Home / Romansa / Cinta posesif sang CEO / Bab I Aku ingin bercerai

Share

Cinta posesif sang CEO
Cinta posesif sang CEO
Author: luscie

Bab I Aku ingin bercerai

Author: luscie
last update Last Updated: 2025-02-21 12:03:15

“Aku ingin bercerai,”suara Oliver memecah heningnya malam saat Emily bersiap tidur. 

Emily tertegun. Merasa ada yang salah dengan pendengarannya barusan. “Kau bilang apa?”

“Aku ingin bercerai, Em,”tegas Oliver. Kali ini suaranya tak lagi terbata.

Emily bangkit dan berjalan di sisi lain tempat tidur, mendekati Oliver yang duduk di tepi ranjang.

“Apa maksudmu?”

Oliver mendongak, menatap Emily dengan perasaan bercampur aduk.

“Ibu memintaku bercerai. Dan aku mendukung keputusannya.”

“Kita yang menikah, kenapa ibumu juga ikut campur?”Emily menahan suaranya yang hampir berteriak.

“Orang tuaku ingin mempunyai keturunan, dan kamu tidak bisa memberikannya.”

“Aku?”tanya Emily tak percaya dengan kalimat yang diucapkan Oliver barusan. “Koreksi kalimatmu, Oliver. Yang benar adalah kita tidak bisa memberikan keturunan.”Emily memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Tidak sekali ini ia mendengar Nyonya Edith, ibu Oliver menuduhnya mandul karena dirinya tak kunjung hamil.

“Aku lelaki sehat, Em.”

“Aku juga wanita sehat. Lihatlah!Aku masih punya tenaga berdebat denganmu meski seharian ini aku kerja dobel shift. Bagaimana denganmu?Apa yang kau lakukan seharian ini?”tanya Emily meradang.

“Cukup!Kau selalu merendahkanku. Aku sedang berusaha mencari pekerjaan.”

“Sudah berapa lama kau melakukannya?”tanya Emily dengan pandangan menantang. “Sejak dua tahun pernikahan kita, kan?”

“Setidaknya aku telah berusaha.”

Emily mendengus. “Seminggu ini kau selalu keluar bersama teman-temanmu. Hang out di pub sampai menjelang pagi. Aku kerja mati-matian memenuhi kebutuhan hidup kita, sementara kamu mengejar kesenanganmu sendiri.”

“Ya, Emily! Itulah yang memang kuinginkan selama ini,” Oliver bangkit berdiri, mensejajarkan pandangan dengan Emily. “Ya Tuhan Em, Aku bosan hidup seperti ini. Kita harus berhemat makan, berhemat liburan, berhemat tidak keluar bersenang-senang. Dan aku bosan tiap hari selalu bertengkar denganmu. Aku muak!”

Tiba tiba saja tenggorokan Emily terasa tercekat dan matanya memanas. Dirinya telah berkorban banyak tetapi mengapa itu belum cukup?Dia sudah mengorbankan masa depannya. Mengorbankan studinya di sebuah universitas ungggulan demi menikah dengan Oliver. Emily juga mengorbankan perasaan ayah dan ibunya yang jelas kecewa melihatnya berhenti kuliah. Tapi apa yang didapatkannya sekarang?

“Baiklah, ”ucap Emily akhirnya. Ia segera mengusap kasar air mata yang hampir menetes di pipinya. Pertengkaran seperti ini memang kerap terjadi. Sejak tahun pertama pernikahan mereka. Sebagian besar pemicu pertengkaran adalah karena uang. Oliver berasal dari keluarga kaya. Ia terbiasa hidup berkecukupan. Sejak ia nekat menikahi Emily, Tuan Henry, ayah Oliver, pemilik Unity corp, memblokir akses keuangan Oliver. Sejak saat itu Oliver harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.  Emily lebih mudah mendapatkan pekerjaan meski hanya berbekal ijazah sekolah menengah. Ia tidak gengsi bekerja sebagai waitress ataupun tukang cuci piring di sebuah tempat makan. Sementara Oliver beberapa kali harus berganti pekerjaan. Menjadi sales mobil, pengantar pizza. Tapi Oliver lebih sering menganggur. Ia tak tahan bekerja dalam tekanan. Oliver tak suka  diperintah orang lain. Karena dalam hidupnya ia terbiasa memerintah.“Kurasa memang sudah cukup pertengkaran kita selama ini, aku juga sudah lelah. Keluarlah.”Emily enggan menatap Oliver. Pria itu beranjak pergi.

Emily terduduk di lantai kamar. Dadanya terasa nyeri. Emily berkali kali menghela nafas panjang berusaha meredakan sesak di dadanya. Sakit. Sungguh sakit rasanya diputus sepihak seperti ini. Semudah itukah rasa cinta bisa menghilang dalam diri Oliver?Lelaki menawan yang di kenalnya saat awal-awal kuliah dulu. Oliver begitu ramah, cerdas dan tampan, meratukan dirinya hingga Emily mabuk kepayang. Dan disinilah ia sekarang. Patah hati dan hancur.

Dengan langkah gontai Emily mengambil koper di dalam lemari. Mengemasi pakaian yang hanya segelintir. Terseok dirinya mendorong koper keluar kamar. Ada Oliver di sana. Duduk di sofa ruang tengah. 

“Aku saja yang pergi,”Oliver menatap Emily yang tengah mendorong koper.

“Kirim saja surat perceraiannya. Akan segera kukembalikan setelah kutanda tangani.”Tanpa menoleh lagi, Emily beranjak pergi dari apartemen sempit yang mereka sewa sejak dua tahun ini.

Dengan pikiran kacau Emily memutuskan untuk tinggal sementara di sebuah flat kecil di pinggir kota. Harga sewanya lebih murah dari apartemen yang ia sewa bersama Oliver. Jaraknya juga lumayan dekat dengan tempat kerjanya selama ini. Ia hanya perlu berjalan kaki sebentar untuk sampai di sana.

Emily mulai mengeluarkan pakaian dari dalam koper dan menyibukkan diri menata ruangan. Tapi pikirannya kembali kacau. Ia terduduk di lantai kamar. Menenggelamkan wajah di antara kedua tangannya dan kembali menangis tersedu. Jika saja ia tahu kalau patah hati akan sesakit ini, ia takkan pernah mau jatuh cinta. Oliver cinta pertamanya. Dan lelaki itu dengan tega telah mendorongnya ke jurang kehancuran. Bagaimana ia bisa menghadapi hari esok?

Related chapters

  • Cinta posesif sang CEO   Bab II Pulang

    Bab II Pulang Dua bulan telah berlalu. Emily mengira jika waktu akan menyembuhkan rasa sedihnya. Tapi itu hanya teori belaka. Ia semakin terpuruk. Ia tidak konsentrasi bekerja. Sering melamun dan menangis tanpa sebab. Beberapa kali ia melakukan kesalahan hingga dengan berat hati dan merasa tahu diri, Emily memilih berhenti bekerja. Dengan tabungan tersisa beberapa dolar ia hanya bisa bertahan sebulan saja. Akhirnya ia memilih pulang. “Sayang, apa yang terjadi?”Nyonya Aldera, ibu Emily terkejut menerima kedatangan Emily malam itu. Wanita tua itu memeluk putri sulungnya dan tanpa kata Emily kembali menangis. “Ayo, masuklah.”Nyonya Aldera paham akan situasi Emily dan menahan diri untuk tidak bertanya sampai Emily kembali tenang. Robert Patterson, ayah Emily, yang masuk dari arah belakang rumah tampak khawatir melihat Emily yang kini duduk di kursi dapur. “Sayang, ada apa?Apa kamu baik-baik saja?” Nyonya Aldera memberi isyarat pada suaminya untuk berhenti bicara. Emily memeluk ayahnya

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab III Meninggalnya Tuan William Walker

    Upacara pemakaman Tuan William Walker, pendiri sekaligus CEO Weston Corp, telah berakhir hampir satu jam yang lalu. Perwakilan tiap divisi yang diundang menghadiri upacara pemakaman, secara rombongan mulai berdatangan di kantor pusat Weston Corp, begitu pula dengan Paula Meyer, Wanita itu masuk di ruangannya dengan mata sembab. Kepergian mendadak presdir dari Weston Corp itu memang menyisakan kesedihan yang mendalam bagi seluruh karyawan di Weston Corp “Aku tak menyangka tuan William sudah pergi. Padahal kemarin lusa aku masih sempat ngobrol dengannya,”ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Dia orang yang sangat baik.”Paula duduk di kursi Emily, bawahannya yang sedari tadi berdiri memperhatikan. ‘’Nyonya Averie sangat terpukul,”ucap Paula parau. Paula tengah membicarakan istri kedua tuan William. Cali dan Abigail, yang duduk di kursinya masing-masing hanya menatap sendu. Tuan William memang orang yang baik, sebagai pemimpin, dia juga dikenal dengan sifatnya yang ramah dan bijaksana. P

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab IV Sang CEO Baru

    Dua minggu telah berlalu sejak meninggalnya tuan William Walker. Tampuk kepemimpinan masih kosong. Rapat direksi telah digelar seminggu yang lalu akan tetapi hasil rapat yang dihadiri juga oleh pengacara keluarga dan Nyonya Averie serta James tetap dirahasiakan. Pagi ini tepat pukul 09.00 waktu setempat. Weston Corp menjadi heboh. Sang CEO baru telah datang. “Mr Jonathan?”Roger, staff purchasing menerima telepon dari salah satu temannya di front office lantai 1. “Dia sudah datang?” “Apakah yang tadi bertemu denganku di lift?”Si cantik Elora menutup mulutnya terkejut. “Kukira tadi aku bertemu model baru untuk iklan kita. Sumpah!Dia sangat tampan!” Jika Elora berani bersumpah dengan apa yang telah dilihatnya, berarti kenyataannya adalah melebihi yang dibayangkan. Sangat tampan bisa jadi luar biasa tampan. “Ooh, kenapa aku tidak datang terlambat saja tadi,”seru Emelia. “Seberapa tampan mr Jonathan?Bagaimana dengan Axel?”tanya Ainsley menyebut salah satu model terbaru yang membi

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   BAB V Pertemuan

    Tersisa lima belas menit lagi bagi Emily untuk menyelesaikan penataan ruang rapat untuk tim pemasaran. Emily memastikan lagi semua meja telah terisi dengan beberapa alat tulis dan botol air mineral. Memeriksa panel kontrol proyektor untuk menyesuaikan dengan layar. Emily juga menambah pengharum ruangan sesuai permintaan Caleb. Dari arah belakang terdengar suara pintu terbuka. “Kurang lima belas menit lagi Cal. Biarkan aku bekerja dengan tenang,”ujar Emity tanpa menoleh. Siapa lagi manusia usil di perusahaan ini yang ketagihan untuk mengganggunya. Tak ada jawaban. Tumben. Emily menoleh. Dan demi Tuhan!Ada jelmaan dewa Apollo, melewatinya dengan tubuh berbalut jas dan kemeja berkerah. Rambutnya cokelat emas, matanya sempat menatap Emily beberapa detik sebelum mengarahkan pandangan ke meja paling ujung ruangan. Seumur hidupnya, Emily tidak pernah menemukan mata abu abu seindah itu. Dengan gugup, Emily berusaha mengembalikan kesadaran, ia mengamati kertas yang diberikan Caleb padanya.

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   BAB VI Terima Kasih Saja Tidak Cukup

    Setelah kejadian terjebak lift sabtu malam, tampaknya semua baik-baik saja. Emily memperhatikan semua petugas keamanan tetap bertugas seperti biasa. Tak ada berita menghebohkan seperti pemecatan atau apapun. Semua tenang terkendali seakan tidak pernah ada insiden lift macet. Hingga dua pekan berlalu, saat di Jumat sore menjelang usai jam kantor, sebuah telepon dari sekretaris CEO meminta Emily untuk menghadap sang bos. “Aku?apakah beliau tidak memberitahumu tentang apa?”tanya Emily kuatir. Dua minggu ini ia melakukan pekerjaannya dengan baik, tak ada complain dari divisi lain. “Tidak ada nona Emily, tuan Jonathan hanya memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang,”Ernetta, sekretaris CEO menjawab singkat. “Baiklah, aku segera kesana.” Emily melangkah bergegas ke lantai 12, letak ruangan CEO berada. Dia hanya dua kali berkesempatan mengunjungi lantai 12 yang memang dkhususkan hanya untuk kantor CEO dan sekretarisnya. Ruangan itu begitu megah dan mewah. Di meja sekretaris, Ernetta

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab VII. Jonathan dan Emily

    Sudah hampir sebulan ini, Jonathan sering meminta bantuan Emily untuk menemaninya menghabiskan waktu luang di akhir pekan. Entah sudah berapa puluh alasan yang diberikan Jonathan hingga Emily tak bisa menolaknya. Hanya untuk sekedar jalan di taman kota, menemaninya berbelanja pakaian atau menikmati sunset di Pantai. Sebuah pesan pendek masuk di layar ponsel Emily. Dari Jonathan. “Aku jenuh, temani aku ke café malam ini” Emily melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Pukul 18.00. Harusnya satu jam yang lalu waktu kantor telah berakhir. Tapi ia harus lembur menyelesaikan laporan stok asset untuk persiapan audit akhir tahun. Emily mengetik pesan balasan “Aku harus lembur” Sesaat kemudian Jonathan mengetikkan sesuatu. “Siapa saja yang lembur di ruanganmu?” Meski satu divisi, tapi job desk pekerjaan Emily berbeda dengan Cali dan Abigail, jadi malam ini ia hanya sendiri. “Aku sendirian.” Tak ada jawaban. Emily merasa Jonathan memaklumi kesibukannya dan takkan tega menggan

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab VIII Pertemuan tak terduga

    Pagi ini waktu terasa berjalan lambat. Emily duduk di samping ibunya, di ruang tunggu Harlem Hospital Center. Sang ayah, tuan Robert Patterson harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas. Emily mengirim pesan kepada Paula Meyer jika dirinya tidak masuk kerja. Dan Paula mengijinkan.Nyonya Aldera menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. Emily mempererat genggaman tangannya. “Ayah akan baik-baik saja.”“Kuharap begitu, Em. Penyakit ginjal ayahmu sudah kronis. Dokter bilang ini sudah stadium akhir. “Emily mengangguk. “Tapi kita tidak boleh menyerah,bu.”“Tidak akan pernah. Aku akan berjuang bersamanya.”Emily memeluk bahu ibunya. Mencium sisi wajah Nyonya Aldera. Berusaha memberikan kekuatan. “Ibu tidak sendiri. Aku dan Eden akan berjuang demi ayah.”Nyonya Aldera tersenyum samar. Menatap lalu lalang pengunjung rumah sakit yang berseliweran di sepanjang koridor. Saat menjelang sore hari sebuah pesan pendek muncul di ponsel Emily. Dari Jonathan.“Kudengar ayahmu

    Last Updated : 2025-02-28

Latest chapter

  • Cinta posesif sang CEO   Bab VIII Pertemuan tak terduga

    Pagi ini waktu terasa berjalan lambat. Emily duduk di samping ibunya, di ruang tunggu Harlem Hospital Center. Sang ayah, tuan Robert Patterson harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas. Emily mengirim pesan kepada Paula Meyer jika dirinya tidak masuk kerja. Dan Paula mengijinkan.Nyonya Aldera menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. Emily mempererat genggaman tangannya. “Ayah akan baik-baik saja.”“Kuharap begitu, Em. Penyakit ginjal ayahmu sudah kronis. Dokter bilang ini sudah stadium akhir. “Emily mengangguk. “Tapi kita tidak boleh menyerah,bu.”“Tidak akan pernah. Aku akan berjuang bersamanya.”Emily memeluk bahu ibunya. Mencium sisi wajah Nyonya Aldera. Berusaha memberikan kekuatan. “Ibu tidak sendiri. Aku dan Eden akan berjuang demi ayah.”Nyonya Aldera tersenyum samar. Menatap lalu lalang pengunjung rumah sakit yang berseliweran di sepanjang koridor. Saat menjelang sore hari sebuah pesan pendek muncul di ponsel Emily. Dari Jonathan.“Kudengar ayahmu

  • Cinta posesif sang CEO   Bab VII. Jonathan dan Emily

    Sudah hampir sebulan ini, Jonathan sering meminta bantuan Emily untuk menemaninya menghabiskan waktu luang di akhir pekan. Entah sudah berapa puluh alasan yang diberikan Jonathan hingga Emily tak bisa menolaknya. Hanya untuk sekedar jalan di taman kota, menemaninya berbelanja pakaian atau menikmati sunset di Pantai. Sebuah pesan pendek masuk di layar ponsel Emily. Dari Jonathan. “Aku jenuh, temani aku ke café malam ini” Emily melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Pukul 18.00. Harusnya satu jam yang lalu waktu kantor telah berakhir. Tapi ia harus lembur menyelesaikan laporan stok asset untuk persiapan audit akhir tahun. Emily mengetik pesan balasan “Aku harus lembur” Sesaat kemudian Jonathan mengetikkan sesuatu. “Siapa saja yang lembur di ruanganmu?” Meski satu divisi, tapi job desk pekerjaan Emily berbeda dengan Cali dan Abigail, jadi malam ini ia hanya sendiri. “Aku sendirian.” Tak ada jawaban. Emily merasa Jonathan memaklumi kesibukannya dan takkan tega menggan

  • Cinta posesif sang CEO   BAB VI Terima Kasih Saja Tidak Cukup

    Setelah kejadian terjebak lift sabtu malam, tampaknya semua baik-baik saja. Emily memperhatikan semua petugas keamanan tetap bertugas seperti biasa. Tak ada berita menghebohkan seperti pemecatan atau apapun. Semua tenang terkendali seakan tidak pernah ada insiden lift macet. Hingga dua pekan berlalu, saat di Jumat sore menjelang usai jam kantor, sebuah telepon dari sekretaris CEO meminta Emily untuk menghadap sang bos. “Aku?apakah beliau tidak memberitahumu tentang apa?”tanya Emily kuatir. Dua minggu ini ia melakukan pekerjaannya dengan baik, tak ada complain dari divisi lain. “Tidak ada nona Emily, tuan Jonathan hanya memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang,”Ernetta, sekretaris CEO menjawab singkat. “Baiklah, aku segera kesana.” Emily melangkah bergegas ke lantai 12, letak ruangan CEO berada. Dia hanya dua kali berkesempatan mengunjungi lantai 12 yang memang dkhususkan hanya untuk kantor CEO dan sekretarisnya. Ruangan itu begitu megah dan mewah. Di meja sekretaris, Ernetta

  • Cinta posesif sang CEO   BAB V Pertemuan

    Tersisa lima belas menit lagi bagi Emily untuk menyelesaikan penataan ruang rapat untuk tim pemasaran. Emily memastikan lagi semua meja telah terisi dengan beberapa alat tulis dan botol air mineral. Memeriksa panel kontrol proyektor untuk menyesuaikan dengan layar. Emily juga menambah pengharum ruangan sesuai permintaan Caleb. Dari arah belakang terdengar suara pintu terbuka. “Kurang lima belas menit lagi Cal. Biarkan aku bekerja dengan tenang,”ujar Emity tanpa menoleh. Siapa lagi manusia usil di perusahaan ini yang ketagihan untuk mengganggunya. Tak ada jawaban. Tumben. Emily menoleh. Dan demi Tuhan!Ada jelmaan dewa Apollo, melewatinya dengan tubuh berbalut jas dan kemeja berkerah. Rambutnya cokelat emas, matanya sempat menatap Emily beberapa detik sebelum mengarahkan pandangan ke meja paling ujung ruangan. Seumur hidupnya, Emily tidak pernah menemukan mata abu abu seindah itu. Dengan gugup, Emily berusaha mengembalikan kesadaran, ia mengamati kertas yang diberikan Caleb padanya.

  • Cinta posesif sang CEO   Bab IV Sang CEO Baru

    Dua minggu telah berlalu sejak meninggalnya tuan William Walker. Tampuk kepemimpinan masih kosong. Rapat direksi telah digelar seminggu yang lalu akan tetapi hasil rapat yang dihadiri juga oleh pengacara keluarga dan Nyonya Averie serta James tetap dirahasiakan. Pagi ini tepat pukul 09.00 waktu setempat. Weston Corp menjadi heboh. Sang CEO baru telah datang. “Mr Jonathan?”Roger, staff purchasing menerima telepon dari salah satu temannya di front office lantai 1. “Dia sudah datang?” “Apakah yang tadi bertemu denganku di lift?”Si cantik Elora menutup mulutnya terkejut. “Kukira tadi aku bertemu model baru untuk iklan kita. Sumpah!Dia sangat tampan!” Jika Elora berani bersumpah dengan apa yang telah dilihatnya, berarti kenyataannya adalah melebihi yang dibayangkan. Sangat tampan bisa jadi luar biasa tampan. “Ooh, kenapa aku tidak datang terlambat saja tadi,”seru Emelia. “Seberapa tampan mr Jonathan?Bagaimana dengan Axel?”tanya Ainsley menyebut salah satu model terbaru yang membi

  • Cinta posesif sang CEO   Bab III Meninggalnya Tuan William Walker

    Upacara pemakaman Tuan William Walker, pendiri sekaligus CEO Weston Corp, telah berakhir hampir satu jam yang lalu. Perwakilan tiap divisi yang diundang menghadiri upacara pemakaman, secara rombongan mulai berdatangan di kantor pusat Weston Corp, begitu pula dengan Paula Meyer, Wanita itu masuk di ruangannya dengan mata sembab. Kepergian mendadak presdir dari Weston Corp itu memang menyisakan kesedihan yang mendalam bagi seluruh karyawan di Weston Corp “Aku tak menyangka tuan William sudah pergi. Padahal kemarin lusa aku masih sempat ngobrol dengannya,”ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Dia orang yang sangat baik.”Paula duduk di kursi Emily, bawahannya yang sedari tadi berdiri memperhatikan. ‘’Nyonya Averie sangat terpukul,”ucap Paula parau. Paula tengah membicarakan istri kedua tuan William. Cali dan Abigail, yang duduk di kursinya masing-masing hanya menatap sendu. Tuan William memang orang yang baik, sebagai pemimpin, dia juga dikenal dengan sifatnya yang ramah dan bijaksana. P

  • Cinta posesif sang CEO   Bab II Pulang

    Bab II Pulang Dua bulan telah berlalu. Emily mengira jika waktu akan menyembuhkan rasa sedihnya. Tapi itu hanya teori belaka. Ia semakin terpuruk. Ia tidak konsentrasi bekerja. Sering melamun dan menangis tanpa sebab. Beberapa kali ia melakukan kesalahan hingga dengan berat hati dan merasa tahu diri, Emily memilih berhenti bekerja. Dengan tabungan tersisa beberapa dolar ia hanya bisa bertahan sebulan saja. Akhirnya ia memilih pulang. “Sayang, apa yang terjadi?”Nyonya Aldera, ibu Emily terkejut menerima kedatangan Emily malam itu. Wanita tua itu memeluk putri sulungnya dan tanpa kata Emily kembali menangis. “Ayo, masuklah.”Nyonya Aldera paham akan situasi Emily dan menahan diri untuk tidak bertanya sampai Emily kembali tenang. Robert Patterson, ayah Emily, yang masuk dari arah belakang rumah tampak khawatir melihat Emily yang kini duduk di kursi dapur. “Sayang, ada apa?Apa kamu baik-baik saja?” Nyonya Aldera memberi isyarat pada suaminya untuk berhenti bicara. Emily memeluk ayahnya

  • Cinta posesif sang CEO   Bab I Aku ingin bercerai

    “Aku ingin bercerai,”suara Oliver memecah heningnya malam saat Emily bersiap tidur.  Emily tertegun. Merasa ada yang salah dengan pendengarannya barusan. “Kau bilang apa?”“Aku ingin bercerai, Em,”tegas Oliver. Kali ini suaranya tak lagi terbata.Emily bangkit dan berjalan di sisi lain tempat tidur, mendekati Oliver yang duduk di tepi ranjang.“Apa maksudmu?”Oliver mendongak, menatap Emily dengan perasaan bercampur aduk. “Ibu memintaku bercerai. Dan aku mendukung keputusannya.”“Kita yang menikah, kenapa ibumu juga ikut campur?”Emily menahan suaranya yang hampir berteriak.“Orang tuaku ingin mempunyai keturunan, dan kamu tidak bisa memberikannya.”“Aku?”tanya Emily tak percaya dengan kalimat yang diucapkan Oliver barusan. “Koreksi kalimatmu, Oliver. Yang benar adalah kita tidak bisa memberikan keturunan.”Emily memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Tidak sekali ini ia mendengar Nyonya Edith, ibu Oli

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status