Share

Part 39

Author: Khanna
last update Last Updated: 2021-11-24 17:52:46

“Oh ya? Alis seneng dong, kalau lagi sama bu guru.” Sekilas aku melihatnya, karena saat ini sedang menyetir mobil.

“Seneng banget dong, Pi. Bu guru baru sih, tapi Alis sudah seneng sama dia, Pi. Baik banget.”

Nada bicaranya yang manja, membuatku menjadi tersenyum-senyum sendiri. Meski Alis berbeda dari anak seusianya, tetapi dia tetap merasakan kebahagiaan seperti yang lainnya. Setiap harinya selalu ceria. Semoga hal baik seperti ini akan terus dirasakan olehnya sampai kapan pun. Andai saja, Faniza masih hidup, dia pasti akan sangat bahagia melihat anak gadisnya yang tumbuh cantik dan pintar seperti sekarang ini.

Sejak kematian Faniza, aku menutup diri dari wanita lain. Hidupku fokus hanya untuk mengurus Alicia saja. Rasa cinta itu mungkin ikut mati bersama dengan kepergiannya untuk selamanya. Alasanku masih berdiri kokoh di dunia ini, hanya karena malaikat kecilku. Dia masih sangat membutuhkanku. Tentu saja, aku pun harus bisa sekuat baj

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Cinta yang Salah   Part 40

    “Apa mungkin ini orang yang sama? Ah … kayaknya bukan. Eh tunggu, kayaknya aku pernah lihat orang ini, tapi di mana ya?” Isi di dalam kepalaku kembali memutar waktu ke belakang.“Oh iya, wanita di dekat lampu merah yang nolongin orang gila itu, iya ini kayaknya orang yang sama. Hmm, alamatnya di mana?”Aku pun membaca keterangan yang ada di dalamnya. Justru salah fokus tentang status perkawinannya. Di sana tertulis cerai hidup. Artinya saat ini wanita pemilik dompet ini adalah seorang janda. Aku yakin, orang ini bukan bu gurunya Alicia. Salah aku juga terlalu cuek dengan lingkungan sekolahnya anak gadisku. Dengan bu gurunya saja tidak mengenalnya. Apalagi posisinya sebagai guru baru.“Aku simpan dulu, tunggu sampai besok. Kalau nggak ada yang mencarinya, terpaksa aku yang harus mengembalikannya.”Dompet itu kusimpan di dalam laci meja kantor. Aku pulang malam. Jadi, tidak enak saat akan datang ke rumah jand

    Last Updated : 2021-11-26
  • Cinta yang Salah   Part 1

    Brak!Pintu kamar dibuka paksa oleh seseorang.“Apa-apaan ini! Beraninya kamu berbuat seperti ini dengan pacarku! Br*ngs*k!” umpat laki-laki itu.Aku bergeming dan melihat ke arah laki-laki tersebut. Sedangkan wanita yang tengah memadu kasih denganku, bergegas bangkit dan mencari pakaian untuk menutupi tubuh indahnya. Ia tak mengenakan seutas benang pun.“Kamu ini ya, dasar wanita j*l*ng! Beraninya menghianatiku!” Dia menunjuk wanita yang kini mulai menutupi bagian indahnya.“Heh! Kenapa membuka kamar orang sembarangan kayak gini? Ganggu orang saja! Lagi asik-asiknya malah kamu datang mendobrak p

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta yang Salah   Part 2

    “Eh tuh, sudah ada Faniza. Hmm … sebenarnya kalian pacaran atau gimana sih, Dan? Nggak jelas banget. Coba dong ditembak kalau kamu suka sama dia. Jadi laki jangan cemen dong.”Nara menunjuk seorang wanita yang tengah duduk menantiku di motor. Aku dan Nara sudah hampir sampai di tempat parkir.“Tanpa pacaran,aku dan dia sudah sering melakukannya kok. Hahaha. Sana pergi, jangan mengganggu waktuku dengannya. Kami akan bersenang-senang.” Aku mengusir Nara, itu sudah biasa kulontarkan sebagai candaan.“Ya, ya, ya … hidupmu terlalu sempurna, Dan. Sialan! Hahaha. Kalau ada apa-apa, kamu harus bertanggung jawab, Dan.”Dia mengatakannya sambil pergi k

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta yang Salah   Part 3

    “Ay, bangun. Mandi dulu.” Aku mendekatinya dan beberapa kali mendaratkan bibir di telinganya.Saat ditinggal mandi, ternyata dia terlelap tidur. Aku sengaja membiarkannya untuk beberapa saat dan hanya melihat paras cantiknya yang sedang tertidur. Karena hari sudah semakin gelap, akhirnya aku membangunkannya.“Dan, geli. Iya, aku bangun.”Tangannya kembali menyingkirkan wajahku, namun aku tetap saja melakukannya.“Hehehe. Dan, sudah dong. Aku geli,” ucapnya lagi, menolak perbuatanku.“Bangun dong, Ay. Mandi sana. Aku mau kamu.”

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta yang Salah   Part 4

    Jari telunjuk langsung kuletakkan di bibir, agar Faniza tidak lagi mengeluarkan suaranya yang cukup nyaring.“Siapa? Ibumu?” tanya Faniza dengan suara berbisik. Aku mengangguk.“Dan, halo? Ada apa, Dan? Tadi siapa? Apa ada perempuan di kamarmu?”Aku menepuk keningku. Susah payah selama ini aku berbohong, apa hari ini akan terbongkar semuanya? Kebohonganku akan sia-sia?“Hehe, bukan, Bu. Itu suara temanku di kamar sebelah.” Entahlah, ibu akan percaya atau tidak.“Lho, bukannya kamu ngekos di kosan laki-laki? Kenapa ada suara perempuan? Tadi Ibu dengar dia memanggilmu, Dan. Apa Ibu sala

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta yang Salah   Part 5

    “Ay, kamu selalu membuatku kewalahan. Ahh … nikmat sekali hidup ini. Hidupku sempurna saat denganmu, Ay.”Faniza tidur di sebelahku. Lenganku dijadikan bantalan kepalanya. Jari-jemariku membelai mesra rambutnya yang berantakan. Sisa aktivitas kami bersama.Kamarku menjadi seperti kapal pecah. Handuk dan pakaianku berserakan di lantai. Beberapa tissue bekas tergeletak sembarangan di sana.Benda lentur seperti balon pun kubuang begitu saja setelah mengenakannya. Tidak kupikirkan jika benda cair di dalamnya akan tumpah berceceran. Akan dibersihkan nanti, jika sudah ada kemauan. Saat ini waktunya kami beristirahat untuk sejenak. Mungkin saja, nanti aku menginginkannya lagi.“Kamu capek ya, Ay?” tanyaku lagi.

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta yang Salah   Part 6

    “Halo Ra, aku mau ke kosanmu. Kamu jangan pergi-pergi dulu. Awas kalau nanti aku sampai di sana, kamunya nggak ada!”Aku menelepon Nara setelah keluar dari kamar mandi. Dadaku belum terbalut oleh kain. Hanya handuk yang menutupi bagian bawah saja.“Mau ngapain ke sini? Tumben banget. Nggak sama cewek-cewek? Biasanya kuajak pergi selalu ditolak mentah-mentah. Ada saja wanita yang datang ke kamarmu.” Nara menjawabnya dari ujung sambungan.“Hah! Aku lagi males sama mereka. Aku mau tanya pendapat sama kamu, Ra.”Aku meletakkan ponsel di nakas dan meninggikan volume suara. Tanganku sibuk mencari baju untuk dipakai.“Haha. Tumben-tumbennya nih. Iya cepat sini. Aku jadi penasaran. Zidan, laki-laki yang katanya sempurna ini bisa galau juga. Hahaha.”“B*cotmu!

    Last Updated : 2021-09-29
  • Cinta yang Salah   Part 7

    Sarapan di piring sudah ludes masuk ke dalam perut. Nara yang kembali membereskan segalanya. Piring kotor dan sampah ia letakkan di tempat semestinya.“Kamu mau ngomong apa, Dan? Aku penasaran banget.” Dia mendekatiku.Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Semoga setelah aku berbicara kepada Nara akan ada kesimpulan dan solusi terbaik.“Tentang Faniza, Ra. Aku mau menikahinya, tapi dia selalu menolak. Aku bingung, padahal wanita lain ingin sekali menikah denganku. Ini malah ditolak terus.” Raut wajahku mendadak sayu.“Ngapain menikah? Kalian sudah biasa berhubungan badan ‘kan? Hahaha.” Nara justru meledekku. Keningnya pun mengernyit. Dasar memang.“Jangan gitu dong. Tau sendiri kan, pekerjaan Faniza kayak apa? Aku mau dia berhenti dari dunianya yang suram itu. Aku mau semua milikny

    Last Updated : 2021-10-01

Latest chapter

  • Cinta yang Salah   Part 40

    “Apa mungkin ini orang yang sama? Ah … kayaknya bukan. Eh tunggu, kayaknya aku pernah lihat orang ini, tapi di mana ya?” Isi di dalam kepalaku kembali memutar waktu ke belakang.“Oh iya, wanita di dekat lampu merah yang nolongin orang gila itu, iya ini kayaknya orang yang sama. Hmm, alamatnya di mana?”Aku pun membaca keterangan yang ada di dalamnya. Justru salah fokus tentang status perkawinannya. Di sana tertulis cerai hidup. Artinya saat ini wanita pemilik dompet ini adalah seorang janda. Aku yakin, orang ini bukan bu gurunya Alicia. Salah aku juga terlalu cuek dengan lingkungan sekolahnya anak gadisku. Dengan bu gurunya saja tidak mengenalnya. Apalagi posisinya sebagai guru baru.“Aku simpan dulu, tunggu sampai besok. Kalau nggak ada yang mencarinya, terpaksa aku yang harus mengembalikannya.”Dompet itu kusimpan di dalam laci meja kantor. Aku pulang malam. Jadi, tidak enak saat akan datang ke rumah jand

  • Cinta yang Salah   Part 39

    “Oh ya? Alis seneng dong, kalau lagi sama bu guru.” Sekilas aku melihatnya, karena saat ini sedang menyetir mobil.“Seneng banget dong, Pi. Bu guru baru sih, tapi Alis sudah seneng sama dia, Pi. Baik banget.”Nada bicaranya yang manja, membuatku menjadi tersenyum-senyum sendiri. Meski Alis berbeda dari anak seusianya, tetapi dia tetap merasakan kebahagiaan seperti yang lainnya. Setiap harinya selalu ceria. Semoga hal baik seperti ini akan terus dirasakan olehnya sampai kapan pun. Andai saja, Faniza masih hidup, dia pasti akan sangat bahagia melihat anak gadisnya yang tumbuh cantik dan pintar seperti sekarang ini.Sejak kematian Faniza, aku menutup diri dari wanita lain. Hidupku fokus hanya untuk mengurus Alicia saja. Rasa cinta itu mungkin ikut mati bersama dengan kepergiannya untuk selamanya. Alasanku masih berdiri kokoh di dunia ini, hanya karena malaikat kecilku. Dia masih sangat membutuhkanku. Tentu saja, aku pun harus bisa sekuat baj

  • Cinta yang Salah   Part 38

    Aku mencoba membuka mata perlahan. Sejenak bergeming, saat mendapati diri ini sedang terbaring di ranjang pesakitan. Sekujur tubuhku terasa sakit. Ingatan ini mencoba untuk lebih fokus dan kembali memutar waktu ke belakang. Apa yang sebenarnya telah terjadi padaku? Kenapa sekarang aku tak berdaya di ruangan bernuansa putih seperti ini?Saat serpihan ingatan itu mulai terkumpul, seketika itu terperanjat dan ingin bangkit dari pembaringan ini. Namun, badanku terasa sangat sakit. Ada seseorang yang melarangku bangun saat menyadari diri ini telah tersadar.“Zidan! Jangan bergerak dulu. Kamu sedang berada di rumah sakit, Dan. Kamu baru saja kecelakaan.” Ibu yang melarang dan seketika mendekatiku. Matanya sembap, mungkin air matanya tak mau berhenti.“Bu! Faniza sama Alicia di mana, Bu? Dia baik-baik saja ‘kan?”Pertama yang akan ditanyakan, tentu tentang istri dan anakku. Aku gusar saat melihat di ruangan ini hanya ada aku seorang

  • Cinta yang Salah   Part 37

    “Mi, bangun, Mi. Ayo kita pergi dari sini. Bangun, Mi.”Saat dini hari, aku sudah berusaha membangunkan Faniza dari tidurnya. Aku berniat pergi meninggalkan rumah ini tanpa permisi. Semua dilakukan agar pernikahanku baik-baik saja. Sudah dipikirkan berapa kali pun, tetap saja aku tidak ingin meninggalkannya. Cinta ini buta hanya untuk Faniza seorang.“Pi, kenapa kamu sudah membangunkanku sepagi ini?” Faniza mengerjap dan berusaha duduk di sampingku.“Mi, ayo kita pergi dari sini, Mi. Aku nggak mau berpisah darimu. Aku sangat mencintaimu, Mi. Ayo, Mi. kita pergi sekarang juga.”Faniza tertegun mendengrakan ucapanku. Matanya membelalak tak percaya. Keningnya pun mengerut.“Kamu gila, Pi? Kita nggak sepatutnya melakukan hal semacam itu, Pi. Kita turuti saja permintaan orang tuamu. Ayah pasti nggak akan menelantarkanku, Pi. Dia baik banget. Apalagi dia tau sekarang aku adalah anak kandungnya. Meski kita berpisa

  • Cinta yang Salah   Part 36

    Saat di dalam mobil, hingga sampai di rumah. Semua membisu. Amarahku sangat membara di dalam dada. Pertanyaanku lagi-lagi belum terjawab seutuhnya. Ada saja yang memotong bagian terpenting itu. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Kenapa juga harus aku yang menanggung perbuatan mereka. Sangat tidak adil.“Yah. Jelaskan sekarang juga.”Kami baru saja memasuki rumah. Namun, rasa penasaran di dalam dada ini sudah tidak tertahankan lagi.“Baik, Dan. Kita duduk dulu di sana. Kita bicarakan baik-baik.”Ayah menunjuk ke ruang keluarga yang cukup luas. Kami pergi ke sana dan duduk di tempat masing-masing.“Kamu harus dewasa ya, Dan. Pikirkan baik-baik apa yang seharusnya akan kamu lakukan nanti. Ayah hanya tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kalian.”“Iya, Yah! Katakan sekarang, jangan lama-lama. Aku mau tau semua yang terjadi di masa lalu.”Aku tak sabar dan selalu menekan agar aya

  • Cinta yang Salah   Part 35

    “Mana mungkin kamu menikah sama anaknya mas Lutfan. Kamu nggak boleh menikah sama dia, Faniza. Jangan menikah sama anaknya mbak Salwa. Itu nggak boleh terjadi.”Aku tercengang mendengarnya. Dari mana ibu mertuaku mengetahui nama ibuku? Apa Faniza sudah memberitahukannya?“Bu, kenapa ibu tau nama istrinya ayah mertuaku? Aku belum pernah cerita apa pun sama Ibu ‘kan? Apa Ibu hanya mengarang saja?”Faniza pun heran sepertiku. Alisnya mengerut seolah kepalanya dipenuhi oleh banyak pertanyaan.“Kamu nggak boleh nikah sama dia, Faniza. Itu mas Lutfan, ayahmu.”“Bu! Ibu jangan seperti ini! Ibu itu gila. Jiwa Ibu terganggu. Ibu nggak boleh ngomong seperti ini, Bu. Mereka orang tua suamiku, Bu. Orang tuanya Zidan. Mereka ke sini ingin menjenguk besannya. Iya, Ibu sekarang sudah punya besan, Bu. Ada cucu Ibu juga. Aku sudah punya anak sama Zidan. Namanya Alicia, Bu. Ibu cepat sehat ya? Biar bisa cepat main sama

  • Cinta yang Salah   Part 34

    Perjalanan jauh telah dilewati. Kami memutuskan untuk mencari penginapan di dekat rumah sakit jiwa tempat mertuaku dirawat.Selama perjalanan, Alicia menjadi anak yang pintar. Dia menurut dan tidak rewel. Apa yang aku takutkan tidak terjadi dan Faniza tidak terlalu kelelahan. Aku sangat bersyukur. Saat di penginapan, kami tidur sejenak untuk mengistirahatkan badan dengan benar.“Capeknya sudah lumayan hilang ‘kan? Sudah makan dan membersihkan diri juga. Jadi, kita siap-siap pergi menemui ibunya Faniza sekarang. Jam besuknya sudah buka,” kata Ayah.Saat ini memang sudah hampir pukul sepuluh siang. Padahal niat dari rumah akan pergi membesuk saat masih pagi. Namun, menurut petugas yang ada di rumah sakit jiwa itu, waktu besuk mulai pada waktu siang dan sore hari. Jadi, mau tidak mau kami lebih lama berada di penginapan ini.“Baik, Yah.”

  • Cinta yang Salah   Part 33

    “Ayah sama Ibu mau bicara soal apa?” Aku bertanya membuka percakapan.Kami sudah berkumpul di ruang tengah. Faniza pun ikut duduk di sampingku seraya menggendong Alicia.Ada jeda keheningan yang terjadi. Mereka saling berpandangan dan ada sedikit gerakan mengangguk dari keduanya. Ayah menghela napas sebelum lisannya berkata-kata.“Dan, kapan kalian akan mempertemukan kami dengan ibunya Faniza? Selama kalian menikah, Ayah sama Ibu belum pernah bertemu dengan besan kami itu. Bukankah kita lebih baik bertemu meski hanya sekali? Apa pun keadaannya, kita harus tetap saling bertatap muka dan bersilaturahmi.”Kini giliranku yang saling bertatap dengan Faniza. Memang benar, menikah adalah menyatukan dua keluarga. Jadi, keduanya seharusnya sudah saling bertemu dan menjalin silaturahmi yang baik. Keadaan keluarga Faniza memang berbeda. Dia hanya punya satu orang tua yang masih hidup di dunia. Ya meski keadaannya seperti itu, tetap saja kita

  • Cinta yang Salah   Part 32

    Dari luar ruang bersalin, aku mendengar suara bayi menangis dengan sangat nyaring. Hatiku terenyuh penuh haru. Dada yang tadinya terasa menghimpit, kini mulai lega kembali. Jantungku pun sudah berdetak normal tidak seperti sebelumnya. Tanpa sadar air mata haru sudah merembes membasahi pipi.Sekitar satu jam aku menunggu tangisan itu. Faniza harus melahirkan dengan cara operasi ceasar. Oleh dokter, aku tidak diperkenankan untuk menemaninya agar menjaga kesterilan ruang operasi. Dengan berat hati, aku hanya bisa menunggu di luar sambil berdoa. Akhirnya, statusku kini sudah berubah menjadi ayah. Ibu yang berada di sampingku pun ikut saja menangis haru. Ayah juga ikut bersama kami.“Alhamdulillah, akhirnya Faniza sudah melahirkan anaknya, Yah,” kata ibu kepada ayah sambil menghapus air mata.“Iya, Bu, Alhamdulillah cucu kita sudah lahir.”“Tapi, Yah ….”“Sstt, sudah, Bu. Kita bicarakan nanti saja, menung

DMCA.com Protection Status