Seperti biasa, Rakha terbangun di sepertiga malam untuk menunaikan shalat sunah tahadjud.
Diliriknya ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 02.30 WIB dini hari.
Rakha duduk di tepian ranjangnya sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Sekedar mengusir kantuk dan mengumpulkan kesadarannya.
Guncangan pelan di atas tempat tidur membuat Rakha menoleh ke belakang, dimana Rania terlihat gelisah dalam tidurnya. Meski saat itu rambut panjang Rania kelihatan berantakan, namun bagi Rakha, hal itu tak sama sekali mengurangi kecantikan Rania. Diam-diam, Rakha tersenyum tipis, ketika ingatannya tertuju pada kejadian semalam sebelum mereka tidur.
Ada kemajuan dalam hubungan ini, ucap batin Rakha. Dia sangat bersyukur jika kini perlahan Rania mulai bisa mengungkapkan isi hatinya meski belum secara gamblang. Setidaknya, Rania sudah mulai bisa di ajak bicara dari hati ke hati dengannya.
Dari pengak
Semoga suka... Jangan lupa vomentnya..
"Yes baby... Ouhh... Ahhh... Teruusss..." racau seorang wanita yang sedang menikmati hantaman milik sang kekasih yang telah terbenam ke dalam miliknya. "Kamu menyukai permainankukan sayang?" desah si lelaki yang terus memompa dengan tempo lebih cepat. Permainan panas itu terus berlanjut di dalam sebuah kamar apartemen mewah di bilangan Jakarta pusat. Brugh!!! Namun sayangnya, belum sempat mereka mencapai klimaks, suara bantingan pintu terdengar dari arah pintu masuk apartemen itu. Sontak ke dua manusia itu terkaget hingga menyudahi permainan mereka. Seorang wanita berparas manis terlihat marah menatap ke arah ranjang tempat tidur di mana dirinya biasa melakukan hal yang sama bersama kekasihnya, Nando. Tapi kali ini, dia justru dikejutkan oleh sebuah pemandangan buruk ketika dia mendapati seorang pel
Sudah satu minggu berlalu pasca operasi, kini keadaan Rania sudah jauh lebih baik. Meski awalnya Rania sempat syok ketika tahu dirinya mengalami keguguran, tapi kehadiran Rakha serta kesabaran lelaki itu yang terus mendampingi Rania sepanjang waktu, membuat Rania perlahan mulai bangkit dari keterpurukan yang dialaminya secara bertubi-tubi. Luka pasca kecelakaan yang menyebabkan dirinya buta, belum juga sirna, kini Rania harus kembali menerima kenyataan kalau-kalau dirinya bisa saja mandul akibat keguguran yang dia alami saat ini. Dan kenyataan itu semakin membuatnya dilanda sedih berkepanjangan. Meski terkadang sepulas senyum hadir menghiasi wajahnya, namun dalam lubuk hatinya yang terdalam, Rania tak hentinya menangis, menjerit, merintih menahan pedih yang terus merundung hidupnya tanpa henti. Dan menjadi satu hal yang terus Rania syukuri hingga saat ini, adalah tentang Rakha. Benar apa yang dikatakan lelaki itu minggu lalu, di malam sebelum Rania ke
"Apa kabar Rania? Ini aku, Nando," Bibir Rania yang hendak bicara langsung terkatup rapat saat dia tahu siapa manusia yang masuk ke dalam ruangan rawatnya saat ini. Perasaannya mendadak kacau balau. Mungkin, seandainya saja dia tidak buta, ingin sekali rasanya Rania bangkit dari ranjang, menghampiri Nando, lalu menampar wajah laki-laki itu dengan sekuat tenaga. Namun sayang, keterbatasannya membuat Rania benar-benar merasa tidak berdaya saat ini. Dia benar-benar lemah. Bahkan kini, yang bisa dia lakukan hanyalah menangis. "Mau apa lo ke sini?" tanya Rania seraya menyeka cepat air matanya. Dia sadar tidak seharusnya dia kembali menangisi laki-laki brengsek yang telah membuat sedih keluarganya pun menghancurkan harapannya. "Rania..." tubuh Nando semakin mendekat, bahkan kini dia berhasil menyentuh jem
Masih dalam posisi yang sama, ketika Rania sadar dari pingsannya pasca kontraksi yang sempat di alaminya tadi. Rania mendapati tangannya tengah di genggam dengan cukup kuat oleh seseorang yang nampaknya duduk di sisi ranjang tempat tidurnya saat itu. Aroma maskulin yang terhirup oleh indra penciumannya dapat dengan mudah membuatnya tahu bahwa sosok yang kini ada di sampingnya adalah Rakha. Bahkan, hanya dengan menghirup aroma tubuh Rakha saja, hati Rania bisa merasa lebih tenang. Dia merasa terlindungi dengan keberadaan Rakha di sisinya. Rania menggerakkan tangannya, meraba ke arah bahu, lalu kepala Rakha. Sepertinya Rakha sedang tertidur pulas. Kepalanya tertelungkup bertumpu pada sisi ranjang. Bahkan lelaki itu sama sekali tak bergerak saat jemari Rania kini membelai rambutnya. Membelai dengan penuh kelembutan. Sepulas senyum terbit di wajah pucatnya. "Rambut kamu teb
Apapun yang terbayang saat itu dalam benaknya, seolah hilang dan sirna. Otaknya mendadak kosong. Bahkan semua hal di sekelilingnya seolah berhenti bergerak. Hingga pada akhirnya, yang terasa hanyalah degupan jantungnya sendiri. Si laki-laki masih diam dalam posisinya, setengah menunduk karena tubuhnya yang memang lebih jangkung. Sementara si gadis, setengah berjinjit. Ke dua tangannya bergerak cepat melingkar di leher si lelaki. Ketika kulit bibir mereka saling bersentuhan, si gadis bisa merasakan sebuah cengkraman kuat di pinggangnya. Si gadis menutup matanya. Berusaha menikmati. Sementara si lelaki, masih berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya. Kesadarannya.
Angin bertiup semilir menerpa dedaunan hijau yang mulai layu dan mengering. Rintik hujan masih setia membasahi bumi. Langit Ibukota yang biasanya cerah kini seolah berkabung. Terselimuti awan mendung yang enggan beranjak dari peraduannya. Sungguh pemandangan biasa bagi warga Jakarta, tepatnya sejak satu bulan terakhir. Sebab hujan tak pernah mengenal waktu untuk turun. Memasuki akhir tahun, sepertinya hujan semakin intens menunjukkan kekuasaannya. Hari berlalu berganti minggu dan minggu berganti menjadi bulan. Waktu seolah berputar lebih cepat saat manusia merasa hidup jauh lebih indah. Ini sudah masuk awal Desember, dan itu artinya, sudah genap tiga bulan usia pernikahan kedua yang dilakukan Rakha dan Rania. Pasca insiden keguguran yang dialami Rania beberapa bulan lalu, Rakha meminta pihak keluarga untuk kembali menggelar acara pernikahan kedua agar dirinya bisa lebih tenang dalam menjalani hubungan
"Apa lagi sih?" Rania terus meracau tidak jelas saat dirinya harus kembali terlibat adu tarik tangan dengan manusia tak tahu diri yang bernama Rakha Al Farizi, suaminya, pagi-pagi begini. Satu-satunya manusia tidak berkeprimanusiaan yang terus saja mengganggu tidur Rania, padahal Rania merasa dirinya baru saja tertidur sekitar satu sampai dua jam. Bayangkan saja, tadi berkisar pukul 02.00 WIB dini hari, Rania sudah dibangunkan oleh Rakha dengan dalih shalat malam. Dirinya yang jelas masih sangat mengantuk bersikukuh tak mau beranjak dari tempat tidur, hingga setelahnya Rakha kembali menggendong tubuhnya yang masih setengah sadar menuju kamar mandi, lalu mengunci pintu kamar mandi dari luar sebelum Rania menuruti perintahnya untuk mengambil wudhu. Dan semua penderitaan Rania tidak terhenti sampai di situ. Usai menunaikan shalat malam, lagi-lagi Rakha melarang Rania untuk kembali melanjutkan tidurnya. Al-Quran Braille yang dibeli Rakha untuk Rania sekitar dua m
Setelah terjebak dalam perkumpulan para kolega bisnis di sebuah kafe untuk merayakan keberhasilan yang telah dicapai perusahaan Dirgantara, kini Rakha harus terjebak macet di jalan bersama Devano, juga Bastian dan Bayu, adik dari Bastian. Mereka yang kini memegang kendali penuh atas keberlangsungan perusahaan turun temurun keluarga itu. Dirgantara Grup Company. Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang perdagangan ekspor impor. Tingginya minat dan banyaknya permintaan atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap barang-barang yang mereka perjual belikan, mau tak mau membuat perusahaan kini harus menambah beberapa anak cabang baru di beberapa titik tertentu. Pekerjaan membludak. Semua orang sibuk. Tidak terkecuali dengan Rakha. Untuk itulah meski agak terpaksa, Rakha bersedia menerima ajakan sang Kakak Ipar dan Ayah mertuanya untuk ikut bergabung dalam acara per