Cicilia menghela napas panjang. Dia berjalan menuju mobilnya sambil tersenyum menatap Aurora. Cicilia melambaikan tangannya sebelum masuk. Aurora membalas senyuman perempuan cantik itu. Aurora tidak habis pikir, mengapa prof. John tidak menyukai Cicilia?Apa kurangnya gadis itu? Memiliki pekerjaan yang cemerlang dengan kekayaan yang tiada tara. Wajah Cicilia sangat cantik. Bahkan seluruh lelaki akan menyukainya jika bertemu. Tetapi mengapa Prof. John tidak mencintainya?Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia melangkah masuk dan menatap Prof. John yang sudah berada di belakangnya. Lelaki itu memandanginya sambil tersenyum. Aurora spontan menundukan wajahnya ke bawah. Dia tidak mengubris tatapan prof. John. Sesuai keinginan Cicilia, Aurora akan menjauhi prof. John.“Ada apa Aurora? Saya meneleponmu dan sampai sekarang, kamu tidak ingin mengangkatnya.” Prof. John berjalan mendekati Aurora. Dia menatap Aurora secara lekat.Aurora terdiam. Dia melewati prof.
William bergegas menuju rumah sakit saat Aurora menghubuginya. William mempercepat langkahnya menyusuri lorong rumah sakit. Dia menuju kamar utama yang dipesan khusus untuk keluarga Keller.Aurora menoleh ke arah pintu saat suara William begitu jelas terdengar. Lelaki itu segera berlari dan memeluk Maya yang masih terbaring lemas. Aurora menghela napas lega. Akhirnya dia bisa pulang untuk istirahat.“Apa yang terjadi?” William menoleh ke arah Aurora. Dia menunggu jawab lelaki itu saat ini.“Aku dan Margaret menemukan nona Maya pingsan, kami tidak tahu apapun.” Aurora menarik jacket miliknya dan mengenakannya.“Tuan William, aku ingin pulang.”“Aku lelah, sepertinya tuan William akan di sini.” Aurora bergegas keluar dari dalam kamar itu. Aurora menatap Margaret yang masih berdiri bagaikan patung. Perempuan paruh baya itu tidak henti-hentinya menangis dan membuat Aurora semakin bingung. Apa dia seorang pelayan yang begitu setia? Pikirnya.“Margaret, apakah ingin pulang bersamaku?”“Edwa
Aurora Smith, gadis berusia 24 tahun dan berambut panjang itu menatap kosong puing-puing kamarnya yang hancur. Bola matanya membulat sempurna saat melihat beberapa lelaki berjas hitam menjemput di dalam kamar. Perlahan, Aurora bisa melihat ada lima lelaki yang sedang menatapnya. Kelima lelaki itu memakai kacamata hitam. Semua memiliki wajah yang sangat menyeramkan. Bagaikan gigolo yang akan memangsanya.“Nona Aurora?” serunya. Aurora yang duduk sambil memeluk lututnya segera menatap lelaki berjas hitam yang sedang berdiri beberapa sentimeter dari tubuhnya. Kaki Aurora bergetar. Dia sedikit ketakutan namun Aurora berusaha menatap kelima lelaki asing itu.“Tuan kami sudah menikahi anda, anda adalah istrinya sekarang, pernikahan sudah didaftarkan dan tidak ada pilihan lain,” jawabnya. Aurora menghela napas panjang. Seakan ada bongkahan besar yang berada di tengorokannya saat ini. Bagaimana bisa dia sudah menikah dengan lelaki asing yang tidak dikenalnya?“Tuan Robert sudah memerintahkan
Aurora terbangun dan menatap tubuhnya di atas ranjang super king."Apa aku mimpi?"Pertemuanya dengan lelaki berjas hitam itu seperti mimpi buruk yang dengan cepat harus dilupakan."Ah!" desahnya. Aurora mencoba turun dan berjalan menyusuri ruangan kamarnya yang sangat besar. Bahkan kamar itu lebih besar dari rumahnya yang berada di Manchester.“Nona Aurora?” sahut suara itu. Aurora yang sedang asik memandangi lukisan spontan menoleh ke belakang dan menatap Bibi Margaret sedang menyiapkan gaun untuknya.“Tuan William akan datang, saya sudah menyediakan baju untuk hari ini.”Perempuan itu menunjukan gaun kepadanya. Aurora menatap gaun berwarna biru yang diletakkan di samping tempat tidur.“Apakah aku harus menggunakannya?”Bibi Margaret menganggukan kepala. “Tentu saja, Nona!”“Apa ada masalah?”Aurora menghela napas panjang. Pakaian itu terlalu mewah. Aurora tidak suka memakai gaun. “Apakah lelaki itu berumur tua?” tanya Aurora segera sebelum perempuan paruh baya itu pergi meninggal
Bola mata William membulat sempurna saat menatap seorang perempuan muda sedang berdiri ketakutan di depannya. Bekas air mata jelas terlihat di pipi manisnya. Bibir perempuan itu tipis dengan kulit yang putih bersih. Matanya menatap dengan tajam. Perempuan itu terlihat sangat asing.“Kau gadis yang disuruh istriku?”Aurora menggelengkan kepala. “Maksudmu apa? Aku tidak mengerti!”Willliam beranjak dari tempatnya berdiri lalu bergegas berjalan mendekati Aurora yang berdiri di balik pintu. Aurora mencengkram gaunnya. Lelaki itu memiliki wajah tampan namun tatapannya begitu tajam.“Perempuan yang akan melahirkan anak untukku!” tegasnya. Aurora memundurkan tubuhnya saat William berdiri beberapa sentimeter di depannya.Aurora membuang pandangannya. “Aku tidak mau!”“Lalu, buat apa kau di sini jika kau tidak mau?”Aurora mengigit bibir bawahnya karena ketakutan. William kemudian meletakkan tangannya di pipi Aurora. Tubuh perempuan itu seakan menegang. William menyentuh bagian rambut Aurora y
“Kau yakin, tidak akan cemburu jika aku tidur dengannya?” tanya William memastikan. Maya yang sedang memakai piyama pink menatap wajah suaminya itu.“Dia istrimu sekarang, istri sah!” seru Maya memperjelas.“Tapi … aku dan dia …,”“Tidak saling cinta? Kau mau katakan begitu, William?”William menganggukan kepala secepat mungkin. Jelas saja dia tidak ingin melukai perempuan yang dicintainya dengan cara tidur dengan perempuan lain. Ini hal yang konyol sama seperti yang dikatakan perempuan itu.“Aku sudah frustasi saat ayahmu memaksaku untuk program kehamilan. Kau tahu kan kalo aku tidak bisa!” Bola mata Maya perlahan menjadi kabut. Dia menatap manik mata suaminya.“Aku tidak bisa melahirkan bayi, kau harus tahu itu!” sambungnya.“Aku tidak ingin ayahmu selalu bertanya bahkan mengancam akan meredupkan karierku, aku tidak mau!”Maya segera memeluk tubuh William. Dia mengusap pipi William dan mengecup hangat bibir suaminya. “Malam ini, tidurlah dengannya!” bisiknya.“Dia adalah istrimu, ka
William membulatkan matanya saat menatap bercak darah yang berada di atas kasur.“Dia masih perawan?” gumamnya tidak percaya. Edward mengatakan bahwa dia menemui perempuan itu di sebuah rumah kosong dan William yakin jika dia bukan perempuan sepolos anggapannya.Tubuh perempuan itu berbaring lemas di sampingnya. Setelah permainan yang panjang dan penyatuan yang begitu memabukan, William akhirnya berbaring lemas di samping Aurora.Tubuh Aurora tidak memakai benang sedikit pun dan benar-benar membuat William tergoda. William tidak bisa berbohong kalo libidonya naik saat menatap Aurora tanpa sehelai benang.Dia membutuhkan sentuhan istrinya dan Maya selalu menolaknya melakukan hal itu. William benar-benar frustasi jika menahannya.Aurora menangis dan merintih kesakitan. “Apakah kau masih …,” kata-kata William terjeda saat menatap bercak darah di tempat tidur mereka. Suara tangisan Aurora terdengar menyayat di telingannya.“Kau pikir aku perempuan murahan?” sergap Aurora segera. Matanya m
Tuan Damian yang baru saja menyelesaikan perjalanan bisnisnya menyusuri Cina Selatan akhirnya tiba di Las Vegas. Salju yang lebat menyambutnya pagi ini. Edward yang merupakan orang kepercayaan keluarga Keller segera menyambut majikannya itu.Edward sedikit membungkukan badan dan tersenyum saat Tuan Damian sudah turun dari mobil. Tuan Damian tersenyum kecut memandangi Edward.“William di mana? Apakah dia bersama istri mandulnya itu?” gerutu Tuan Damian secara sarkas.“Tuan William dan nona Maya ada di dalam, sedang sarapan dengan nona Aurora,” jelas Edward. Alis Tuan Damian berkerut. Dia membulatkan matanya saat mendengarkan nama Aurora. Selama ini, di dalam keluarga mereka. Orang asing tidak boleh ikut makan bersama. Sebuah peraturan kuno dari keluarga Keller yang kaya raya.Tuan Damian berjalan masuk ke dalam rumah. Edward mengikuti majikannya itu dari belakang. Tuan Damian menatap William dan istrinya sedang duduk di meja makan dan seorang gadis berada di depan mereka.Langkah kaki
William bergegas menuju rumah sakit saat Aurora menghubuginya. William mempercepat langkahnya menyusuri lorong rumah sakit. Dia menuju kamar utama yang dipesan khusus untuk keluarga Keller.Aurora menoleh ke arah pintu saat suara William begitu jelas terdengar. Lelaki itu segera berlari dan memeluk Maya yang masih terbaring lemas. Aurora menghela napas lega. Akhirnya dia bisa pulang untuk istirahat.“Apa yang terjadi?” William menoleh ke arah Aurora. Dia menunggu jawab lelaki itu saat ini.“Aku dan Margaret menemukan nona Maya pingsan, kami tidak tahu apapun.” Aurora menarik jacket miliknya dan mengenakannya.“Tuan William, aku ingin pulang.”“Aku lelah, sepertinya tuan William akan di sini.” Aurora bergegas keluar dari dalam kamar itu. Aurora menatap Margaret yang masih berdiri bagaikan patung. Perempuan paruh baya itu tidak henti-hentinya menangis dan membuat Aurora semakin bingung. Apa dia seorang pelayan yang begitu setia? Pikirnya.“Margaret, apakah ingin pulang bersamaku?”“Edwa
Cicilia menghela napas panjang. Dia berjalan menuju mobilnya sambil tersenyum menatap Aurora. Cicilia melambaikan tangannya sebelum masuk. Aurora membalas senyuman perempuan cantik itu. Aurora tidak habis pikir, mengapa prof. John tidak menyukai Cicilia?Apa kurangnya gadis itu? Memiliki pekerjaan yang cemerlang dengan kekayaan yang tiada tara. Wajah Cicilia sangat cantik. Bahkan seluruh lelaki akan menyukainya jika bertemu. Tetapi mengapa Prof. John tidak mencintainya?Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia melangkah masuk dan menatap Prof. John yang sudah berada di belakangnya. Lelaki itu memandanginya sambil tersenyum. Aurora spontan menundukan wajahnya ke bawah. Dia tidak mengubris tatapan prof. John. Sesuai keinginan Cicilia, Aurora akan menjauhi prof. John.“Ada apa Aurora? Saya meneleponmu dan sampai sekarang, kamu tidak ingin mengangkatnya.” Prof. John berjalan mendekati Aurora. Dia menatap Aurora secara lekat.Aurora terdiam. Dia melewati prof.
“Bujuklah ayahmu, Joanna.”“Paksa dia agar bisa membantu kita. Aku harus mencari tahu semua ini.” Aurora menatap Joanna. Perempuan berkuncir kuda itu menganggukan kepala.“Kau harus pulang, Aurora. Sudah pukul dua malam. William pasti mencarimu. Bagaimana kalo lelaki itu memukulmu?”“Aku akan mengantarmu pulang.” Joanna menarik tangan Aurora agar mengikutinya. Mereka akan menunggu taksi lebih dahulu.Dring!Aurora membulatkan mata. William sudah menghubunginya sebanyak lima kali dalam satu jam ini. “Mampus!” Aurora memukul kepalanya.“Ada apa?” Joanna menatap Aurora dengan kening berkerut.“William menghubungiku, sepertinya dia akan memarahiku saat ini. Ah, sial!” Aurora mengangkat telepon itu. Dia meletakkan jemarinya di bibir memberikan isyarat agar Joanna tidak berbicara.“Hallo tuan William.”“Kau di mana?” sergapnya kemudian. Aurora menghela napas panjang. Joanna masuk ke dalam taksi yang berhenti tepat di depan mereka. Aurora mengikutinya dari belakang.“Aku di luar, aku akan p
Aurora mengikuti langkah kaki Joanna menyusuri beberapa bangunan bertingkat. Kota Nevada sangat ramai apalagi pada malam hari. Joanna meletakkan jemarinya tepat di depan Aurora dan menyuruh sahabatnya itu untuk diam.“Jangan berisik!” perintahnya. Aurora mengangukan kepala. Mereka masuk ke dalam salah satu tempat clubbing yang terkenal di daerah Rockstarcrawls Las Vegas. Aurora menatap sekelilingnya. Terlalu naif dirinya. Selama hidup di dunia 21 tahun, Aurora belum pernah ikut ke dalam club malam.“Jonna, apa ayahmu di sini?”“Ayahku bartender di sini, apa kamu tidak tahu?”“Oh Aurora, apa kamu jangan-jangan tidak pernah ke Rockstarcrawls?” Bola mata Joanna melebar memandangi Aurora. Bahkan seluruh pelancong yang berada di Nevada akan mengunjungi Rockstarcrawls.Aurora menggelengkan kepala. Joanna menghela napas panjang. “Kamu ke mana saja, Aurora? Jangan bilang kalo kau tidak pernah ikut clubbing?” selidiknya.“Ayahku masih mengikuti budaya timur, aku tidak pernah dizinkan untuk iku
Cicilia menatap Roy dengan pandangan serius. Cicilia sudah membuat janji kepada lelaki itu untuk bertemu secara khusus. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Dia mencintai perempuan lain,” jawab Roy pelan. Cicilia menyeka air matanya. Dia memandangi Roy dengan tajam.“Siapa?”“Bukankah prof. John sangat mencintaiku?” Bola mata Cicilia berkabut. Roy menghela napas panjang.“Cicilia, prof. John kembali ke Nevada demi mengejar perempuan itu. Seluruh hidupnya untuk Aurora.”“Jadi, perempuan itu bernama Aurora?” sergap Cicilia segera. Roy menganggukan kepala.“Dia adalah mahasiswa di kampus. Apa kamu tidak tahu? Prof. John mengejarnya. Namun, perempuan itu adalah simpanan seorang pengusaha.”“Aurora Smith, kau tidak mengenalnya?”Bola mata Roy menyipit memandangi Cicilia. Dia bingung dengan perempuan itu. Cicilia mengerutkan kening. “Anak tuan Smith?” sahutnya takjub. Roy menganggukan kepala secara perlahan.“Aku harus bertemu dengannya.”“Kau bisa mengenalkan
“Kamu mengapa?”“Kok wajahmu terlihat aneh?”“Apa cemburu?”Aurora menunduk ke bawah. Tubuhnya bergetar menahan tangisan. Aurora berusaha menutup wajahnya agar William tidak melihat kesedihan itu.“Kamu cemburu?” ulangnya. Aurora menggelengkan kepala.“Aku tidak pernah cemburu.” Aurora mengusap wajahnya secepat mungkin. “Jalankan saja mobilnya, aku sedang tidak enak badan.”William menghela napas panjang. Dia menjalankan mobil dan bergegas pergi dari rumah prof. John. Aurora berusaha menahan dirinya agar tangisan itu tidak keluar. Sekuat tenaga, dia mengengam tangannya dengan erat.Selama di perjalanan, William terus memandangi Aurora.“Menangis saja.”“Tidak apa-apa, kamu terlalu berharap kepada lelaki itu sih.”“John itu brengsek dan hanya memanfaatkanmu saja. Mana mungkin dia mencintaimu?” William terus berbicara. Aurora hanya bisa menunduk sambil sesekali cegukan.“Sudah, jangan menangis lagi. Aku suamimu.”“Tidak benar jika kamu menangisi lelaki lain,” sambungnya. Aurora tidak be
“Kau yakin Edward tidak akan membongkar hubungan kita?” Dominic mendaratkan ciuman hangat di leher Maya dan membuat perempuan itu merasakan sensasi yang berbeda.“Tentu saja, sayang. Uang akan menutup semuanya,” serunya. Dominic tersenyum. Dia memeluk erat tubuh Maya.“Dominic, hari ini aku tidak punya banyak waktu.”“Aku harus pulang, sepertinya William tidak akan mencurigai hubungan kita. Ah, rasanya ini sangat menyenangkan sekarang.”“Tuan Damian tidak mengawasiku, dia sibuk dengan bisnis barunya di Asia dan William mulai percaya lagi denganku.” Maya melingkarkan tangannya di leher Dominic. Dia merapatkan tubuhnya ke arah lelaki itu.Dominic menghela napas lega.“Apa kau tidak ingin merayakan ini?” Satu kecupan mendarat di leher Maya lagi dan membuat perempuan itu mendesah pelan. Maya melepaskan tangannya dan berjalan menjauh dari tubuh Dominic. Maya takut jika Dominic melanjutkan permainanya.“Ah, aku harus pulang.”Maya berjalan ke depan sebuah lemari yang besar. Dia memandangi wa
Setiap pagi, Aurora sangat suka duduk di depan rumah milik William. Musim salju hampir saja berlalu berganti dengan musim semi. Tumbuhan akan bermekaran dengan indah. Musim semi selalu menjadi musim yang sangat disukai ayahnya. Musim semi selalu disebut musim bunga. Bunga yang indah akan bermekaran dan membuat suasana hati menjadi nyaman.“Kamu di sini?” Aurora spontan menoleh ke belakang. Lelaki itu perlahan berjalan dan duduk di samping Aurora.“Hari ini, ada jadwal senam untuk ibu hamil. Apa kamu mau mengantarku?”“Wartawan tidak akan menyerbu kita lagi, bukankah kamu sudah menjelaskan semuanya kepada mereka?”“Ah, kamu tidak pernah berpikir panjang, tuan William. Penjelasanmu bahkan membuatku menjadi malu. Sekarang, seluruh mahasiswa melihatku dengan pandangan jijik.”“Hanya demi uang, aku melakukan ini.”Aurora tertunduk ke bawah dia memeluk kedua lututnya. William menghela napas panjang. Dia kemudian mengengam tangan Aurora dengan pelan.“Apa Maya melukaimu?” tanyanya.“Kamu mel
“Tuan Dominic?” bola mata Prof. John membulat sempurna. Cicilia dengan senyum khasnya menganggukan kepala.“Ya, ada apa John?”“Bukankah ini sesuatu yang biasa?”“Mengapa wajahmu terlihat kaget seperti itu?”“Oh, yah, selama di Nevada ini, kau sudah memiliki kekasih?” Cicilia mendekatkan wajahnya dan membuat prof. John spontan memundurkan tubuhnya. Cicilia tertawa melihat reaksi prof. John.“Kamu tidak berubah, John. Masih saja seperti ini,” sahut Cicilia. Tangannya menyentuh pundak tangan prof. John. Secepat kilat, prof. John menepis pegangan tangan perempuan itu. Cicilia menatap prof. John. Dia mengerutkan kening.“Kau tidak tertarik lagi denganku?”“Apa aku sudah begitu melukaimu?”Prof. John menggelengkan kepala. Dia menyeruput kopi hitam yang ada di depannya. Cicilia sangat suka wajah prof. John yang tampak malu-malu. Lelaki itu masih saja sama. Selalu takut dengan perempuan.“Aku hanya tidak ingin berurusan lebih jauh, Cicilia.”“Apa masih ada keperluanmu di kampus ini?” Prof. J