Part 1
“Saya nggak bisa Pak. Terlepas dari bantuan yang Bapak berikan sama saya selama ini, tapi kalau harus menipu, itu ilegal Pak. Perbuatan yang nggak bisa dibenarkan dari segi apapun.” Adrina berkata dengan tegas ketika atasannya mengajaknya untuk melakukan suatu hal yang tidak bisa dianggap sepele.
“Sementara aja Adrina. Itu nggak akan lama. Kamu cuma perlu pura-pura menjad kekasih saya, udah itu aja. Lagi pula, saya nggak minta untuk tidur sama kamu.”
“Maksud Bapak apa? apa kalau saya mau, Bapak juga mau minta saya tidur sama Bapak? Apa selama ini bantuan yang Bapak berikan itu pamrih? Apa posisi saya menjadi sekretaris secara mendadak ini bagian dari rencana Bapak biar bisa memperalat saya nantinya?” geram Adrina, ia semakin lama tersulut emosi karena saat ini lelaki dihadapannya seperti ingin melakukan simbiosis mutualisme dengannya.
“Astaga, kamu mulai ngawur kata-katanya. Oke deh gini Adrina, saya itu minta tolong bukan sebagai orang yang pernah nolong kamu. Tapi, sebagai orang yang sedang kesulitan. Jadi, pikirkan baik-baik permintaan saya, ini dari hati yang terdalam. Saya bener-bener lagi terdesak.”
“Saya akan anggap kita nggak pernah bicara seperti ini Pak, permisi.”
Adrina keluar dari ruangan CEO yang telah merekrutnya menjadi sekretaris sekitar satu bulan lalu. Sebenarnya, ia merasa pertemuannya dengan lelaki tampan bertubuh tegap itu bukan tentang kebetulan tapi seperti sudah direncanakan. Bagaimana tidak, berawal dari kejadian laka lantas di lampu merah, lalu pria itu menolongnya di toko tempatnya bekerja, kemudian berujung pria itu memintanya menjadi sekretaris yang diwawancarai langsung olehnya.
Teringat sewaktu mereka bertemu dimana Adrina dan CEO-nya yang sekarang terlibat cekcok.
“Kalau kamu masih nggak mau mengakui kesalahan, kayaknya kamu emang lebih suka menyelesaikan urusan ini di kantor polisi,” tandas seorang lelaki berpaikaian rapi dengan jas yang melekat ditubuhnya. Ia dan seorang wanita masih berdebat tentang siapa yang salah dan menyebabkan laka lantas yang tidak menimbulkan korban jiwa ini.
Tentu saja si pria meminta pertanggungjawaban, pasalnya mobilnya ditabrak saat hendak berbelok kearah kiri didekat lampu merah. Bukan justru mengakui kesalahan karena berkendara dengan ugal-ugalan, si wanita malah berbalik menyalahkannya.
“Mas, tolong permudah aja. Saya buru-buru banget nih, mau jemput anak sekolah. Maafkan saya, tadi nggak hati-hati. Saya akan bayar sekarang juga, memangnya perlu berapa untuk perbaikan mobilnya?” Adrina memohon kepada seorang pria yang tidak sengaja ia tabrak mobilnya.
Ya, akhirnya ia akui telah salah dan melanggar aturan lalu lintas karena ia menyalip mobil itu dari jalur kiri dan akhirnya seperti sekarang yang terjadi, ia menabrak mobil lelaki asing itu hingga baret dan bahkan penyok di bagian pintunya.
Ia sebenarnya sangat buru-buru, apalagi disituasi genting seperti ini, orang tua siswa sekolah dasar itu masih terus menghubunginya. Bahkan, penyebab ia kurang fokus juga karena teleponnya tidak berhenti berdering. Ia sudah diancam akan diberhentikan dari pekerjaan mengantar jempur anaknya hanya gara-gara hari ini ia telat menjemput. Alhasil, sekarang ia terlibat urusan dengan pengendara roda empat.
“Kamu yakin bisa membayarnya sekarang juga? Biaya perbaikan mobil ini nggak murah,” balas pria itu sembari memicingkan mata. Meragukan jika cewek dihadapannya mampu seketika membayar biaya perbaikan mobilnya.
“Ya sedikit saya bawa duit di dompet, berapa biayanya emang Mas? Cepetan Mas, sebutin aja nominalnya.”
“Bisa tembus satu juta, kalau untuk baret dan penyok begini.”
“Apa? saya nggak punya uang segitu Mas, ya ampun gimana ini…” Adrina mengigit bibir, ia ingin menyelesaikan urusannya dengan pemilik mobil mewah ini, tapi ternyata tidak mudah. Ia merutuk dalam hati, menyesali mengapa ia mengendarai motornya dengan ugal-ugalan beberapa menit yang lalu.
“Astaga, ya sudah kalau kamu belum bisa membayarnya, ini kartu nama saya. Kamu hubungin kesitu untuk rincian pembayarannya, saya tunggu. Bukan saya mengharapkan lebih dari uangmu, saya hanya mengajarkanmu tanggung jawab. Oh ya lain kali, jangan sok jadi penguasa jalanan Mbak, kamu bisa membunuh orang.”
Usai mengatakan kalimat pedas itu, lelaki itu pergi begitu saja. Sementara Adrina mengepalkan tangannya seperti hendak menonjok orang kaya yang sombong itu, sekilas ia membaca kartu nama dan status pria itu yang ternyata seorang pemimpin di perusahaan. Ya, ia bisa menyimpulkan pemilik mobil Porche Cayyane itu pasti merupakan konglomerat di kota Jakarta ini.
“Bisa-bisanya dia minta aku menipu seluruh keluarganya, apa dia udah nggak waras?” gumam Adrina sembari memijat kepalanya sendiri ditempat duduknya yang tidak jauh dari pintu yang mengubungkan dirinya dengan ruangan pria bernama Dathan Harrison Mudzaffar.
Seorang CEO muda yang sebenarnya masih kandidat, namun sudah menduduki ruangan itu untuk sementara memimpin jalannya perusahaan. Ia mendengar rumor bahwa ada kandidat lain yang digadang untuk menduduki posisi tersebut juga, namun ditempatkan di perusahaan cabang yang berbeda.
Kemudian, Adrina membaca list jadwal rapat yang telah ia susun kemarin dan hari ini untunglah ia bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Tentu saja, hari-hari biasa ia bekerja seperti karyawan lembur yang hampir tidak mengenal waktu, pasalnya banyak sekali jadwal bertemu dengan klien atau meeting untuk agenda perusahaan yang dilakukan oleh CEO bernama Dathan itu.
Asisten pribadi Dathan terlihat melewati meja Adrina, tidak lupa pria yang begitu charming wajahnya itu tersenyum menyapa Adrina walau tidak banyak bicara. Ia sudah tahu, kalau asisten Dathan yang bernama Cakra itu sudah datang, tandanya orang yang berada diruangan itu akan keluar.
Benar saja dugaannya, Dathan keluar dengan wajah datarnya. Adrina pura-pura santai seolah tidak terjadi apa-apa diruangan pria itu.
“Adrina, saya mau keluar sebentar. Jangan telepon saya, kalau urusan bukan dari bagian pemasaran, mengerti?”
“Baik Pak.”
Usai kepergian Dathan, Adrina menghela nafas lega. Akhirnya, hari ini ia bisa sedikit berleha dan tidak terus menerus berurusan dengan atasnnya itu.
Keesokan harinya, Dathan pagi-pagi sekali sudah berada diruangan kerjanya. Pasalnya, banyak dokumen yang harus ia cek karena kemarin ia tidak kembali lagi setelah pergi dari kantor sekitar pukul sepuluh pagi. Ia keluar karena mendapatkan informasi dari asisten pribadinya bahwa Pamannya berusaha untuk mempengaruhi kepercayaan klien kepada perusahaan yang Dathan pimpin saat ini.
“Kamu harus terus awasi Pamanku. Kalau bisa, kamu harus tahu kegiatannya selama dua puluh empat jam.”
“Baik Pak. Tapi, apa nggak terlalu kentara kalau kita mengawasi beliau?”
“Biar aja. Biar pergerakannya jadi terbatas. Bisa-bisanya dia berusaha merusak proyek yang sudah aku rencakan sejak lama. Kabari Adrina, kita buat jadwal meeting dengan perusahaan Golden Grup. Kita harus bisa semakin meyakinkan, kalau apa yang kita punya, melampaui ekspektasi mereka.”
“Baik Pak. Untuk penawaran Bapak dengan Mbak Adrina, gimana?” Cakra bertanya. Dathan memijat kening, tentu saja tidak berjalan lancar. Ini lebih sulit dari meyakinkan klien atau investor untuk berkerja sama.
“Dia pikir, aku pamrih dan memperalatnya.” Dathan menggelengkan kepala saat teringat begitu tegasnya Adrina menolak tawarannya.
“Bapak udah tawarkan perjanjiannya? Masa dia nggak tertarik?” tanya Cakra dengan heran, pasalnya tawaran yang diberikan jika Adrina mau menjadi kekasih sementara atasannya, tidak main-main dan sangat luar biasa.
“Dia nggak mau. Padahal, aku beli perumahan di daerah PIK itu buat calon istriku masa depan. Bela-belain aku tawarin ke dia, tapi dia nggak mau. Aku akui, dia bukan wanita mata duitan dan gila kekayaan, tapi bukankah dia terlalu sombong?”
“Em, saya pikir dia mencari timing.”
“Timing? Untuk apa? bukannya tinggal bilang YA, untuk apa nunggu waktu yang tepat?”
“Ya biasa, itu strategi cewek berbisa, buat memeras orang kaya lebih besar lagi. Bisa jadi, dia bukan cuma pengen rumah di daerah PIK, dia bahkan mau minta dibelikan helikopter pribadi. Siapa yang tau.” Cakra menggedikkan bahu, bisa jadi wanita bernama Adrina memang begitu, sesuai apa yang dipikirannya.
Dathan terpikir kata-kata asistennya, bisa jadi memang Adrina bukan menolak, tapi menunggu waktu yang tepat sehingga ia benar-benar berlutut dihadapan gadis itu dan meminta belas kasihan. Lalu Adrina bisa seenaknya memerasnya, bukan hanya meminta rumah dan helikopter, bahkan bisa-bisa meminta posisi CEO di perusahaan. Dathan bergidik, begitu mengerikannya wanita-wanita gila harta di zaman ini.
Cakra kembali ke ruangan CEO, wajahnya terlihat bertanya-tanya karena saat ia mengecek meja kerja sekretaris, tidak ada seorang pun disana. Meja itu terlihat kosong dan bersih, tanda bahwa Adrina sama sekali belum datang.
“Apa kamu bilang? Adrina nggak masuk? Kamu yakin? Nggak mungkin ‘kan dia berhenti bekerja karena aku menawarinya jadi kekasih palsu?” Dathan bertanya-tanya.
“Mungkin, dia terjebak macet hari ini.” Jawaban masuk akal yang bisa diberikan Cakra untuk pertanyaan atasannya.
Sudah pukul sembilan, batang hidung Adrina belum muncul sama sekali. Cakra sudah ia suruh pergi karena pria itu harus mengatur beberapa urusan Dathan dirumah. Sementara Dathan, ia berkali-kali menelopon ke nomor pribadi Adrina yang ternyata tidak aktif.
“Hallo Kra, kayaknya cewek itu emang mau dipecat dari perusahaan. Bisa-bisanya mempermainkan masa-masa percobaan ini. Coba kamu cek ke kediamannya, apa dia sakit atau apa?”
Dathan tidak bisa berdiam diri karena sekretarisnya tidak masuk hari ini, bukan hanya jadwalnya yang kacau, pertemuannya dengan klien di cancel, tapi juga tentang komitmen Adrina yang katanya mau serius bekerja dibawah pengawasannya. Tapi yang terjadi apa? wanita itu kini sedang bermain-main dengan kepercayaan yang diberikan olehnya.
Kemungkinan konyol juga barangkali terjadi pada gadis itu, seperti mantan sekretarisnya dulu yang tiba-tiba mengundurkan diri karena dihamili oleh seorang lelaki. Ah, sepertinya Adrina bukan wanita yang seperti itu.
“Kenapa harus di cek segala Pak, biarkan aja dia. Kalau dia nggak masuk, tanda dia nggak butuh pekerjaan ini.” Cakra masa bodoh dengan Adrina yang sepertinya sudah tidak butuh pekerjaan itu. Bisa-bisanya tidak hadir bekerja padahal dalam masa percobaan sebagai sekretaris, satu bulan pertama mereka tidak boleh izin apalagi alpa.
“Sejak kapan kamu mengatur saya?” Dathan mengangkat alis, berdecak karena asisten pribadinya terkesan menyepelekan titahnya.
Jangan lupa dukung karya aku dengan gems, like dan komen hehe
Part 2Adrina baru saja membuka pintu dan hendak memakai high heels miliknya, namun siapa sangka seseorang yang sudah lama menghilang itu kini kembali. Seketika tangannya yang masih memegang kenop pintu bergetar. Wajahnya sekuat tenaga ia buat baik-baik saja, walau tetap dadanya berdebar setiap bertemu dengan orang itu.“Hai ponakan, apa kabar?” Lelaki itu berjalan semakin dekat. Pakaiannya terlihat lusuh, kaos putih yang bolong dibeberapa bagian, dilapisi hem kotak-kotak berlengan panjang. Wajah pria itu dihiasi oleh bulu-bulu kasar hampir seluruhnya.“Apa yang paman lakuin disini? Mau apa?” Adrina bertanya dengan tegas. Tangannya mengepal disamping paha.“Bertemu ponakanku lah, masa bertemu setan. Nenek mana?”“Nggak ada,” balasnya singkat.“Baguslah, kita bisa bicara berdua aja. Lebih enak juga daripada ada nenek tua itu ya ‘kan?”Firasat Ad
Part 3Melihat keadaan Adrina yang sepertinya syok setelah mendapat panggilan dari entah siapa. Dathan menyuruh asisten pribadinya untuk menunggu di luar saja, biar ia yang bicara dengan gadis itu.“Mau kemana kamu? saya belum ngomong apa-apa, jangan main kabur.” Dathan menahan pintu yang hendak dibuka oleh Adrina, pasalnya wanita itu terlihat hampir membuntuti Cakra keluar dari ruangan.“Apa Bapak nggak bisa biarin saya tenang sebentar? Saya perlu waktu sendiri.”“Apa kamu sekarang di posisi berhak ngomong begitu Adrina? Kepada atasanmu sendiri? Apa kamu nggak sadar kita lagi ada di mana?” balas Dathan tidak kalah datar dari suara Adrina.Adrina hanya terdiam, awalnya matanya menatap tajam dan dingin ke arah atasannya, namun beberapa detik kemudian ia menghirup nafas dalam-dalam dan menunduk. Ia tahu, sikapnya memang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang karyawan biasa kepada seorang CEO, yang
Part 4Dathan terkekeh pelan, permintaan yang amat sederhana. Tapi, itu akan jadi masalah besar jika ternyata Adrina belum siap kehilangan Pamannya untuk waktu yang lama. Bukan hal yang sulit bagi Dathan untuk memasukkan pria bernama Tigor ke dalam bui, apalagi dengan mengetahui treck record pria itu sejak dulu hingga saat ini yang akan ia kulik sampai yang paling dasar sekali pun.“… dan saya minjam uang sebanyak 100 juta dengan tambahan 20 % bunganya, itu jumlah utang yang dilakukan Paman saya atas nama saya, nanti untuk pelunasannya, biarkan gaji saya yang di potong.” Adrina melanjutkan.Ia sudah bisa memperkirakan jika hanya bermodal gaji, maka ia hampir tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup dalam sebulan, karena angsuran yang akan ia berikan kepada pegadaian di Thailand lebih dari sepuluh juta, sementara tenggat waktu tinggal enam bulan, bagaimana bisa ia melunasi secepat itu? ia harus menombok dalam jumlah banyak
Part 5Usai sekretarisnya keluar ruangan, Dathan menghela nafas lega. “Gimana bisa Cakra nyuruh aku buat latihan kayak gitu, aish.”Ternyata tidak semudah yang dibayangkan, ia yang juga minim pengalaman tentu juga sangat terkejut dengan aksinya barusan, merasa malu sendiri. Walau ia seorang pengusaha muda yang hampir mutlak menduduki posisi CEO perusahaan, tapi waktu mudanya ia habiskan untuk sekolah, menambah skill dan bekerja. Tidak ada waktu baginya untuk bermain dengan banyak wanita, berpacaran atau bergaul layaknya muda mudi kebanyakan, bahkan teman-temannya pun kebanyakan pria yang juga sama-sama satu passion dengannya, yaitu seorang pengusaha.Ponsel dari brand milik Stave Job keluaran terbaru milik Dathan berbunyi. Pria itu menghela nafas, panggilan siapa lagi yang membuatnya malas mengangkat selain dari Ibu tirinya.“Iya Ma.”“Luangkan waktumu buat makan malam nanti. Brenda s
Part 6“Apa kamu lupa perjanjian yang dibuat Kakekmu Dathan? Kakekmu pasti marah kalau cucunya mau membatalkan tunangan ini.” Nyonya Jesika terlihat murka, wajahnya memerah karena amarah yang meluap. Pasalnya, sesampainya mereka ke kediaman keluarga besar Dathan, putranya itu malah ingin membatalkan pernikahan dengan Brenda.“Kenapa? Kamu mau nasibku sama seperti Kakakku?”“Apa kamu bilang? Kakakmu beda Dathan, kamu laki-laki dan kamu yang bakal mimpin perusahaan ini. Kalau ternyata Pamanmu yang resmi di pilih oleh Kakek, kamu punya pilihan lain yaitu meneruskan perusahaan Winner Grup, punya Ayah Brenda.”“Kenapa aku mesti mengikuti semua perintahmu Nyonya Jesika? Sejak kamu menjadi istri dari Ayahku, aku selalu harus menuruti perintahmu bahkan kini Kakakku harus menanggung akibatnya karena dia sangat patuh padamu. Lantas, aku juga harus mengalami hal yang sama?”PLAKSeketika
Setelah kepergian pengacara itu, Adrina dan Cakra menghela nafas lega sekali. Namun, Adrina tentu saja penasaran berapa tarif pengacara sekelas Pak Jhon itu. Sekelas Hotman Paris, ia bisa memperkirakan tembus miliaran, tapi kalau untuk Pak Jhon ia tidak bisa menebak-nebak.“Oke finish, mari kembali ke kantor Mbak Adrina,” ajak Cakra saat ia sudah mentransfer sejumlah uang dari rekening pribadinya karena Dathan yang menyuruh.“Mas Cakra, harusnya ada notanya ‘kan untuk pembayaran pengacara? Maksudnya bukti transfer gitu?” tanya Adrina. Cakra menatap sekretaris Dathan itu dengan senyuman.“Tentu, harus. Aku bakal menagihnya pada CEO kita.”“Berapa tarifnya?” Adrina bertanya.“Kira-kira bisa beli perumahan di Graha Karya.” Cakra menjawab santai dan berjalan pelan mendahului Adrina. Graha Karya merupakan perumahan yang kisaran harganya per satu unit mencapat 400 juta jika cash, kalau mem
Adrina yang mendengar teriakan tidak biasa itu pun ikut terkejut. Pasalnya ia baru melihat CEO itu berteriak keras memanggil asisten pribadinya, memangnya apa yang membuat Dathan begitu? Apakah pakaian yang dipilihikan Cakra memang kemahalan? Untuk model kekurangan kain dan amat tipis ini.Tepat saat Cakra mengetok pintu dan membukanya setelah diberi izin, pria itu datang dengan senyuman dan wajah tanpa dosanya. “Apa yang kamu lakukan sama bajunya Cakra?”“Emang ada yang salah? Itu baju dari desainer terkenal, bajunya pernah di pakai di acara konferensi di Korea loh. Dipake sama Yoona SNSD.”“Kamu pikir Adrina sama seleranya dengan kamu hah? sini kamu.” Dathan membisiki telinga asistennya, agar Adrina yang berdiri heran tidak jauh darinya itu tidak mendengar pecakapannya. “Kamu mau bikin belahan dadanya terekspos dan diliat banyak orang? Aish. Aku paling ga suka pakaian kayak gini, ini bener-bener pelecehan.”
Setelah mendarat di Bandara Ngurah Rai Bali, tepat pukul tiga sore. Mereka langsung pergi ke sebuah hotel dimana Dathan akan melakukan pertemuan dengan partner kerjanya. Namun, ia tanpa sengaja berpapasan dengan Pamannya yang bernama Andre, pria yang juga menjadi kandidat CEO perusahaan untuk semua cabang. Kini pria itu sibuk dengan proyek pembangunan Mall cabang terbaru di daerah Bogor.“Suatu kebetulan atau kamu emang mau ketemu aku Dathan, apa kabar?” Andre menyapa dan menjabat tangan keponakannya.“Sangat buruk, setelah aku bertemu sama kamu Paman.”Mendengar perkataan yang tidak mengenakan dari Dathan, seketika Adrina mengernyit heran. Entah siapa pria dihadapannya dengan perawakan besar dan jambang yang lebat diwajahnya itu.“Haha, gimana kerja sama dengan Golden Grup, lancar?”“Pasti, kamu tau aku bagaimana,” balas Dathan bukan menyombongkan diri, tapi dihadapan Andre ia tidak boleh terlihat le
Sebulan kemudian berjalan lebih cepat bagi Dathan. Ia benar-benar panik sekarang, meski hatinya terus menerus menolak dan menyangkal untuk menikahi Brenda, namun nyatanya keadaan membuatnya harus berada di sebuah ruangan VVIP dan kini sedang didandani menjadi pengantin pria.Brenda menelponnya berkali-kali, namun belum ia angkat sama sekali. Dathan sibuk mondar mandir, ia bingun meminta pertolongan pada siapa lagi, karena orang-orang tidak akan ada yang bisa membantunya. Ya, Cakra pria itu hanya meminta Dathan untuk sabar dan menerima semuanya, karena nanti setelah menikah dengan Brenda, pria itu tidak perlu cemas akan posisi CEO, karena Dathan lah pemenangnya. Meminta tolong kepada Tiffany, sangat tidak mungkin. Wanita itu tidak bisa dilibatkan dalam hal ini, sudah cukup permasalahan hidupnya selama ini. Sinar? ah Adiknya bahkan belum terlihat hari ini entah dimana keberadaannya, teleponnya pun tidak aktif.Sebuah ketukan pintu membuat Dathan terlonjak, ia takut jika yang datang adal
"Kenapa kamu ningalin aku kemarin?" tanya Brenda mengintimidasi."Sinar hampir diculik," jawab Dathan. Brenda mengernyitkan keningnya."Terus, mana dia sekarang?""Dia lagi istirahat di kamar. Kamu mau apa ke sini? hari ini jadwalku istirahat, sebelum besok kami pulang lagi ke Jakarta.""Jangan bilang kalian sekamar?" tebak Brenda, wanita itu memaksa ingin masuk ke dalam kamar namun Dathan menahannya. Tidak ingin sang Adik yang tengah sakit terganggu."Kenapa? dia adikku.""Dathan, ayolah meski dia adikmu. Tapi, kalian udah sama-sama dewasa. Apalagi perhatian kamu sama Sinar itu posesif banget, berlebihan, wanita mana yang nggak cemburu, meskipun itu istrimu, kalau perhatianmu selalu tertuju pada adikmu itu ha?" Brenda mengeluarkan unek-uneknya. Bukan hal yang wajah jika seorang Kakak terlalu memperhatikan adiknya, sedangkan kekasihnya tidak. Memangnya yang bakal menemani pria itu suka duka siapa nantinya? tentu seseorang yang saat ini adalah kekasihnya dan di masa depan akan menjadi
Adrina terjatuh ke tanah, seolah kembali mengingat masa lalunya di mana Tigor selalu melakukan kekerasan padanya, entah itu mencekiknya, memukulnya atau menamparnya dan terakhir kali lelaki itu membuat pakaiannya robek dan memalak isi dompetnya. Ia merasa sudah aman dari Tigor, namun ternyata hidupnya kembali dipertemukan dengan sosok-sosok menyeramkan ini."Tolong! tolong! ada orang jahat di sini!" teriak Adrina kencang. Ia berharap ada warga yang lewat dan menolongnya."Bawa ke markas kita aja gimana?" tanya pria yang memegang tas Adrina, ia tidak ingin berurusan dengan masyarakat jika memperkosa wanita ditempat yang sepi namun ini dekat pasar."Yok."Dathan berusaha menghubungi adiknya, namun teleponnya tidak terjawab sama sekali. Ia panik, lelaki itu memilih meninggalkan Brenda yang asyik melihat sungai di Siring, sementara ia diam-diam ke Pasar demi menyusul Sinar."Sinar, kamu dimana?" gumam Dathan cemas, "Kamu ga boleh hilang lagi, Dek."Tolong! tolong! ada orang jahat!Lepasin
Brenda sangat senang karena Dathan mau menuruti keinginannya untuk berkeliling kota Banjarmasin, padahal tanpa Brenda tahu Dathan mau diajak jalan-jalan adalah karena adiknya juga mau ikut untuk melakukan healing setelah tiga hari menemaninya menemui klien dengan waktu yang cukup panjang dan melelahkan, observasi ke berbagai tempat, menaiki gedung berlantai lima yang sudah jadi, hingga menyusuri lahan gambut yang masih luas dan berair."Loh, Sinar kamu mau ikut kami jalan-jalan juga?" Brenda bertanya dengan heran, pasalnya saat ia menjemput Dathan di kamarnya, lelaki itu sudah bercengkarama saja dengan sang Adik."Iya Brenda, masa kita jalan-jalan, Sinar diem aja di kamar? harus ikut dong.""Ih, tapi 'kan kita kencan berdua Dathan, masa ada Adek kamu," lirikan mata diberikan oleh Brenda kepada Adrina, membuat wanita itu merasa tidak nyaman."Aku baca di internet, kalau Sudi Mampir itu luas, ada Jembatannya juga yang dari atas sana kita bisa liat orang-ora
Saat di dalam pesawat terbang kelas Bisnis yang membuatnya bisa leluasa tertidur. Meski perjalanan hanya butuh waktu satu jam, namun karena fisik dan psikisnya benar-benar kelelahan, Adrina tertidur di samping Dathan.Sementara Dathan, lelaki itu lebih memilih menikmati jingga di atas langit, karena keberangkatan mereka sore. Awan-awan mulai menggelap dan meliputi jendela pesawat, membuat Dathan akhirnya mengalihkan pandangan ke arah adiknya yang ternyata sudah pulas tertidur setelah memakan cemilan yang disediakan oleh pramugari."Adikku emang cantik," puji Dathan, lelaki itu tersenyum lalu membelai pipi sang adik. Walau baru beberapa bulan mereka berstatus sebagai Kakak Adik, tapi Dathan sudah sangat menyayangi Adrina. Gadis ini polos, walau ia dulu mengenalnya sebagai gadis kuat dan pantang menyerah, namun setelah lebih dekat Adrina membuatnya selalu merasa gemas."Lelaki mana yang pantas untukmu ya? aku bahkan sulit menentukkan, teman-temanku sekali pu
Adrina kini sudah berada di meja sekretaris dengan tatapan kosong. Namun, pikirannya sebenarnya tidak bisa diam, ia terus menerus kepikiran mengenai fakta bahwa dirinya bukanlah adik Dathan, pantas saja selama ini ia tidak bisa nyaman dan merasa benar-benar bersaudara dengan lelaki itu."Adrina," panggil Dathan, ternyata sudah dua menit dua lelaki memperhatikan dirinya yang bengong."Eh iya Pak?" jawab Adrina, sedikit terbata, pasalnya ia terkejut melihat Dathan dan Cakra melihatnya sembari menopang dagu."Ngelamun lagi? kenapa sih, Kakak perhatikan akhir-akhir ini kamu ngelamun terus, kenapa Dek?" tanya Dathan."Mungkin lagi kepikiran mau check out apa? ya nggak Mbak Adrina?" gurau Cakra, Adrina seketika terkekeh."Ya, aku kepikiran mau belanja online, Mas Cakra bener.""Masa sampe ngelamunnya lama gitu? nggak nyadar kalau Kakakanya sudah berdiri lebih dari dua menit di sini?""Oh ya? maaf aku nggak sadar.""Cakra, ambilkan minum.""Siap Bos."Cakra bergegas menuju ruang CEO dan memba
Adrina berjalan lunglai ke kediaman keluarga King Of Store. Wajahnya lusu, bibirnya terlihat pucat pasi. Ini bukan lagi dugaan yang tidak berdasar, dirinya memang bukanlah adik dari seorang Dathan. Sepertinya ada yang tidak beres dengan apa yang terjadi, awal mula ia dinyatakan sebagai bagian dari King Of Store adalah karena Nyonya Jesika, apakah wanita itu yang telah memalsukan data dirinya?"Dari mana aja kamu?" Nyonya Jesika sudah berdiri tepat di balik pintu, wanita itu memindai penampilan Adrina dari atas ke bawah. Wanita itu terlihat kacau, meski memakai pakaian bermerk produksi dari Label Isabel Marant, berupa Bedrissa Floral Shirt, dipadukan dengan celana kain dari Gucci. Adrina menatap Nyonya Jesika, menelisik wajah yang selalu terlihat seram dan mengintimidasi, apa sebenarnya yang menjadi alasan wanita tua itu membuatnya menjadi bagian dari King Of store?"Kenapa kamu menatapku seperti itu? apa kamu lupa kalau aku Ibumu di sini Sinar Putri Harrison?""Nyonya Jesika," panggil
Akhir pekan ini Adrina memilih untuk bolos les, ia bahkan tidak ikut sarapan bersama keluarga King Of Store. Kepalanya sudah dipenuhi dengan kekhawatiran dengan berbagai kemungkinan, bagaimana jika dirinya bukan bagian dari keluarga besar itu?"Adrina mana?" Nyonya Jesika bertanya, Dathan sudah ada di sana."Aku ga liat dia keluar dari kamar," jawab Dathan."Em nyonya, nona Adrina keluar rumah subuh sekali," jawab asisten rumah itu. "Apa? jadi dia udah niat bolos les dari pagi?" Jesik terlihat tidak suka. Dathan menatap Ibu tirinya, sebenarnya ia juga baru tahu jika adiknya sudah tidak ada di kamarnya, jika tahu begitu mungkin ia tidak akan ikut sarapan pagi ini."Dathan, kamu tau Komisaris mau kamu temuin dia?""Ya tau, tapi aku lagi sibuk sama pekerjaan kantor.""Jangan beralasan, kalau kamu cuma mau ngehindar perjodohan."Perkataan Ibu tirinya berhasil membuat Dathan menurunkan sendok dan garpunya, mendadak ia tidak selera makan. "Bu, aku harap kamu jangan ikut campur lagi urusan p
“Halo Kak, maaf tadi bateraiku lowbet, jadi aku ngecas dulu di tempat makan. Kamu udah selesai nontonnya?” tanya Adrina merasa bersalah, karena ponselnya ternyata mati dan ia baru saja mengisinya. Pasti Dathan sudah mencari-carinya pikirnya, karena tanpa terasa ia dan teman-temannya mengobrol cukup lama.“Iya, restoran yang mana?”“Restoran Indonesia Kak.”“Kakak ke sana.”“Brenda kalau kamu capek, pulang aja.” Dathan menoleh ke arah Brenda yang juga ikut mencari adiknya. Wanita itu mendengus.“Kenapa? Apa kamu ga pengen diganggu karena mau berudaan terus sama adik barumu itu?” tebak Brenda.“Aku pikir kamu juga butuh istirahat, besok masih harus masuk kerja.”“Baiklah, aku tau kamu perhatian. Tapi, Dathan antarkan aku ya? soalnya aku tadi sama supir dari rumah, jadi mobilku dibawa lagi. Ya?” Wanita itu beralasan dengan diantar oleh Dathan.“Tapi aku harus nemuin Sinar, gimana bisa antar kamu sekarang.”“Ya udah, temuin dia dulu, terus kita pulang dan anter aku. Apa susahnya?”Adrina b