Share

93. Pusaran Angin

“Pantas saja, kau sudah bersama pedangmu, Braja!”

Ki Bayanaka berbicara tanpa ada satu pun seseorang di hadapannya. Hembusan angin setara badai ringan masih terus menerpa tubuhnya dan Jenar. Putrinya itu sampai harus berpegangan pada sebuah pohon di sisinya.

Dua orang pria terhuyung karena kecepatan yang berhenti tiba-tiba. Sanggageni membuka mata karena tetap membuka mata saat kecepatan penuh membuat kepalanya sakit. Itu lah yang terjadi padanya terakhir kali karena Lembat Brabat milik Legawa.

Legawa di belakang Sanggageni baru saja melepaskan sentuhan telapak tangan di bahu pria bergiwang itu. Ia tersenyum lalu buru-buru mengatur pernapasannya. Meski bukan pertama kali, Sanggageni masih saja takut membuka mata. Bahkan saat mengantarnya kembali ke Desa Girijajar saat kematian Gantari, pria itu sampai memuntahkan isi perutnya.

“Syukurlah aku sampai!” Sanggageni menggelengkan kepalanya beberapa kali.

“Mengapa ada banyak angin saat kalian akan tiba? Tapi tidak begitu waktu Paman Leg
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status