"Gue nggak laper!" Sentak Rania menepis sesendok suapan dari tangan Rakha, suaminya.
"Tapi dari pagi tadi kamu belum makan, Rania... Kamukan harus minum obat. Kesehatan kamu belum pulih sepenuhnya," ucap Rakha dengan sikap sabar dan penuh ketulusan. Dia memunguti ceceran nasi yang terjatuh dipangkuan istrinya, lalu mulai menyendok sesuap nasi lagi.
"Ayo makan, saya suapi," ucap Rakha lagi sembari menempelkan sesendok nasi berserta lauk pauknya ke bibir Rania yang masih terkatup rapat.
"GUE UDAH BILANGKAN KALAU GUE NGGAK LAPER! LO ITU BUDEG APA BEGO SIH?" Lagi-lagi Rania menepis sendok yang menempel di mulutnya.
Saking kencangnya tepisan tangan itu, bahkan sepiring nasi di tangan Rakha pun ikutan terjatuh.
"Astagfirullah, Rania..." gumam Rakha pelan sembari mengurut dada. Dihempasnya napas berat lalu dia bangkit dari duduknya di tepi ranjang untuk membenahi makanan yang berserakan di lantai serta beberapa pecahan piring yang terpental ke sembarang arah.
Rania semakin kencang mendekap kedua lututnya. Pelupuk matanya kian menghangat.
Bayang-bayang Nando terus berputar di kepalanya. Sosok laki-laki yang begitu Rania cintai. Sang calon suami yang seharusnya mendampinginya saat ini. Rania benar-benar membutuhkan sosok Nando. Dia rindu Nando. Dia rindu segala hal yang ada pada diri Nando. Tapi, kenapa lelaki itu pergi justru di saat Rania baru saja mengalami musibah?
Saat-saat tersulit dalam hidup Rania ketika dirinya tahu bahwa dia kini cacat.
Dia buta.
Harusnya, Nando yang kini ada di sisinya.
Harusnya, Nando yang kini ada bersamanya di dalam kamar pengantin mereka.
Harusnya, Nando yang kini menyuapinya.
Bukan Rakha!
Manusia kutub yang datang dari negri antah berantah.
Laki-laki bodoh sok suci yang selalu membuat Rania naik pitam.
Siapa sebenarnya Rakha?
Rania sendiri tidak tahu.
Dan mengenai alasan Rakha melamarnya, semua masih menjadi sebuah misteri dalam benak Rania. Sebab sampai saat ini, tak ada satu pun dari keluarganya yang bersedia memberikan konfirmasi terkait mengenai hal itu.
Semua halnya mereka putuskan secara sepihak bahkan tanpa pernah mereka memikirkan perasaan Rania.
Pernikahan ini bukan atas kehendaknya, tapi lebih pada sebuah kata terpaksa karena Rania tak ingin melihat ke dua orang tuanya terus menerus larut dalam kesedihan akibat mencemaskan keadaannya.
Rania yakin, Rakha itu adalah laki-laki culas yang hanya ingin memanipulasi keadaan demi keuntungan pribadinya. Dia pasti memiliki niat buruk terhadap Rania. Mengingat, betapa banyak orang yang membenci Rania dahulu karena sikapnya yang terlalu arogan.
Rania itu adalah seorang gadis tomboy, urakan dan sangat kasar. Sikapnya temperamen dan sulit diatur. Keras kepala dan selalu mau menang sendiri.
Hingga pada akhirnya, takdir mempertemukan Rania dengan Nando.
Rania jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Meski semua angan-angan indahnya bersama Nando kini harus kandas akibat kecelakaan itu.
Sungguh, Rania bersumpah dalam hatinya, dia mengutuk siapapun manusia yang telah menabraknya kala itu.
Siapapun dia, dimanapun manusia itu berada, hidupnya tak akan pernah bahagia.
Itu sumpah Rania!
Satu bulan sebelum Prolog...Siang itu, terik matahari tak terasa membakar kulit. Awan hitam berarak mendominasi langit Jakarta. Kilatan petir sambar menyambar di kejauhan, menjadikan keadaan Ibukota yang biasanya ramai oleh lalu lalang manusia juga kendaraan, kini mendadak sepi dan lengang. Semua makhluk berduyun-duyun mencari tempat untuk berteduh.Lapak pasar kaki lima terpaksa membenahi sejenak barang dagangan mereka karena tak mau merugi.Angin yang bertiup semilir perlahan mulai menunjukkan taringnya. Mengaduk-aduk beberapa kawasan Ibukota dengan terpaan hebat. Rumah-rumah tertutup rapat. Berharap badai akan segera berhenti.Sementara itu, seorang lelaki berperawakan jangkung dengan kulitnya yang putih bersih terlihat berdiam diri
Rakha baru saja terbangun pasca kecelakaan yang dialaminya tadi malam.Bertempat di rumah sakit yang sama dengan tempat Siti dirawat, Rakha mendapat penanganan medis meski luka-luka yang dideritanya tidak berat.Dia hanya mendapat beberapa luka jahitan di kepala dan siku. Selebihnya tak ada yang perlu dikhawatirkan."Akhirnya kamu siuman juga, Kha..." sambut sebuah suara yang jelas Rakha kenal, suara Wisnu sang Kakak ipar.Rakha mendapati Wisnu berdiri di sisi brankar rumah sakit yang ditempati Rakha di ruang UGD. Wajah lelaki itu tampak kusut."Saya di mana Mas? Apa yang terjadi?" ucap Rakha dengan suara serak. Rasa nyeri di kepalanya membuat Rakha agak kesulitan mengingat apa yang telah terjadi."Kamu di rumah sakit sekarang. Semalam kamu kecelakaan. Ada mobil box hitam yang menabrakmu," j
"Pak le, nanti pulang kerja belikan Runi mainan ya? Kemarin di telepon sebelum berangkat ke Jakarta, Pak Le bilang mau bawakan Runi mainan dari kampung, mana nggak adakan mainannya? Pak le lupa ya?" celoteh Runi yang menghadang langkah Rakha saat lelaki itu hendak keluar untuk memakai sepatu.Rakha sudah rapi dengan setelan formalnya. Kemeja putih dan celana bahan hitam. Pagi ini dia hendak mendatangi perusahaan Dirgantara Grup yang mengundangnya untuk interview.Rakha tersenyum kecil seraya mengangkat tubuh kurus Runi ke atas pangkuannya. "Maaf ya, Pak Le lupa. InsyaAllah hari ini sepulang bekerja nanti Pak Le akan mampir belikan Runi mainan, Runi mau dibelikan mainan apa?" tanya Rakha sambil membereskan poni sang keponakan yang berantakan."Boneka Barbie, Pak Le,""Oke deh, boneka barbie siap meluncur ke tangan Runi hari ini,""Asiik, makasih ya Pak Le. Runi doakan semoga hari ini apapun
Usai menunaikan shalat maghrib di sebuah masjid, Rakha mampir di warung rokok untuk membeli segelas air mineral.Sisa uang di sakunya tinggal seribu perak dan dia hanya bisa membeli air mineral untuk penghilang dahaga kala berbuka puasa.Tak perduli seberapa parah cacing-cacing di perutnya kini meronta dan berdemo, satu hal yang terlintas di dalam benaknya saat ini hanyalah bagaimana kondisi Rania.Dengan langkah tertatih Rakha menempuh perjalanan dari perusahaan Dirgantara menuju rumah sakit tempat dimana Rania di rawat.Sesekali dia duduk di tepi trotoar ketika merasakan kram melanda kakinya.Hampir satu jam lebih Rakha berjalan kaki menuju rumah sakit. Hingga akhirnya dia pun sampai di tempat tujuan.Tak mendapati keberadaa
Ini hari weekend.Seluruh perkantoran tutup termasuk perusahaan Dirgantara Grup.Rakha baru saja mengirim pesan singkat pada Devano bahwa dirinya hendak berkunjung ke kediaman utama keluarga Dirgantara, setelah Devano yang mengundangnya, sebab sejak satu minggu belakangan Rakha bekerja di perusahaan milik keluarga Dirgantara, hubungannya dengan Devano kian akrab satu sama lain.Devano kerap menyambangi Rakha ke kubikel kerjanya untuk mengajak makan siang lalu dia bertanya tentang bagaimana keadaan di Bantul saat ini. Dari apa yang telah dibicarakannya bersama Devano mengenai kampung halaman mereka, Rakha bisa menangkap adanya kerinduan akan suasana kampung halaman dari sisi lain dalam diri Devano. Bisa saja, lelaki itu merasa bosan dengan aktifitasnya di Jakarta yang monoton dan menginginkan suasana kehidupan baru atau sekedar
"Bagaimana Dev? Apa informasi yang kamu peroleh mengenai seluk beluk keluarga Rakha?" tanya Bastian setelah satu hari berlalu pasca kejadian di hari lamaran itu.Pihak keluarga memang merasa sangat tidak enak hati atas perlakuan Rania terhadap keluarga Rakha pun Rakha sendiri. Tapi, mereka juga tidak ingin terburu-buru menyimpulkan keputusan tentang sosok Rakha. Mereka perlu bukti lebih lanjut yang bisa membuat mereka benar-benar percaya bahwa Rakha memang berasal dari keluarga baik-baik.Dan fakta menbuktikan semua kebenaran itu setelah Devano mengirim orang kepercayaannya untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai asal usul keluarga Rakha pun Rakha sendiri."Ternyata ayah Rakha itu adalah seorang Ustadz yang cukup terpandang di daerah Bantul, Pah- Mah. Mereka memiliki sebuah panti asuhan kecil di kampung. Sejauh ini dari
Sudah satu minggu berlalu sejak Rania menolak lamaran Rakha secara mentah-mentah. Meski sejak hari itu, Rakha tak patah semangat untuk terus mengetahui keadaan Rania, baik dari mulut Devano, maupun menyambanginya langsung ke kediaman utama keluarga Dirgantara.Kebetulan rumah mewah itu letaknya bersebelahan dengan sebuah lapangan sepak bola yang sangat luas.Dan letak kamar Rania berhadapan tepat dengan lapangan tersebut. Jadilah, lapangan itu salah satu tempat favorit Rakha untuk dia sambangi tiap kali ada kesempatan. Sebab hanya dari lapangan itu Rakha bisa melihat sesosok tubuh kurus seorang wanita yang kerap menghabiskan waktunya dengan duduk termangu di tepi jendela sambil terus menatap pada satu arah.Dialah Rania.Meski jarak mereka sangat jauh, setidaknya Rakha hanya ingin memastikan bahwa Rania dalam keadaan baik-baik saja. Sebab hal itu dirasanya sudah lebih dari cukup.Seperti b
Senja di Jakarta memang jauh berbeda dengan Senja di tepi pantai parang tritis.Apalagi suasana malamnya.Jakarta yang terkenal sebagai kota yang tak pernah tidur membuka peluang bagi banyak kalangan untuk mencari sepeser uang. Baik itu di waktu pagi, siang, sore, bahkan hingga malam kembali berganti menjadi pagi.Seolah tak mengenal lelah. Hiruk pikuknya terus bergulir penuh keambisian. Tak lekang oleh waktu.Malam ini, Rakha berencana untuk kembali menyambangi kediaman Dirgantara karena dirinya di undang makan malam bersama oleh calon Ibu dan Bapak mertuanya.Sayangnya, Rakha lupa bahwa kini dirinya bukan lagi hidup di daerah pedesaan dimana jalanannya lengang tanpa polusi dan kemacetan. Kini dirinya berada di Jakarta. Kota dengan tingkat kemacetan tertinggi seantero Indonesia.Untungnya kali ini Rakha memilih untuk naik Ojol ketimbang harus nai