Berbagai macam alat terpasang di tubuh Marvin. Monitor yang sedang menampilkan grafis tentang kinerja organ tubuh, misalnya detak jantung, kadar oksigen di dalam darah, atau tekanan darah. Ventilator untuk membantu bernapas, infus serta selang makanan yang tertancap di tubuh Marvin semakin membuat Dirk, Fanny, dan Marcus semakin tidak tega. Sudah dua hari sejak kejadian kecelakaan itu dan pemberitahuan diagnose pada Marvin. Tetapi, seluruh anggota keluarga belum ada yang merelakan kepergian Marvin secepat ini. Setiap 6 jam sekali, Fanny, Dirk, dan Marcus bergantian untuk menemani Marvin di ICU. Sekarang, Marcus sedang menemani Marvin. Marcus menatap wajah sang kakak yang masih terl
Tit. Tit. Tit. Tit. Tit. Alat monitor hemodinamik dan saturasi bunyi lebih cepat dari biasanya, Marcus yang baru saja terlelap terlonjak bangun sontak membola melihat Marvin kejang-kejang. Marcus langsung menekan tombol emergency berkali-kali yang ada di atas bankar rumah sakit, seketika dokter Felix dan dua orang perawat lainnya berlari masuk ke kamar inap Marvin. Suasana panik dan tegang terjadi Fanny menangis di dalam dekapan Dirk. Cobaan apalagi yang mereka hadapi. Marcus terus berdoa untuk Marvin supaya Kembali sadar. “Ambil defribrilator!” titah dokter Felix kepada salah satu suster. Suster langsung menyiapkan defribrilator sedangkan suster yang lainnya mengoleskan gel dingin di sekita dadanya. Sedngkan yang lainnya men
Author POV Setelah mendengar cerita Marcus tentang mendiang Marvin, Lexa langsung memeluk Marcus dengan erat. Pecahlah tangis Marcus saat itu juga, sudah lama ia tidak mengeluarkan seluruh beban pikirannya dengan orang yang ia cintai. Bukan berarti ia tidak mencintai Fanny dan Dirk, tapi ia tidak ingin bagi bebannya dengan orang tuanya karena Marcus tahu terkadang Fanny masih suka sedih jika mengingat kematian Marvin dan itu tidak jauh berbeda dengan Dirk. Ia semakin tidak tega dengan itu. “Sayang …” panggil Marcus pelan sambil mengurai pelukannya pada Lexa. Lexa melihat wajah Marcus yang dipenuhi buliran air mata di sekitar mata, Lexa merangkum wajah Marcu dengan tangan kecilnya sambil menghapus air mata Marcus dengan ibu jarinya. “Kenapa?” tanya Lexa pelan. Marcus merangkum wajah Lexa, bibi
Marcus POV CONT “Ahh…” James bingung harus bagaimana ngomongnya. “Ini tentang Selin.” Jawab James ragu. “Ada apalagi?” tanyaku heran. Sebenarnya aku paham dengan bagaimana paham James, ia ragu sekaligus takut karena keluarganya yang kurang harmonis yang menyebabkan hati james seolah keras dan dingin yang sulit dicairkan. Sehingga ia merasa jika cinta seseorang tidak akan pernah ada padahal teori itu sama sekali tidak ada. James yang mendengar perkataan Marcus mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan sambil menatap Marcus ragu. “Entahlah… gue juga bingung sebenernya. Menurut lu gimana?” “Ikutin kata hati lu lah. Oh ya hati lu kan beku gak bisa denger lu ngomong apa.” Jawab Marcus cuek.
Mature Content 21++ bagi yang belum mencapai umur, silahkan skip bab ini yaa. Author POV Hari sudah beranjak malam dan Lexa memutuskan untuk menginap di rumah Marcus karena esoknya mereka ada jadwal kuliah di jam yang sama. Sekarang mereka berada di kamar yang ditempati Lexa, Marcus bersandar pada kepala ranjang sedangkan Lexa duduk di dalam pangkuan Marcus kedua tangannya mengalung di leher Marcus sambil bersandar manja di dada bidangnya. “Sayang..” panggil Marcus sambil mencium puncuk kepala Lexa, yang hanya dibalas dengan gumaman pelan Lexa dengan mata terpejam. Lexa sedang malas karena terlalu menikmati detak jantung Marcus yang tenang. “Aku ada kabar baik buat kamu.” Perkataan Marcus sukses membuat Lexa mendongakan kepalanya menatap wajah Marcus dengan pandangan bertanya-tanya. Marcus yang melihat raut wajah Lexa tersenyum geli dan mencur
Lexa 12 Pagi hari menjelang dengan sinar matahari yang menyentrik masuk dibalik celah gorden kamar Lexa dan Marcus terlelap. Setelah menyelesaikan pergulatan panas yang terjadi diantara mereka, Lexa dan Marcus belum juga terbangun dengan keadaan saling mendekap tanpa busana yang melekat dianatar tubuh mereka selain selimut tebal yang membungkus. Marcus pertama kali membuka matanya secara perlahan seketika tersenyum melihat pemandangan indah di depannya. Wajah polos Lexa yang terlihat lucu dan polos belum lagi terdapat beberapa hiasan di bagian leher dan belahan dadanya. Kissmark. Salah satu kegiatan favorite Marcus. Marcus mulai mencium Lexa dimulai dari puncak kepala, kening, kedua mata, hidung mancung, kedua pipi, dan terakhir di bibir ranum Lexa kemudian melumatnya pelan menikmati rasa manis di bibir Lexa. “Bangun sayang..” kata Marcus tepat di depan telinga Lexa sambil meniup dan menjilat seluruh
Hari menjelang seleksi tahap dua semakin dekat. Kini Lexa beserta para sahabatnya sedang berbelanja keperluan selama tiga hari dua malam di supermarket daerah Jakarta. Mereka sibuk menulis notes apa aja yang dibutuhkan, yang sudah dibeli dan yang masih harus dicari. Mereka sibuk berpencar ke daerah sabun, shampoo, snack, dan minuman ringan sesuai dengan agenda yang akan dibawa nanti. “Crackers nya masih belum ketemu nih. Mau cari dimana ya?” gerutu Lauren. Benar-benar selama briefing tadi ia dibuat emosi karena melihat list barang yang perlu dibawa. Bahkan masih ada beberapa yang belum ketemu. Itu membuatnya kesal setengah mati. “Yasudah coba nanti gua cari di Warung gua siapa tau ada. Kita masih ada waktu empat hari lagi kok. Jadi kalo mau beli online masih keburu.” Sahut Anna dari belakang yang sibuk mengambil botol air mineral berukuran besar memasukannya satu per sat uke dalam kereta mereka.
Lexa 14 Hari seleksi tahap dua dimulai, Lexa berangkat bersama dengan Marcus menuju kampus setelah Marcus menjemput Lexa di rumah. Barang bawaan yang dibawa Lexa dan Marcus berbanding terbalik. Lexa membawa dua tas besar yang satu berisi makanan yang nanti akan dikumpul dan sat utas lagi berisi dengan pakaian yang diperlukan selama tiga hari dua malam. Sedangkan Marcus, ia hanya perlu membawa tas gym saja dan itu tidak terlihat penuh. Perbedaan antara junior dengan senior yang sangat kentara. Seluruh peserta berkumpul di ruang kelas yang berada di lantai delapan. Lexa terlebih dahulu masuk ke kelas, setelah absen, Lexa masuk ke dalam kelas yang ternyata sudah ada Albert dan Robin disana. “Hai..” sapa Lexa ramah. “Hai, gimana Lex? Barang lu udah lengkap semua?” tanya Albert bas abasi. Albert orang yang peduli dengan yang lain jika menyangkut dengan orang terdekatnya dia selalu menanyakan kabar d
LEXA 47 Tepat pukul delapan pagi mobilku sudah menunggu di area hotel tempat aku menginap. James sudah siap dengan tas tangan yang berisi map tebal untuk dibahas hari ini tak lupa dengan ipad yang selalu menempel di tangannya. “Lo sudah dapat lengkap informasinya?” “Sudah. Dia adalah Kim Min Young sudah tahun ke enam tinggal di Korea dengan gelar sarjana Akuntansi lulus predikat cumlaude yang sekarang bekerja di Royale Company sebagai desainer khusus di bagian perhiasan. Tidak terlalu jelas di bagian latar belakang keluarga. Dari visual aku bisa nebak jika Kim Min Young bukan warga negara asli Korea tapi dia salah satu alumni dari salah satu universitas negeri disini dari jalur beasiswa. Hanya itu yang bisa gue sampaikan.” Jelas James. “Kabarin info lanjutnya.” Aku langsung masuk ke dalam mobil menuju Royale Company untuk melanjutkan rapat mengenai desain yang harus diperbaiki. Tepat setengah jam kemudian. Mobilku sudah tiba di depan lobby Roy
LEXA 46Kessokan harinya Lexa sudah tiba di meja kerjanya dan duduk dibalik kubikel setelah meletakan tas dan melepaskan coat panjangnya.Tok tok tok"Oh? Jaehyun-ssi.. ada apa?" Tanya Lexa setelah melihat siapa yang mengetuk kubikelnya."Setelah jam makan siang, ada rapat pertemuan investor dari perusahaan cabang Amerika. Jangan lupa persiapin berkas desain yang sudah kamu buat untuk perluncuran model terbaru di musim semi nanti." Jelas Jeahyun."Arraseo. Gomawoyeo.." balas Lexa seraya tersenyum."Tidak masalah. Oh ya banana milk untukkmu. Selamat bekerja Minyoung-ssi." Pamit Jaehyun setelah memberikan sebotol susu rasa pisang.Lexa tersenyum sambil memandang Jaehyun pergi dari ruangannya. Untungnya beberapa desain sudah jadi beberapa karena ia menyicil dengan membawa beberapa pekerjaan ke flatnya jika ia tidak ada rencana di malam hari sehingga tidak terlalu terburu-buru dalam mempersiapkan rapat nanti siang.Notifikasi pesan
Lexa 45 “Tolong lepaskan Tuan.” Sahut Lexa datar. Namun bukannya menyingkir, Marcus semakin menghimpit tubuh Lexa dengan seringai yang mampu membuat jantung Lexa mencelos. *Sekarang Marcus dan Lexa sudah berada di tangga darurat setelah adegan pemaksaan yang membuat Lexa semakin jengkel dengan tindakan Marcus tapi tetap aja Lexa diseret hingga sekarang mereka berdiri saling berhadapan di tengah lampu yang cukup kurang penerangannya. “Apa mau anda tuuan Leander? Saya harus segera ke kampus karena saya punya jadwal kuliah.” Terang Lexa seraya mendesis tak lupa dengan tatapan yang datar namun menusuk. “Alex-“ “Jangan sebut nama itu selama anda bukan siapa-siapa bagi saya.” Tekan Lexa yang membuat Marcus Kembali terdiam. Hatinya seperti ditikam dengan belati saat mendengar perkataan Lexa. Sebesar itukah kesalahannya beberapa minggu yang lalu? Belum sempat Marcus melanjutkan kata-katanya, Lexa
Lexa 44"Bisa kau jelaskan apa maksud dari pembicaraan di telpon tadi?"***Deg!Lexa meneguk ludahnya kasar. Shit! Kenapa ia bisa lupa memberitahukan Marcus tentang ini!? Kedua mata Lexa bergerak tidak fokus bahkan kedua tangannya meremat satu sama lain."Ma-Marcus... a-aku bisa jelaskan semuanya... itu.. aku...""Jelaskan semuanya tanpa pengecualian!" Amarah Marcus benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Bahkan wajahnya sudah mulai merag karena menahan geraman.Lexa menarik napas secara perlahan kemudian membasahi bibirnya yang terasa kering. "Aku melamar kerja di beberapa perusahaan sebagai karyawan magang..." sebelum Marcus kembali bersuara Lexa sudah menyela lebih cepat. "Tolong dengarkan aku sebelum kamu angkat bicara." Marcus hanya mengangguk menyetujui sebelum Lexa kembali bersuara."Aku melakukan ini karena aku tidak ingin membebani daddy lebih berat lagi, terutama membebani kamu ... maafkan aku karena aku
“Baiklah sekarang balik ke topik awal.” Semuanya Kembali hening menunggu Marcus Kembali bersuara. “James sekarang giliran anda yag membuka konferensi virtual ini dengan menjelaskan bagaimana hubungan kalian berdua sekarang.” Jelas Marcus yang membuat Seline Kembali salah tingkah padahal ia sudah berharap jika mereka melupakan kejadian tadi.“Ya kami sudah official.” Jawab James singkat dengan senyuman yang begitu lebar sarat sudah menjelaskan semua rasa penasaran teman-temannya. Namun, tanpa disadari yang wajah Seline semakin merah seperti tomat karena menahan malu.“Wah ditunggu traktirannya.” Canda Reynard. “Berarti tingal gue doang nih yang masih sendiri diantara kalian? Sungguh kejam.” Gerutunya.“Ayolah jangan seperti itu, harusnya kau yang serius mencari pasanganmu Rey.” Canda Ben.“Dikira cari beras apa segampang itu” gerutu Reynard. “Sudah sele
LEXA 42 Setelah adegan romantic yang secara mendadak pdisertai dengan isak tangis Bahagia sekaligus melegakan, dua sejoli yang baru saja dihinggapi mabuk asmara berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut sambil memamerkan senyum pepsodent yang menandakan betapa bahagianya mereka sekarang. Mereka sepakat Kembali ke penthouse Seline dan James Kembali memutukan untuk menginap di tempat Seline beberapa hari kedepan. Tapi sebelum mereka sampai James mengajak Seline terlebih dahulu menuju supermarket terdekat. James ingin merayakan hari kebahagiaan mereka secara kecil-kecilan mungkin ditemani muffin dan masakan khas Spanyol akan s
Lexa 41 Dugaan Lexa tepat. Pagi Ketika terbangun, salah satu matanya sedikit membengkak. Ia menggeser tangan Marcus yang terletak di atas perutnya kemudian beranjak dari tempat tidur untuk mencari obat mata yang selama ini ia pakai jika matanya mengalami bengkak. Tepat setelah Lexa selesai mengoleskan salah satu matanya, sepasang tangan kekar melingkar di pinggangnya. “Mata kamu beneran bengkak?” seakan tahu apa yang sedang Lexa lakukan Marcus hanya menumpukan dagunya di bahu kanan Lexa mencium pundaknya yang terekspos karena mereka selalu tidur dalam keadaan bugil.
Persiapan acara Accounting Event sudah semakin dekat begitu pun dengan hari lomba. Para panitia sudah membuka pendaftaran baik itu seminar online atau lomba paper dengan Lexa sebagai contact person. Saat ini Lexa sedang tiduran malas di apartemennya kerjaan revisi menumpuk sudah lima hari tidak ia sentuh sejak ia pulang dari rumah sakit. Beberapa pesan masuk berasal dari nomor yang tidak dikenal, rata-rata adalah mereka yang tertarik untuk mendaftar sebagai peserta webinar atau peserta lomba. Sampai Lexa terpaksa harus mengubah notifikasi menjadi vibrate saking banyaknya pesan yang masuk dan harus ia balas satu per satu.
“Sayang … sudah dong jangan nangis lagi..” Ya. Sejak Lexa mengetahui penyakit yang disembunyikan Alyicia dirinya Kembali terguncang dengan perasaan bersalah yang tidak berujung. Lexa benar-benar menganggap dirinya bodoh dan durhaka terhadap Alyicia. Marcus terus mendekap tubuh Lexa sambil mengecup puncak kepalanya yang masih belum berhenti bergetar karena menangis. Namun karena tangisan Lexa tak kunjung berhenti, Marcus memutuskan untuk mengurai paksa pelukannya dan langsung meraup bibir Lexa dan caranya ternyata sukses membuat tangisan Lexa berhenti dan Marcus melepas pagutan bibirnya.