“Cari Dave sampai ketemu! Atau kalian tidak aku gaji sampai seumur hidup!” ancam Irina pada setiap maid yang lewat di hadapannya untuk mencari Tuan Muda mereka.
“Kau tidak perlu sepanik itu, Irina. Mungkin saja Dave sudah pergi ke sekolah bersama teman-temannya sekarang,” ujar Andrew menuruni tangga sembari memasang dasi sendiri. Dia itu tidak ubahnya seperti saat masih membujang, padahal sudah menikah dan memiliki anak. Tapi semuanya dia lakukan sendiri, dimulai dari menyiapkan pakaian hingga memasang dasi, semua Andrew lakukan sendiri. Sedangkan Irina seolah tidak peduli dengan sang suami.
Sebenarnya mereka ini adalah korban dari pernikahan bisnis antara keluarga Dirgantara dan keluarga Evans. Awalnya Irina tidak mau dijodohkan dengan Andrew yang terkenal dengan julukan ‘Gila Kerja' yang telah menyebar di kalangan pengusaha terkenal sekelas sang papa, tapi dengan terpaksa dia menerima perjodohan itu. Toh, setelah menikah dia tidak hidup sengsara seperti teman-temannya yang mengatas namakan cinta tapi hidup sengsara setelah menikah. Irina patut bersyukur sekarang. Sementara itu, Andrew sebenarnya tidak begitu peduli dengan perjodohan yang kedua orang tuanya rencanakan, dia hanya memikirkan saham-sahamnya yang mampu membuatnya menjadi seperti sekarang. Hidup tanpa kekurangan dan di segani banyak orang. Sosok istri baginya hanyalah untuk meneruskan keturunan Keluarga Dirgantara karena dia adalah anak tunggal.
“Kalau dia sekolah, aku tidak khawatir seperti sekarang! Aku sudah menyuruh pelayan-pelayan bodohmu itu untuk memeriksanya di sana, tapi hasilnya nihil. Dia tidak ada di sekolah!” sahut Irina kesal. Andrew mendengkus malas, Irina ini terlalu melebih-lebihkan masalah yang sepele. Jadi, dia enggan untuk berkata-kata lagi. Dia biarkan istrinya tenggelam dalam rasa khawatir.
“Kau seharusnya khawatir, Pak tua! Bukan malah bersikap santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa di rumah ini!” protes Irina begitu melihat Andrew melewati dirinya yang sedang asyik memasang dasi sambil berjalan menuju ruang makan untuk sarapan.
“Bukankah tadi kau bilang bahwa kau sudah memerintahkan semua anak buahku untuk mencari Dave? Lalu apa masalahnya?!”
Emosi Irina sampai pada puncaknya begitu mendengar perkataan suaminya yang tidak berbobot dan terdengar seperti kaleng bekas yang diisi batu. Bikin sakit telinga dan sakit hati! Sekarang Irina paham bahwa yang dia nikahi itu bukan manusia, tapi batu. Dengan cepat dia berjalan menuruni anak tangga menuju tempat suaminya berdiri, dengan makian dan umpatan yang keluar dari mulutnya.
“Hei, Pak tua! Seharusnya kau khawatir dan berpikir bagaimana caranya agar Dave cepat ketemu! Telefon polisi atau apalah, bukan malah bersiap akan pergi kerja! Aku heran, apakah yang ada di kepalamu itu hanya ada bisnis dan selangkangan?!” maki Irina geram. Tapi bukannya emosi setelah dimaki sang istri, Andrew hanya mengangkat alisnya sebelah.
“Dave itu anakmu, tapi kau tidak peduli dengannya,” ujar Irina melakonis. Perasaannya saat ini sangat di penuhi dengan kekhawatiran yang besar terhadap Dave, putra bungsunya. Tidak mendapati Dave di pagi hari dan di tempat favorit bocah itu, membuat Irina sangat khawatir. Tapi berbeda dengan Andrew, dia masih bersikap santai. Terbukti dari sikapnya yang tenang di antara ke gaduhan yang terjadi di rumahnya.
“Yang beranggapan Dave itu anak kucing, siapa?” Lihat, dia masih saja membuat suasana hati Irina menjadi panas.
“Kau?! Kau masih bersikap santai dan bermain-main dengan aku di saat anakmu hilang?! Kau memang tidak punya hati!”
Andrew memutar mata malas. Istrinya ini terkadang memang penuh dengan drama dan sangat melankolis. Tidak jarang Andrew hanya menanggapi perkataan dan umpatan sang istri dengan ekspresi datar. Baginya, Irina itu terlalu berlebihan dalam bersikap. “Bukankah anak buahku sudah mencari Dave, lalu apa yang kau panikkan?”
“Kau tidak mengerti perasaan seorang ibu di saat anaknya hilang!–“
“Tidak,” sahut Andrew memotong ucapan Irina. Irina terperangah tidak percaya. Mulutnya terbuka siap mengeluarkan sumpah serapah dan umpatan untuk sang suami jika tidak digagalkan oleh seseorang yang telah berdiri di atas anak tangga.
“Ada ribut-ribut apa ini?”
Andrew dan Irina menghadap sumber suara. Terlihat Sean dengan pakaian formalnya berada di antara anak tangga dengan menggandeng seorang anak yang mengenakan piyama bergambar pororo sambil mengucek matanya.
“Dave!” teriak Irina penuh kelegaan, lalu dia berlari menuju Sean dan bocah itu.“Dave, kau ke mana saja, Nak? Mommy mencemaskanmu, bahkan mommy panik begitu hanya menemukan Pak tua itu di samping mommy.” Andrew memutar mata malas.
“Maaf, Mommy ... aku tidak bisa tidur tadi malam, jadi aku pergi ke kamar Kak Sean dan tidur di sana,” papar Dave pelan. Irina mengelus rambut putra bungsunya pelan, dia sangat terharu memiliki anak seperti Dave yang langsung dekat dengan kakaknya padahal ini adalah pertemuan mereka yang pertama semenjak Dave lahir di keluarga ini.
“Kau tidak perlu minta maaf, Sayang. Seharusnya kau bilang saja tidak bisa tidur agar kita bisa tidur berdua tanpa harus tidur dengan Pak tua itu.” Andrew kembali memutar mata malas mendengar usulan istrinya. Entah sudah berapa kali dia memutar mata malas di pagi ini karena disebabkan oleh Irina.
“Dia tidak mungkin selalu tidur dengan kalian, Mom. Sudah semestinya Dave tidur sendiri,” ujar Sean di tengah keterdiamannya.
“No, Dave –“
“Mungkin akan Daddy pertimbangan, sekarang waktunya sarapan. Aku dan Sean tentu tidak ingin datang terlambat ke kantor hanya karena menyaksikan dramamu di pagi hari, Irina,” ucap Andrew memotong perkataan Irina. Dia segera berjalan menuju ruang makan, tidak menghiraukan umpatan yang dikeluarkan Irina untuknya tanpa mempedulikan keberadaan Dave yang masih memperhatikan. Sean yang tidak ingin ikut campur urusan kedua orang tuanya, lebih memilih pergi sarapan dan segera pergi bekerja di perusahaan daddynya.
___________$$$$__________
D'Star Entertainment, sebuah perusahaan terkenal yang bergerak di bidang hiburan. Sebenarnya bukan hanya di bidang hiburan, D'Star juga bergerak di bidang real estate. Banyak gedung hingga perumahan yang di jual oleh perusahaan D’Star. Bagi banyak orang, bekerja di D’Star Corp merupakan suatu kebanggaan tersendiri yang tidak bisa dijelaskan. Selain gaji yang besar dan pekerjaan terjamin, bekerja di D’Star Corp juga menjadi tempat bagi banyak orang untuk mengenal bahkan dekat dengan banyak artis terkenal.
Anya tidak berada di antara mereka, bukan karena ingin gaji yang besar atau ingin mengenal banyak artis terkenal. Anya hanya ingin membuktikan diri pada keluarganya bahwa Anya mampu dan tidak bisa diremehkan karena traumanya. Meski homeschooling selama beberapa tahun, prestasi yang ditorehkan oleh Anya tidak bisa dianggap main-main dan tidak bisa diremehkan. Terbukti dari jabatan manager pemasaran yang dia gelar selama tiga tahun terakhir. Padahal Anya baru bergabung di perusahaan itu, tapi karena prestasinya yang cemerlang, dia menjadi jajaran orang penting di perusahaan.
“An, hari ini ada CEO baru yang bakalan gantiin Pak Andrew.” Anya hanya mengangguk mendengar perkataan Gifa yang tidak henti-henti mengingatkan Anya perihal bos baru mereka hingga membuat Anya bosan.
“Mbak Gifa, ini udah kesepuluh kalinya Mbak bilang kayak gitu. Aku udah paham, Mbak,” ujar Anya gemas. Pasalnya Gifa bolak-balik masuk ke ruangannya hanya untuk mengingatkan Anya hal itu hingga Anya mual dibuatnya.
“Mbak cuma takut kamu lupa, An. Kamu ‘kan pelupa orangnya,” tutur Gifa pelan. Anya memutar mata malas mendengar alasan seniornya itu. Dia memang pelupa, tapi bukan berarti harus diingatkan setiap detik dengan topik yang sama seperti ini. Anya hanya bisa menghela napas lelah.
“Terserah Mbak aja. Kita turun, yuk, Mbak ... udah waktunya kita sambut CEO baru kita. Mudah-mudahan gaji kita dinaikkan.” Gifa mendengkus mendengar tuturan dari juniornya ini. Gaji dan gaji saja dipikirannya meski sudah mendapat jabatan yang tinggi di perusahaan ini.
Lobi D’Star Corp terlihat ramai. Banyak karyawan dengan dandanan terbaik mereka hari ini demi menyambut bos baru mereka. Para wanita sibuk merias diri, begitu pula dengan karyawan pria yang sibuk mematut diri di depan kaca gedung. Anya memutar mata malas. Inilah yang dia malas jika berkumpul dengan karyawan lainnya, terkecuali Gifa, banyak para penjilat yang mengais keuntungan untuk mereka sendiri tanpa memikirkan orang lain.
“Rame banget, nih!”
“Iya. Kita kayaknya nggak dibutuhkan, deh, Mbak. Balik aja, yuk!” ajak Anya gelisah. Semenjak mimpi buruk itu datang lagi, Anya merasa perasaan tidak nyaman hinggap di hatinya. Resah dan gelisah melanda hatinya tanpa tahu penyebabnya.
“Hust! Kalau kamu main di pecat, jangan ngajak-ngajak. Sendirian sana!” ujar Gifa yang membuat Anya terkekeh pelan, menutupi keresahan hatinya begitu mendengar omelan dari seniornya ini.
“Hust ... Pak Andrew dan jajarannya udah datang. Siap-siap!” perintah salah satu karyawan yang datang dari arah luar. Dengan cepat para karyawan berbaris memanjang, menyambut bos mereka dan para petinggi D’Star Corp.
Langkah demi langkah terdengar memecah keheningan yang ada di lobi itu. Pandangan mereka semua tertunduk ke lantai, segan menatap para petinggi yang lewat. Hingga ....
Deg!
Netral biru itu bertabrakan dengan kelamnya netra milik Anya. Anya tidak menyangka bahwa dia akan bertemu netra itu lagi setelah sekian lama. Setelah sekian lama dia mencoba melupakan semua, kini netra itu timbul lagi dan membuat dia mengulang kembali kejadian-kejadian kelam di masa lampau. Terlebih orang yang menyebabkan dia seperti ini adalah orang yang sama berdiri di hadapannya dengan tatapan intens dan senyum menyeringai terlukis di bibir.Kepala Anya terasa berputar, semuanya terasa samar di matanya. Hingga kegelapan menerpa dan teriakan kepanikan dari Gifa yang dia dengar terakhir sebelum jatuh pingsan. Pria itu, penyebab kesakitannya hingga saat ini. Sean, telah kembali.
TBC
Kalbar, 19 September 2021
Masa lalu pasti akan terulang kembali. Itu yang ada di pikiran Anya setelah sadar dari pingsannya begitu melihat Sean di antara banyak orang yang mengerubunginya.________________________________________Pingsannya Anya membuat satu kantor heboh, terlebih lagi setelah melihat atasan baru mereka, Sean dengan cepat menggendong Anya tanpa memperbolehkan orang lain melakukannya. Para karyawan hingga Gifa merasa aneh melihat Sean melarang siapa pun menjenguk Anya di ruangannya selain dokter yang dipanggil. Gifa yang notabene telah mengenal Anya dan keluarganya cukup lama merasa penasaran dengan atasan baru mereka itu, tapi dia tahan untuk sementara sambil menunggu Anya sadar dari pingsannya.“Kau seharusnya tidak melakukan itu, Son. Mereka bisa curiga denganmu dan Anya,” celetuk Andrew begitu melihat Sean yang masih menggenggam tangan Anya erat, seolah-olah tidak akan melepaskannya sejengkal saja, sementara Anya m
Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Sean yang Oscar ketahui adalah seorang pria yang sangat dingin dan tidak tersentuh meski para wanita berlomba untuk menggapainya. Sean bahkan tidak melirik wanita yang hanya menggunakan bikini atau bahkan tidak berbusana yang berusaha menggoda dirinya dengan terang-terangan, hingga Oscar berasumsi bahwa Sean adalah seorang gay. Tidak jarang Oscar merasa waspada bila berdekatan dengan Sean. Tapi kini asumsinya seolah dipatahkan setelah Sean memerintahnya menyelidiki keluarga hingga orang terdekat dari seorang wanita bernama Anya.Kini Oscar merasa bahwa bukan Sean yang tidak tertarik dengan wanita, tapi memang selera seorang Sean itu sangat tinggi. Tinggi sekali seperti puncak gunung yang selalu dinyanyikan keponakannya di taman kanak-kanak. Harus Oscar akui, Anya memang wanita yang sempurna, bukan hanya wajah, keluarga hingga karier juga sangat sempurna. Siapa yang tidak tertarik pada wanita itu, terkecuali orang buta atau gila saja yang menolak. Oscar saja hampir jatuh hati
Aditya menatap kertas di tangannya dengan tatapan nanar. Entah kenapa dia merasa tidak rela dan berat untuk meninggalkan rumah ini, termasuk Anya. Rasa penasarannya atas pria yang dia temui beberapa hari lalu saat menjemput Anya masih saja bersarang di kepalanya, tapi bahkan Anya pun sepertinya tidak ada niatan untuk memberitahu siapa pria itu. Wajah yang tidak asing dan tatapan familiar yang dilemparkan pria itu sangat mengusik Aditya. Deheman Andi membuat Aditya kaget sekaligus membuyarkan lamunannya. Dengan segera dia menatap sang ayah yang berdiri di ambang pintu. Tanpa persetujuan dari sang anak, Andi masuk ke dalam putranya itu. Di liriknya tas dan koper yang sudah disiapkan Dian untuk kepergian Aditya ke Akademi polisi, jenjang pendidikan yang akan ditempuh sang anak. “Kau sudah bilang pada kakakmu?” tanya Andi pelan sambil menepuk bahu tegap putranya itu. Aditya hanya menghela napas, dia bingung sekaligus ragu untuk memberitahu perihal lolosnya di
Anya hanya diam seribu bahasa. Permukaan tanah kini terasa lebih menarik daripada pria di hadapannya kini. Tanpa berniat menampakkan wajah ayunya, Anya senantiasa menunduk atau membuang pandangan enggan begitu melihat tatapan elang dari pria itu. Terkecuali jika saat sedang rapat. Selebihnya Anya hanya menunduk, tidak ingin menatap lebih lama.Sementara Sean masih setia menghimpit tubuh ringkih Anya yang berdiri di antara dia dan meja pastry dengan segelas kopi dua ribuan yang ada di toko. Diam-diam Sean mengernyitkan kening bingung dengan selera Anya yang sedari dulu memang merakyat meski hidup bergelimang harta dan jabatan tinggi sang ayah seorang jendral.“Bisakah Bapak mundur sedikit? Saya mau lewat,” pinta Anya ketus. Percayalah, dia mati-matian menahan ketakutan yang menerpa dirinya jika berhadapan dengan Sean. Entah secara langsung ataupun tidak. Katakan saja Anya itu pengecut karena selalu lari dari pemicu sakitnya tanpa ada niatan untuk mengobati.
Tidak ada yang dilakukan oleh Senja selain memaki atasannya yang tiba-tiba menghilang setelah dia memanggil Oscar untuk ke kantor dengan menurunkan egonya sedikit karena dia masih berpikir perlu uang untuk menghidupi ibunya dan sang adik yang masih bersekolah. Tapi apa yang didapatinya setelah memanggil Oscar, Sean pergi entah kemana tanpa memberi kabar darinya. Bahkan rapat dengan investor asal Dubai saja harus diundur besok setelah mengalami perdebatan alot antara dirinya dan investor itu hingga membuat kepalanya sakit dan ingin pecah di saat bersamaan. Ingatkan Senja untuk melaporkan bosnya itu ke Pak Andrew agar dipecat menjadi bos.“Aku ragu apakah bos yang ingin bertemu denganku atau kau?” sindir Oscar yang duduk di sofa ruangannya dengan menaikkan sebelah kaki ke atas meja. Senja hanya memutar mata malas, dia tidak menghiraukan sindiran Oscar yang hanya buang-buang waktu berharganya. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaan Sean dan Oscar yang terbengkalai. Ter
Senja memutar mata malas begitu melihat seringai yang terlukis di bibir tipis bosnya itu, hingga membuat para karyawan yang rapat berkeringat dingin dibuatnya. Senja tahu bahwa semenjak mereka pindah ke perusahaan ini, mood bosnya itu mulai aneh dan hal itu membuat Senja penasaran apa yang membuat bos mereka yang terkenal dengan raut dingin kini mulai menampakkan seringai usil, terlebih lagi manager pemasaran sudah melakukan presentasi di depan apabila ada rapat.“Perkembangan pada pemasaran memang mengalami peningkatan begitu melihat grafik yang ditampilkan oleh Ibu Anya. Tapi tolong diperbaiki lagi soal grafiknya, saya sedikit merasa pusing dengan warna itu-itu saja. Bisa lain kali diubah lagi menjelang rapat yang akan datang?”Lagi-lagi Senja harus menghela napas lelah begitu mendengar alasan tidak masuk akal dari Sean. Dia merasa geram dengan tingkah laku pria itu untuk menarik perhatian wanita yang tengah berdiri di depan dengan cara alasan konyol. Tid
Anya hanya diam seribu bahasa. Permukaan tanah kini terasa lebih menarik daripada pria di hadapannya kini. Tanpa berniat menampakkan wajah ayunya, Anya senantiasa menunduk atau membuang pandangan enggan begitu melihat tatapan elang dari pria itu. Terkecuali jika saat sedang rapat. Selebihnya Anya hanya menunduk, tidak ingin menatap lebih lama.Sementara Sean masih setia menghimpit tubuh ringkih Anya yang berdiri di antara dia dan meja pastry dengan segelas kopi dua ribuan yang ada di toko. Diam-diam Sean mengernyitkan kening bingung dengan selera Anya yang sedari dulu memang merakyat meski hidup bergelimang harta dan jabatan tinggi sang ayah seorang jendral.“Bisakah Bapak mundur sedikit? Saya mau lewat,” pinta Anya ketus. Percayalah, dia mati-matian menahan ketakutan yang menerpa dirinya jika berhadapan dengan Sean. Entah secara langsung ataupun tidak. Katakan saja Anya itu pengecut karena selalu lari dari pemicu sakitnya tanpa ada niatan untuk mengobati.
Aditya menatap kertas di tangannya dengan tatapan nanar. Entah kenapa dia merasa tidak rela dan berat untuk meninggalkan rumah ini, termasuk Anya. Rasa penasarannya atas pria yang dia temui beberapa hari lalu saat menjemput Anya masih saja bersarang di kepalanya, tapi bahkan Anya pun sepertinya tidak ada niatan untuk memberitahu siapa pria itu. Wajah yang tidak asing dan tatapan familiar yang dilemparkan pria itu sangat mengusik Aditya. Deheman Andi membuat Aditya kaget sekaligus membuyarkan lamunannya. Dengan segera dia menatap sang ayah yang berdiri di ambang pintu. Tanpa persetujuan dari sang anak, Andi masuk ke dalam putranya itu. Di liriknya tas dan koper yang sudah disiapkan Dian untuk kepergian Aditya ke Akademi polisi, jenjang pendidikan yang akan ditempuh sang anak. “Kau sudah bilang pada kakakmu?” tanya Andi pelan sambil menepuk bahu tegap putranya itu. Aditya hanya menghela napas, dia bingung sekaligus ragu untuk memberitahu perihal lolosnya di
Sean yang Oscar ketahui adalah seorang pria yang sangat dingin dan tidak tersentuh meski para wanita berlomba untuk menggapainya. Sean bahkan tidak melirik wanita yang hanya menggunakan bikini atau bahkan tidak berbusana yang berusaha menggoda dirinya dengan terang-terangan, hingga Oscar berasumsi bahwa Sean adalah seorang gay. Tidak jarang Oscar merasa waspada bila berdekatan dengan Sean. Tapi kini asumsinya seolah dipatahkan setelah Sean memerintahnya menyelidiki keluarga hingga orang terdekat dari seorang wanita bernama Anya.Kini Oscar merasa bahwa bukan Sean yang tidak tertarik dengan wanita, tapi memang selera seorang Sean itu sangat tinggi. Tinggi sekali seperti puncak gunung yang selalu dinyanyikan keponakannya di taman kanak-kanak. Harus Oscar akui, Anya memang wanita yang sempurna, bukan hanya wajah, keluarga hingga karier juga sangat sempurna. Siapa yang tidak tertarik pada wanita itu, terkecuali orang buta atau gila saja yang menolak. Oscar saja hampir jatuh hati
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru