang berbondong-bondong dan saling menunjukkan kemampuan finasial melalui mobil mewah yang mereka gunakan.Acara resepsi pernikahan seorang Ustadz terkenal asal Bantul, bernama Rakha Al-Faridzi dengan seorang wanita bercadar yang merupakan mantan istrinya sendiri bernama Rania Putri Wulandari Akbar di gelar dengan sangat meriah.Jika pernikahan pertama mereka dulu tak ada resepsi karena memang sengaja di sembunyikan agar tak tercium awak media, hingga berujung perceraian. Namun kali ini mereka terlihat blak-blakan membagi kebahagiaan mereka pada awak media.Bahkan acara itu di buka bebas untuk para rekan wartawan yang ingin meliput.

  • DEAR RANIA   106. MENYAMBUT HARI KEMENANGAN

    Acara ijab dan kabul telah usai.Hampir seluruh keluarga besar Dirgantara pulang ke penginapan, hanya tersisa Bastian dan Devano yang masih asik berkumpul di Masjid bersama keluarga Rakha yang lain, di antaranya Kohar dan Wisnu.Aminah, Latifah, Zulfa dan Ummi sudah sejak tadi masuk kamar untuk beristirahat. Setidaknya mereka masih memiliki waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk tidur sampai waktu shalat Idul Fitri tiba.Rakha baru selesai mencuci muka di kamar mandi setelah berulang kali dia terus meyakini dirinya bahwa apa yang dia alami malam ini bukanlah mimpi alias nyata! Real! Asli! Fakta bukan rekayasa.Lelaki itu sudah menanggalkan jas hitamnya dan menyisakan sebuah kemeja putih yang melekat pas di tubuhnya yang juga berkulit putih.Rakha berwudhu.Berharap perasaannya bisa sedikit lebih baik.Terlebih, setelah ini dia harus menghadapi Rania yang

  • DEAR RANIA   105. INI PASTI MIMPI!

    Rakha Pov...Tak terasa, Ramadhan tahun ini akan segera berakhir.Gema takbir sudah berkumandang.Menyejukkan hati. Meneduhkan sanubari.Kalimat-kalimat toyyibah penyeru betapa perkasanya sang Ilahi sedang diperdengarkan di seluruh dunia, semua orang menyeru nama Allah, memujinya.Tak henti-hentinya rasa syukur terus saya panjatkan atas karunia dan kasih sayang yang telah Allah berikan pada saya karena telah memberikan saya kesempatan mengecap manisnya bulan penuh rahmat di Ramadhan tahun ini.Nikmat sehat, nikmat beribadah, nikmat hidup pun nikmat-nikmat lainnya yang mungkin tak akan terhitung jumlahnya jika saya ucapkan satu persatu.Allah maha kaya, maha pengasih, maha penyayang, maha adil dan maha segala-galanya.Hanya kepada-Nyalah saya meminta dan memohon ampunan atas semua dosa-dosa

  • DEAR RANIA   104. SEPERTI KHADIJAH MELAMAR RASULULLAH

    "Assalamualaikum, Ummi? Apa kabar?" ucap salah satu perempuan yang lebih dulu masuk.Dia seorang perempuan bercadar.Lebih tepatnya."Waalaikum salam," jawab Ummi dengan suara pelan. Masih terlihat bingung.Perempuan bercadar itu merangsek ke arah Ummi, memeluk Ummi dan menangis."Ini Rania Ummi..." bisik Rania sambil terisak.Latifah langsung menunduk."Rania?" gumam Ummi seolah tidak percaya.Rania mengangguk, melepas cadarnya."MasyaAllah..." gumam Ummi yang langsung menangis. "Jadi, kamu bukan ke Arab?"Bastian dan Raline menyusul masuk hendak bersalaman dengan si empunya rumah. Mereka berdiri di samping Rania.Rania bingung jadi berpandangan dengan ke dua orang tuanya."Ke Arab bagaimana Ummi?" tanya Rania yang tidak mengerti maksud pertanyaan Ummi.Dan Ummi pun menceritakan apa yang tadi diceritakan Siti padanya setelah mereka kini sudah duduk di sofa ruang tamu.Rania dan keluarg

  • DEAR RANIA   103. PERJALANAN MENUJU BANTUL

    Lantunan shalawat terus terdengar dari musik yang di putar Wisnu mengiringi perjalanan mereka menuju kampung halaman.Mudik tahun ini memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.Jika tahun lalu mereka sudah berada di kampung sejak jauh-jauh hari sebelum hari raya, tapi sekarang di malam takbiran mereka justru masih berada di perjalanan.Untungnya arus mudik tahun ini jalanan di sepanjang jalur yang mereka lalui menuju Bantul ramai lancar alias tidak macet.Mereka sempat beberapa kali transit di rest area atau pom bensin untuk menunaikan shalat.Selepas maghrib mereka sudah masuk kawasan Jogya.Wisnu menepikan mobil di sebuah warung makan yang menyediakan fasilitas mushola dan toilet umum.Usai menunaikan shalat maghrib mereka buka bersama dengan memesan beberapa menu makanan yang berbeda.Wisnu dan Runi memesan menu ayam bakar, sementara Siti ingin makan lontong sayur dan seperti biasa, Rakha memesan menu kesukaannya lele goren

  • DEAR RANIA   102. SELEPAS ISTIKHARAH

    Malam itu, malam di mana dua hari menjelang hari raya Idul Fitri tiba.Di sepertiga malam yang sunyi, dua anak manusia sama-sama melaksanakan shalat istikharah.Bersujud, merendah dan memohon kepada sang penguasa alam atas apa yang menjadikan hati mereka resah dan gundah gulana.Meminta dengan khusyuk agar Allah memberikan petunjuk terbaiknya kepada mereka.Mereka bukanlah manusia mulia seperti Rasullullah pun Siti Khadijah. Mereka hanya manusia biasa yang berlumur dosa dan khilaf.Untuk itulah mereka tak sanggup menyelesaikan masalah ini sendirian tanpa campur tangan Allah di dalamnya.Karena mereka tahu, sebaik-baiknya pemberi petunjuk hanyalah Allah SWT.Sebaik-baiknya pembuat rencana, hanya Allah Azza Wa Jalla.Bukankah, rejeki, maut dan jodoh itu semua sudah ditetapkan Allah sejak mereka terlahir ke dunia?Maka, mereka akan pasrahkan semuanya kembali hanya pada sang pemilik hati.*****Keesokan harinya

DMCA.com Protection Status