Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.
Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.
“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru saja dipesannya. Sudah dua hari semenjak kejadian itu, tapi tidak ada dari mereka yang mencoba untuk berhenti membicarakannya. Sementara yang menjadi topik pembicaraan bersikap tidak peduli sama sekali.
“Biarkanlah, Mbak. Mungkin mereka sedang gabut, makanya gosipin aku,”sahut Anya sambil mengangkat bahunya tanda tidak peduli. Dia memang tidak mau tahu dan tidak peduli dengan yang dibicarakan oleh orang lain tentang dirinya. Dia sudah terbiasa, bahkan sedari awal mengenal atasan mereka ini.
“Masa gabut setiap hari dan setiap saat, emangnya kurang kerjaan yang di kasih ama perusahaan sampai-sampai ikut ngurusin urusan orang?” cibir Gifa kesal.
“Biarlah, Mbak. Mulut-mulut mereka, itu hak mereka,” ujar Anya tidak mau ambil pusing dengan mereka yang membicarakan dirinya di belakang. Anya enggan memikirkan asumsi-asumsi mereka yang telah menuduhnya sebagai wanita simpanan atasan baru mereka. Sebenarnya dalam hati Anya juga lelah dan ingin berhenti dari pekerjaannya, terlebih lagi penyebab phobianya muncul kembali setelah sekian lama hilang tanpa kabar. Tapi begitu mengingat janji yang dia ucapkan di depan kedua orang tua dan sahabatnya, bahwa dia tidak akan menyerah melawan phobianya dan tidak akan berhenti dari pekerjaan yang telah membuat namanya di posisi sekarang, membuat Anya tetap bertahan. Setidaknya jika dia menghindari Sean, maka semuanya akan baik-baik saja. Kejadian yang kemarin terjadi, biarlah cuma menjadi gosip belaka. Anggap saja sebagai pengalihan rasa jenuh para karyawan dengan pekerjaan yang seperti tidak ada hentinya.
Anya menghela napas lelah, tiba-tiba saja dia tidak berselera dengan bakso yang baru saja dia makan setengah. Dengan cepat dia meneguk es jeruk di depannya, lalu mendorong mangkuk tersebut menjauh.
“Kok udahan?”
“Kenyang, Mbak,” jawab Anya. Sebenarnya dia masih merasa lapar, tapi begitu mengingat masa lalu membuatnya tidak berselera. Mungkin nanti saat pulang, dia akan membeli pizza untuk mengisi perutnya saat sore hari.
“Kamu makan baru sedikit, loh, An. Atau kenyang yang kamu maksud itu ... kenyang dengar omongan mereka, ya?” bisik Gifa. Anya hanya tersenyum tipis.
“Emang itu mulut tukang gosip, belum aja nanti aku cabein pake cabe sekilo. Dia kira cabe mahal apa?!” gerutu Gifa yang membuat Anya ingin tertawa. Terkadang seniornya ini bisa saja membuat suasana hatinya membaik dengan cara bicaranya yang ceplas-ceplos.
“Apa hubungan antara harga cabe dengan omongan mereka, Mbak?Atau Mbak lagi curhat, ya?” ledek Anya. Gifa mendengkus mendengar ledekan dari Anya. Sebenarnya niat hati ingin membuat Anya tidak sedih, malah dia yang diledek.
“Ledek terus, sampai kamu puas,” cibir Gifa, lalu menyendokkan bakso milik Anya yang tidak habis. Sayang makanan dibuang-buang, banyak orang yang belum tentu bisa makan hari ini, ujar Gifa dalam hati. Padahal dia kelaparan sekali tapi malas untuk memesan lagi.
“Permisi, Bu Anya. Ibu dipanggil Pak Sean di ruangannya,” panggil seorang pria di hadapan mereka berdua. Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah asisten Sean. Suapan Gifa terhenti sejenak, lalu dia melirik Anya yang kelihatan tegang.
“Nanti kami akan ke sana,” jawab Gifa.
“Tapi Pak Sean ingin Bu Anya pergi sekarang,” tutur pria itu kekeh hingga mengundang decakan kesal dari Gifa. Apakah pria itu tidak tahu bahwa saat ini adalah jam istirahat, hingga dengan tega mengganggu makan siang mereka. Seketika dia merasa tidak suka dengan atasan baru mereka sekarang. Ya, Anya telah menceritakan semuanya tentang siapa Sean dan apa hubungannya dengan Anya.
“Apa kau tidak lihat kami sedang makan, ha?! Nanti kami akan pergi ke sana,” hardik Gifa geram. Oohh, emosi ibu hamil memang buruk. Anya bergidik ngeri begitu melihat Gifa yang emosi sekaligus merasa kasihan dengan pria yang dibentak oleh bumil satu itu.
“Sudahlah, Mbak, kasihan dia. Biar Anya temui atasan kita, mungkin ada yang salah dengan laporan yang baru saja Anya hantarkan. Mbak jangan marah gitu, kasihan debaynya,” bujuk Anya menenangkan sambil mengelus pelan bahu Gifa. Merasakan Gifa mulai tenang, Anya pergi meninggalkan ibu hamil itu.
Anya sebenarnya ragu untuk pergi menemui Sean, terlebih lagi di ruangannya. Selain rasa takut yang menjalar di hatinya hingga membuat dia mengeluarkan keringat dingin, Anya sebenarnya juga penasaran hal macam apa hingga membuat dia di panggil. Selama perjalan menuju ruangan sangat atasan, dia berulang kali menepis prasangka-prasangka buruk yang berlabuh di kepalanya. Sekaligus mencoba menghilangkan rasa takut yang ada di dalam dirinya. Mungkin masalah pekerjaan, pikirnya.
Dengan tangan bergetar, Anya mengetuk pintu besar itu. Suara berat dari dalam ruangan mempersilahkan Anya untuk masuk.
“Tarik nafas, hembuskan ... tarik nafas, hembuskan. Semua akan baik-baik saja, Anya kuat. Aku pasti bisa melawan dia,” sugesti Anya pada dirinya sendiri sebelum masuk ke dalam ruangan itu.
“Bapak memanggil saya?” tanya Anya menahan suaranya yang bergetar takut begitu melihat pria yang sedang duduk di kursi kebesaran sambil memeriksa banyak laporan di atas meja.
Pria itu masihlah Sean yang sama bagi Anya. Hanya saja bentuk tubuhnya dan rambut halus di sekitaran wajah menampakkan kesan dewasa. Selainnya, masih tetap sama.
Sean mengalihkan tatapannya sejenak dari berkas yang dia periksa, menatap wanita yang berdiri di dekat pintu tanpa ada niatan mendekat. Di letakkan berkas miliknya, lalu menatap Anya dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan.
“Apakah kau tidak ingin duduk?” tanya Sean dengan suara berat, yang secara tidak sadar membuat Anya tersentak kaget sekaligus takut tapi dapat di tutupi.
“Ada perlu apa Bapak memanggil saya?” tanya Anya tidak menghiraukan pertanyaan Sean.
Sean hanya berdecak lalu berdiri dari kursi kebesarannya dan berjalan menuju Anya yang masih betah di dekat pintu. Gema langkah kaki Sean seketika membuat diri Anya gentar, tapi dia coba untuk menutupinya. Rasa pusing dan mual, coba dia tahan di depan pria ini.
“Kupikir semakin dewasa, maka cara berpikirmu akan berubah. Nyatanya tidak sama sekali, kau masih keras kepala seperti dulu,” ungkap Sean begitu berdiri di depan wanita ini.
Wangi harus tubuh Anya masih bisa tercium oleh Sean, padahal mereka di pisahkan oleh jarak. Aroma yang selalu membuat Sean rindu dan susah tidur. Dia berjalan semakin dekat hingga Anya hingga hanya tersisa jarak sejengkal saja.
“Dan juga kau tidak pernah berubah, kau malah bertambah ... seksi,” bisik Sean diakhir kalimatnya di telinga Anya. Sesekali mengucup cuping Anya dengan sensual sekaligus menghirup aroma Anya dengan rakus. Anya mematung, tidak tau harus berbuat apa-apa.
Sadar apa yang dilakukan Sean adalah pelecehan, dengan sekuat tenaga Anya mendorong Sean lalu menamparnya. Sementara Sean hanya terpaku begitu mendapat tamparan dari wanita di hadapannya itu. Seringai terlukis di bibir Sean hingga membuat Anya merasa takut. Lalu dengan cepat Anya keluar dari ruangan itu tanpa mempedulikan Sean yang menatap punggung Anya dengan tatapan sendu.
TBC
Kalbar, 27 September 2021
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Sean yang Oscar ketahui adalah seorang pria yang sangat dingin dan tidak tersentuh meski para wanita berlomba untuk menggapainya. Sean bahkan tidak melirik wanita yang hanya menggunakan bikini atau bahkan tidak berbusana yang berusaha menggoda dirinya dengan terang-terangan, hingga Oscar berasumsi bahwa Sean adalah seorang gay. Tidak jarang Oscar merasa waspada bila berdekatan dengan Sean. Tapi kini asumsinya seolah dipatahkan setelah Sean memerintahnya menyelidiki keluarga hingga orang terdekat dari seorang wanita bernama Anya.Kini Oscar merasa bahwa bukan Sean yang tidak tertarik dengan wanita, tapi memang selera seorang Sean itu sangat tinggi. Tinggi sekali seperti puncak gunung yang selalu dinyanyikan keponakannya di taman kanak-kanak. Harus Oscar akui, Anya memang wanita yang sempurna, bukan hanya wajah, keluarga hingga karier juga sangat sempurna. Siapa yang tidak tertarik pada wanita itu, terkecuali orang buta atau gila saja yang menolak. Oscar saja hampir jatuh hati
Aditya menatap kertas di tangannya dengan tatapan nanar. Entah kenapa dia merasa tidak rela dan berat untuk meninggalkan rumah ini, termasuk Anya. Rasa penasarannya atas pria yang dia temui beberapa hari lalu saat menjemput Anya masih saja bersarang di kepalanya, tapi bahkan Anya pun sepertinya tidak ada niatan untuk memberitahu siapa pria itu. Wajah yang tidak asing dan tatapan familiar yang dilemparkan pria itu sangat mengusik Aditya. Deheman Andi membuat Aditya kaget sekaligus membuyarkan lamunannya. Dengan segera dia menatap sang ayah yang berdiri di ambang pintu. Tanpa persetujuan dari sang anak, Andi masuk ke dalam putranya itu. Di liriknya tas dan koper yang sudah disiapkan Dian untuk kepergian Aditya ke Akademi polisi, jenjang pendidikan yang akan ditempuh sang anak. “Kau sudah bilang pada kakakmu?” tanya Andi pelan sambil menepuk bahu tegap putranya itu. Aditya hanya menghela napas, dia bingung sekaligus ragu untuk memberitahu perihal lolosnya di
Anya hanya diam seribu bahasa. Permukaan tanah kini terasa lebih menarik daripada pria di hadapannya kini. Tanpa berniat menampakkan wajah ayunya, Anya senantiasa menunduk atau membuang pandangan enggan begitu melihat tatapan elang dari pria itu. Terkecuali jika saat sedang rapat. Selebihnya Anya hanya menunduk, tidak ingin menatap lebih lama.Sementara Sean masih setia menghimpit tubuh ringkih Anya yang berdiri di antara dia dan meja pastry dengan segelas kopi dua ribuan yang ada di toko. Diam-diam Sean mengernyitkan kening bingung dengan selera Anya yang sedari dulu memang merakyat meski hidup bergelimang harta dan jabatan tinggi sang ayah seorang jendral.“Bisakah Bapak mundur sedikit? Saya mau lewat,” pinta Anya ketus. Percayalah, dia mati-matian menahan ketakutan yang menerpa dirinya jika berhadapan dengan Sean. Entah secara langsung ataupun tidak. Katakan saja Anya itu pengecut karena selalu lari dari pemicu sakitnya tanpa ada niatan untuk mengobati.
Senja memutar mata malas begitu melihat seringai yang terlukis di bibir tipis bosnya itu, hingga membuat para karyawan yang rapat berkeringat dingin dibuatnya. Senja tahu bahwa semenjak mereka pindah ke perusahaan ini, mood bosnya itu mulai aneh dan hal itu membuat Senja penasaran apa yang membuat bos mereka yang terkenal dengan raut dingin kini mulai menampakkan seringai usil, terlebih lagi manager pemasaran sudah melakukan presentasi di depan apabila ada rapat.“Perkembangan pada pemasaran memang mengalami peningkatan begitu melihat grafik yang ditampilkan oleh Ibu Anya. Tapi tolong diperbaiki lagi soal grafiknya, saya sedikit merasa pusing dengan warna itu-itu saja. Bisa lain kali diubah lagi menjelang rapat yang akan datang?”Lagi-lagi Senja harus menghela napas lelah begitu mendengar alasan tidak masuk akal dari Sean. Dia merasa geram dengan tingkah laku pria itu untuk menarik perhatian wanita yang tengah berdiri di depan dengan cara alasan konyol. Tid
Tidak ada yang dilakukan oleh Senja selain memaki atasannya yang tiba-tiba menghilang setelah dia memanggil Oscar untuk ke kantor dengan menurunkan egonya sedikit karena dia masih berpikir perlu uang untuk menghidupi ibunya dan sang adik yang masih bersekolah. Tapi apa yang didapatinya setelah memanggil Oscar, Sean pergi entah kemana tanpa memberi kabar darinya. Bahkan rapat dengan investor asal Dubai saja harus diundur besok setelah mengalami perdebatan alot antara dirinya dan investor itu hingga membuat kepalanya sakit dan ingin pecah di saat bersamaan. Ingatkan Senja untuk melaporkan bosnya itu ke Pak Andrew agar dipecat menjadi bos.“Aku ragu apakah bos yang ingin bertemu denganku atau kau?” sindir Oscar yang duduk di sofa ruangannya dengan menaikkan sebelah kaki ke atas meja. Senja hanya memutar mata malas, dia tidak menghiraukan sindiran Oscar yang hanya buang-buang waktu berharganya. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaan Sean dan Oscar yang terbengkalai. Ter
Tidak ada yang dilakukan oleh Senja selain memaki atasannya yang tiba-tiba menghilang setelah dia memanggil Oscar untuk ke kantor dengan menurunkan egonya sedikit karena dia masih berpikir perlu uang untuk menghidupi ibunya dan sang adik yang masih bersekolah. Tapi apa yang didapatinya setelah memanggil Oscar, Sean pergi entah kemana tanpa memberi kabar darinya. Bahkan rapat dengan investor asal Dubai saja harus diundur besok setelah mengalami perdebatan alot antara dirinya dan investor itu hingga membuat kepalanya sakit dan ingin pecah di saat bersamaan. Ingatkan Senja untuk melaporkan bosnya itu ke Pak Andrew agar dipecat menjadi bos.“Aku ragu apakah bos yang ingin bertemu denganku atau kau?” sindir Oscar yang duduk di sofa ruangannya dengan menaikkan sebelah kaki ke atas meja. Senja hanya memutar mata malas, dia tidak menghiraukan sindiran Oscar yang hanya buang-buang waktu berharganya. Lebih baik dia melanjutkan pekerjaan Sean dan Oscar yang terbengkalai. Ter
Senja memutar mata malas begitu melihat seringai yang terlukis di bibir tipis bosnya itu, hingga membuat para karyawan yang rapat berkeringat dingin dibuatnya. Senja tahu bahwa semenjak mereka pindah ke perusahaan ini, mood bosnya itu mulai aneh dan hal itu membuat Senja penasaran apa yang membuat bos mereka yang terkenal dengan raut dingin kini mulai menampakkan seringai usil, terlebih lagi manager pemasaran sudah melakukan presentasi di depan apabila ada rapat.“Perkembangan pada pemasaran memang mengalami peningkatan begitu melihat grafik yang ditampilkan oleh Ibu Anya. Tapi tolong diperbaiki lagi soal grafiknya, saya sedikit merasa pusing dengan warna itu-itu saja. Bisa lain kali diubah lagi menjelang rapat yang akan datang?”Lagi-lagi Senja harus menghela napas lelah begitu mendengar alasan tidak masuk akal dari Sean. Dia merasa geram dengan tingkah laku pria itu untuk menarik perhatian wanita yang tengah berdiri di depan dengan cara alasan konyol. Tid
Anya hanya diam seribu bahasa. Permukaan tanah kini terasa lebih menarik daripada pria di hadapannya kini. Tanpa berniat menampakkan wajah ayunya, Anya senantiasa menunduk atau membuang pandangan enggan begitu melihat tatapan elang dari pria itu. Terkecuali jika saat sedang rapat. Selebihnya Anya hanya menunduk, tidak ingin menatap lebih lama.Sementara Sean masih setia menghimpit tubuh ringkih Anya yang berdiri di antara dia dan meja pastry dengan segelas kopi dua ribuan yang ada di toko. Diam-diam Sean mengernyitkan kening bingung dengan selera Anya yang sedari dulu memang merakyat meski hidup bergelimang harta dan jabatan tinggi sang ayah seorang jendral.“Bisakah Bapak mundur sedikit? Saya mau lewat,” pinta Anya ketus. Percayalah, dia mati-matian menahan ketakutan yang menerpa dirinya jika berhadapan dengan Sean. Entah secara langsung ataupun tidak. Katakan saja Anya itu pengecut karena selalu lari dari pemicu sakitnya tanpa ada niatan untuk mengobati.
Aditya menatap kertas di tangannya dengan tatapan nanar. Entah kenapa dia merasa tidak rela dan berat untuk meninggalkan rumah ini, termasuk Anya. Rasa penasarannya atas pria yang dia temui beberapa hari lalu saat menjemput Anya masih saja bersarang di kepalanya, tapi bahkan Anya pun sepertinya tidak ada niatan untuk memberitahu siapa pria itu. Wajah yang tidak asing dan tatapan familiar yang dilemparkan pria itu sangat mengusik Aditya. Deheman Andi membuat Aditya kaget sekaligus membuyarkan lamunannya. Dengan segera dia menatap sang ayah yang berdiri di ambang pintu. Tanpa persetujuan dari sang anak, Andi masuk ke dalam putranya itu. Di liriknya tas dan koper yang sudah disiapkan Dian untuk kepergian Aditya ke Akademi polisi, jenjang pendidikan yang akan ditempuh sang anak. “Kau sudah bilang pada kakakmu?” tanya Andi pelan sambil menepuk bahu tegap putranya itu. Aditya hanya menghela napas, dia bingung sekaligus ragu untuk memberitahu perihal lolosnya di
Sean yang Oscar ketahui adalah seorang pria yang sangat dingin dan tidak tersentuh meski para wanita berlomba untuk menggapainya. Sean bahkan tidak melirik wanita yang hanya menggunakan bikini atau bahkan tidak berbusana yang berusaha menggoda dirinya dengan terang-terangan, hingga Oscar berasumsi bahwa Sean adalah seorang gay. Tidak jarang Oscar merasa waspada bila berdekatan dengan Sean. Tapi kini asumsinya seolah dipatahkan setelah Sean memerintahnya menyelidiki keluarga hingga orang terdekat dari seorang wanita bernama Anya.Kini Oscar merasa bahwa bukan Sean yang tidak tertarik dengan wanita, tapi memang selera seorang Sean itu sangat tinggi. Tinggi sekali seperti puncak gunung yang selalu dinyanyikan keponakannya di taman kanak-kanak. Harus Oscar akui, Anya memang wanita yang sempurna, bukan hanya wajah, keluarga hingga karier juga sangat sempurna. Siapa yang tidak tertarik pada wanita itu, terkecuali orang buta atau gila saja yang menolak. Oscar saja hampir jatuh hati
Suara tawa Sean menggelegar hingga terdengar sampai luar ruangan itu, membuat sekertaris yang berada di depan pintu itu memgkerut takut. Bukan hanya sekretaris, para karyawan yang akan melaporkan perkembangan perusahaan juga menciut tidak berani. Pasalnya, bos besar mereka saat ini terkenal akan kekejamannya, hingga mereka yang awalnya memberanikan diri ingin menemui Sean mendadak takut dan ciut.Sementara di dalam ruangan, Sean tertawa terbahak-bahak begitu membaca laporan yang diinginkan hingga dia tidak bisa tidur, dari asistennya. Dalam hati dia tidak menyangka bahwa pria yang menjemput Anya kemarin adalah adik dari wanita itu sendiri. Seharusnya dia tidak merasa cemburu pada bocah yang sepuluh tahun lalu mengibarkan bendera perang padanya.Flashback onSiang itu, Sean nekad mengantarkan Anya pulang meski berulang kali Anya menolak dengan alasan dia tidak mau merepotkan pria itu. Dengan motor sport terbaru hadiah dari sang kakek bulan lalu, dia mengantarkan
Gigi Sean bergemeletuk, rahangnya mengeras, kepalan tangannya menguat, geraman juga terdengar darinya begitu melihat Anya pergi dari hadapannya dengan seorang pria yang tertutup helm. Tanpa basa basi, Sean segera masuk ke dalam mobilnya lalu membuntuti Anya dari kejauhan. Dia tidak rela bila ada pria lain yang mendekati Anya selain dirinya. Bahkan dia sekarang mulai melakukan penyelidikan terhadap siapa saja pria yang sedang dekat dengan Anya, entah itu di kantor atau di luar sana.Sementara itu Aditya dan Anya hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Tidak ada yang ingin membuka percakapan seperti biasa bila bersama, padahal banyak pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala mereka berdua, tapi tidak ada yang berniat untuk bertanya. Mereka tenggelam pada pemikiran masing-masing. Aditya yang bertanya-tanya siapa pria yang memegang tangan sang kakak, sedangkan Anya was-was apabila Aditya bertemu dan mengenali Sean sebagai kisah kelam yang menyebabkan dia seperti ini.
Tubuh Anya merosot ke lantai begitu dia sampai di ruangannya. Dengan tubuh bergetar, dia bersandar di balik pintu masuk sambil menormalkan nafasnya yang terputus-putus. Jantungnya berdegup kencang seolah-olah akan meledak, nafasnya memburu seperti dikejar orang, kepalanya pusing dan perutnya mual dan dia tahan dengan menutup mulutnya menuju wc yang tersedia di ruangannya. Semua makan siang yang dia santap tadi seketika keluar semua hingga membuat tubuhnya lemas.Ketakutannya kembali kepermukaan. Setelah sekian lama, kini penyakitnya kembali kambuh. Meski pun sering konsultasi dengan psikolog pribadi, Anya tidak pernah merasa sakit seperti ini. Ketakutan di masa lalu kembali muncul semenjak pemicunya kembali setelah sekian lama menghilang tanpa jejak dan tanpa pertanggungjawaban setelah membuat Anya seperti sekarang. Tidak ada orang yang rela berada di posisi Anya. Di saat anak muda sibuk bergonta-ganti pasangan, Anya hanya sibuk mengobati traumanya yang mendera di ingatannya.
Setiap wanita pasti akan merasa iri hanya dengan melihat Anya. Memiliki wajah yang cantik, mata bulat dan hitam, hidung bangir, bibir tipis dan merona, alis yang tegas, pipi tirus, kulit putih pucat, bulu mata lentik, rambut panjang terurai, tinggi dan berat badan ideal. Tidak hanya itu saja, karir Anya juga cemerlang. Baru bergabung di D'Star Corporation, posisi manager pemasaran telah dia duduki tanpa adanya campur tangan orang lain. Hal itu semakin membuat Anya terkenal di antara para karyawan, terlebih lagi kejadian ketika penyambutan CEO baru kemarin.Bagaimana tidak heboh jika CEO baru mereka sendirilah yang langsung menggendong Anya, tidak memperbolehkan seorang pun untuk menyentuh wanita itu selain dirinya. Bahkan beliau mengancam mereka yang akan menyentuh Anya meski hanya seujung kuku. Siapa yang tidak akan iri di perlakukan istimewa seperti itu.“An, mereka ngomongin kamu lagi,” bisik Gifa pada Anya yang asyik menyantap semangkuk bakso yang baru