Sebagai seorang anak, terlebih lagi anak perempuan tunggal, Anya selalu merasa bahwa Ayah dan Aditya terlalu posesif padanya. Dimulai dari sekolah yang dipilih oleh Anya hingga teman-temannya. Banyak aturan yang ditetapkan oleh sang Ayah terlebih lagi setelah kejadian yang menimpa Anya sepuluh tahun lalu. Sementara Anya tidak ambil pusing lagi, dia mengerti akan kekhawatiran keluarga besar perihal traumanya yang belum sembuh benar.
“Pa, Anya mohon izin mau ke rumah Mbak Gifa, boleh?” tanya Anya malam itu di ruang santai keluarga. Ayahnya yang sedang bermesraan dengan sang Ibu terdiam sejenak.
“Gifa yang penampilannya nyentrik itu, kan? Yang berhijab tapi kayak selebgram itu?” tanya Andi. Anya mengangguk membenarkan.
Bisa dibilang awal pengenalan antara Gifa dan keluarga besar Anya bukanlah perkara mudah, terlebih lagi Gifa itu memiliki saudara laki-laki. Entah apa hubungannya, yang jelas Ayah dan Aditya sangat-sangat tidak menyukai perempuan yang memiliki teman hingga saudara laki-laki yang dekat dengan Anya. Tapi Gifa tidak putus asa untuk mendekati Anya untuk mengajak berteman hingga niat tulus itu dapat dilihat dari pertemanan mereka yang masih bertahan hingga saat ini.
“Ada keperluan apa, An? Kamu nggak ada masalah di kantor, kan?” tanya Diyah khawatir. Jujur, sebenarnya dia tidak menyetujui dengan pilihan Anya untuk bekerja di tengah kondisinya yang belum sembuh benar dari traumanya. Tidak bermaksud meremehkan kemampuan Anya, dia hanya khawatir dengan yang akan menimpa Anya tanpa mereka ketahui. Tapi buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tidak Anya dan Aditya itu sama seperti Andi, keras kepala! Terkadang Diyah pusing dibuatnya.
“Nggak, Ma. Mbak Gifa minta ditemani, dia sendirian di rumahnya. Suaminya ‘kan lagi dinas di Sulsel terus dia lagi hamil, jadi nggak berani kalau sendirian. Kata orang zaman dulu, kalau orang lagi hamil itu mudah dapat gangguan dari makhluk asing,” tutur Anya menutupi alasan sebenarnya yang dipaksa Gifa untuk nonton drakor. Dalam hati Anya meminta ampun pada orang tuanya karena telah berbohong.
“Makhluk halus kali, bukan makhluk asing. Emang alien?!” ledek Aditya dari lantai dua.
“Emang tepung apa, makhluk halus!”
“Dih, dikasih tau masih aja ngeyel,” hardik Aditya kesal. Dia duduk di dekat orang tuanya yang tidak kenal umur dan tempat untuk bermesraan. Duh, bikin iri aja nih orang tua, maki Aditya dalam hati. Seolah-olah mendengar maki Aditya dalam hati, Andi melotot ke arah Aditya.
“Apa?! Iri, bilang boss! Sekolah dulu yang pinter, kejar jabatan yang tinggi. Kalau udah dapat jabatan yang tinggi, perempuan juga ikut ngejar. Contoh papamu ini,” ujar Andi bangga sambil menepuk dadanya. Aditya hanya memutar mata malas, sudah menjadi hal yang biasa bahwa Andi sering berbicara sombong pada anak-anaknya saat di rumah.
“Ohh, jadi maksud Papa dulu Mama yang ngejar-ngejar Papa, gitu? Pantesan aja ada cowok yang dulu niat pergi ke negara konflik pas Mama tolak,” sindir Diyah, sedangkan Andi hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya tidak gatal. Terbongkar sudah rahasia yang dia tutupi dari anak-anaknya, sedangkan Aditya tertawa meledek sang Ayah.
“Pa, Ma, gimana? Boleh Anya nginap di rumah Mbak Gifa?” tanya Anya.
“Malam ini aja, ya, Sayang. Mama takut kamu nanti diculik,” ujar Diyah yang mengundang gelak tawa dari Aditya dan tatapan bosan dari Anya.
Jika dulu, Anya tidak menggubris perkataan sang Mama. Atau lebih tepatnya seperti tidak pernah terucap dari mamanya. Tidak seperti sekarang, meski dia merasa seperti anak kecil yang harus dijaga dan dikekang, Anya tidak dapat berbuat apa-apa. Lebih baik tidak pergi sama sekali, itu keputusan final dari mamanya permintaannya tidak dituruti. Didukung oleh Aditya dan Andi.
“Iya,” ujar Anya pasrah.
___________$$$$$_______
“Gimana? Macet, ya?” tanya Gifa saat menyambut Anya di depan pintu rumahnya. Anya hanya merengut mendengar pertanyaan tanpa perlu di jawab olehnya. Mengingat ini weekend, banyak orang yang pergi ke luar kota untuk liburan hingga menyebabkan jalanan macet.“Udah tau masih aja nanya. Kalau bukan karena calon ponakan, aku nggak mau keluar dari kamar.”
“Jangan gitu, dong, Aunty. Dede cuma mau nonton bareng Aunty aja,” ujar Gifa dibuat seperti anak kecil.
“Dih! Nggak imut! Yang ada amit-amit,” hardik Anya pada Gifa. Jika Anya boleh jujur, sebenarnya wajah Gifa yang sangar dan garang itu tidak cocok memasang wajah imut begitu. Anya jadi mual melihatnya.
“Kejam banget kamu ngiritiknya!” ujar Gifa. Anya memutar mata malas.
“Eh, An, kamu tau nggak?—“
“Nggak!” jawab Anya sebelum Gifa selesai berkata. Gifa memukul kepala Anya keras, hingga membuat yang punya kepala meringis sakit.
“Aku belum selesai nngomong!” Anya mengelus kepalanya yang terkena pukulan dari Gifa, seharusnya dia tidak memancing emosi seorang ibu hamil jika tahu akan begini jadinya.
“Kamu tau, nggak, kalau Pak Andrew bakalan pensiun minggu ini.” Anya menatap Gifa dengan tatapan bingung.
“Terus? Kalau pensiun memangnya kenapa?” tanya Anya bingung. Orang pensiun, kok, malah di jadiin berita. Kurang kerjaan sekali seniornya ini, mentang-mentang tidak ada bahan untuk dijadikan gibahan di kantor hingga menjadikan berita pensiun Pak Andrew sebagai bahan gibahan.
“Ck, kalau orang kurang jauh mainnya gini, nih! Heh, kamu nggak kepo dengan yang bakalan gantiin posisi CEO kita?” tanya Gifa geram. Duh, juniornya satu ini memang suka bikin darahnya naik.
“Nggak! Toh, yang penting bisa menjadikan perusahaan kita makin maju dan gaji kita naik,” jawab Anya tidak peduli. Gifa memukul jidatnya keras, dia geregetan dengan sikap Anya yang tidak peduli dan hanya memikirkan gaji dan gaji, padahal keluarganya termasuk keluarga kaya dan selalu kelebihan uang. Tapi Anya masih saja memikirkan gaji. Keterlaluan, maki Gifa dalam hati.
Hatchi
Tiba-tiba saja Anya bersin tidak ada sebab. Gifa hanya memandang Anya bingung, lalu memandang sekitarnya memastikan tidak ada hal yang bisa membuat seseorang bersin. Terkecuali....“Kayaknya ada yang ngomongin aku, Mbak. Aku bawaannya pengen bersin aja,” ujar Anya sambil menggosok hidungnya. Gifa hanya diam, pura-pura tidak mengetahui bahwa dia yang membicarakan Anya dalam hati. Biarlah Gifa dan Tuhan yang tahu.
“Udah, deh! Nggak usah banyak alasan! Kapan nontonnya kalau gitu?!” tanya Gifa.“Tapi—“
“Nggak ada tapi-tapian! Ayo, kita nonton! Ji Chang-wook, i'm coming!” teriak Gifa sambil menyeret Anya yang hanya pasrah saja.
TBC
Kalbar, 9 September 2021
Suasana Bandara Halim Perdana Kusuma begitu sibuk, kepergian dan kedatangan silih berganti dimulai dari domisili hingga internasional. Ada yang menjemput hingga mengantarkan kerabat sampai teman menuju tempat yang diinginkan. Sungguh sibuk, seperti tidak ada istirahatnya.Seorang pria dewasa berjalan dengan langkah penuh percaya diri sambil menyeret koper menuju pintu keluar. Menjadi pusat perhatian bagi semua orang terlebih lagi wanita yang berdecak kagum akan ketampanannya, sekilas mirip seperti Chris Hemsworth. Dengan rahang yang terkesan tegas dan bulu halus di sepanjang rahang, semakin membuat daya tarik tersendiri bagi para wanita. Ditambah lagi dengan setelan mahal yang melekat di tubuh pria itu yang harganya bisa mencekik bagi yang mengetahui mereknya. Tidak jarang wanita melirik dua kali ke arah pria itu.“Selamat siang, Tuan Sean. Saya Eliandro, asisten Tuan besar untuk menjemput Tuan,” sapa pria paruh baya, Eliandro pada pria it
Berkali-kali Anya berteriak meminta tolong, hingga membuat semua penghuni rumah bangun di tengah malam dan berlari ke dalam kamar wanita itu dengan segera. Takut terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi pada putrinya, Andi dengan sigap mendobrak pintu kamar Anya dibantu oleh Aditya. Begitu pintu terbuka, dengan segera mereka memasuki kamar tersebut. Memeriksa adanya bahaya yang menimpa Anya. Tapi yang mereka temui bukanlah hal yang mereka pikirkan, pasalnya Anya berteriak meminta tolong dengan mata masih terpejam dan keringat membasahi seluruh tubuhnya.“Anya! Anya!” panggil Diyah panik, mencoba menyadarkan Anya yang masih berteriak meminta tolong dalam keadaan tertidur. Memukul pipi wanita itu berharap agar lekas tersadar, namun hasilnya nihil. Anya tetap tidur dan berteriak meminta tolong sambil memanggil anggota keluarganya. Diyah semakin panik melihat keadaan putrinya.“Anya! Vania Kananya Bagaskara Putri!” teriak Diyah memanggil nama lengk
Suasana di rumah Dirgantara pagi itu kacau. Sangat kacau. Seluruh penghuni rumah berkeliling rumah menuruti perintah sang tuan rumah yang sedari tadi heboh sendiri. Tidak ada yang membantah perintah dari Nyonya besar yang heboh karena kehilangan putra bungsunya.“Cari Dave sampai ketemu! Atau kalian tidak aku gaji sampai seumur hidup!” ancam Irina pada setiap maid yang lewat di hadapannya untuk mencari Tuan Muda mereka.“Kau tidak perlu sepanik itu, Irina. Mungkin saja Dave sudah pergi ke sekolah bersama teman-temannya sekarang,” ujar Andrew menuruni tangga sembari memasang dasi sendiri. Dia itu tidak ubahnya seperti saat masih membujang, padahal sudah menikah dan memiliki anak. Tapi semuanya dia lakukan sendiri, dimulai dari menyiapkan pakaian hingga memasang dasi, semua Andrew lakukan sendiri. Sedangkan Irina seolah tidak peduli dengan sang suami.Sebenarnya mereka ini adalah korban dari pernikahan bisnis antara
Masa lalu pasti akan terulang kembali. Itu yang ada di pikiran Anya setelah sadar dari pingsannya begitu melihat Sean di antara banyak orang yang mengerubunginya.________________________________________Pingsannya Anya membuat satu kantor heboh, terlebih lagi setelah melihat atasan baru mereka, Sean dengan cepat menggendong Anya tanpa memperbolehkan orang lain melakukannya. Para karyawan hingga Gifa merasa aneh melihat Sean melarang siapa pun menjenguk Anya di ruangannya selain dokter yang dipanggil. Gifa yang notabene telah mengenal Anya dan keluarganya cukup lama merasa penasaran dengan atasan baru mereka itu, tapi dia tahan untuk sementara sambil menunggu Anya sadar dari pingsannya.“Kau seharusnya tidak melakukan itu, Son. Mereka bisa curiga denganmu dan Anya,” celetuk Andrew begitu melihat Sean yang masih menggenggam tangan Anya erat, seolah-olah tidak akan melepaskannya sejengkal saja, sementara Anya m
Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Tidak ada yang dilakukan oleh Senja selain memaki atasannya yang tiba-tiba menghilang setelah dia memanggil Oscar untuk ke kantor dengan menurunkan egonya sedikit karena dia masih berpikir perlu uang untuk menghidupi ibunya dan sang adik yang masih bersekolah. Tapi apa yang didapatinya setelah memanggil Oscar, Sean pergi entah kemana tanpa memberi kabar darinya. Bahkan rapat dengan investor asal Dubai saja harus diundur besok setelah mengalami perdebatan alot antara dirinya dan investor itu hingga membuat kepalanya sakit dan ingin pecah di saat bersamaan. Ingatkan Senja untuk melaporkan bosnya itu ke Pak Andrew agar dipecat menjadi bos.“Aku ragu apakah bos yang ingin bertemu denganku atau kau?” sindir Oscar yang duduk di sofa ruangannya dengan menaikkan sebelah kaki ke atas meja. Senja hanya memutar mata malas, dia tidak menghiraukan sindiran Oscar yang hanya buang-buang waktu berharganya. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaan Sean dan Oscar yang terbengkalai. Ter
Senja memutar mata malas begitu melihat seringai yang terlukis di bibir tipis bosnya itu, hingga membuat para karyawan yang rapat berkeringat dingin dibuatnya. Senja tahu bahwa semenjak mereka pindah ke perusahaan ini, mood bosnya itu mulai aneh dan hal itu membuat Senja penasaran apa yang membuat bos mereka yang terkenal dengan raut dingin kini mulai menampakkan seringai usil, terlebih lagi manager pemasaran sudah melakukan presentasi di depan apabila ada rapat.“Perkembangan pada pemasaran memang mengalami peningkatan begitu melihat grafik yang ditampilkan oleh Ibu Anya. Tapi tolong diperbaiki lagi soal grafiknya, saya sedikit merasa pusing dengan warna itu-itu saja. Bisa lain kali diubah lagi menjelang rapat yang akan datang?”Lagi-lagi Senja harus menghela napas lelah begitu mendengar alasan tidak masuk akal dari Sean. Dia merasa geram dengan tingkah laku pria itu untuk menarik perhatian wanita yang tengah berdiri di depan dengan cara alasan konyol. Tid
Anya hanya diam seribu bahasa. Permukaan tanah kini terasa lebih menarik daripada pria di hadapannya kini. Tanpa berniat menampakkan wajah ayunya, Anya senantiasa menunduk atau membuang pandangan enggan begitu melihat tatapan elang dari pria itu. Terkecuali jika saat sedang rapat. Selebihnya Anya hanya menunduk, tidak ingin menatap lebih lama.Sementara Sean masih setia menghimpit tubuh ringkih Anya yang berdiri di antara dia dan meja pastry dengan segelas kopi dua ribuan yang ada di toko. Diam-diam Sean mengernyitkan kening bingung dengan selera Anya yang sedari dulu memang merakyat meski hidup bergelimang harta dan jabatan tinggi sang ayah seorang jendral.“Bisakah Bapak mundur sedikit? Saya mau lewat,” pinta Anya ketus. Percayalah, dia mati-matian menahan ketakutan yang menerpa dirinya jika berhadapan dengan Sean. Entah secara langsung ataupun tidak. Katakan saja Anya itu pengecut karena selalu lari dari pemicu sakitnya tanpa ada niatan untuk mengobati.
Aditya menatap kertas di tangannya dengan tatapan nanar. Entah kenapa dia merasa tidak rela dan berat untuk meninggalkan rumah ini, termasuk Anya. Rasa penasarannya atas pria yang dia temui beberapa hari lalu saat menjemput Anya masih saja bersarang di kepalanya, tapi bahkan Anya pun sepertinya tidak ada niatan untuk memberitahu siapa pria itu. Wajah yang tidak asing dan tatapan familiar yang dilemparkan pria itu sangat mengusik Aditya. Deheman Andi membuat Aditya kaget sekaligus membuyarkan lamunannya. Dengan segera dia menatap sang ayah yang berdiri di ambang pintu. Tanpa persetujuan dari sang anak, Andi masuk ke dalam putranya itu. Di liriknya tas dan koper yang sudah disiapkan Dian untuk kepergian Aditya ke Akademi polisi, jenjang pendidikan yang akan ditempuh sang anak. “Kau sudah bilang pada kakakmu?” tanya Andi pelan sambil menepuk bahu tegap putranya itu. Aditya hanya menghela napas, dia bingung sekaligus ragu untuk memberitahu perihal lolosnya di
Sean yang Oscar ketahui adalah seorang pria yang sangat dingin dan tidak tersentuh meski para wanita berlomba untuk menggapainya. Sean bahkan tidak melirik wanita yang hanya menggunakan bikini atau bahkan tidak berbusana yang berusaha menggoda dirinya dengan terang-terangan, hingga Oscar berasumsi bahwa Sean adalah seorang gay. Tidak jarang Oscar merasa waspada bila berdekatan dengan Sean. Tapi kini asumsinya seolah dipatahkan setelah Sean memerintahnya menyelidiki keluarga hingga orang terdekat dari seorang wanita bernama Anya.Kini Oscar merasa bahwa bukan Sean yang tidak tertarik dengan wanita, tapi memang selera seorang Sean itu sangat tinggi. Tinggi sekali seperti puncak gunung yang selalu dinyanyikan keponakannya di taman kanak-kanak. Harus Oscar akui, Anya memang wanita yang sempurna, bukan hanya wajah, keluarga hingga karier juga sangat sempurna. Siapa yang tidak tertarik pada wanita itu, terkecuali orang buta atau gila saja yang menolak. Oscar saja hampir jatuh hati
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru