Setiap pagi, Aurora sangat suka duduk di depan rumah milik William. Musim salju hampir saja berlalu berganti dengan musim semi. Tumbuhan akan bermekaran dengan indah. Musim semi selalu menjadi musim yang sangat disukai ayahnya. Musim semi selalu disebut musim bunga. Bunga yang indah akan bermekaran dan membuat suasana hati menjadi nyaman.“Kamu di sini?” Aurora spontan menoleh ke belakang. Lelaki itu perlahan berjalan dan duduk di samping Aurora.“Hari ini, ada jadwal senam untuk ibu hamil. Apa kamu mau mengantarku?”“Wartawan tidak akan menyerbu kita lagi, bukankah kamu sudah menjelaskan semuanya kepada mereka?”“Ah, kamu tidak pernah berpikir panjang, tuan William. Penjelasanmu bahkan membuatku menjadi malu. Sekarang, seluruh mahasiswa melihatku dengan pandangan jijik.”“Hanya demi uang, aku melakukan ini.”Aurora tertunduk ke bawah dia memeluk kedua lututnya. William menghela napas panjang. Dia kemudian mengengam tangan Aurora dengan pelan.“Apa Maya melukaimu?” tanyanya.“Kamu mel
“Kau yakin Edward tidak akan membongkar hubungan kita?” Dominic mendaratkan ciuman hangat di leher Maya dan membuat perempuan itu merasakan sensasi yang berbeda.“Tentu saja, sayang. Uang akan menutup semuanya,” serunya. Dominic tersenyum. Dia memeluk erat tubuh Maya.“Dominic, hari ini aku tidak punya banyak waktu.”“Aku harus pulang, sepertinya William tidak akan mencurigai hubungan kita. Ah, rasanya ini sangat menyenangkan sekarang.”“Tuan Damian tidak mengawasiku, dia sibuk dengan bisnis barunya di Asia dan William mulai percaya lagi denganku.” Maya melingkarkan tangannya di leher Dominic. Dia merapatkan tubuhnya ke arah lelaki itu.Dominic menghela napas lega.“Apa kau tidak ingin merayakan ini?” Satu kecupan mendarat di leher Maya lagi dan membuat perempuan itu mendesah pelan. Maya melepaskan tangannya dan berjalan menjauh dari tubuh Dominic. Maya takut jika Dominic melanjutkan permainanya.“Ah, aku harus pulang.”Maya berjalan ke depan sebuah lemari yang besar. Dia memandangi wa
“Kamu mengapa?”“Kok wajahmu terlihat aneh?”“Apa cemburu?”Aurora menunduk ke bawah. Tubuhnya bergetar menahan tangisan. Aurora berusaha menutup wajahnya agar William tidak melihat kesedihan itu.“Kamu cemburu?” ulangnya. Aurora menggelengkan kepala.“Aku tidak pernah cemburu.” Aurora mengusap wajahnya secepat mungkin. “Jalankan saja mobilnya, aku sedang tidak enak badan.”William menghela napas panjang. Dia menjalankan mobil dan bergegas pergi dari rumah prof. John. Aurora berusaha menahan dirinya agar tangisan itu tidak keluar. Sekuat tenaga, dia mengengam tangannya dengan erat.Selama di perjalanan, William terus memandangi Aurora.“Menangis saja.”“Tidak apa-apa, kamu terlalu berharap kepada lelaki itu sih.”“John itu brengsek dan hanya memanfaatkanmu saja. Mana mungkin dia mencintaimu?” William terus berbicara. Aurora hanya bisa menunduk sambil sesekali cegukan.“Sudah, jangan menangis lagi. Aku suamimu.”“Tidak benar jika kamu menangisi lelaki lain,” sambungnya. Aurora tidak be
Cicilia menatap Roy dengan pandangan serius. Cicilia sudah membuat janji kepada lelaki itu untuk bertemu secara khusus. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Dia mencintai perempuan lain,” jawab Roy pelan. Cicilia menyeka air matanya. Dia memandangi Roy dengan tajam.“Siapa?”“Bukankah prof. John sangat mencintaiku?” Bola mata Cicilia berkabut. Roy menghela napas panjang.“Cicilia, prof. John kembali ke Nevada demi mengejar perempuan itu. Seluruh hidupnya untuk Aurora.”“Jadi, perempuan itu bernama Aurora?” sergap Cicilia segera. Roy menganggukan kepala.“Dia adalah mahasiswa di kampus. Apa kamu tidak tahu? Prof. John mengejarnya. Namun, perempuan itu adalah simpanan seorang pengusaha.”“Aurora Smith, kau tidak mengenalnya?”Bola mata Roy menyipit memandangi Cicilia. Dia bingung dengan perempuan itu. Cicilia mengerutkan kening. “Anak tuan Smith?” sahutnya takjub. Roy menganggukan kepala secara perlahan.“Aku harus bertemu dengannya.”“Kau bisa mengenalkan
Aurora mengikuti langkah kaki Joanna menyusuri beberapa bangunan bertingkat. Kota Nevada sangat ramai apalagi pada malam hari. Joanna meletakkan jemarinya tepat di depan Aurora dan menyuruh sahabatnya itu untuk diam.“Jangan berisik!” perintahnya. Aurora mengangukan kepala. Mereka masuk ke dalam salah satu tempat clubbing yang terkenal di daerah Rockstarcrawls Las Vegas. Aurora menatap sekelilingnya. Terlalu naif dirinya. Selama hidup di dunia 21 tahun, Aurora belum pernah ikut ke dalam club malam.“Jonna, apa ayahmu di sini?”“Ayahku bartender di sini, apa kamu tidak tahu?”“Oh Aurora, apa kamu jangan-jangan tidak pernah ke Rockstarcrawls?” Bola mata Joanna melebar memandangi Aurora. Bahkan seluruh pelancong yang berada di Nevada akan mengunjungi Rockstarcrawls.Aurora menggelengkan kepala. Joanna menghela napas panjang. “Kamu ke mana saja, Aurora? Jangan bilang kalo kau tidak pernah ikut clubbing?” selidiknya.“Ayahku masih mengikuti budaya timur, aku tidak pernah dizinkan untuk iku
“Bujuklah ayahmu, Joanna.”“Paksa dia agar bisa membantu kita. Aku harus mencari tahu semua ini.” Aurora menatap Joanna. Perempuan berkuncir kuda itu menganggukan kepala.“Kau harus pulang, Aurora. Sudah pukul dua malam. William pasti mencarimu. Bagaimana kalo lelaki itu memukulmu?”“Aku akan mengantarmu pulang.” Joanna menarik tangan Aurora agar mengikutinya. Mereka akan menunggu taksi lebih dahulu.Dring!Aurora membulatkan mata. William sudah menghubunginya sebanyak lima kali dalam satu jam ini. “Mampus!” Aurora memukul kepalanya.“Ada apa?” Joanna menatap Aurora dengan kening berkerut.“William menghubungiku, sepertinya dia akan memarahiku saat ini. Ah, sial!” Aurora mengangkat telepon itu. Dia meletakkan jemarinya di bibir memberikan isyarat agar Joanna tidak berbicara.“Hallo tuan William.”“Kau di mana?” sergapnya kemudian. Aurora menghela napas panjang. Joanna masuk ke dalam taksi yang berhenti tepat di depan mereka. Aurora mengikutinya dari belakang.“Aku di luar, aku akan p
Cicilia menghela napas panjang. Dia berjalan menuju mobilnya sambil tersenyum menatap Aurora. Cicilia melambaikan tangannya sebelum masuk. Aurora membalas senyuman perempuan cantik itu. Aurora tidak habis pikir, mengapa prof. John tidak menyukai Cicilia?Apa kurangnya gadis itu? Memiliki pekerjaan yang cemerlang dengan kekayaan yang tiada tara. Wajah Cicilia sangat cantik. Bahkan seluruh lelaki akan menyukainya jika bertemu. Tetapi mengapa Prof. John tidak mencintainya?Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia melangkah masuk dan menatap Prof. John yang sudah berada di belakangnya. Lelaki itu memandanginya sambil tersenyum. Aurora spontan menundukan wajahnya ke bawah. Dia tidak mengubris tatapan prof. John. Sesuai keinginan Cicilia, Aurora akan menjauhi prof. John.“Ada apa Aurora? Saya meneleponmu dan sampai sekarang, kamu tidak ingin mengangkatnya.” Prof. John berjalan mendekati Aurora. Dia menatap Aurora secara lekat.Aurora terdiam. Dia melewati prof.
William bergegas menuju rumah sakit saat Aurora menghubuginya. William mempercepat langkahnya menyusuri lorong rumah sakit. Dia menuju kamar utama yang dipesan khusus untuk keluarga Keller.Aurora menoleh ke arah pintu saat suara William begitu jelas terdengar. Lelaki itu segera berlari dan memeluk Maya yang masih terbaring lemas. Aurora menghela napas lega. Akhirnya dia bisa pulang untuk istirahat.“Apa yang terjadi?” William menoleh ke arah Aurora. Dia menunggu jawab lelaki itu saat ini.“Aku dan Margaret menemukan nona Maya pingsan, kami tidak tahu apapun.” Aurora menarik jacket miliknya dan mengenakannya.“Tuan William, aku ingin pulang.”“Aku lelah, sepertinya tuan William akan di sini.” Aurora bergegas keluar dari dalam kamar itu. Aurora menatap Margaret yang masih berdiri bagaikan patung. Perempuan paruh baya itu tidak henti-hentinya menangis dan membuat Aurora semakin bingung. Apa dia seorang pelayan yang begitu setia? Pikirnya.“Margaret, apakah ingin pulang bersamaku?”“Edwa
William bergegas menuju rumah sakit saat Aurora menghubuginya. William mempercepat langkahnya menyusuri lorong rumah sakit. Dia menuju kamar utama yang dipesan khusus untuk keluarga Keller.Aurora menoleh ke arah pintu saat suara William begitu jelas terdengar. Lelaki itu segera berlari dan memeluk Maya yang masih terbaring lemas. Aurora menghela napas lega. Akhirnya dia bisa pulang untuk istirahat.“Apa yang terjadi?” William menoleh ke arah Aurora. Dia menunggu jawab lelaki itu saat ini.“Aku dan Margaret menemukan nona Maya pingsan, kami tidak tahu apapun.” Aurora menarik jacket miliknya dan mengenakannya.“Tuan William, aku ingin pulang.”“Aku lelah, sepertinya tuan William akan di sini.” Aurora bergegas keluar dari dalam kamar itu. Aurora menatap Margaret yang masih berdiri bagaikan patung. Perempuan paruh baya itu tidak henti-hentinya menangis dan membuat Aurora semakin bingung. Apa dia seorang pelayan yang begitu setia? Pikirnya.“Margaret, apakah ingin pulang bersamaku?”“Edwa
Cicilia menghela napas panjang. Dia berjalan menuju mobilnya sambil tersenyum menatap Aurora. Cicilia melambaikan tangannya sebelum masuk. Aurora membalas senyuman perempuan cantik itu. Aurora tidak habis pikir, mengapa prof. John tidak menyukai Cicilia?Apa kurangnya gadis itu? Memiliki pekerjaan yang cemerlang dengan kekayaan yang tiada tara. Wajah Cicilia sangat cantik. Bahkan seluruh lelaki akan menyukainya jika bertemu. Tetapi mengapa Prof. John tidak mencintainya?Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia melangkah masuk dan menatap Prof. John yang sudah berada di belakangnya. Lelaki itu memandanginya sambil tersenyum. Aurora spontan menundukan wajahnya ke bawah. Dia tidak mengubris tatapan prof. John. Sesuai keinginan Cicilia, Aurora akan menjauhi prof. John.“Ada apa Aurora? Saya meneleponmu dan sampai sekarang, kamu tidak ingin mengangkatnya.” Prof. John berjalan mendekati Aurora. Dia menatap Aurora secara lekat.Aurora terdiam. Dia melewati prof.
“Bujuklah ayahmu, Joanna.”“Paksa dia agar bisa membantu kita. Aku harus mencari tahu semua ini.” Aurora menatap Joanna. Perempuan berkuncir kuda itu menganggukan kepala.“Kau harus pulang, Aurora. Sudah pukul dua malam. William pasti mencarimu. Bagaimana kalo lelaki itu memukulmu?”“Aku akan mengantarmu pulang.” Joanna menarik tangan Aurora agar mengikutinya. Mereka akan menunggu taksi lebih dahulu.Dring!Aurora membulatkan mata. William sudah menghubunginya sebanyak lima kali dalam satu jam ini. “Mampus!” Aurora memukul kepalanya.“Ada apa?” Joanna menatap Aurora dengan kening berkerut.“William menghubungiku, sepertinya dia akan memarahiku saat ini. Ah, sial!” Aurora mengangkat telepon itu. Dia meletakkan jemarinya di bibir memberikan isyarat agar Joanna tidak berbicara.“Hallo tuan William.”“Kau di mana?” sergapnya kemudian. Aurora menghela napas panjang. Joanna masuk ke dalam taksi yang berhenti tepat di depan mereka. Aurora mengikutinya dari belakang.“Aku di luar, aku akan p
Aurora mengikuti langkah kaki Joanna menyusuri beberapa bangunan bertingkat. Kota Nevada sangat ramai apalagi pada malam hari. Joanna meletakkan jemarinya tepat di depan Aurora dan menyuruh sahabatnya itu untuk diam.“Jangan berisik!” perintahnya. Aurora mengangukan kepala. Mereka masuk ke dalam salah satu tempat clubbing yang terkenal di daerah Rockstarcrawls Las Vegas. Aurora menatap sekelilingnya. Terlalu naif dirinya. Selama hidup di dunia 21 tahun, Aurora belum pernah ikut ke dalam club malam.“Jonna, apa ayahmu di sini?”“Ayahku bartender di sini, apa kamu tidak tahu?”“Oh Aurora, apa kamu jangan-jangan tidak pernah ke Rockstarcrawls?” Bola mata Joanna melebar memandangi Aurora. Bahkan seluruh pelancong yang berada di Nevada akan mengunjungi Rockstarcrawls.Aurora menggelengkan kepala. Joanna menghela napas panjang. “Kamu ke mana saja, Aurora? Jangan bilang kalo kau tidak pernah ikut clubbing?” selidiknya.“Ayahku masih mengikuti budaya timur, aku tidak pernah dizinkan untuk iku
Cicilia menatap Roy dengan pandangan serius. Cicilia sudah membuat janji kepada lelaki itu untuk bertemu secara khusus. Cicilia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.“Dia mencintai perempuan lain,” jawab Roy pelan. Cicilia menyeka air matanya. Dia memandangi Roy dengan tajam.“Siapa?”“Bukankah prof. John sangat mencintaiku?” Bola mata Cicilia berkabut. Roy menghela napas panjang.“Cicilia, prof. John kembali ke Nevada demi mengejar perempuan itu. Seluruh hidupnya untuk Aurora.”“Jadi, perempuan itu bernama Aurora?” sergap Cicilia segera. Roy menganggukan kepala.“Dia adalah mahasiswa di kampus. Apa kamu tidak tahu? Prof. John mengejarnya. Namun, perempuan itu adalah simpanan seorang pengusaha.”“Aurora Smith, kau tidak mengenalnya?”Bola mata Roy menyipit memandangi Cicilia. Dia bingung dengan perempuan itu. Cicilia mengerutkan kening. “Anak tuan Smith?” sahutnya takjub. Roy menganggukan kepala secara perlahan.“Aku harus bertemu dengannya.”“Kau bisa mengenalkan
“Kamu mengapa?”“Kok wajahmu terlihat aneh?”“Apa cemburu?”Aurora menunduk ke bawah. Tubuhnya bergetar menahan tangisan. Aurora berusaha menutup wajahnya agar William tidak melihat kesedihan itu.“Kamu cemburu?” ulangnya. Aurora menggelengkan kepala.“Aku tidak pernah cemburu.” Aurora mengusap wajahnya secepat mungkin. “Jalankan saja mobilnya, aku sedang tidak enak badan.”William menghela napas panjang. Dia menjalankan mobil dan bergegas pergi dari rumah prof. John. Aurora berusaha menahan dirinya agar tangisan itu tidak keluar. Sekuat tenaga, dia mengengam tangannya dengan erat.Selama di perjalanan, William terus memandangi Aurora.“Menangis saja.”“Tidak apa-apa, kamu terlalu berharap kepada lelaki itu sih.”“John itu brengsek dan hanya memanfaatkanmu saja. Mana mungkin dia mencintaimu?” William terus berbicara. Aurora hanya bisa menunduk sambil sesekali cegukan.“Sudah, jangan menangis lagi. Aku suamimu.”“Tidak benar jika kamu menangisi lelaki lain,” sambungnya. Aurora tidak be
“Kau yakin Edward tidak akan membongkar hubungan kita?” Dominic mendaratkan ciuman hangat di leher Maya dan membuat perempuan itu merasakan sensasi yang berbeda.“Tentu saja, sayang. Uang akan menutup semuanya,” serunya. Dominic tersenyum. Dia memeluk erat tubuh Maya.“Dominic, hari ini aku tidak punya banyak waktu.”“Aku harus pulang, sepertinya William tidak akan mencurigai hubungan kita. Ah, rasanya ini sangat menyenangkan sekarang.”“Tuan Damian tidak mengawasiku, dia sibuk dengan bisnis barunya di Asia dan William mulai percaya lagi denganku.” Maya melingkarkan tangannya di leher Dominic. Dia merapatkan tubuhnya ke arah lelaki itu.Dominic menghela napas lega.“Apa kau tidak ingin merayakan ini?” Satu kecupan mendarat di leher Maya lagi dan membuat perempuan itu mendesah pelan. Maya melepaskan tangannya dan berjalan menjauh dari tubuh Dominic. Maya takut jika Dominic melanjutkan permainanya.“Ah, aku harus pulang.”Maya berjalan ke depan sebuah lemari yang besar. Dia memandangi wa
Setiap pagi, Aurora sangat suka duduk di depan rumah milik William. Musim salju hampir saja berlalu berganti dengan musim semi. Tumbuhan akan bermekaran dengan indah. Musim semi selalu menjadi musim yang sangat disukai ayahnya. Musim semi selalu disebut musim bunga. Bunga yang indah akan bermekaran dan membuat suasana hati menjadi nyaman.“Kamu di sini?” Aurora spontan menoleh ke belakang. Lelaki itu perlahan berjalan dan duduk di samping Aurora.“Hari ini, ada jadwal senam untuk ibu hamil. Apa kamu mau mengantarku?”“Wartawan tidak akan menyerbu kita lagi, bukankah kamu sudah menjelaskan semuanya kepada mereka?”“Ah, kamu tidak pernah berpikir panjang, tuan William. Penjelasanmu bahkan membuatku menjadi malu. Sekarang, seluruh mahasiswa melihatku dengan pandangan jijik.”“Hanya demi uang, aku melakukan ini.”Aurora tertunduk ke bawah dia memeluk kedua lututnya. William menghela napas panjang. Dia kemudian mengengam tangan Aurora dengan pelan.“Apa Maya melukaimu?” tanyanya.“Kamu mel
“Tuan Dominic?” bola mata Prof. John membulat sempurna. Cicilia dengan senyum khasnya menganggukan kepala.“Ya, ada apa John?”“Bukankah ini sesuatu yang biasa?”“Mengapa wajahmu terlihat kaget seperti itu?”“Oh, yah, selama di Nevada ini, kau sudah memiliki kekasih?” Cicilia mendekatkan wajahnya dan membuat prof. John spontan memundurkan tubuhnya. Cicilia tertawa melihat reaksi prof. John.“Kamu tidak berubah, John. Masih saja seperti ini,” sahut Cicilia. Tangannya menyentuh pundak tangan prof. John. Secepat kilat, prof. John menepis pegangan tangan perempuan itu. Cicilia menatap prof. John. Dia mengerutkan kening.“Kau tidak tertarik lagi denganku?”“Apa aku sudah begitu melukaimu?”Prof. John menggelengkan kepala. Dia menyeruput kopi hitam yang ada di depannya. Cicilia sangat suka wajah prof. John yang tampak malu-malu. Lelaki itu masih saja sama. Selalu takut dengan perempuan.“Aku hanya tidak ingin berurusan lebih jauh, Cicilia.”“Apa masih ada keperluanmu di kampus ini?” Prof. J