LEXA 47
Tepat pukul delapan pagi mobilku sudah menunggu di area hotel tempat aku menginap. James sudah siap dengan tas tangan yang berisi map tebal untuk dibahas hari ini tak lupa dengan ipad yang selalu menempel di tangannya.
“Lo sudah dapat lengkap informasinya?”
“Sudah. Dia adalah Kim Min Young sudah tahun ke enam tinggal di Korea dengan gelar sarjana Akuntansi lulus predikat cumlaude yang sekarang bekerja di Royale Company sebagai desainer khusus di bagian perhiasan. Tidak terlalu jelas di bagian latar belakang keluarga. Dari visual aku bisa nebak jika Kim Min Young bukan warga negara asli Korea tapi dia salah satu alumni dari salah satu universitas negeri disini dari jalur beasiswa. Hanya itu yang bisa gue sampaikan.” Jelas James.
“Kabarin info lanjutnya.” Aku langsung masuk ke dalam mobil menuju Royale Company untuk melanjutkan rapat mengenai desain yang harus diperbaiki.
Tepat setengah jam kemudian. Mobilku sudah tiba di depan lobby Royale Company, semua pegawai kantor menyapaku dengan hormat dengan membungkukkan sedikit badan mereka yang aku balas dengan anggukan hormat sambil berjalan menuju elevator khusus untuk petinggi.
Aku tiba di ruanganku lengkap dengan berkas yang sudah bertengger di meja kerja yang menandakan sudah harus ditinjau lebih awal. Ya selama tiga bulan ke depan, aku diinfokan untuk menetap sementara di korea untuk memantau langsung project yang aku ambil untuk pergantian musim semi berikutnya. Baru saja aku meletakan mantel dan jas di tempat gantungan, suara ketukan pintu Kembali terdengar. James masuk ke ruanganku.
“Ada apa?” tanyaku to the point.
“Min Young-ssi dilarikan ke rumah sakit.” Jawabnya membuatku heran.
“Kenapa bisa?”
“Salah satu elevator karyawan yang dinaiki mengalami kerusakan. Itu yang menyebabkan Min Young-ssi terjebak didalamnya hingga tidak sadarkan diri.” Info James benar-benar membuatku kalang kabut seketika padahal Min Young bukan siapa-siapa. Aku langsung bersiap menuju rumah sakit tempat Min Young dirawat.
“Antarkan aku dimana tempatnya dirawat sekarang.”
“Baik Sir.”
*
Wooridul Spine Hospital, Gangnam-gu, Seoul
Sayup-sayup aku mendengar beberapa orang sedang mengobrol entah hal apa di dekatku. Saat aku mulai sadar, aku bisa mencium bau alcohol campur obat di ruanganku. Saat kedua mataku bisa terbuka dengan sempurna, aku baru sadar… sekarang aku sudah berada di rumah sakit. Aku berusaha bangkit namun baru setengah kepalaku naik, seseorang sudah menahanku untuk tetap berbaring.
“Jangan terlalu banyak bergerak dulu kamu masih belum pulih.” Ini suara Reynard.
“Seonbaenim… kenapa kamu bisa ada disini?” tanyaku terheran.
“Iya kebetulan tadi akua da perlu di kantor kamu cumin kebetulan aku juga meliat kejadian itu. Waktu kamu dikeluarkan dari dalam, udah gak sadarkan diri. Jadi aku putuskan buat ngikutin kamu ke rumah sakit buat mastiin keadaan kamu baik-baik saja.”
“Udah berapa lama aku pingsan?” aku tersadar karena waktu sudah menunjukkan tengah hari.
“Sekita empat jam aku rasa. Dokter bilang gak masalah karena tubuh kamu butuh proses buat menghilangkan rasa takut pasca kecelakaan.” Jawab Reynard sebelum memberikanku segelas air yang sama sekali tidak membuatku tenang.
“Tidak masalah bagaimana. Ada ada deadline mengenai desain sama Tuan Leander. Bisa-bisa aku kena surat peringatan sama PD nim!” teriakku frustasi.
“Fokus sama Kesehatan kamu dulu Lexa. Masalah Marcus biar aku yang urus kamu tenang saja. Sebelum kamu bangun, Marcus sudah kesini juga.” Sepertinya seniorku ini memang sudah gila. Kenapa Marcus bisa datang kesini!? Untuk apa juga!?
“Mau ngapain dia kesini?” tanyaku delik.
“Aku juga gak tau.. mungkin mau menjenguk mantan kekasihnya yang tertinggal di negara sebrang..” goda Reynard sukses membuat wajahku merah padam sekarang.
“byeong-sin saek-ki!!” Reynard langsung melipir menjauh keluar kamar setelah mendengar umpatan laknatku yang benar-benar membuatku kesal. Sekarang kepalaku rasanya berputar tiada henti. Jadi aku putuskan untuk beristirahat sebentar. Dokter mengatakan, aku sudah diperbolehkan pulang keesokannya harinya setlah badanku Kembali fit.
Malam menjelang, Jaehyun dan Reynard Kembali menjengukku dengan membawa berbagai macam makanan yang membuat iler ikut menetes. “Seonbaenim… kamu gak capek ya bolak balik ke rumah sakit cuma buat anter makanan doang. Padahal baru tadi sore kamu kesini buat anterin cemilan.” Jujur saja aku benar-benar tidak enak dengan dua manusia yang baik hati sekaligus laknat ini. Mereka berdua benar-benar teman yang paling sering menolongku sejak pertama kali aku menginjak kaki di korea dimulai dari masalah kampus, hingga sekarang masalah pekerjaan kadang mereka tidak segan untuk membantuku. Padahal divisi kita jelas-jelas berbeda. Ya … mungkin ini yang disebut dengan murni persahabatan tanpa pandang bulu.
“Jangan mikirin kita yang sibuknya kayak apa. Pikirin tuh Kesehatan lo. Udah tahu takut gelap, sendirian di lift masih aja kena musibah.” Cibir Jaehyun.
“Aku juga gak tau kalo yang itu seonbae… jangan salahin aku yang itu..” kalau sudah dicibir seperti ini aku hanya bisa mencicit tidak jelas mencari perlindungan di belakang Reynard.
“Giliran mulai disalahin, punggung gue langsung di cari deh.” Sindir Reynard tapi aku tidak peduli. Aku hanya makan samgyeopsal dengan lahap tanpa menghiraukan cibiran dari mereka berdua.
Tak berselang lama, pintu kamar nomor 217 terbuka lebar dan muncul dua pria berahang tegas dengan jas dan mantel tebal melekat di tubuh masing-masing berjalan memasuki kamar inap Lexa membuat fokus ketiga manusia yang sedang makan teralihkan. Reynard langsung bangkit menyapa sahabat lamanya berbeda denganku dan Jaehyun yang memberikan salam hormat seperti biasanya. Terutama aku yang harus menjaga sikap agar tidak ketahuan jika aku adalah Lexa bukan Min Young.
*
Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, James sudah mengetuk pintu ruanganku jika sudah waktunya pulang. Rencananya aku akan menjenguk salah satu karyawan yang tadi pagi kecelakaan. Sekaligus aku semakin penasaran dengan sosok yang bernama Kim Min Young itu. Meskipun James sudah memberiku banyak informasi, namun tidak ada teka-teki asal muasal wanita itu.
Sebelum sampai di rumah sakit aku memutuskan untuk pergi ke toko buah sebentar hany untuk sekedar memberi buah tangan sekaligus mengetest apakah Min Young makan buah atau tidak karena Lexa adalah orang yang phobia terhadap buah. Aku beli beberapa jenis buah, seperti stroberi, blueberry, dan jeruk. Karena seingatku Lexa paling tidak suka sama ketiga jenis buah yang aku beli.
Saat sampai di rumah sakit aku langsung menuju lantai dua dan menanyakan letak kamar Min Young. Setelah diberitahu, aku langsung buka pintu kamar karena setelah aku ketuk tidak ada respon sama sekali yang aku dengar hanya suara ketawa dari tiga orang berbeda yang pastinya aku mengenal dua orang diantaranya.
Ternyata Min Young sedang menikmati makan malam yang dibawa oleh sahabatku dan salah satu teman mereka juga. Tunggu dulu… Reynard? Disini aku baru sadar kedekatan Reynard dan Min Young seperti teman lama yang sudah sangat akrab. Mereka semua langsung melakukan sikap hormat begitu aku masuk kamar kecuali Reynard yang langsung memelukku ala sahabat.
Ternyata dia Jaehyun salah satu teman dekat Min Young. Melihat kedekatan mereka berdua membuat sifat cemburuku langsung muncul begitu saja. Rasanya aku ingin langsung menendang dia keluar dari gedung ini sekarang juga melihat bagaimana Jaehyun memperlakukan Min Young seperti seorang kekasih.
Saat aku masuk, entah kenapa wajah Min Young seperti terkejut tapi ia berusaha untuk menutupinya yang membuatku gemas entah apa alasannya. Reynard langsung mengajakku keluar untuk membicarakan sesuatu mengenai pekerjaan tapi aku larang karena aku ingin berdua saja dengan Min Young untuk sekedar menanyakan keadaannya.
Aku meletakkan parsel buah di atas meja kecil tepat di sebelah bangsal tempat Min Young duduki. Aku melihat dari ekor mataku bahwa saat ini Min Young dilanda kegugupan yang ingin membuatku tertawa tapi aku tahan. Jaehyun langsung mempersilahkan aku duduk dan menyeret Reynard keluar diikuti James di belakangnya hingga menyisakan aku dan Min Young berdua saja di dalam kamar.
Aku Melihat Min Young mulai salah tingkah karena terus aku pandangi hingga ia mulai berdeham sedikit demi menguapkan rasa gugupnya. Astaga dia benar-benar gemas.
“Kau sudah selesai makan?” tanyaku beralibi untuk meredam tawa.
“S-sudah presedir. Baru saja.” Aku beranjak untuk buka parsel buah dan mulai mengambil beberapa biji stroberi untuk aku bersihkan dengan pisau kecil dan wadah yang ada di sudut meja. Aku bisa lihat ekspresi Min Young mulai pucat pias namun aku tetap lanjutkan sampai ia buka mulut. Sampai semua stroberi sudah aku bersihkan, aku mengambil mangkuk yang berisi stroberi kemudian aku berikan Min Young untuk ia makan. Ia menerimanya mungkin dengan terpaksa karena aku bisa melihat dari Gerakan matanya.
“Maaf presedir.” Min Young Kembali bicara membuatku Kembali menatapnya dalam. Shit! Dia Lexa! Aku yakin itu. Matanya sama hanya saja Min Young memakai lensa kontak warna coklat hazel. Bukan warna mata aslinya. “Aku tidak bisa makan stroberi.” Wajahnya menunduk menyesal. Kali ini benar dugaanku.
“Kenapa?” akhirnya aku putuskan untuk bertanya.
“Saya alergi stroberi presedir. Saya benar-benar tidak bisa memakannya.” Apa? alergi? Tunggu-tunggu kau bukan alergi tapi kau phobia. Erangku kesal dalam hati.
Jakarta, 04:09 p.mAlexandrie Gilberta-Lexa membawa mobilnya menembus jalanan sore di kota yang lumayan padat, dengan memutar lagu dengan sambungan kabel AUX dari ponsel nya sambal bersenandung ria. Dimana hari ini ia akan mulai menikmati hari libur sejak lepas status sebagai siswa SMA, dan akan merubah statusnya menjadi seorang mahasiswa. Yup! Hari ini ia baru saja pulang dari sekolah untuk terakhir kalinya dimana hari kelulusan ujian akhir, dan sebagai hari perayaan kelulusan Lexa dan para sahabatnya memutuskan untuk pergi sekedar nongkrong di café dan belanja di mall sambal melepas seluruh penat yang hinggap di kepala selama satu semester.Lexa merupakan gadis yang lumayan
Saat dalam perjalan pulang di dalam mobil Marcus, tidak ada yang memulai pembicaraan. Semuanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sampai ponsel Lexa berbunyi nyaring.Kring! Kring!Mommy calling….“Siapa yang nelpon?”“Mommy.” Lexa segera menggeser icon hijau untuk menerima panggilan Alyicia.“Hi, honey. Kamu lagi aa dimana?”“Hi, mom. Alex baru jalan pulang sama Marcus dari kampus. Ada apa mom?”“Kamu nginep di rumah Marcus saja ya, karena mendadak mommy sama daddy harus pergi urusan bisnis selama seminggu.” Lexa yang mendengar ucapan Alyicia merasa senang karena sebenarnya Lexa gak mau pisah sama Marcus.
“Heh, anak kecil. Lo gak ada sopan santunnya ya sama kakak tingkat, gua ini senior lo!” Jawab senior yang lain dengan nama Amanda, sambil mendorong bahu Lexa yang tetap bergeming di tempat. Namun Lexa tetap tidak takut dengan ancaman mereka, dengan wajah datar dengan tatapan yang semakin tajam.Astaga mau nya apa sih para jalang ini. Batin Lexa teriak. Lexa berusaha untuk menahan diri supay tidak melayangkan bogeman ke para wajah senior yang tebar pesona dihadapannya. Sebelum Nesa melayangkan tamparan ke pipi Lexa, tangan Nesa sudah ditahan lebih dulu oleh Lexa dengan smirknya.“Lepasin tangan gue!” Nesa berteriak sambil meringis karena cengkraman kuat yang di
Marcus dan Lexa kini sudah sampai di rumah Marcus, jam sudah menunjukan pukul 12 malam tapi rasa kantuk belum dirasakan oleh keduanya. Setelah sampai di kamar Marcus, tak lupa mengunci pintu kamar. Lexa kaget dengan reaksi Marcus mencium bibir Lexa dengan menggebu-gebu tak lupa tubuh Lexa makin terpojok karena Marcus mendorong Lexa hingga tubuh mereka saling menempel satu sama lain.Dengan tidak rela Marcus melepas pagutan bibirnya karena ia merasakan Lexa membutuhkan pasokan udara. Nafas keduanya tersengal dengan kening yang saling menempel dan kedua pasang mata masih terpejam.“Sekarang kita mandi ya?” tanya Marcus lembut. Lexa semakin mnegeratkan pelukannya di leher Ma
Selama minggu pertama kuliah, Marcus dan Lexa selalu pergi dan pulang bersama bahkan tak jarang mereka berkumpul dengan teman-teman lainnya yang yang sudah akrab sejak pesta di club.Kini, Lexa dan Marcus sedang berada di stan pendaftaran organisasi Akuntansi, alias Marcus yang menyuruh Lexa untuk mendaftarkan diri karena hanya Lexa yang belum mendaftarkan diri. Awalnya Lexa tidak ingin gabung, karena emang dirinya malas ikut organisasi. Tapi karena Marcus yang selalu menakuti Lexa dengan berbagai macam alasan seperti, dipersulit dosen saat skripsi atau susah mendapat nilai A waktu ujian. Sehingga mau tidak mau Lexa mendaftarkan diri.Selagi Lexa sedang mengisi form pendaftaran via I
Setelah belasan menit, akhirnya tangisan Marcus berangsur berhenti. Kini posisi mereka saling berpelukan, Marcus terus menyerukan wajahnya di ceruk leher Lexa menghirup aroma tubuh Lexa yang mengeluarkan wangi mawar membuatnya Kembali tenang. Bulu kuduk Lexa terus meremang karena lehernya diterpa nafas hangat Marcus.Lexa sudah beberapa kali mencoba melepaskan pelukan Marcus tapi Marcus terus menolak. Marcus merasa malu karena ini pertama kalinya ia menangis di depan seorang wanita. Betapa lucunya tingkah Marcus yang terus menempel kepada Lexa seperti koala.“Sayang … kita gak mau pulang?” tanya Lexa setelah memecah keheningan.Marcus hanya bergumam pelan tapi set
Berbagai macam alat terpasang di tubuh Marvin. Monitor yang sedang menampilkan grafis tentang kinerja organ tubuh, misalnya detak jantung, kadar oksigen di dalam darah, atau tekanan darah. Ventilator untuk membantu bernapas, infus serta selang makanan yang tertancap di tubuh Marvin semakin membuat Dirk, Fanny, dan Marcus semakin tidak tega. Sudah dua hari sejak kejadian kecelakaan itu dan pemberitahuan diagnose pada Marvin. Tetapi, seluruh anggota keluarga belum ada yang merelakan kepergian Marvin secepat ini. Setiap 6 jam sekali, Fanny, Dirk, dan Marcus bergantian untuk menemani Marvin di ICU. Sekarang, Marcus sedang menemani Marvin. Marcus menatap wajah sang kakak yang masih terl
Tit. Tit. Tit. Tit. Tit. Alat monitor hemodinamik dan saturasi bunyi lebih cepat dari biasanya, Marcus yang baru saja terlelap terlonjak bangun sontak membola melihat Marvin kejang-kejang. Marcus langsung menekan tombol emergency berkali-kali yang ada di atas bankar rumah sakit, seketika dokter Felix dan dua orang perawat lainnya berlari masuk ke kamar inap Marvin. Suasana panik dan tegang terjadi Fanny menangis di dalam dekapan Dirk. Cobaan apalagi yang mereka hadapi. Marcus terus berdoa untuk Marvin supaya Kembali sadar. “Ambil defribrilator!” titah dokter Felix kepada salah satu suster. Suster langsung menyiapkan defribrilator sedangkan suster yang lainnya mengoleskan gel dingin di sekita dadanya. Sedngkan yang lainnya men
LEXA 47 Tepat pukul delapan pagi mobilku sudah menunggu di area hotel tempat aku menginap. James sudah siap dengan tas tangan yang berisi map tebal untuk dibahas hari ini tak lupa dengan ipad yang selalu menempel di tangannya. “Lo sudah dapat lengkap informasinya?” “Sudah. Dia adalah Kim Min Young sudah tahun ke enam tinggal di Korea dengan gelar sarjana Akuntansi lulus predikat cumlaude yang sekarang bekerja di Royale Company sebagai desainer khusus di bagian perhiasan. Tidak terlalu jelas di bagian latar belakang keluarga. Dari visual aku bisa nebak jika Kim Min Young bukan warga negara asli Korea tapi dia salah satu alumni dari salah satu universitas negeri disini dari jalur beasiswa. Hanya itu yang bisa gue sampaikan.” Jelas James. “Kabarin info lanjutnya.” Aku langsung masuk ke dalam mobil menuju Royale Company untuk melanjutkan rapat mengenai desain yang harus diperbaiki. Tepat setengah jam kemudian. Mobilku sudah tiba di depan lobby Roy
LEXA 46Kessokan harinya Lexa sudah tiba di meja kerjanya dan duduk dibalik kubikel setelah meletakan tas dan melepaskan coat panjangnya.Tok tok tok"Oh? Jaehyun-ssi.. ada apa?" Tanya Lexa setelah melihat siapa yang mengetuk kubikelnya."Setelah jam makan siang, ada rapat pertemuan investor dari perusahaan cabang Amerika. Jangan lupa persiapin berkas desain yang sudah kamu buat untuk perluncuran model terbaru di musim semi nanti." Jelas Jeahyun."Arraseo. Gomawoyeo.." balas Lexa seraya tersenyum."Tidak masalah. Oh ya banana milk untukkmu. Selamat bekerja Minyoung-ssi." Pamit Jaehyun setelah memberikan sebotol susu rasa pisang.Lexa tersenyum sambil memandang Jaehyun pergi dari ruangannya. Untungnya beberapa desain sudah jadi beberapa karena ia menyicil dengan membawa beberapa pekerjaan ke flatnya jika ia tidak ada rencana di malam hari sehingga tidak terlalu terburu-buru dalam mempersiapkan rapat nanti siang.Notifikasi pesan
Lexa 45 “Tolong lepaskan Tuan.” Sahut Lexa datar. Namun bukannya menyingkir, Marcus semakin menghimpit tubuh Lexa dengan seringai yang mampu membuat jantung Lexa mencelos. *Sekarang Marcus dan Lexa sudah berada di tangga darurat setelah adegan pemaksaan yang membuat Lexa semakin jengkel dengan tindakan Marcus tapi tetap aja Lexa diseret hingga sekarang mereka berdiri saling berhadapan di tengah lampu yang cukup kurang penerangannya. “Apa mau anda tuuan Leander? Saya harus segera ke kampus karena saya punya jadwal kuliah.” Terang Lexa seraya mendesis tak lupa dengan tatapan yang datar namun menusuk. “Alex-“ “Jangan sebut nama itu selama anda bukan siapa-siapa bagi saya.” Tekan Lexa yang membuat Marcus Kembali terdiam. Hatinya seperti ditikam dengan belati saat mendengar perkataan Lexa. Sebesar itukah kesalahannya beberapa minggu yang lalu? Belum sempat Marcus melanjutkan kata-katanya, Lexa
Lexa 44"Bisa kau jelaskan apa maksud dari pembicaraan di telpon tadi?"***Deg!Lexa meneguk ludahnya kasar. Shit! Kenapa ia bisa lupa memberitahukan Marcus tentang ini!? Kedua mata Lexa bergerak tidak fokus bahkan kedua tangannya meremat satu sama lain."Ma-Marcus... a-aku bisa jelaskan semuanya... itu.. aku...""Jelaskan semuanya tanpa pengecualian!" Amarah Marcus benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Bahkan wajahnya sudah mulai merag karena menahan geraman.Lexa menarik napas secara perlahan kemudian membasahi bibirnya yang terasa kering. "Aku melamar kerja di beberapa perusahaan sebagai karyawan magang..." sebelum Marcus kembali bersuara Lexa sudah menyela lebih cepat. "Tolong dengarkan aku sebelum kamu angkat bicara." Marcus hanya mengangguk menyetujui sebelum Lexa kembali bersuara."Aku melakukan ini karena aku tidak ingin membebani daddy lebih berat lagi, terutama membebani kamu ... maafkan aku karena aku
“Baiklah sekarang balik ke topik awal.” Semuanya Kembali hening menunggu Marcus Kembali bersuara. “James sekarang giliran anda yag membuka konferensi virtual ini dengan menjelaskan bagaimana hubungan kalian berdua sekarang.” Jelas Marcus yang membuat Seline Kembali salah tingkah padahal ia sudah berharap jika mereka melupakan kejadian tadi.“Ya kami sudah official.” Jawab James singkat dengan senyuman yang begitu lebar sarat sudah menjelaskan semua rasa penasaran teman-temannya. Namun, tanpa disadari yang wajah Seline semakin merah seperti tomat karena menahan malu.“Wah ditunggu traktirannya.” Canda Reynard. “Berarti tingal gue doang nih yang masih sendiri diantara kalian? Sungguh kejam.” Gerutunya.“Ayolah jangan seperti itu, harusnya kau yang serius mencari pasanganmu Rey.” Canda Ben.“Dikira cari beras apa segampang itu” gerutu Reynard. “Sudah sele
LEXA 42 Setelah adegan romantic yang secara mendadak pdisertai dengan isak tangis Bahagia sekaligus melegakan, dua sejoli yang baru saja dihinggapi mabuk asmara berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut sambil memamerkan senyum pepsodent yang menandakan betapa bahagianya mereka sekarang. Mereka sepakat Kembali ke penthouse Seline dan James Kembali memutukan untuk menginap di tempat Seline beberapa hari kedepan. Tapi sebelum mereka sampai James mengajak Seline terlebih dahulu menuju supermarket terdekat. James ingin merayakan hari kebahagiaan mereka secara kecil-kecilan mungkin ditemani muffin dan masakan khas Spanyol akan s
Lexa 41 Dugaan Lexa tepat. Pagi Ketika terbangun, salah satu matanya sedikit membengkak. Ia menggeser tangan Marcus yang terletak di atas perutnya kemudian beranjak dari tempat tidur untuk mencari obat mata yang selama ini ia pakai jika matanya mengalami bengkak. Tepat setelah Lexa selesai mengoleskan salah satu matanya, sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. “Mata kamu beneran bengkak?” seakan tahu apa yang sedang Lexa lakukan Marcus hanya menumpukan dagunya di bahu kanan Lexa mencium pundaknya yang terekspos karena mereka selalu tidur dalam keadaan bugil.
Persiapan acara Accounting Event sudah semakin dekat begitu pun dengan hari lomba. Para panitia sudah membuka pendaftaran baik itu seminar online atau lomba paper dengan Lexa sebagai contact person. Saat ini Lexa sedang tiduran malas di apartemennya kerjaan revisi menumpuk sudah lima hari tidak ia sentuh sejak ia pulang dari rumah sakit. Beberapa pesan masuk berasal dari nomor yang tidak dikenal, rata-rata adalah mereka yang tertarik untuk mendaftar sebagai peserta webinar atau peserta lomba. Sampai Lexa terpaksa harus mengubah notifikasi menjadi vibrate saking banyaknya pesan yang masuk dan harus ia balas satu per satu.
“Sayang … sudah dong jangan nangis lagi..” Ya. Sejak Lexa mengetahui penyakit yang disembunyikan Alyicia dirinya Kembali terguncang dengan perasaan bersalah yang tidak berujung. Lexa benar-benar menganggap dirinya bodoh dan durhaka terhadap Alyicia. Marcus terus mendekap tubuh Lexa sambil mengecup puncak kepalanya yang masih belum berhenti bergetar karena menangis. Namun karena tangisan Lexa tak kunjung berhenti, Marcus memutuskan untuk mengurai paksa pelukannya dan langsung meraup bibir Lexa dan caranya ternyata sukses membuat tangisan Lexa berhenti dan Marcus melepas pagutan bibirnya.