Jakarta, 04:09 p.m
Alexandrie Gilberta-Lexa membawa mobilnya menembus jalanan sore di kota yang lumayan padat, dengan memutar lagu dengan sambungan kabel AUX dari ponsel nya sambal bersenandung ria. Dimana hari ini ia akan mulai menikmati hari libur sejak lepas status sebagai siswa SMA, dan akan merubah statusnya menjadi seorang mahasiswa. Yup! Hari ini ia baru saja pulang dari sekolah untuk terakhir kalinya dimana hari kelulusan ujian akhir, dan sebagai hari perayaan kelulusan Lexa dan para sahabatnya memutuskan untuk pergi sekedar nongkrong di café dan belanja di mall sambal melepas seluruh penat yang hinggap di kepala selama satu semester.
Lexa merupakan gadis yang lumayan tomboy dibanding para sahabatnya, walaupun masih memperhatikan penampilan agar tetap dilihat glamour tapi ia juga cukup berteman dekat dengan beberapa teman laki-laki. Lexa tidak memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, karena ia masih ingin pergi ke suatu tempat yang selalu ia kunjungi jika ingin melepas beban sementara-night club. Lexa sudah mengenal dunia malam sejak ia mulai memasuki Pendidikan SMA, karena didikan orang tua yang selalu mengajak Lexa untuk melihat dunia luar sebatas edukasi namun orang tua Lexa tidak mempermasalahkan jika anaknya terkadang pergi ke dunia malam, asal jangan sampai mabuk.
Mobil Lexa mulai memasuki area parkir club menyerahkan kunci mobil kepada petugas valet sambal melangkahkan kakinya memasuki club. Sampai di meja bar, Lexa menyapa bartender yang ada di sana. “Hai, Jack. Gimana kabarmu?”
“Hai Lex, kabarku baik. Kabarmu gimana? Bagaimana hasil ujian kamu?”
“Kabarku baik Jack. Ujian aku lulus kok tenang aja. Aku ingin minuman terbaik yang pernah kamu bikin.” Jack salah satu teman baik Lexa di club, tempat itu sudah menjadi langganan buat Lexa hanya untuk sekedar mencari kesenangan dengan para sahabatnya atau waktu menyendiri ditemani ngobrol dengan Jack.
“Silahkan diminum nona, special untuk anda yang baru saja melepas status siswa. Hahaha.” Jack meletakan minuman tersebut di hadapan Lexa, yang baru saja dipesan. “Kau berlebihan Jack, but thank you Mr. hahaha”
Sambil menyesap minuman yang dipesan, sesekali berjoget walau hanya duduk di bar. Dan beberapa saat matanya menatap lekat dengan seorang pria di sebrang sana sedang duduk di sofa, dengan beberapa temannya. Seketika pandangan mereka bertemu, tanpa sadar pria tersebut mengeluarkan senyum tipis ke arah Lexa yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Perasaan gugup seakan menerpa dirinya sambal merutuki diri sendiri. Apa yang baru saja kau lakukan Lex. Sambal menikmati Kembali minumannya, Lexa Kembali terusik dengan kedatangan sesorang yang duduk di sebelah kirinya. “Kau datang sendirian?”
Lexa langsung menoleh, matanya menangkap sosok pria yang baru saja menyapanya. Orang itu yang tidak sengaja menatap Lexa beberapa waktu lalu. “Seperti yang kau lihat saja.” Lexa memutar bola matanya jengah, ia sedang malas berbincang. Tapi pria di sebelahnya selalu mengusik waktu pribadi Lexa.
“Sepertinya kau malas berteman dengan orang baru sepertiku. Kenalkan aku Marcus. And you?”
Lexa melirik Richard dari atas sampai bawah, pria dengan muka lonjong sedikit kotak, rambut kecoklatan, mata tajam seperti elang, hidung mancung, dan rahang yang tegas. Tanpa sadar Lexa menatap Richard seakan terpesona dengan tampang pria di sebelahnya. Sampai Richard Kembali berbicara. “Aku tau kalo aku memang tampan, kau tidak perlu menatapku seperti itu, jadi namamu siapa?”
Lexa mengerjapkan matanya beberapa kali, baru sadar dari lamunannya. “Lexa” jawabnya singkat padat, dan jelas. Astaga Lexa, kau benar-benar memalukan buat apa lu terpesona sama orang yang baru kenalan sama lu! Benar-benar bodoh! Rutuknya dalam hati.
Marcus
Richard Marcus Hosea-Marcus sedang duduk di kedai kopi sebrang kampus sambal berkutat dengan tugas kuliah sekaligus memahami bisnis perusahaan milik keluarga. Richard sendiri merupakan seorang mahasiswa semester empat jurusan Akuntansi di Universitas elite dan terkenal di kawasan Jakarta. Walaupun sambal belajar bisnis, namun tidak terlalu bertolak belakang dengan focus kuliah yang sedang ditekuni. Ia merupakan putra semata wayang dari kedua orang tua yang bernama Fanny dan Dirk, serta perusahaan yang bernama Leander’s Corp.
“Marcus, nanti malam ada waktu gak?” Ben salah satu sahabat Marcus dari SMA yang masih berteman baik sekaligus satu jurusan dengan Marcus. “Hmm… ada apa memangnya?” Marcus hanya menoleh sebentar lalu Kembali berkutat dengan laptopnya. “Temenin gua ke Club ya. Sumpah gua bosen banget.”
Marcus sama sekali tidak melirik temannya karena malas. “Tugas lu udah selesai?” Bukannya menjawab ajakan Ben, tapi tanya tentang tugas kuliah dengan deadline yang sudah diambang kematian. “Tugas nya Bu Shinta udah selesai gua kerjain dari kemarin. Mendingan nanti malam lu temani gua ke club, sebagai imbalannya gua kasih jawaban tugas gua ke lu. Mau gak?”
seketika smirk smile muncul di wajah Marcus, dan anggukan kepala sebagai jawaban kepada Ben yaitu mereka pergi ke Club malam ini.
The N Club, 06.00 p.m
Marcus, Ben, James, Reynard memasuki area club dengan membawa mobil sport masing-masing. Berjalan beriringan memasuki Club, diiringi tatapan dari para kaum hawa. Bahkan ada beberapa wanita yang mencoba untuk menggoda Marcus. Perduli setan dengan para jalang yang mencoba menggodanya. Sampai sekarang, Marcus memang belum pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Karena tuntutan dari orang tua agar Marcus dapat menyelesaikan Pendidikan secepatnya dengan begitu bisa langsung menggantikan posisi ayahnya yang kini menjabat sebagai CEO. Mereka sampai di tempat yang sudah di reservasi oleh Ben, sekaligus pesan berbagai macam minuman alcohol dan cemilan. Terkadang ada beberapa wanita yang sengaja mampir ke tempat duduk mereka hanya sekedar memamerkan badan mereka yang dibaluri dengan dress yang sangat ketat dan panjangnya hanya setengah paha, namun tidak tertarik sama sekali di mata mereka berempat.
“James, kau tidak tertarik dengan para wanita disana?” kata Ben sambil meminum minuman alcohol yang disediakan di meja. Sedangkan Reynard hanya tersenyum tipis sambil sesekali melihat kearah dance floor. Namun, matanya menangkap salah satu orang yang sedang menikmati minumannya sambil bermain dengan ponsel. Tanpa sadar, Reynard tersenyum tipis hingga ada yang menyiku lengannya. “Apa yang bikin lu jadi gak waras begini?” Marcus bertanya sekaligus penasaran, tanpa dijawab oleh Reynard, seakan ngerti apa yang temannya lihat Marcus mengikuti pandangan Reynard yang sedang melihat seorang gadis sedang duduk sendiri sambil menikmati minuman sesekali melihat kearah dance floor. Marcus secara tidak langsung mulai terpesona dengan apa yang dilihat, gadis yang sedang duduk di sebrang sana dengan memakai pakaian sedikit terbuka tanktop bewarna hijau lumut, cardigan putih yang kebesaran, celana hotpants serta sepatu heels dengan tinggi hanya tiga sentimeter.
Perasaan Marcus saat ini, hanya dipenuhi rasa tertarik sekaligus rasa penasaran yang dipenuhi hatinya sehingga ia menghampiri gadis itu dengan Langkah lebar dan duduk di sebelah kiri sambil menatap lekat wanita di sebelahnya. Tatapan mereka Kembali bertemu, Marcus seakan terhipnotis dengan manik mata biru muda gadis itu, hidung mancung muka bulat dengan pipi yang sedikit chubby namun memiliki lekuk tubuh yang indah, dengan rambut ombre coklat kemerahan dibiarkan tergerai lurus natural sampai dadanya. “Sepertinya kau sendirian.”
“Seperti yang kamu lihat saja.” Tanpa gadis itu sadari Marcus mengeluarkan senyuman tipis. Menarik. Katanya dalam hati.
“Sepertinya kau malas berteman dengan orang baru sepertiku. Kenalkan aku Marcus. And you?”
“Lexa.” Lexa menjawab sambil menatap Marcus dalam diam, dengan tangan saling berjabat seakan waktu tiba-tiba berhenti untuk mengabadikan momen indah. Marcus yang belum pernah tertarik untuk berkenalan dengan lawan jenis, serta Lexa yang seakan pertama kalinya terpesona dengan laki-laki yang baru saja berkenalan dengannya.
“Aku memang tampan kamu tidak perlu menatapku seperti itu.” Elak Marcus sambil menutupi rasa gugup sambil melepas jabatan tangan. Tak jauh berbeda dengan Lexa, yang kini hanya bisa mengerjapkan matanya lalu mengalihkan pandangannya dari Marcus sambil merutuki hatinya.
“Jack, akum au nambah minumannya boleh tidak?” Lexa seakan bingung mau memulai pembicaraan darimana, akhirnya mengambil keputusan untuk menambah minuman yang tadi ia pesan dengan memanggil temannya. Jack yang mendengan penuturan Lexa hanya mengacungkan jempol dari jauh untuk segera membuatkan minuman untuk Lexa.
“Kau berteman dengannya?” tanya Marcus penasaran.
“Ya kami memang berteman.” Jawab Lexa sekenanya. Entah apa yang dirasakannya, debaan jantung terasa makin cepat berdegup karena dilihat oleh Marcus dengan tatapan intens.
“Jadi kau sering bekunjung kesini?”
“Ya, aku memang sering kesini.” Setelah menjawab Marcus pesanan Lexa datang oleh Jack yang membawanya, tatapan mereka bertemu dengan senyuman tipis yang diberikan oleh Jack kepada Lexa. “Thanks, Jack.”
Sebelum Marcus bertanya lebih lanjut lagi, James udah merangkul Marcus terlebih dahulu. “Lu gak balik ke meja? Ohh… sebelah lu siapa? Pacar lu?” mendengar pertanyaan James barusan langsun diberi tatapan tajam oleh Marcus, sedangkan Lexa hanya sibuk dengan minumannya seakan tidak perduli dengan dua pria liar yang ada di sebelahnya. Namun di dalam hatinya terasa berdesir dengan pertanyaan yang James lontarkan.
Marcus hanya mendengus. “Lebih baik urusin urusan lu sendiri, cewek ini urusan gua mau pacar atau nggak. Kenapa lu tidak menikmati salah satu dari semua jalang yang ada di club ini?”
“Sayang sekali, bahkan gua tidak berselera dengan mereka.” Jawab James datar seraya balik ke tempatnya. Marcus Kembali fokus pada Lexa yang menatapnya dengan sinis. “Kenapa kau menatapku seperti itu tuan?” Lexa sangat risih dengan tatapan Marcus.
Seketika Marcus mengeluarkan smirk nya, dan menarik tangan Lexa sambil mengajaknya keluar dari area club menuju parkiran. Lexa berpikir jika Marcus akan menyuruhya pulang ke rumah karena waktu sudah hampir tengah malam, namun ia menuntun Lexa menuju ke sebuah sudut ruangan di area parkir. Didorongnya tubuh Lexa bersandar di dinding aspal dengan Marcus yang ada di hadapannya sambal mengikis jarak yang ada di antara mereka.
“Kamu m-mau apa? Hentikan!” tanya Lexi gugup sambal mendorong dan memukul dada Marcus, tapi Marcus tidak peduli dengan teriakan Lexa dan menahan tangannya. Lexa tetap tidak bergeming, ia terus melancarkan aksinya untuk melepaskan kungkungan dari Marcus, namun matanya membelalak karena orang didepannya menyentuh bibir tipisnya dengan bibir Marcus. Yup! Marcus pelakunya, yang telah mengambil ciuman pertama Lexa. Ciuman yang berikan oleh Marcus terasa lembut dan begitu memabukan. Membawa gelombang kehangatan dan menimbulkan gelenyar aneh di tubuhnya, tanpa sadar tangan Lexa ikut melingkarkan tangannya dileher Marcus saat kakinya sudah tidak dapat menopang tubuh ramping Lexa.
Marcus yang menerima lumatan kecil dari Lexa juga ikut melingkarkan tangannya di pinggang ramping Lexa. Ciuman yang awalnya hanya menempel di bibir, kini beralih dengan ciuman dengan lumatan yang menggebu-menggebu sekaligus bergairah sehingga menciptakan suasana yang lebih panas dari biasanya. Lexa Kembali memukuli dada Marcus karena oksigen udah sangat menipis di paru-parunya, dengan enggan Marcus melepaskan pagutan mereka sambal mengusap bibir bengkak Lexa karena ulahnya. “Manis.” Gumam Marcus.
Lexa yang mendengar gumaman Marcus hanya bisa menduduk karena rasa panas menjalari pipinya dan merembet sampai ke telinga. Marcus yang menyadari tingkah Lexa, mengangkat pelan dagu Lexa dengan jari telunjuk dan ibu jari hingga tatapan mereka Kembali beradu. “Mulai sekarang kau miliku. Lexa.” Katanya pelan sambal mengeluarkan smirk smile andalan Marcus.
Lexa langsung mendorong tubuh Marcus sampai mundur beberapa Langkah menciptakan jarak antara mereka, lalu melenggang pergi begitu saja. Dengan Marcus yang mengikutinya dari belakang menelusupkan tangannya ke saku celana jogger hitamnya dengan senyum penuh kemenangan.
Saat Lexa berjalan kearah meja bar yang tadi diduduki, sebuah tangan melingkar di pinggang dan menarik tubuhnya hingga menabrak dada bidang seseorang. Siapa lagi kalua bukan Marcus. Astaga mau apa dia. Marcus menggiring Lexa duduk bergabung dengan sahabat Marcus yang lain, yang membuat Lexa menjadi semakin canggung dengan adanya mereka yang memperhatikan penampilan Lexa. “Kenapa aku dibawa ke tempatmu?” bisik Lexa sekaligus dengan delikan tajam kearah Marcus.
“Aku sudah bilang, kalua mulai hari ini kamu jadi miliku. Apakah kurang jelas?”
“Aku sudah bilang, kalua mulai hari ini kamu jadi miliku. Apakah kurang jelas?”
“Mau kamu apa, hah!?” tanya Lexa galak.
“Wow sepertinya ada anggota baru di grup ini.” Celetuk Ben tiba-tiba. “Maaf tuan, aku bukan anggota baru di geng kalian, jadi berhentilah mengada-ngada.”jawab Lexa penuh penekanan dan tatapan elangnya, setelah itu ia beranjak meninggalkan Marcus dengan yang lainnya dengan tatapan melongo melihat Lexa menjauhi tempat mereka hingga bayangan Lexa benar-benar hilang di hadapan mereka.
“Ada apa dengan wanita itu?” tanya James pelan tapi masih bisa didengar oleh Marcus yang ditanggapi dengan seringaian kecil kemudian menjawab. “Dia hanya kaget. Lagi pula kita akan bertemu lagi saat kuliah nanti.” Jawab Marcus dengan santai.
Mata Ben sukses membola mendengar penuturan Marcus. “Lu tau darimana dia bakal satu kampus dengan kita?”
“Dad kenal baik dengan orang tuanya karena perusahaan mereka menjalin hubungan kerja sama dengan baik selama beberapa tahun. Her dad adalah pemilik perusahaan Universe Group.” Jelas Marcus santai sambal meminum beer pesanannya. Reaksi sahabatnya sekedar melongo dan hanya manggut-manggut setelah mendengar penjelasan singkat dari Marcus. Wajar saja Marcus mengenal Lexa, karena orang tua mereka sudah menjalin hubungan erat dengan perusahaan yang saling bergandeng erat. Lexa merupakan putri tunggal dari CEO Universe Group dari pasangan Alyicia dan Derril, orang tua Lexa dengan orang tua Marcus sudah cukup dekat ditambah dengan kerjsama perusahaan. Marcus juga sudah berkenalan dengan orang tua Lexa, sejak ia mulai belajar turun ke dunia bisnis sejak usia yang masih belia dengan pengawasan seorang ayah.
Sementara di tempat lain, mobil Lexa sudah memasuki pekarangan rumah yang dibilang elite dengan halaman depan yang luas sehingga dari pintu gerbang berjarak beberapa meter untuk menaruh mobilnya di garasi. Lexa memberhentikan mobil sedan putihnya di depan rumah dan menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas keamanan untuk mengembalikan mobilnya di garasi. Lexa masuk ke dalam rumah, mengedarkan pandangannya yang kemudian berhenti di ruang keluarga. “Hi mom, mommy belum tidur?” Lexa melihat Alyicia masih duduk manis dengan majalah fashion di pangkuannya seketika menoleh ke asal suara yang memanggilnya.
“Hai Lex, mommy sengaja nunggu kamu dulu.” Kata Alycia sambil tersenyum hangat merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan hangat. Lexa berangsur duduk di samping Alyicia menerima pelukan hangat. “Dari tempat itu lagi?”
“Hehehe iya mom, hanya sekedar meringankan penat kok.” Jawab Lexa sambil menyengir. “Where’s dad?”
“Daddy baru saja masuk ke ruang kerja nya, honey.”
“Hmm.. yasudah kalua gitu Alex nyusul dad dulu mom.” Pamit Lexa sambil mengecup pipi Alyicia. sebenarnya Lexa lebih suka jika Namanya dipanggil Alex jika menyangkut keluarganya, sejak kecil sampai Sekarang sifat tomboy nya masih belum punah. Lexa berjalan ke ruang kerja Derril-ayahnya yang ada di lantai 2. Sampainya di depan ruang kerja Derril, Lexa mengetuk pintunya tiga kali baru mendorong kenop pintu sambil menyembulkan wajah bulatnya ke dalam ruang kerja Derril.
Derril yang menyadari ketukan pintu di ruang kerjanya, seraya mendongak dan sebuah senyuman muncul dari wajahnya Ketika ia melihat sosok putri kesayangannya masuk ke ruang kerja. “Can I come Dad?’
“Sure honey.” Kata Derril, sambil meletakan kacamata bacanya diatas meja yang sejak tadi bertengger manis di hidung mancungnya. “Kenapa baru pulang jam segini Lex?” tanya Derril sambil berjalan menuju sofa panjang begitu juga dengan Lexa sambil berhambur ke pelukan Derril.
“Biasa dad, aku habis melepaskan penat dan bercengkrama sedikit sama teman.”
“Kamu sudah memikirkan mau lanjut kuliah dimana?” Lexa diam sejenak sambil berpikir. “Maybe ambil accounting di Universitas sini aja dad. Lexa gak mau jauh-jauh dari kalian. Hehehe.”
Derril seraya tersenyum sambil menjawil ringan hidung mancung Lexa karena gemas. “Baiklah kalau itu mau kamu. Dad tidak akan melarang apapun untuk kesayangan daddy asal bukan Tindakan kejahatan, yang penting kamu berkomitmen sama keputusan kamu sekaligus tanggung jawab. Kau mengerti honey?”
“Haha okay dad.”
Setelah berbincang singkat dengan Derril, Lexa memutuskan untuk Kembali ke kamar tidur sekaligus membersihkan diri. Ia ingin berendam dengan air hangat di bathup dengan aroma mawar agar badannya Kembali segar. Sambil mempersiapkan baju di walk in closet, Lexa menanggalkan satu per satu pakaiannya dan beranjak menuju kamar mandi. Tanpa disadari, ada seseorang yang sedang memantau pergerakan gadis itu dari pintu kaca yang tidak terkunci.
Marcus. Orang yang sedang mengintip dari pintu balkon kamar Lexa adalah Marcus. Setelah Lexa masuk ke kamar mandi, Marcus langsung masuk ke kamar Lexa yang di desain nuansa abu-abu dan putih, seleranya agak berbeda dengan wanita lainnya yang lebih feminim tapi suasana kamar tersebut terasa sesuai dan secara tidak langsung menggambarkan karakter seorang Lexa. Marcus jalan mengendap-endap menuju pintu kamar Lexa, lalu menguncinya dari dalam setelah itu berjalan pelan kearah kamar mandi dan mencoba buka pintu dengan perlahan-lahan yang ternyata tidak dikunci.
Setelah berhasil menyelinap ke kamar mandi secara diam-diam. Pandangannya berhenti terhadap sebuah bathup dengan puluhan kelopak mawar yang mengambang di atas air, dengan seorang gadis yang sedang berendam dengan kepala yang bersandar di pinggiran bathup. Gadis itu adalah Lexa. Marcus mencoba untuk menahan diri agak tidak menanggalkan pakaiannya dengan tergesa-gesa sekaligus menahan libidonya yang mulai meningkat hanya dengan melihat wajah Lexa yang tenang dengan mata tertutup. Dengan perlahan Marcus jalan mendekati bathup dan masuk secara perlahan dengan badan yang hanya menyisakan boxer hitam yang masih menempel di tubuhnya. Lexa yang mendengar suara cipakan air, matanya kemabli terbuka sekaligus membulat sempurna dengan apa yang dihadapannya. Sebelum melancarkan aksi Lexa dengan sebuah teriakan, bibir Lexa Kembali dibungkam oleh bibir Marcus.
Ciuman yang dibarikan Marcus semakin mendalam dan menuntut. Lexa yang tidak pernah mengalami ciuman dengan pria, hanya bisa memukul dada dan punggung Marcus namun dihiraukan. Tangan kiri Marcus menahan tengkuk Lexa agar tidak masuk ke dalam air, sedangkan tangan yang lain bergerak bebas dengan mengusap punggung mulus Lexa dengan lembut. Lexa yang diperlakukan oleh Marcus lambat laun mulai terbuai dengan ciuman Marcus. Ia terpaksa menghentikan ciumannya, karena Lexa mencubit bahu Marcus karena pasokan udara di paru-paru mulai menipis. Napas keduanya tersengal karena ciuman yang menggebu, Marcus mengusap bibir manis Lexa dan menatap tepat di iris mata biru Lexa. Mengecup sekilas bibir ranum Lexa, dan membawa tubuh mungil Lexa ke dekapan Marcus. Lexa yang merasa bingung dengan sikap Marcus mencoba melepaskan dekapan Marcus mendongakan kepalanya menatap Marcus penasaran.
“Bagaimana-“
“Aku merindukanmu.” Lexa yang mendengar jawaban Marcus, mengerjapkan matanya beberapa kali dan langsung sadar kalau mereka sedang dalam keadaan naked di tubuh atas. Lexa langsung mendorong dada Marcus untuk menjauh dan menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi payudara yang terlihat sintal dan seksi bagi Marcus. Lexa kelihatan panik, buru-buru beranjak dari bathup namun sialnya justru kakinya terpeleset dan Kembali jatuh ke dalam dekapan Marcus. “Hati-hati Lex. Kau gak perlu panik begitu, aku sudah pernah lihat badan kamu semuanya.”
Flashback 2 bulan lalu
Lexa baru saja menyelesaikan hari terakhir ujian praktik di sekolahnya karena ingin melepaskan stress yang membuat kepalanya serasa ingin meledak dan sudah mengeluarkan asap, ia memutuskan pergi ke club dari sekolah. Membeli satu set baju yang cocok, dan langsung melesat pergi ke club seorang diri. Melihat suasana di club belum terlalu ramai jadi ia lebih memilih duduk di sofa dan memesan minuman tequila. Minum sendirian.
Sudah sepuluh sloki tequila berpindah ke dalam badan Lexa, rasa pusing merajalela kesempatan ema situ diambil sama seorang laki-laki yang baru saja masuk ke area club seketika masuk ke area sofa dimana Lexa duduki. Lexa yang dalam kondisi mabuk, menghamburkan pelukan ke pria yang duduk di sebelahnya lalu digendong ke ruangan vvip.
Dihempaskan badan mungil Lexa, sambil meracau tidak jelas. Memberontak terhadap pria yang diatas badannya. “JANGAN! TOLONG! LEPASIN GUE! LU SIAPA!”
“Tenanglah nona… saya tau kalau anda haus belaian saya.” Jawab pria itu sambil mengeringai penuh licik.
“Dasar bajingan! TOLONG!”
“Tidak aka nada yang mendengar teriakan kamu nona. Ruangan ini kedap suara. Lebih baik kamu mendesah saja selagi menikmati sentuhanku.” Tangan Lexa dinaikan keatas atas, dililitnya tangan itu dengan dasi pria di samping ranjang, tenaga Lexa semakin lemah untuk melawan ditambah tangannya diikat dengan sangat kencang sehingga menimbulkan sedikit memar dan merah. Pria tersebut langsung merobek kemeja yang dipakai Lexa, gundukan kenyal langsung menyembul keluar kabut gairah pria itu semakin meningkat. Bra Lexa ditarik paksa hingga terlepas dan dibuang ke sembarang arah beserta dengan pakaian yang lainnya yang tinggal menyisakan celana dalam berwarna hitam.
Sebelum pria itu melanjutkan aksinya, pintu vvip berhasil didobrak. Lexa yang dalam stengah sadar mendengar dobrakan pintu hanya bisa bernapas lega disertai dengan isakan pelan karena hamper saja mahkotanya direbut oleh pria yang tidak dikenal. Pria yang mendobrak pintu itu adalah Marcus. Marcus yang melihat adegan itu, seketika dipenuhi dengan amarah langsung menerjang pria yang sudah menelanjangi Lexa. Pria tersebut langsung terkapar di lantai dengan menerima pukulan yang bertubi-tubi diwajahnya. “Sekali lagi kau menyentuhnya, nyawamu taruhannya!”
Flashback scene
Berbagai pukulan babi buta yang dibarikan Marcus hingga pria yang ada dibawahnya tidak sadarkan diri, amarah memenuhi dirinya dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Kesadarannya Kembali ketka mendengar isakan tangis dari sebelah kanan. Marcus bangkit dan menoleh kea rah ranjang king size, terkesiap apa yang ada dihadapannya dengan tergesa melepaskan jaket kulitnya untuk membungkus badan mungil yang saat itu hanya terkulai lemas atas apa yang hamper saja terjadi dalam dirinya. Marcus membawa Lexa ke dalam dekapannya agar bisa Kembali sedikit tenang. Lidah Lexa terasa kelu dan tenggorokan seperti keluar dari rongganya tidak bisa mengatakan apapun selain menangis hebat dengan tangan memeluk diri sendiri.
Marcus membei kecupan-kecupan hangat di puncak kepala Lexa seakan memberi ketenangan dan kekuatan untuk gadis itu. Tenanglah aku akan melindungimu mulai hari ini. Ucapnya dalam hati.
Flashback off.
Mata Lexa seakan membola saat mendengar cerita dari Marcus. Lexa lagsung menarik badannya untuk menjauh dari dekapan Marcus. “Ja-jadi… kamu…” badan Lexa seketika bergetar hebat Ketika ingatannya Kembali terlempar ke kejadian itu. Marcus yang menyadari perubahan Lexa langsung mendekap erat badan lexa sekaligus mengusap punggu telanjang Lexa memberi ketenangan. “Tenanglah aku gak akan melakukan apapun.”
Marcus mengangkat tubuh Lexa keluar dari bathup mendudukan Lexa di meja wastafel kemudian mencari handuk kecil dan kimono untuk membungkus badan Lexa yang sedang telanjang bulat. Marcus meneguk saliva nya dengan kasar menahan gairah yang tiba-tiba meningkat karena melihat tubuh telanjang Lexa juniornya langsung menggeliat untuk bangun dari tidur namun segera ditepiskan oleh Marcus untuk menenangkan Lexa lebih dulu.
Lexa yang menyadari Tindakan Marcus terus menunduk malu karena terus diperhatikan secara intens. Marcus menangkup wajah Lexa dengan tangan lebarnya menangkat wajah Lexa untuk menatap wajah Lexa. “Aku tidak bermaksud untuk membuka luka lama. Kamu punya aku. Aku aman bersama aku. Just calm okay?”
Lexa hanya mengangguk kecil, matanya mulai berkaca-kaca tak lama air mata yang ditahan meluncur dengan bebas seiring dengan isakan kecil.
Marcus dengan sigap memeluk tubuh ringkih Lexa dengan kecupan ringan dipuncak kepala sambil mengusap punggung. “Menangislah Lex, keluarkan semuanya.”
Keesokan paginya, Lexa Kembali menggeliat tidurnya Kembali terisuk karena silaunya sinar matahari menusuk ke kamarnya dibalik gorden. Lexa menyingkap selimut nya berjalan gontai ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Lima belas menit kemudian Lexa berjalan turun ke ruang keluarga dengan pakaian santainya. Dilihatnya Alycia sedang asik menonton televisi acara variety show, Lexa ikut duduk sambil peluk manja ke Alyicia. “Morning mommy.”
“Morning honey. Sarapan dulu gih. Kamu mau sarapan apa?”
“Apa aja mom, selama dengan caramel macchiato hehehe.”
“Ya ampun saying jangan sering minum opi gak baik untuk lambung kamu.”
“I’m okay kok mom, sehari satu gelas masih tahap wajar kok.” Lexa mencium pipi kanan Alyicia langsung melenggang pergi ke dapur. Alyicia yang melihat tingkah putri semata wayangnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Sementara di tempat lain, Marcus sedang menghabiskan sarapannya bersama kedua orang tuanya. Suasana disana cukup tegang dikarenakan tradisi di keluarga mereka tidak diperkenankan untuk mengeluarkan suara atau berbincang sambil makan.
“Aku sudah selesai.” Ucap Marcus sambil meletakan sendok dan garpu kemudian beranjak berdiri ke dapur membawa piring kotor untuk mencuci bekas makan. Meski keluarga mereka kaya dan mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah, namun Fanny tetap mendidik Marcus untuk menjadi pria mandiri yang tidak bergantung pada orang lain sekalipin dengan pekerjaan rumah.
“Dad mau bicara. Tunggu di ruang kerja dad.” Ucap Dirk Ketika Marcus keluar dari ruang dapur. Marcus yang mendengar perintah dari Dirk hanya bisa mematuhi perintah Dirk. Fanny yang melhat wajah putra semata wayangnya hanya bisa memberi semangat berupa senyuman menenangkan terhadap anaknya.
“Jangan terlalu kerasa padanya sayang, belum saatnya dia harus memegang seluruh perusahaan kamu. Biarkan saja dia beraktivitas bersama teman-temannya layaknya mahasiswa kampus. Dia sudah dewasa.”
“Ya mom. Aku hanya takut kalo Marcus tidak ingin melanjutkan apa yang sudah aku rintis, sejak kecelakaan Marco, dia jadi lebih pendiam dari biasanya.”
Fanny beranjak dari kursi kemudian pindah ke samping Dirk memegang kedua tangan suaminya. “Percayalah padanya sayang, aku yakin Marcus mau melanjutkan perusahaan kamu, dia hanya perlu waktu.”
Dirk berjalan kearah ruang kerjanya. Ketika ia masuk ke ruang kerja, dilihat Marcus sedang duduk di sofa yang berada di depan meja kerja Dirk, yang langsung menghampiri puteranya untuk duduk di depannya.
“Kapan kamu siap untuk memimpin perusahaan daddy?” tanya Dirk memulai pembicaraan.
“Marcus butuh waktu kapan siapnya dad karena Marcus juga disibukan dengan organisasi.”
“Kenapa kamu tidak keluar saja dari organisasi tidak jelas itu dengan konsentrasi belajar sambil belajar di perusahaan dad.”
Marcus hanya bisa menghela nafas panjang seperti Lelah berdebat panjang. “Please dad Marcus juga punya tanggung jawab di organisasi Marcus gak bisa langsung keluar gitu aja. Marcus pasti akan mengagantikan posisi dad di perusahaan tapi tidak sekarang dad.” Ucap Marcus sambil menatap putus asa kearah Dirk.
“Tolong pertimbangkan lagi Marcus sekarang cuman kamu harapan satu-satunya yang daddy punya.” Dirk menatap Marcus intens. Marcus hanya mengangguk.
“Dad Marcus pergi sekarang ada urusan yang mendesak. Bye dad, nanti kita bicara lagi.” Marcus beranjak dari tempat duduk berjalan keluar dari ruang kerja Dirk. Marcus Kembali berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian, karena ia akan pergi ke suatu tempat. Rumah Lexa.
Lexa sedang berkutat di depan laptop dengan beberapa berkas laporan administrasi dan keuangan perusahaan. Sejak libur kelulusan SMA, terkadang Lexa membantu perusahaan Derril mengisi waktu luang pada saat liburan. Suara ketukan dari balkon membuat Lexa terlonjak kaget denga nadanya seseorang yang baru satu hari satu malam dia kenal. Marcus.
Lexa buru-buru menutup laptop dan merapikan berkas yang berserakan di atas meja kemudian membuka pintu balkon. “Kenapa kamu mengendap kayak maling begini sih? Kenapa gak lewat dari ruang tamu aja? Emang gak ketauan sama penjaga?”
Marcus terkekeh pelan mendengar pertanyaan beruntun dari Lexa karena mendapatkan perhatian dari gadis imutnya. Marcus mengusak kepala Lexa karena gemas. ”Tenang saja aku sudah minta ijin sama satpam rumah kok sekalian kasih mereka kopi sama rokok.”
“Dihh emang siapa kamu, malah kasih begituan ke mereka. Dasar tukang nyogok.” Marcus tergelak mendengar penuturan gambling dari Lexa yang benar adanya dan menyuri satu kecupan di bibir manis Lexa.
“Hei! Kenapa malah cium aku hah!?”
“Kenapa anda galak sekali nona.” Lexa sama mencebik kemudian Kembali ke meja belajar untuk merapikan sisah berkas yang belum dibereskan. “Kamu ada tugas?”
“Tidak ini hanya untuk mengisi waktu kebosanan aku saja kok.”
“Hmm.. kalo gitu temani aku saja.”
“Ngapain?”
“Aku hanya ingin jalan-jalan.”
“Kenapa harus ajak aku? Emang Teman geng kamu pada kemana?”
“Mereka ada kegiatan lain.” Dusta Marcus. Dan aku hanya ini berdua sama kamu. Lanjutnya dalam hati. “Kamu mau?”
Lexa berpikir sejenak kemudian ia mengangguk antusias menerima ajakan Marcus. “Lebih baik kamu turun aja trus masuk lagi dari ruang tamu, aku takut mommy curiga.” Marcus mengangguk setuju sebelum Kembali ke balkon ia mencium puncak kepala Lexa dengan sayang. “See you on living room.” Dan langsung meloncat keluar pagar balkon dan mendarat mulus di tanah dikarenakan jarak balkon dengan lantai dasar tidak terlalu tinggi. Lexa yang masih mengamati dari balkon hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum manis. Lexa bingung sendiri kenapa ia bisa dekat seorang Marcus yang baru kenal semalam tanpa rasa curiga meskipun ia sering bergaul dengan kau madam namun, ia tidak pernah merasa sedekat ini.
Alyicia yang sedang berkutat di dapur tiba-tiba mendengar bel pintu berbunyi, ia bergegas mencuci tangan dan melepaskan apron untuk pergi ke ruang tamu. Pintu tamu dibuka, mata Alyicia seketika berbinar melihat siapa tamu yang datang.
“Marcus tumben sekali kamu datang. Kamu datang sendiri?” tanyanya antusias
Marcus tersenyum ramah “Selamat pagi tante, maaf mengganggu waktunya. Iya kebetulan saya ingin datang sendiri.”
“Masuk dulu Marcus, kamu mau minum apa biar tante siapkan.”
“Tidak usah tante gak perlu repot-repot. Saya kesini mau menjemput Lexa.” Alyicia yang mendengar penjelasan Marcus tampak sedikit terkejut. “Kalian sudah saling mengenal rupanya?”
“Begitulah tante. Tapi belum kenal lama kok, waktu itu gak sengaja bertemu di club.” Alyicia hanya termangut-mangut, sekaligus senang karena putri semata wayangnya berhasil membawa seorang pria masuk ke rumahnya. “Yaudah kamu ke kamar Lexa aja gih, kamarnya ada dilantai dua, balik dari tangga pintu kedua sebelah kanan.”
“Iya tante, kalo gitu Marcus ke atas sekarang.” Seraya senyum Bahagia, Marcus menaiki tangga menuju ke kamar Lexa sesuai instruksi oke Alyicia. begitu sampai diruangannya Marcus mengetuk pintu. Dan keluarlah Lexa.
“Kenapa kamu malah kesini? Aku baru saja mau turun.”
“Kamu kelamaan nunggunya jadi aku yang naik kesini. Kamu sudah selesai? Gak ada yang ketinggalan?”
“Hmm.. aku udah selesai kok.”
“Yaudah, yuk turun.” Marcus langsung menggenggam tangan kanan Lexa dan menariknya dengan lembut untuk turun ke lantai satu. Lexa seakan jantungnya ingin melompat dari tempatnya karena pertama kali diperlakukan seperti ini.
Alyicia mendengar suara Langkah kaki dari atas langsung menghampiri Lexa dan Marcus yang sedang bercanda sambil tertawa bersama. “Kalian sudah mau berangkat?”
“Sudah tante.”
“Yasudah bersenang-senanglah, jangan sampai terlalu malam.”
“Iya mom. Mommy ada yang dititip?”
“Tidak usah nikmati saja kencan kalian.” Goda Alyicia. pipi Lexa langsung panas sampai muncul semburat merah yang menjalar sampai ke kuping sekaligus menunduk malu. Marcus yang menoleh kearah hanya senyum senang.
Lexa dan Marcus masuk ke mobil Marcus yang mengantar mereka ke pusat perbelanjaan, yang tentu saja dikendarai oleh Marcus sendiri. Sedangkan Lexa yang duduk di kursi penumpang samping Marcus berusaha mengalihkan pandangannya keluar jendela karena rasa gugup yang tinggi. Detak jantungnya semakin tidak berkompromi karena pesona Marcus pada saat menyetir, rahang yang tegas, kulit putih mulus, alis tegas tebal dan rapi, bola mata biru yang tajam dan fokus, hidung mancung serta bibir tipis warna alami.
Waktu dua puluh menit mereka tempuh kini sudah berada di parkiran sebuah mall, sebelum mereka keluar dari mobilnya, Marcus menarik lengan Lexa, mendorongnya hingga pojok dengan mencium bibir ranum yang menjadi candunya secara menggebu. Lexa yang belum terbiasa dengan ciuman terlihat kewalahan mengimbangi permainan Marcus sambil mencengkram erat kaos hitam pria di hadapannya dengan napas yang mulai tersengal. Aku akui aku memang sudah gila dengan pria ini. Batin Lexa.
Marcus melepas ciuman Lexa karena mendapat cubitan keras di pinggang sebagai tanda kalo Lexa butuh bernapas, dan menempelkan kening mereka sambil menghirup udara dengan rakus. Ibu jari Marcus mengusap pelan pada bibir bawah Lexa yan bengkak akibat ulah nya yang menghisap rakus, sambil merapikan lipstick Lexa yang sedikit berantakan dan tersenyum dengan manis. “Ayo kita keluar.”
Mereka berjalan santai di mall, berjalan beriringan lengan Marcus memeluk pinggang Lexa posesif saling menempel dengan Lexa yang sibuk membuka katalog promosi yang ada di mall tersebut. “Kamu ingin kemana dulu?” tanya Marcus sambil ikut melihat ponsel Lexa sambil mengecup puncak kepala Lexa.
“Kayaknya café sana lagi ada promo, beruntungnya aku bawa tumbler. Ayo kita kesana.” Lexa langsung menarik Marcus sambil berlari kecil menuju café yang ada di depan mereka.
Sampai di depan kasir, Lexa langsung memesan caramel macchiato yang sudah menjadi minuman favourite nya di café itu. “Kamu ingin minum apa?”
“Samakan saja sama kamu.”
“Baiklah.” Lexa memesan dua minuman yang sama ke baritsa. Setelah membayar, mereka mencari tempat duduk yang nyaman di dekat teras outdoor sambil memandangi air mancur kola mikan yang ada di tengah mall itu.
“Apa kau juga merokok?” tanya Marcus karena selama ini, ia hanya tau Lexa suka minuman alcohol, tapi entahlah untuk rokok.
“Tidak. Aku paling anti sama rokok.”
“Apa alasannya?”
“Bukan alasan yang spesifik. Aku benci asap, bikin rambut bau.”
“Aku kira kamu juga merokok, mengingat kalo kamu suka ke club.”
“Gak semua cewek minum alcohol tapi juga ngerokok.”
Marcus terkekeh menanggapi jawaban terakhir Lexa yang angkuh tapi tenang. Dia menyukai gadis yang sedang bersamanya, bisa dibillang Lexa adalah cinta pertamanya?
“ATAS NAMA ALEX!” Lexa yang mendengar Namanya dipanggil langsung beranjak untuk mengambil kopi pesanan mereka. Dan Kembali lagi sambil menyodorkan gelas satunya ke Marcus.
“Kenapa Namanya Alex?”
“Nothing special.”
Marcus hanya menatapnya bingung minta penjelasan lagi tapi Lexa hanya mengangkat bahunya acuh. “Sambil jalan aja yuk. Aku mau sambil liat-liat toko lain.” Marcus hanya mengangguk sambil ikut beranjak dari tempat duduknya dan berjalan sambil gandeng tangan.
3 bulan kemudian
Suasana di sekitar kampus mulai ramai dengan mahasiswa baru yang tengah mempersiapkan diri untuk acara perkenalan kampus, salah satunya adalah Lexa. Ya perempuan itu sedang berdiri sendiri di lobby sambil memperhatikan orang yang berlalu Lalang dengan kesibukannya yang sama. Hubungan Lexa dengan Marcus semakin dekat bahkan hamper setiap hari mereka sering menghabiskan waktu berdua antara kencan atau berduaan saja di rumah Lexa ataupun Marcus mengingat kedua orang tua mereka sudah dekat. Namun saat panitia pengenalan kampus memberikan pengumuman lewat pengeras suara membuat lamunan Lexa teralihkan karena seluruh mahasiswa baru disuruh untuk berbaris dan akan masuk ke kelas masing-masing sesuai instruksi untuk melakukan briefing.
Lexa berada di barisan kedua langsung mengikuti arahan dari panitia yang bernama Tessie. Saat memasuki ruangan kelas, mata Lexa seketika membulat apa yang terjadi di hadapannya. Dia menatap pada seorang pria yang selama beberapa bulan terakhir menemaninya. Marcus. Ya pria itu sedang berjaga di kelas nya. Pandangan mereka seakan bertemu selama beberapa detik, tapi langsung diputus oleh Lexa yang berjalan kearah bangku yang kosong.
Setelah semua peserta masuk, terdengar ketukan pintu dari kelas, dan muncullah kepala panitia yang lain dengan memberi kode jika briefing bisa dimulai.
“Selamat pagi semuanya.”
“Pagi.” Jawab peserta serempak.
“Sebelum acaranya dimulai, gua akan memperkenalkan diri gua secara singkat. Perkenalkan nama gua Marcus dari jurusan Akuntansi tahun kedua yang dalam beberapa hari kedepan gua akan menjadi pendamping kelompok kalian. Jika ada pertanyaan, langsung ditanya aja jangan sungkan.” Ya, benar. Pendamping kelompok Lexa adalah Marcus. Astaga dunia terasa sempit, jadi pendamping kelompok, sekaligus satu jurusan dengannya sekaligus senior di kampus.
Lexa terpana dengan pesona Marcus yang berdiri di depan kelas sewaktu perkenalan diri, bahkan banyak wanita yang terpesona dengan pandangan yang ada di depan matanya yang membuatnya hanya menatap sinis pada mereka dengan menyiratkan kalau Marcus adalah miliknya. Di depan sana Marcus terlihat sangat tampan dan tegas dengan jas almamater kampus, kemeja biru donker, celana bahan hitam dan sneakers putih.
Tidak terasa waktu briefing selama dua jam telah usai dan sekarang kelompok Lexa sedang mengikuti campus tour yang tentu saja diiringi sama pendamping kelompoknya, Marcus. Hampir semua gadis yang ada di kelompok itu memasang tampang menggoda untuk Marcus dan Lexa tidak tahan dengan itu. Hingga terbesit di otaknya pada saat menaiki tangga gedung, lexa pura tersandung tangga hingga mendengar bunyi yang cukup nyaring.
BLAM!
Semua orang menoleh kearah asal suara itu tak terkecuali Marcus yang langsung sigap untuk mengangkat Lexa dan menduduki gadis itu di kursi memanjang. Dan menyuruh panitia lain untuk menggantikannya melanjutkan campus touring. Sedangkan kaum hawa yang mendamba Marcus, memasang tatapan sinis ke Lexa seolah dia mencari perhatian ke Marcus. Padahal aslinya Lexa dan Marcus memang memiliki hubungan.
“Apa yang kau lakukan sayang?” tanya Marcus sambil membersihkan celana Lexa yang sedikit kotor karena jatuh tadi.
“Aku kesal saja sama cewek-cewek genit itu.”
Cup.
Satu kecupan diberikan untuk Lexa. “Tenang sayang, aku bahkan tidak terpikat sama mereka sama sekali aku hanya menjalankan tugasku.”
“Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau juga jadi panitia?”
Marcus tersenyum simpul. “Kejutan untukmu.”
Cup.
Lexa yang dicium mendadak seperti itu memukul bahu Marcus. “Ini tempat umum Marcus jangan mesum!”
Marcus tergelak karena melihat semburat di pipi Lexa semakin jelas. “Ayo kita susul yang lain.”
Mereka berjalan menyusul ke kelompok lain sambil bergandengan tangan, Ketika sudah menemukan kelompok tautan jemari mereka tidak pernah lepas seakan mereka tidak peduli dengan pandangan sinis dari pada gadis tengil yang berusaha menarik perhatian Marcus. Lexa hanya menatap mereka angkuh dan tidak peduli.
Jam sudah menunjukan jam satu siang, acara briefing di kampus sudah selesai. Kini Lexa sudah berjalan keluar dari kelasnya sambil memainkan ponselnya. Ia tidak ingin langsung pulang ke rumah nya jadi ia memutuskan untuk mencari film yang menarik di bioskop lewat ponselnya.
Lebih baik ke bioskop atau ke club nanti malam ya? Batin Lexa bertanya.
“Jangan harap kamu bisa ke club mala mini sayang.” Satu tangan kanan kekar perangkul pinggang Lexa serta mengecup ringan pelipisnya. Siapa lagi kalau bukan Marcus. Kemesraan mereka berdua menjadi pusat perhatian kalangan mahasiswa baru yang menatapnya iri karena wajah tampan Marcus dan wajah cantik Lexa karena mereka pasangan serasi.
“Darimana kau tau?” Dahi Lexa berkerut. Marcus mengusap dahinya dengan ibu jari Marcus.
“Aku tau isi pikiranmu kalau sedang Lelah Alex.”
“Hey, kenapa kau manggil nama itu!”
“Kenapa memangnya? Aku sudah menjadi kekasihmu, kenapa kau melarangku manggil nama itu?”
Lexa memalingkan wajahnya yang merona karena Marcus menyebutnya dirinya sebagai kekasihnya. Sebelum menjawab pertanyaan Marcus, Lexa sudah terlanjur dibawa Marcus menuju kantin kampus untuk makan siang. “Kita makan dulu sebelum ke bioskop, kasian perutmu yang daritadi bunyi.”
“Aish! Menyebalkan.” Gerutu Lexa.
“Kau ingin makan apa?”
Lexa mengedarkan pandangannya, dan ia tertarik menuju tempat penjual makanan yang menyediakan makanan rumahan. Walapun Lexa termasuk bergaya modis, tapi ia terlihat cuek Ketika ingin memakan makanan sederhana yang terbilang murah. Mereka menyantap makanan mereka masing-masing, sebelum Kembali pulang ke rumah Lexa.