Wanita itu berjalan dengan langkah yang frustasi, coba ditelusurinya jalan yang penuh keramaian itu. Malam hari membuat jalan itu semakin menarik namun tak cukup membuat langkah pelannya kembali bersemangat.
‘Kalian tahu keluarga Hadinata? Bertahun-tahun semua jurnalis disini mengejar bukti mengenai dugaan kasus pencucian uang yang mereka lakukan tapi nihil’
Wanita itu kembali bergelut dengan kata-kata yang memenuhi sekat pikirnya. Bagaimana bisa dugaan kasus pencucian uang yang melibatkan keluarga Hadinata ini sama sekali tidak tersentuh?
Konon katanya meski beberapa aliran dana mengarah pada masing-masing bidang bisnis milik keluarga Hadinata, tidak pernah ada yang memanggil salah satu dari mereka bahkan supirnya sekalipun untuk diperiksa.
“Kiara!” sayup teriakan itu cukup membuat wanita bernama Kiara itu menoleh.
Kiara menghentikan langkahnya untuk melihat dengan jelas siapa yang memanggilnya. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dibelakangnya berjalan semakin mendekat kearahnya.
“Diska? Kok disini?” Kiara heran dengan kemunculan laki-laki yang kerap disapa Diska itu. Setahu Kiara, rumahnya dan arah jalan rumah Diska berbeda.
Diska menyodorkan sesuatu kepada Kiara, benda kecil yang tampak penting bagi Kiara.
“Kiara, ini flashdisknya. Jangan lupa lagi,” ucap Diska dengan tulus. Terlihat jelas bahwa Diska berusaha berlari untuk menyusul Kiara dari peluh yang ada dipelipisnya.
Kiara heran mengapa flashdisk itu bisa tertinggal, padahal ada banyak bahan berita yang harus ia tinjau lagi nanti ketika sampai di rumah. Kiara yang tergolong masih beberapa bulan bekerja resmi sebagai jurnalis salah satu portal berita digital terbesar di negeri ini bisa saja dihabisi langsung ketika terlambat mengumpulkan bahan yang akan ditulis menjadi berita nanti.
Sebelum Kiara sempat mengucapkan terimakasih, Diska menyambungkan kata-katanya “Oh iya, aku tahu kamu penasaran. Jadi jika kamu berminat, semua hal terkait beberapa orang yang tadi sempat bicarakan dikantor ada disana. Termasuk berita yang tidak jadi publish tentang Hadinata.”
Kiara menyerngit heran, mereka baru saja berteman selama beberapa bulan namun entah mengapa Diska selalu mengerti apa yang dipikirkan oleh Kiara. Pikiran Kiara lantas mengenang ketika tiga minggu yang lalu mereka sedang meliput langsung berita di salah satu lokasi.
Saat itu mereka harus menunggu beberapa jam sampai akhirnya narasumber telah selesai dimintai kesaksian oleh Kepolisian. Kiara yang belum makan dari pagi cukup kelaparan sampai akhirnya Diska membelikannya sebungkus nasi kuning lengkap dengan lauk kesukaan Kiara, perkedel.
“You know me so well, dude. Thank you so much,” Kiara mengucapkan hal itu dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
Rasanya senang sekali ada orang yang sangat memahaminya bahkan sebelum dia sempat mengatakannya.
Diska terkekeh pelan menanggapi ucapan terimakasih dari Kiara. Diska yang selalu memperhatikan Kiara tentu saja tidak pernah luput untuk menangkap gelagat aneh dari wanita itu. Entah kenapa menurut Diska gadis seperti Kiara tidak terlalu pandai menyembunyikan semua hal yang ada dipikirannya dari raut wajah seperti itu.
Kiara yang selalu terlihat tenang akan mendadak menjadi gelisah saat sesuatu sedang mengganggu pikirannya. Tidak hanya gelisah kadang ia melamun tanpa sebab. Diska sangat mengerti dan paham apapun yang menganggu Kiara.
Sesampainya dirumah, Kiara makan dengan terburu-buru menghidupkan laptopnya. Ketika ada banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya, maka ia akan mencari jawaban atas pertanyaan itu sampai akhir.
Kiara sama sekali tidak peduli apakah dalam proses menemukan jawaban itu ia harus mengorbankan sesuatu, seperti sakit maagnya kali ini. Folder berita unpublish membuatnya tertarik mencari tahu.
‘Polisi Endus Pencucian Uang Keluarga Hadinata’, ‘Skandal Jiwabraga Bermuara Pada Hadinata’, ‘Diduga Pencucian Uang, Polisi Tidak Akan Panggil Keluarga Hadinata’
Kiara membaca headline berita sekaligus substansi disana satu persatu. Hal itu cukup membuatnya membelalak kaget ketika kasus besar salah satu perusahaan asuransi jiwa yaitu Jiwabraga yang memiliki nasabah asuransi berjumlah kisaran 2,5-3 juta orang ternyata ada kaitannya pula dengan Keluarga Hadinata.
Jika berita unpublish sudah seperti ini, lantas berita apa yang dipublish mengenai Hadinata?
‘Hadinata Foundation Jadi Sponsor Terbesar Ajang Bulutangkis Spain Master 2019’, ‘Hadinata Group Masuk Jajaran 10 Perusahaan Terbesar Di Asia”, “2 Orang Indonesia Masuk Daftar Sosok Paling Dermawan Di Asia”
Sangat berbanding terbalik dengan yang Kiara baca sebelumnya. Bahkan sangat luar biasa ketika mendapati berbagai macam penghargaan yang didapatkan Hadinata Group karena kedermawanannya dalam menyumbang milyaran rupiah yang telah digelontorkan untuk kemajuan bangsa.
Lantas apa yang membuat keluarga Hadinata terkesan seakan begitu istimewa? Mengapa ketika dugaan kasus pencucian uang itu menyeret nama mereka bahkan dipanggil untuk diminta kesaksian atau diperiksa saja tidak? Apakah benar Hadinata kebal hukum?
Pertanyaan baru muncul bagi Kiara namun tak lama menerka kemungkinan jawaban dari pertanyaan itu kini Kiara dikejutkan dengan dering telepon dari smartphonenya.
“Halo, Kiara. Apa kabar cucu kakek?” suara diseberang sana begitu hangat untuk Kiara. Mendengarkan suara itu sungguh memberikan kenyamanan untuk Kiara.
“Baik, Kek. Kakek bagaimana?” Kiara balik bertanya kepada orang yang disayanginya itu.
Laki-laki paruh baya diujung sana menjawab, “Baik. Oh iya, kakek ingin mengingatkan bahwa besok kita ada janji makan malam. Jangan terlambat datang kerumah ya.”
Kiara dapat merasakan ada sedikit ketakutan dari suara kakeknya bahwa Kiara akan beralasan tidak bisa menghadiri makan malam bersama keluarga dikarenakan sibuk meliput berita.
Memang terkadang Kiara menggunakan alasan itu untuk sekedar menghindari obrolan yang ada dalam keluarga besarnya. Biasanya pada momen tertentu kakek akan meminta seluruh anggota keluarga berkumpul termasuk om dan tantenya. Hal tersebut yang membuat Kiara malas hadir.
Seluruh keluarga besarnya sudah menanyakan kapan Kiara akan menikah dan rencana kedepannya seperti apa. Penerusan bisnis keluarga, hingga obrolan yang secara tidak langsung menyuruh untuk menikah dan mendapatkan keturunan yang dapat meneruskan bisnis keluarga.
Jika ayah dan ibunya masih hidup hingga sekarang, tentu saja mereka akan membela Kiara. Sejak kepergian kedua orangtuanya, Kiara lebih suka menghabiskan waktunya sendiri di apartemen miliknya. Bekerja sesuai dengan hal yang memang ia sukai dari dulu.
“Tentu saja, kakek. Besok Kiara datang,” Kiara sangat lembut meyakinkan kakeknya.
Telepon tertutup dan Kiara kembali bergumul dengan layar laptopnya, lalu sebenarnya ada apa dengan keluarga Hadinata?
Ia terlelap dengan sejuta pertanyaan menghiasi kepalanya malam itu.
Kiara memastikan dress yang sedang dikenakannya sudah terpakai dengan rapi. Pilihannya jatuh pada warna merah dengan high heels maroon menambah kesan elegan. Rambutnya yang indah disanggul kebelakang lalu anak rambut yang masih terjuntai membuatnya terlihat klasik dan natural.Sejujurnya tanpa harus bertanya lebih lanjut mengenai siapa yang akan ditemuinya malam ini, sudah tergambar dengan jelas siapa saja yang akan hadir disana dari tempat yang dipilih kakeknya.Private Room Golden Hotel selalu jadi salah satu tempat favorit keluarga besar Kiara. Entah mengapa sepertinya relasi kakeknya dengan pemilik Golden Hotel berjalan cukup baik.Dulu pernah Kiara memiliki satu kesempatan untuk memesan ruangan disana, ternyata harus reservasi sebelumnya. Namun ketika Kiara menyebutkan nama kakeknya, secara ajaib satu tempat sepertinya sudah disediakan secara khusus."Acara dimulai pukul 07.00 malam dan baru saja datang?" suara berat seorang laki-laki dari arah belak
Langkah Kiara terasa lebih cepat daripada biasanya, terpaan angin menyapa lembut surainya berikut dengan rambut panjangnya yang dibiarkan menjuntai. Hari ini ia harus lebih cepat sampai di kantor sebab hal penting mengenai penyelidikan kasus Jiwabraga mengalami perkembangan.Kini kasus itu telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyelidikan sebelumnya adalah proses menganalisa suatu perkara apakah termasuk perkara pidana, sedangkan penyidikan sudah dapat dipastikan perkara itu merupakan suatu tindak pidana lalu sedang dicari bukti yang lebih banyak untuk mencari tersangka sehingga mampu dinaikkan ke proses penuntutan di Kejaksaan.Semua hal itu tidak asing lagi bagi Kiara, ia mendapatkan gelar sarjana hukumnya dengan hasil yang sangat memuaskan. Lulusan terbaik yang saat itu dengan predikat cumlaude diraih Kiara tanpa menemui kesulitan yang berarti.Berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri terbaik di suatu negara, tidak pernah membuat Kiara
"Polisi yang memberikan pernyataan kemarin sudah dipindahkan ke daerah lain." Salah satu anggota polisi itu langsung menjawab sambil mengetik laporan dimejanya.Kiara dan Diska saling bertatapan heran, "Lalu untuk penyidikan kasus Jiwabraga dilimpahkan kepada siapa pak?""Kepala penyidik lainnya, namun sekarang sedang tidak disini. Apabila ada yang perlu disampaikan, bisa saya sampaikan nanti." Anggota polisi itu sedang terburu-buru seperti akan segera melakukan sesuatu.Kiara langsung menyerahkan kartu namanya dan meminta disampaikan jika berkenan ingin mendapatkan keterangan dari kepala penyidik yang baru.Keputusan untuk mencari tahu narasumber polisi yang memberikan pernyataan mengenai pemeriksaan keluarga Hadinata adalah keputusan tepat. Kecurigaan yang baru timbul begitu saja, baru lusa malam tepatnya polisi tersebut memberikan pernyataan lalu dengan tiba-tiba sudah tidak bertugas ditempat itu lagi.Ada begitu banyak hal janggal menyang
Tubuh Marven seketika membeku ditempatnya saat melihat Kiara ada didepan rumahnya, kali ini bukan lagi didepan pagar seperti beberapa hari yang lalu ia lakukan. Dengan didampingi beberapa orang disampingnya dan mengenakan dress rapi selutut, wanita itu sekarang baru terlihat seperti salah satu keluarga dari Atmaja."Sedang apa kau disini?" tanya Marven sembari memeriksa orang-orang disekelilingnya.Kiara tersenyum tipis, "Menurut anda, Tuan Marven?""Kami tidak pernah mengizinkan siapapun wartawan kesini.""Sambutan yang sinis sekali. Kau pasti sudah mencari tahu banyak tentangku," nada menyinggung telah Kiara keluarkan."Saya kira anda punya kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan jelas, Nona Kiara."Kiara tersenyum lebar sekarang, "Mengapa begitu panik, tuan Marven? Saya disini hanya diminta mewakili kakek."Meski mampu menyembunyikan segala ekspresi dari wajahnya, jauh didalam dirinya Marven sangat lega. Ia begitu serius tidak ak
Dengan dua buku ditangannya, Kiara mulai menimang mana yang akan dibeli dan diberikan kepada Elena. Sejujurnya buku utama yang ingin diberikan Kiara kepada gadis kecil itu sudah ada, hanya saja ketika melewati rak buku lain ia jadi ingin membelikan buku yang lainnya.Hari ini gadis itu memakai kemeja putih casual dipadankan dengan celana jeans panjang. Lengan panjang kemeja itu digulungnya sedikit diatas pergelangan tangan lalu diberikan sentuhan jam tangan silver yang sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih bak porselen.Sudah banyak yang tahu bahwa cara Kiara berpakaian menjadi salah satu kelebihannya, ia selalu berhasil mengenakan apapun outfit sesuai dengan kegiatan yang akan ia datangi. Dan dengan kemampuannya memilih itu ditambah parasnya yang cantik nan tampak tangguh, terlihat menonjol diantara orang-orang sekitarnya sudah jadi makanan sehari-hari baginya."Sudah ini saja," Kiara menjawab sambil tersenyum ketika ditanya oleh kasir apakah ada
"Selamat datang, Kak. Bukunya mana?" Tanpa basa-basi kata itu terlontar dari seorang gadis kecil. Ia mendekat kepada Kiara menggunakan kursi roda yang ia jalankan sendiri. Dari ekspresi wajahnya, Kiara sudah paham gadis itu terlihat sangat penasaran dengan apa yang dibawanya hari ini kerumah.Senang sekali rasanya melihat Elena begitu semangat dengan buku yang dibawanya, "Ini, Kiara. Kakak bawakan juga buku bagus yang lainnya" ujar Kiara lembut sembari menyentuh gemas pipi merah gadis kecil itu.Giani berjalan ke arah ruang tamu dan menyambut Kiara. Elena yang sangat senang dengan buku barunya kini langsung meminta untuk diantar ke taman belakang rumahnya. Sementara Kiara dan Giani memilih untuk mengamati dan di gazebo yang tidak jauh dari posisi Elena."Terimakasih bukunya, Kiara. Elena selalu suka jika dibelikan buku baru. Setiap hari libur, kakaknya selalu membelikan buku baru." Giani mengatakan itu sembari menyodorkan teh hangat dan beberapa bisk
Kiara menikmati pagi itu dengan tersenyum melihat hamparan tanah basah sejauh mata memandang. Berbeda dengan biasanya, pagi kali ini begitu sendu. Tetes air hujan yang turun tidak menyurutkan semangatnya bekerja pagi ini. Justru hujan memberikan Kiara semangat tersendiri, kekuatan untuk menjalani hari hingga petang nanti.Udara segar setelah hujan membuat Kiara kegirangan dalam hati. Sebelum menjalankan mobilnya, dering ponsel memuat bunyi yang khas Kiara sekali berbunyi."Ra, kita ke tempat korban bunuh diri sekarang! Lokasi nanti aku share! Okay?" suara di seberang sana tampak terburu-buru.Meskipun orang disana sana tidak dapat melihat Kiara, namun Kiara reflek untuk mengangguk. Suasana pagi yang menyenangkan untuk Kiara mendadak berubah menjadi mengerikan. Dulu sekali, orang tua Kiara pernah dikira bunuh diri saat CCTV di tempat kejadian tidak dapat ditemukan. Jelas saja perkara bunuh diri bukanlah hal yang main-main.Tak butuh waktu lama
"Apa sih yang menyebabkan kasus pencucian uang ini lama diselidiki? Kurang bukti? Kenapa sampai ada pembatalan pemeriksaan keluarga Hadinata kak?" tanya Kiara tanpa berusaha menutupi apa yang ingin ia tahu. Baru saja sampai di kantor, ia tak bisa membendung dirinya lagi untuk langsung bertanya pada senior di kantornya. Penyidikan kasus Jiwabraga yang belum melaporkan perkembangan apapun membuat Kiara geram, belum lagi sebelumnya ia mengetahui fakta bahwa salah satu nasabah dari Jiwabraga memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri demi mendapatkan uang asuransi kematian. Setelah mendengarkan penuturan dari keluarga paling dekat anaknya, ternyata hal itu kemungkinan nekad dilakukan karena putrinya akan segera memasuki bangku kuliah dan membutuhkan biaya. Mendengar itu semua sungguh membuat hati dan perasaan Kiara gundah. Pasalnya ia tidak bisa melakukan apapun untuk bergerak mengungkap setiap orang yang terlibat kasus ini. Salah satunya adalah keluarga Hadinat
"Apa sih yang menyebabkan kasus pencucian uang ini lama diselidiki? Kurang bukti? Kenapa sampai ada pembatalan pemeriksaan keluarga Hadinata kak?" tanya Kiara tanpa berusaha menutupi apa yang ingin ia tahu. Baru saja sampai di kantor, ia tak bisa membendung dirinya lagi untuk langsung bertanya pada senior di kantornya. Penyidikan kasus Jiwabraga yang belum melaporkan perkembangan apapun membuat Kiara geram, belum lagi sebelumnya ia mengetahui fakta bahwa salah satu nasabah dari Jiwabraga memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri demi mendapatkan uang asuransi kematian. Setelah mendengarkan penuturan dari keluarga paling dekat anaknya, ternyata hal itu kemungkinan nekad dilakukan karena putrinya akan segera memasuki bangku kuliah dan membutuhkan biaya. Mendengar itu semua sungguh membuat hati dan perasaan Kiara gundah. Pasalnya ia tidak bisa melakukan apapun untuk bergerak mengungkap setiap orang yang terlibat kasus ini. Salah satunya adalah keluarga Hadinat
Kiara menikmati pagi itu dengan tersenyum melihat hamparan tanah basah sejauh mata memandang. Berbeda dengan biasanya, pagi kali ini begitu sendu. Tetes air hujan yang turun tidak menyurutkan semangatnya bekerja pagi ini. Justru hujan memberikan Kiara semangat tersendiri, kekuatan untuk menjalani hari hingga petang nanti.Udara segar setelah hujan membuat Kiara kegirangan dalam hati. Sebelum menjalankan mobilnya, dering ponsel memuat bunyi yang khas Kiara sekali berbunyi."Ra, kita ke tempat korban bunuh diri sekarang! Lokasi nanti aku share! Okay?" suara di seberang sana tampak terburu-buru.Meskipun orang disana sana tidak dapat melihat Kiara, namun Kiara reflek untuk mengangguk. Suasana pagi yang menyenangkan untuk Kiara mendadak berubah menjadi mengerikan. Dulu sekali, orang tua Kiara pernah dikira bunuh diri saat CCTV di tempat kejadian tidak dapat ditemukan. Jelas saja perkara bunuh diri bukanlah hal yang main-main.Tak butuh waktu lama
"Selamat datang, Kak. Bukunya mana?" Tanpa basa-basi kata itu terlontar dari seorang gadis kecil. Ia mendekat kepada Kiara menggunakan kursi roda yang ia jalankan sendiri. Dari ekspresi wajahnya, Kiara sudah paham gadis itu terlihat sangat penasaran dengan apa yang dibawanya hari ini kerumah.Senang sekali rasanya melihat Elena begitu semangat dengan buku yang dibawanya, "Ini, Kiara. Kakak bawakan juga buku bagus yang lainnya" ujar Kiara lembut sembari menyentuh gemas pipi merah gadis kecil itu.Giani berjalan ke arah ruang tamu dan menyambut Kiara. Elena yang sangat senang dengan buku barunya kini langsung meminta untuk diantar ke taman belakang rumahnya. Sementara Kiara dan Giani memilih untuk mengamati dan di gazebo yang tidak jauh dari posisi Elena."Terimakasih bukunya, Kiara. Elena selalu suka jika dibelikan buku baru. Setiap hari libur, kakaknya selalu membelikan buku baru." Giani mengatakan itu sembari menyodorkan teh hangat dan beberapa bisk
Dengan dua buku ditangannya, Kiara mulai menimang mana yang akan dibeli dan diberikan kepada Elena. Sejujurnya buku utama yang ingin diberikan Kiara kepada gadis kecil itu sudah ada, hanya saja ketika melewati rak buku lain ia jadi ingin membelikan buku yang lainnya.Hari ini gadis itu memakai kemeja putih casual dipadankan dengan celana jeans panjang. Lengan panjang kemeja itu digulungnya sedikit diatas pergelangan tangan lalu diberikan sentuhan jam tangan silver yang sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih bak porselen.Sudah banyak yang tahu bahwa cara Kiara berpakaian menjadi salah satu kelebihannya, ia selalu berhasil mengenakan apapun outfit sesuai dengan kegiatan yang akan ia datangi. Dan dengan kemampuannya memilih itu ditambah parasnya yang cantik nan tampak tangguh, terlihat menonjol diantara orang-orang sekitarnya sudah jadi makanan sehari-hari baginya."Sudah ini saja," Kiara menjawab sambil tersenyum ketika ditanya oleh kasir apakah ada
Tubuh Marven seketika membeku ditempatnya saat melihat Kiara ada didepan rumahnya, kali ini bukan lagi didepan pagar seperti beberapa hari yang lalu ia lakukan. Dengan didampingi beberapa orang disampingnya dan mengenakan dress rapi selutut, wanita itu sekarang baru terlihat seperti salah satu keluarga dari Atmaja."Sedang apa kau disini?" tanya Marven sembari memeriksa orang-orang disekelilingnya.Kiara tersenyum tipis, "Menurut anda, Tuan Marven?""Kami tidak pernah mengizinkan siapapun wartawan kesini.""Sambutan yang sinis sekali. Kau pasti sudah mencari tahu banyak tentangku," nada menyinggung telah Kiara keluarkan."Saya kira anda punya kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan jelas, Nona Kiara."Kiara tersenyum lebar sekarang, "Mengapa begitu panik, tuan Marven? Saya disini hanya diminta mewakili kakek."Meski mampu menyembunyikan segala ekspresi dari wajahnya, jauh didalam dirinya Marven sangat lega. Ia begitu serius tidak ak
"Polisi yang memberikan pernyataan kemarin sudah dipindahkan ke daerah lain." Salah satu anggota polisi itu langsung menjawab sambil mengetik laporan dimejanya.Kiara dan Diska saling bertatapan heran, "Lalu untuk penyidikan kasus Jiwabraga dilimpahkan kepada siapa pak?""Kepala penyidik lainnya, namun sekarang sedang tidak disini. Apabila ada yang perlu disampaikan, bisa saya sampaikan nanti." Anggota polisi itu sedang terburu-buru seperti akan segera melakukan sesuatu.Kiara langsung menyerahkan kartu namanya dan meminta disampaikan jika berkenan ingin mendapatkan keterangan dari kepala penyidik yang baru.Keputusan untuk mencari tahu narasumber polisi yang memberikan pernyataan mengenai pemeriksaan keluarga Hadinata adalah keputusan tepat. Kecurigaan yang baru timbul begitu saja, baru lusa malam tepatnya polisi tersebut memberikan pernyataan lalu dengan tiba-tiba sudah tidak bertugas ditempat itu lagi.Ada begitu banyak hal janggal menyang
Langkah Kiara terasa lebih cepat daripada biasanya, terpaan angin menyapa lembut surainya berikut dengan rambut panjangnya yang dibiarkan menjuntai. Hari ini ia harus lebih cepat sampai di kantor sebab hal penting mengenai penyelidikan kasus Jiwabraga mengalami perkembangan.Kini kasus itu telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyelidikan sebelumnya adalah proses menganalisa suatu perkara apakah termasuk perkara pidana, sedangkan penyidikan sudah dapat dipastikan perkara itu merupakan suatu tindak pidana lalu sedang dicari bukti yang lebih banyak untuk mencari tersangka sehingga mampu dinaikkan ke proses penuntutan di Kejaksaan.Semua hal itu tidak asing lagi bagi Kiara, ia mendapatkan gelar sarjana hukumnya dengan hasil yang sangat memuaskan. Lulusan terbaik yang saat itu dengan predikat cumlaude diraih Kiara tanpa menemui kesulitan yang berarti.Berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri terbaik di suatu negara, tidak pernah membuat Kiara
Kiara memastikan dress yang sedang dikenakannya sudah terpakai dengan rapi. Pilihannya jatuh pada warna merah dengan high heels maroon menambah kesan elegan. Rambutnya yang indah disanggul kebelakang lalu anak rambut yang masih terjuntai membuatnya terlihat klasik dan natural.Sejujurnya tanpa harus bertanya lebih lanjut mengenai siapa yang akan ditemuinya malam ini, sudah tergambar dengan jelas siapa saja yang akan hadir disana dari tempat yang dipilih kakeknya.Private Room Golden Hotel selalu jadi salah satu tempat favorit keluarga besar Kiara. Entah mengapa sepertinya relasi kakeknya dengan pemilik Golden Hotel berjalan cukup baik.Dulu pernah Kiara memiliki satu kesempatan untuk memesan ruangan disana, ternyata harus reservasi sebelumnya. Namun ketika Kiara menyebutkan nama kakeknya, secara ajaib satu tempat sepertinya sudah disediakan secara khusus."Acara dimulai pukul 07.00 malam dan baru saja datang?" suara berat seorang laki-laki dari arah belak
Wanita itu berjalan dengan langkah yang frustasi, coba ditelusurinya jalan yang penuh keramaian itu. Malam hari membuat jalan itu semakin menarik namun tak cukup membuat langkah pelannya kembali bersemangat.‘Kalian tahu keluarga Hadinata? Bertahun-tahun semua jurnalis disini mengejar bukti mengenai dugaan kasus pencucian uang yang mereka lakukan tapi nihil’Wanita itu kembali bergelut dengan kata-kata yang memenuhi sekat pikirnya. Bagaimana bisa dugaan kasus pencucian uang yang melibatkan keluarga Hadinata ini sama sekali tidak tersentuh?Konon katanya meski beberapa aliran dana mengarah pada masing-masing bidang bisnis milik keluarga Hadinata, tidak pernah ada yang memanggil salah satu dari mereka bahkan supirnya sekalipun untuk diperiksa.“Kiara!” sayup teriakan itu cukup membuat wanita bernama Kiara itu menoleh.Kiara menghentikan langkahnya untuk melihat dengan jelas siapa yang memanggilnya. Seorang laki-laki bertubuh t