Share

BAB 5 Pertemuan

Author: luscie
last update Last Updated: 2025-02-21 13:37:19

Tersisa lima belas menit lagi bagi Emily untuk menyelesaikan penataan ruang rapat untuk tim pemasaran. Emily memastikan lagi semua meja telah terisi dengan beberapa alat tulis dan botol air mineral. Memeriksa panel kontrol proyektor untuk menyesuaikan dengan layar. Emily juga menambah pengharum ruangan sesuai permintaan Caleb.

Dari arah belakang terdengar suara pintu terbuka.

“Kurang lima belas menit lagi Cal. Biarkan aku bekerja dengan tenang,”ujar Emity tanpa menoleh. Siapa lagi manusia usil di perusahaan ini yang ketagihan untuk mengganggunya.

Tak ada jawaban. Tumben. Emily menoleh.

Dan demi Tuhan!Ada jelmaan dewa Apollo, melewatinya dengan tubuh berbalut jas dan kemeja berkerah. Rambutnya cokelat emas, matanya sempat menatap Emily beberapa detik sebelum mengarahkan pandangan ke meja paling ujung ruangan. Seumur hidupnya, Emily tidak pernah menemukan mata abu abu seindah itu. Dengan gugup, Emily berusaha mengembalikan kesadaran, ia mengamati kertas yang diberikan Caleb padanya. Ada sepuluh peserta rapat. Ia cukup mengenal nama-nama staf yang tertera di kertas itu. Tapi mengapa ia tidak menemukan nama pria yang baru saja melewatinya dengan tatapan dingin itu. Apakah pria itu salah ruangan?

“Maaf, apakah anda tidak salah ruangan?ini ruang alpaca untuk divisi pemasaran, sebentar lagi rapat akan segera dimulai.”

Pria itu melirik jam tangannya. Ia tampak gusar tidak menemukan tim rapat di dalam ruangan. Ia tidak mempedulikan pertanyaan Emily.

Tiba tiba Emily sadar akan sesuatu. Pimpinan rapat adalah Mr Jonathan Walker. Ya Tuhan, dia CEO baru itu!serunya dalam hati. Emily bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Tepat lima menit sebelum waktu rapat dimulai, para staff divisi pemasaran mulai berdatangan. Suasana ruangan berubah canggung dan hening tatkala mereka menyadari CEO baru hadir dalam rapat lebih dulu.

“Terima kasih, Em,”bisik Caleb sebelum Emily meninggalkan ruangan. Ia sempat akan berpamitan pergi saat dilihatnya CEO baru itu juga tengah menatapnya, seperti pandangan tak sabar untuk segera mengusirnya.

“Aku pergi dulu, Caleb,”bisiknya diam-diam.

Emily adalah karyawan yang sangat berhati hati dengan pekerjaannya. Ia tekun dan tidak suka jika pekerjaannya salah, karena itu ia rela bekerja lebih keras dibanding karyawan lainnya. Ia rela berkutat di depan komputer hanya untuk memastikan data yang akan diserahkan ke atasannya sudah lengkap dan benar. Mungkin karena itu mrs Paula menyukainya. Di samping wanita tua itu memang baik hati dan mengayomi bawahannya, ia juga tidak pelit pujian. Ia akan memberikan reward terhadap anak buahnya yang memang berprestasi. Seperti Emily, ia mendorong Emily untuk meneruskan kuliahnya yang sempat terhenti.

“Sayang jika kamu tidak meneruskan kuliahmu, Em. Aku ingat kamu pernah belajar desain interior semasa kuliah dulu. Belajarlah hal ini, kamu bisa ambil jurusan bisnis manajemen, ”ucap Paula waktu itu. “Tiga tahun lagi aku pensiun, aku berharap engkau yang menjadi penggantiku kelak.”

“Itu tidak mungkin, mrs. Masih ada Cali dan Abigail yang lebih lama dariku.”

“Kuantitas bekerja tidak bisa dibandingkan dengan kualitas bekerja Em,”Paula menegaskan. “Aku sayang mereka berdua dan aku tahu mereka berdua tidak berambisi menggantikanku. Pikiran mereka sudah terbagi. Aku pernah ngobral dengan keduanya. Kurasa, dari pembicaraan kami, mereka lebih memilih keluarga jika harus mengorbankan waktu untuk pekerjaan.”Paula tersenyum memandang Emily yang duduk di depan mejanya. “Peluangmu masih terbuka lebar di perusahaan ini. Percayalah, di Western Corp, siapapun pemimpinnya, pasti akan bertumbuh dengan baik.”

Emily merenungi kalimat Paula. Sampai hari ini pun, dia masih menjadikan obrolan singkat dengan Paula itu menjadi motivasinya untuk meningkatkan kinerja pekerjaannya.

“Aku punya pengumuman penting.”Paula berdiri di depan pintu ruang kerjanya saat Emily baru saja masuk ke ruangan. Ia menatap satu persatu anak buahnya. “Sabtu ini akan ada pesta penyambutan presdir baru kita.”

Ketiganya terdiam, menunggu ucapan Paula selanjutnya.

“Jika sebelum-sebelumnya aku yang mewakili divisi umum untuk hadir, saat ini aku meminta salah satu dari kalian untuk datang.”

Ketiganya saling memandang. Paula sebenarnya tidak berharap banyak kepada Emily, karena ia tahu Emily tidak suka menghadiri acara seperti itu dan pasti akan menolaknya.

“Kukira engkau tidak lupa aku sudah mengajukan cuti Jumat ini, aku harus menghadiri ulang tahun keponakanku tersayang,”Abigail merajuk, mengingatkan Paula.

“Aku juga tidak bisa hadir, ma’am, aku harus menjemput ibuku di bandara. Beliau datang untuk mengunjungi cucu-cucunya,”Cali memberi alasan.

“Aku tahu, kalian sudah pernah ngobrol denganku masalah itu, tapi undangan ini mendadak, dan aku juga harus menghadiri pentas seni sekolah anak semata wayangku,”keluh Paula.

Cali dan Abigail hampir bersamaan menoleh ke arah Emily. “Harapan kami hanya padamu, Em.”

Emily terdiam sesaat. Ketiga wanita baik itu telah banyak mentolerir dan mengorbankan waktunya saat Emily enggan datang di acara pertemuan kantor yang memang jarang diadakan di akhir pekan. Dan ia tidak boleh egois.

“Baiklah, aku yang akan hadir.”Emily berucap.

Paula tersenyum lega. “Baiklah kalau begitu, masalah terselesaikan.”Ia bertepuk tangan sekali.

“Jangan lupa berdandan, Em. Aku yakin kamu akan mengalahkan kecantikan Elora jika sedikit saja kamu mau berdandan,”puji Paula yang diamini Cali dan Abigail. Elora wanita tercantik di kantor pusat Weston Corp, Elora mantan model yang direkrut bukan hanya karena awalnya sebagai model iklan salah satu produk keluaran Weston Corp, akan tetapi Elora ternyata juga lulusan universitas unggulan di Philadelphia. Dan ternyata ia juga mumpuni bekerja di bidang keuangan.

Emily hanya tersenyum samar. Ia tidak biasa berdandan, dalam keseharian, ia hanya menggunakan pemoles bibir warna natural. Ia tidak suka tampil menonjol. Ia menjadi pribadi yang berbeda semenjak perceraiannya dengan Oliver. Emily tidak lagi ceria dan percaya diri.

Dan benar saja, saat menghadiri pesta Sabtu malam ini, ia tampak aneh di antara undangan yang lain, khususnya di kalangan perempuan. Ia mengenakan kemeja kerja harian dipadukan dengan rok A line sementara wanita lainnya bersaing memakai gaun terbaik mereka. Seperti biasa Emily memasang wajah acuh tak acuh, bentuk pertahanan diri dari rasa ketidak percayaan dirinya.

“Hai, Em,”sapa Caleb dari arah belakang. Emily menoleh, mungkin hanya Caleb satu-satunya pekerja Weston Corp yang mau ngobrol dengannya.

“Hai Cal,”Emily tersenyum tipis.

“Acara akan segera dimulai. Kamu sudah pernah bertemu dengan Mr. Jonathan waktu itu kan?”Caleb mengingatkan saat Emily menyiapkan ruang rapat untuknya.

“Ya, ya. Aku pernah bertemu dengannya.”

“Sebenarnya tuan Jonathan menolak diadakan acara penyambutan seperti ini, tapi yah, demi direksi lain yang setengah memaksanya akhirnya dia bersedia datang.”Tanpa disuruh Caleb menjelaskan.

“Menurutmu, apakah acara akan berlangsung sampai malam?”tanya Emily

“Kukira begitu,”Caleb tersenyum menggoda. “Kenapa?Kamu ada kencan dengan seseorang?”

Emily tidak menjawab. Ia mengambil gelas minuman yang ditawarkan oleh pelayan yang berjalan berkeliling ruangan.

“Aku penasaran dengan kehidupanmu, Em. Kamu begitu tertutup.”Caleb mengamati Emily dengan seksama.

“Tidak perlu. Hidupku biasa -biasa saja, Cal.”Kenyataannya lebih menyedihkan lagi, tambah Emily dalam hati.

Dari kejauhan, di tengah ruangan terdengar suara Master Ceremony memperkenalkan diri dan mulai membuka acara. Caleb mengalihkan pandangan ke pusat acara.

Pidato awal dibuka dengan perwakilan direksi hingga akhirnya acara puncak yaitu perkenalan CEO baru Weston Corp. Para undangan yang semula tidak peduli dan sibuk mengobrol dengan rekan kerjanya menjadi terhipnotis khususnya kaum hawa saat Jonathan berjalan kearah panggung. Lelaki itu mengenakan kemeja warna biru tua, semakin mempertegas postur tubuhnya yang tegap dan maskulin. Rambut cokelat keemasannya dibiarkan berantakan, seakan sengaja untuk menggoda kaum hawa yang mulai panas dingin menatapnya. Emily teringat kisah nabi Yusuf yang berjalan di antara wanita wanita yang tanpa sengaja mengiris jarinya karena meilhat ketampanan nabi Yusuf. Mungkin keadaannya sama seperti malam ini. Para undangan wanita tak berkedip menatap Jonathan, pun saat ia mulai mengenalkan dirinya.

“Aku senang bisa berdiri malam ini, menjadi wakil dan penerus ayahku untuk memimpin Weston Corporation. Kuharap kerjasama kalian dan jangan segan memberi masukan untukku demi kemajuan perusahaan kita. Terima kasih.”

Hadirin bertepuk tangan dengan pidato singkat dari CEO baru.

“Apakah boleh memberi pertanyaan, sir?”Master ceremony maju mendekat.

“Silahkan,”jawab Jonathan tersenyum tipis.

MC acara membuka sebuah kertas, di tangannya tampak setumpuk kertas telah menunggu untuk dibaca.

“Sepertinya ini semua dari para wanita, sir,”ucapnya setengah menahan tawa. “Dan rata-rata pertanyaannya sama.”MC acara tampak memasukkan semua kertas ke dalam saku jasnya. “Apakah anda sudah menikah, sir?”

Ruangan pesta riuh dengan tawa. Jonathan tersenyum. “Belum,”jawabnya singkat. “Itu saja?”

“Satu lagi, sir. Apa kriteria wanita idamanmu?”

Jonathan tersenyum lagi, kali ini tersenyum geli dengan pertanyaan sang MC. “Sederhana saja, wanita yang tidak menyusahkanku,”jawabnya absurd, diselingi senyum , Jonathan seperti tidak ingin memberikan jawaban lainnya”Baiklah terima kasih dengan kehadiran kalian semua, nikmati pestanya. Selamat malam.”Jonathan turun dari atas panggung setelah berbicara dan memberikan mic nya kepada panitia pesta. Ia berjalan menuju ruangan lain yang berpintu dan sesaat kemudian menghilang di balik pintu. Lelaki yang minim senyum dan sedikit bicara.

Emily bersyukur tidak usah berlama lama di acara pesta itu. Ia merasa menjadi manusia tak kasat mata. Ada tapi tidak tampak oleh yang lain, jadi ia memutuskan untuk pergi dari pesta. Setidaknya beberapa tamu undangan tahu jika ia sudah mewakili divisinya untuk datang di acara penyambutan CEO baru.

Setelah pamit dengan Caleb dan membuat alasan yang masuk akal, ia segera meninggalkan ruangan dan menuju pintu lift. Emily merasa lega mendapati koridor menuju lift tampak sepi, hanya ada satu dua pria pelayan pesta yang sibuk dengan nampan di tangannya. Suasana tampak tenang, Emily hampir menutup pintu lift saat terdengar suara bass memintanya untuk tetap membuka pintu lift.

“Tunggu,”

Emily menekan sebuah tombol untuk menahan pintu lift agar tidak menutup. Emily tertegun saat sosok pria itu sudah masuk ke dalam lift. Tuan Jonathan, sang Bintang pesta. Kenapa dia tidak menunggu pesta sampai selesai?Tidak sopan sekali.

“Terima kasih.”ucapnya saat Emily telah menekan tombol dan pintu segera menutup.

Jonathan melirik kearah angka satu di tombol lift yang disentuh Emily dan ia diam tak bergerak, tampaknya Jonathan memiliki tujuan yang sama dengan Emily. Pulang.

Keduanya tak bersuara. Emily menatap pergerakan angka di atas pintu lift. Saat angka bergerak di angka tiga, tiba tiba lift berhenti mendadak dan suasana menjadi gelap.

“Damn!”seru Jonathan tertahan.

Emily meraba tasnya, mencoba mencari handphone. dan menyalakan lampu senter untuk mencari tombol berbentuk bel.

“Halo, ada petugas di luar?Kami terjebak di dalam lift,”seru Emily mencoba untuk tidak panik. Ia pernah mengalami hal serupa dan belajar untuk tetap tenang di kondisi seperti ini.

Tak terdengar suara jawaban, hanya suara di belakangnya yang terdengar panik. Emily menoleh. Ia terpaku di tempat saat melihat Jonathan terduduk lemas di lantai lift, pria itu tampak sangat ketakutan, dari mulutnya keluar suara desisan seperti orang yang kehabisan nafas. Jonathan mencoba membuka kancing atas kemejanya.

Emily segera tersadar dengan apa yang terjadi. Pria itu tampaknya phobia dengan kegelapan.

“Sir, are you okay?”

Jonathan tak menjawab, ia tampak berusaha setengah mati untuk bernafas. Emily bersimpuh di depannya, sangat kuatir.

“Sir, lift akan segera menyala kembali,”

“Aku tidak bisa bernafas,”ucap Jonathan tersengal sengal.

Emily meyakinkan diri untuk tetap tenang. Ia pernah menolong salah satu temannya dengan gejala yang sama.

“Sir, bolehkah kupegang tanganmu?”tanya Emily. Jonathan tidak menjawab, ia seperti tidak sadar dengan sekelilingnya. Ia bergerak-gerak gelisah dan sesekali mengumpat dengan keluhan yang sama. “aku tidak bisa bernafas.”

Emily segera memegang tangan pria itu. Tangannya gemetar dan berkeringat dingin.

“Sir, aku di sini, aku tidak akan meninggalkanmu, tarik nafas panjang.”

“Aku tidak bisa bernafas,”ucap Jonathan berulang-ulang.

Dengan satu tangan Emily menekan tombol senter di handphonenya. Ruangan sedikit bercahaya.

“Look at me, sir!”perintah Emily, ia mencoba membuat Jonathan fokus dengan dirinya dan mengalihkan perhatian Jonathan dari ketakutannya. “Lihat aku, semua akan baik baik saja, kamu tidak sendirian dan aku akan membantumu, okay?sekarang ambil nafas panjang,”Emily sedikit meremas telapak tangan pria itu untuk mengalihkan perhatian Jonathan kepadanya. Dan pada akhirnya Jonathan seperti tersadar, ia mengerjapkan matanya sesaat.

“Tarik nafas panjang, sir,”Pinta Emily lagi.”Dan keluarkan perlahan. Ikuti aku,”Emily memberi contoh. Sepertinya Jonathan mulai tenang. Ia mengikuti apa yang dilakukan Emily.

“Bagus, sir. Kita mulai lagi. Ambil nafas panjang, keluarkan perlahan.”

Jonathan mengikuti aba-aba Emily. Dan mereka melakukan hal yang sama beberapa kali. Dengan satu tangan Emily mencoba membuat panggilan darurat di handphone nya gagal, tidak ada sinyal.

“Aku akan meminta bantuan dari telepon lift,”Emily hendak bergerak menjauh saat tangan Jonathan meremas tangannya erat.

“Jangan tinggalkan aku, please.”suaranya terdengar memelas.

“Sebentar saja, aku hanya akan melangkah satu jengkal, okay?”Emily mencoba menenangkan.

Jonathan terdiam tidak segera melepaskan genggaman tangannya. Tapi perlahan ia mulai melonggarkan tangannya.

“Kuletakkan senter handphoneku di dekat anda, sir.”

Setelah Jonathan tampak benar-benar tenang, Emily mulai bergerak menuju tombol bel di dinding lift. Ia menekan tiga kali dan mulai berbicara.

“Halo, apakah ada orang di luar?Kami terjebak di dalam lift.”

Emily mengulang beberapa kali saat di menit selanjutnya terdengar jawaban.

“Halo, ada orang di dalam lift?Tunggu sebentar, kami akan segera mengeluarkan kalian.”

Evakuasi penyelamatan berlangsung selama satu jam. Sepanjang waktu itu, Emily duduk di samping Jonathan yang sudah mulai tenang. Untungnya, Emily selalu membawa botol minuman di dalam tas. Jonathan hampir menghabiskan setengah botol tanpa suara, ia tidak lagi kesulitan bernafas. Emily menawarkan tissue kepada Jonathan untuk menyeka keringatnya yang membasahi wajah. Tubuh Jonathan juga basah oleh keringat.

“Terima kasih,”ujar Jonathan sesaat sebelum pintu lift dibuka paksa oleh tehnisi Gedung.

“Anda harus ke rumah sakit, sir,”pinta Emily saat keduanya benar-benar telah berada di luar lift.

“Anda baik-baik saja, sir?”Beberapa petugas keamanan tampak berkerumun dengan panik. Sang CEO terjebak di dalam lift, bagaimana nasib mereka selanjutnya jika amarah CEO tak terbendung dan memerintahkan pemecatan semua petugas keamanan.

“Aku baik baik saja,”Jonathan berbicara sesaat dengan sopirnya yang dengan sigap segera mengawal Jonathan keluar gedung.

Sebelum pergi Jonathan menatap kea rah Emily. “Terima kasih.”ucapnya tersenyum tulus sebelum berlalu pergi.

Emily menghela nafas panjang. Lega. Drama malam ini benar-benar menguras tenaga. Ia memimpikan segera sampai di rumah dan segera beristirahat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Cinta posesif sang CEO   BAB 6 Terima Kasih Saja Tidak Cukup

    Setelah kejadian terjebak lift sabtu malam, tampaknya semua baik-baik saja. Emily memperhatikan semua petugas keamanan tetap bertugas seperti biasa. Tak ada berita menghebohkan seperti pemecatan atau apapun. Semua tenang terkendali seakan tidak pernah ada insiden lift macet. Hingga dua pekan berlalu, saat di Jumat sore menjelang usai jam kantor, sebuah telepon dari sekretaris CEO meminta Emily untuk menghadap sang bos. “Aku?apakah beliau tidak memberitahumu tentang apa?”tanya Emily kuatir. Dua minggu ini ia melakukan pekerjaannya dengan baik, tak ada complain dari divisi lain. “Tidak ada nona Emily, tuan Jonathan hanya memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang,”Ernetta, sekretaris CEO menjawab singkat. “Baiklah, aku segera kesana.” Emily melangkah bergegas ke lantai 12, letak ruangan CEO berada. Dia hanya dua kali berkesempatan mengunjungi lantai 12 yang memang dkhususkan hanya untuk kantor CEO dan sekretarisnya. Ruangan itu begitu megah dan mewah. Di meja sekretaris, Ern

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 7 Jonathan dan Emily

    Sudah hampir sebulan ini, Jonathan sering meminta bantuan Emily untuk menemaninya menghabiskan waktu luang di akhir pekan. Entah sudah berapa puluh alasan yang diberikan Jonathan hingga Emily tak bisa menolaknya. Hanya untuk sekedar jalan di taman kota, menemaninya berbelanja pakaian atau menikmati sunset di Pantai. Sebuah pesan pendek masuk di layar ponsel Emily. Dari Jonathan. “Aku jenuh, temani aku ke café malam ini” Emily melirik jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Pukul 18.00. Harusnya satu jam yang lalu waktu kantor telah berakhir. Tapi ia harus lembur menyelesaikan laporan stok asset untuk persiapan audit akhir tahun. Emily mengetik pesan balasan “Aku harus lembur” Sesaat kemudian Jonathan mengetikkan sesuatu. “Siapa saja yang lembur di ruanganmu?” Meski satu divisi, tapi job desk pekerjaan Emily berbeda dengan Cali dan Abigail, jadi malam ini ia hanya sendiri. “Aku sendirian.” Tak ada jawaban. Emily merasa Jonathan memaklumi kesibukannya dan takkan tega m

    Last Updated : 2025-02-21
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 8 Pertemuan tak terduga

    Pagi ini waktu terasa berjalan lambat. Emily duduk di samping ibunya, di ruang tunggu Harlem Hospital Center. Sang ayah, Robert Patterson harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas. Emily mengirim pesan kepada Paula Meyer jika dirinya tidak masuk kerja. Dan Paula mengijinkan. Nyonya Aldera menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. Emily mempererat genggaman tangannya. “Ayah akan baik-baik saja.” “Kuharap begitu, Em. Penyakit ginjal ayahmu sudah kronis. Dokter bilang ini sudah stadium akhir. “ Emily mengangguk. “Tapi kita tidak boleh menyerah,bu.” “Tidak akan pernah. Aku akan berjuang bersamanya.” Emily memeluk bahu ibunya. Mencium sisi wajah Aldera. Berusaha memberikan kekuatan. “Ibu tidak sendiri. Aku dan Eden akan berjuang demi ayah.” Aldera tersenyum samar. Menatap lalu lalang pengunjung rumah sakit yang berseliweran di sepanjang koridor. Saat menjelang sore hari sebuah pesan pendek muncul di ponsel Emily. Dari Jonathan. “Kudengar ayahmu ada

    Last Updated : 2025-02-28
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 9 Perasaan nyaman bersamamu

    Jonathan menyalakan fitur navigasi canggih di samping kemudi saat telah berada di dalam mobil. Mereka berkendara selama setengah jam saat Jonathan memarkir mobil di sebuah kawasan perbukitan. Dari tempat mereka berhenti, tampak pemandangan cantik lampu-lampu kota berada di bawah mereka. “Ayo,”ajak Jonathan sembari membuka pintu mobil. Emily menurut tanpa kata. “Kubantu duduk,”ucapnya kepada Emily. Jonathan meraih pinggang Emily, membantu wanita itu duduk di atas kap mobil. Ia menyusul duduk di samping Emily. Lama keduanya saling diam. Menikmati keindahan lampu kota. Emily berpaling ke arah Jonathan. “Terima kasih.” Jonathan menatap Emily. Ia tahu wanita itu tengah menyembunyikan perasaannya. Entah itu sedih atau marah. Jonathan merapat ke tubuh Emily. . Lengan kokohnya meraih kepala Emily, merengkuhnya dalam dekapan. “Aku tak pernah mengalami situasi seperti ini, jadi maaf aku tak bisa melakukan hal lain untuk menghiburmu.” Emily melingkarkan lengan di pinggang Jonathan

    Last Updated : 2025-03-01
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 10 Sebuah Undangan

    Caroline menepati ucapannya. Dua undangan tiba di meja sekretaris Jonathan siang itu. “Excuse me, sir. Ada undangan untukmu.” Jonathan menerima undangan itu dan membaca sekilas. Acara pernikahan Oliver dan Caroline Sabtu pekan ini. “Terima kasih,Ernette.” Wanita tua itu mengangguk dan berlalu pergi meninggalkan ruangan sang CEO. Jonathan berfikir sesaat sebelum meraih ponselnya dan mengirim gambar undangan itu kepada Emily. Beberapa menit kemudian muncul pesan balasan dari Emily. “Aku tidak perlu datang.” Jonathan mengetikkan sesuatu. “Tunjukkan padanya kamu baik-baik saja. Jangan biarkan mereka senang.” “Aku tidak perlu membuktikan apapun pada mereka.” “Kamu yakin?” Tak ada balasan dari Emily. Jonathan merasa tidak perlu memaksa Emily lagi. Keputusan Emily pasti telah dipertimbangkan dengan baik. Jonathan melanjutkan pekerjaannya kembali saat setengah jam kemudian muncul pesan dari Emily. “Menurutmu, apakah aku harus datang?” Jonathan tersenyum. Ia menge

    Last Updated : 2025-03-02
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 11 Pernikahan Oliver dan Caroline

    Satu jam lagi acara pernikahan akan dimulai. Oliver dan keluarganya telah menyewa sebuah ruangan mewah di sebuah hotel bintang lima. Undangan terbatas di kalangan tertentu. Hanya rekan bisnis dan teman terdekat. Sementara di apartemen Jonathan, di salah satu kamar telah tertata rapi gaun-gaun malam koleksi terbaik musim ini. Jonathan telah mempersiapkan semuanya. Ia telah menyewa tim Make up artist terbaik yang diketahuinya dari salah satu rekan bisnis pemilik perusahaan kosmetik. Emily membeku di tempatnya berdiri saat beberapa orang berpakaian seragam mulai berdatangan di apartemen Jonathan. Mereka dengan sigap memperkenalkan diri dan memberitahu Emily untuk bersiap di kamar yang telah disediakan. “Tidakkah menurutmu ini sangat berlebihan?”gerutunya ke arah Jonathan sebelum menghilang dari balik pintu kamar. Jonathan mengenakan tuxedo hitam yang melekat erat di tubuhnya. Tuxedo shaw lapel yang dipadukan kemeja hitam bahan mengkilap. Memperlihatkan postur tubuh tegapnya. Seben

    Last Updated : 2025-03-03
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 12 Jonathan dan ‘monster’nya

    Thanksgiving merupakan hari bahagia bagi sebuah keluarga untuk bisa merayakan tradisi dan berkumpul bersama. Tapi tidak dengan Jonathan, undangan yang diterimanya dari James siang itu benar-benar membuatnya sakit kepala. Keluarga besar William Walker akan merayakan Thanksgiving dan mengundang hampir seluruh keluarga dekat. “Aku mohon luangkan waktumu untuk datang, Nathan,”ucap James di seberang telepon. “Kita ini keluarga. Apapun yang terjadi. Apapun masalahmu dengan Pamela dan Jacob, kuharap tidak membuat kita terpisah sebagai keluarga.” Jonathan menghela nafas panjang. Satu hal yang paling dibencinya adalah berada di rumahnya dan mengenang berbagai kenangan buruk masa kecilnya. “Entahlah, James, Aku banyak kerjaan.” “Meskipun di hari libur?” Jonathan memaki dalam hati. Alasan yang buruk sekali. “Kau bisa mengundang temanmu juga, Nath,”bujuk James lagi. “Atau kekasihmu,”James sedikit menyelidik. Jonathan tidak bersuara. Ia tidak ingin berbagi kehidupan pribadi dengan s

    Last Updated : 2025-03-03
  • Cinta posesif sang CEO   Bab 13 Makan malam keluarga

    Kepala pelayan dengan ramah membawa mereka ke sebuah kamar di lantai dua. “Silahkan masuk tuan Jonathan, kami akan membawa barang bawaan anda segera.” “Terima kasih, Paul.” Paul mengangguk dan membungkuk hormat sebelum berlalu pergi. “Apakah kita akan tinggal dalam satu kamar, Sir?”tanya Emily gugup. Ia mengamati sekeliling. Lampu chandelier bergantung di tengah ruangan. Di samping tempat tidur tampak tirai mewah model overlay warna coklat senada dengan sprei ranjang. “Kita ini sepasang kekasih, Em, tak mungkin mereka memberi kita kamar berbeda.”Jonathan menahan senyum. Suasana hatinya telah berubah. “Dan biasakan memanggilku sayang seperti tadi, oke?”Ia tersenyum puas. “Oh come on, Sir,” “Hei..” “Sayang…” “Itu lebih baik,”seru Jonathan “Tapi dimana aku harus tidur?”Emily memperhatikan, meski kamar tidur itu tampak luas dan berinterior mewah, tapi hanya ada satu ranjang dan sofa kecil . “Tentu saja di ranjang, sayang, ”goda Jonathan. “Berdua?” “Tenang, tidurku

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 38 Obat perangsang

    Warning 21+ Seperti janjinya kepada Kai, hari Sabtu berikutnya Jonathan mengajak Kai menuju New York's Catskill Mountains. Tempat hiking dengan pesona alam yang memungkinkan keduanya untuk hiking dan kemah dari sabtu sore hingga Minggu. Meski tak banyak yang dibicarakan saat keduanya bersama tapi bagi Jonathan itu merupakan awal yang bagus karena Kai sudah mau ikut melakukan perjalanan alam dengannya. Jonathan berencana untuk melakukan hal serupa sebulan kemudian dengan tempat yang berbeda. Rabu malam waktu setempat. Jonathan menjamu salah satu klien di Manhatta, sebuah resto sekaligus pub. Di akhir pertemuan, Jonathan ikut mengantar rombongan ke pintu keluar saat dilihatnya Anna memasuki resto. Sepertinya nampak tak sengaja, padahal tanpa Jonathan sadari, Anna telah menyewa orang untuk mengikuti setiap gerak Jonathan untuk memastikan dirinya bisa berdua dengan lelaki itu. Dan sepertinya malam ini Jonathan tak bisa menolak permintaannya. "Hai, akhirnya aku berkesempatan mentra

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 37 Ternyata Kai

    Jonathan bergegas pulang setelah mendapat telepon dari Simon. Ia menghampiri Emily yang tidur berbaring di ranjang. “Sayang, kau tak apa-apa?”Jonathan tampak cemas. Emily bergerak duduk saat Jonathan berjalan mendekat dan memeluknya. “Aku tidak apa-apa,”jawab Emily singkat. Jonathan melepas pelukan dan meneliti wajah Emily. “Sebaiknya kita ke rumah sakit.” “Tidak Jonathan. Aku sungguh baik-baik saja.” Jonathan menghela nafas. “Aku benar-benar penasaran siapa orang brengsek yang berani mengganggumu?” Emily diam. Ia tampak merenung. Apakah ia harus mengatakan apa yang telah dilihatnya tadi? “Aku tidak yakin.” “Apa maksudmu?” Emily menatap Jonathan yang memandangnya penuh rasa penasaran. “Aku sempat membaca plat nomer mobil dan sekilas pengemudinya.” “Kau mengenalnya?”kejar Jonathan tak sabar. “Mobil SUV hitam, tapi mungkin aku salah mengenali…” “Siapa, Emily?” Emily diam. “Ayolah, sebutkan siapa,”desak Jonathan. “Aku melihat Kai.” “Kai?”ulang Jonathan terpe

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 36 Penabrak Misterius

    Siang itu saat menjelang makan siang, Ernetta, sang sekretaris mengetuk pintu ruang kerja Jonathan. "Maaf Sir, ada kiriman makanan untuk anda. " Jonathan mengalihkan pandangan dari layar laptop. Ia memperhatikan wanita paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu sembari menyuruh beberapa orang masuk dengan paket makanan dengan jumlah tidak sedikit. Ernetta berjalan mendekat sembari menyerahkan sebuah kartu ucapan. Semoga sesuai seleramu. Anna Jonathan menghela nafas panjang. "Tolong bagikan ke karyawan kita, Ernetta. Aku sudah kenyang. " "Yes, Sir. " Tanpa berkomentar, Ernetta keluar dan kembali dengan beberapa Office Girl yang dengan sigap mengeluarkan tumpukan makanan. Jonathan mengambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat. "Terima kasih atas makanannya. Kau seharusnya tidak perlu repot. " Tidak butuh lama, terdengar suara panggilan telepon dari Anna. Dengan enggan Jonathan menerimanya. "Apa kau suka makanannya? "Terdengar suara riang dari Anna

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 35 Anna & Co

    Anna Johnson adalah pemilik Anna & Co. Di usia 26 tahun, wanita itu sukses meluncurkan merk kosmetik dengan label namanya sekaligus menguatkan posisinya sebagai mantan model sekaligus pemenang kontes kecantikan terkemuka di Amerika yang mampu bertahan di hiruk pikuknya dunia kecantikan internasional. Meski sebenarnya pencapaiannya saat ini tidak terlepas dari nama besar kedua orang tuanya yang juga merupakan pengusaha sukses di dunia kecantikan. Saat ini Anna tengah duduk di kursi kantornya yang berada di lantai 5 sebuah gedung perkantoran di tengah kota New York. Ia mengamati profil sosok pria di laptopnya. Sesaat ia tampak tak puas dengan tampilan kecil di layar. Ia memperbesar foto itu. Jonathan Walker. Hanya dengan melihat foto itu, ia harus menelan ludah berkali-kali. Tipe pria idamannya. Tegas, tampan dan pintar berbisnis. Minggu lalu keduanya bertemu dalam pertemuan bisnis yang menurutnya sangat singkat. Anna betah berlama-lama duduk di depan pria itu sembari menatap Jonatha

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 34 Percintaan Panas

    Warning 21+ Emily memejamkan mata, ia mengatur nafas setelah percintaan yang hebat beberapa saat yang lalu. Selimut yang menutupi tubuhnya hanya bertahan 5 menit karena Jonathan kembali menarik selimut itu. “Kau tak perlu ini, Sayang.” Emily menoleh, menghadiahi suaminya senyum manis. “Biarkan aku istirahat sebentar.” Ia membiarkan Jonathan memeluknya. “Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu?”tanya Emily sesaat kemudian. “Apa, Sayang?”Jonathan mengusap puting payudara Emily dengan gerakan halus membuat Emily mengerang. “Hentikan, Jonathan,”bisiknya menggeliat geli diiringi tawa tertahan. “Aku tak bisa. Kau terlalu indah, Emily.” Emily membuka mata, menarik selimut menutupi bagian atas tubuhnya. “Aku serius ingin bertanya.” Jonathan berbaring miring. Menumpukan satu tangan untuk menyangga kepalanya. Ia memperhatikan Emily, menunggu wanita itu memberikan pertanyaan. “Siapa kekasih yang paling berkesan dalam hidupmu?”Emily menoleh, menilik wajah Jonathan. “Kamu.”Jo

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 33 Maldives

    Warning 21+ Mohon bijak dalam membaca Malam itu Emily bersikeras untuk memasak dan makan di apartemen sementara Jonathan sibuk dengan laptopnya. Ia tengah mencari situs travel perjalanan wisata. “Sayang, bagaimana menurutmu tentang Maldives?”tanyanya ke arah dapur. “Asia, kan?”Emily balik bertanya. “Aku ingin berlibur kesana, apa kau keberatan?” “Baiklah.” Dan hari berikutnya, keduanya melakukan perjalanan menuju Maldives. Jonathan telah memesan sebuah resort di Fari Islands, Patina Maldives. Maldives merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol (pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna) di samudera Hindia. Untuk bisa menuju Fari islands, mereka harus menyeberang menggunakan yacht dari Male International Airport sekitar 50 menit. Emily mempererat pelukannya di lengan Jonathan saat berada di kapal. “Apa kau masih takut dengan air, Sayang?” “Tidak saat bersamamu,”ucap Emily. “Kau akan berada di dekatku, kan?” “Selalu.”Jonathan mencium kening Emil

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 32 Wedding Day

    Warning. 21+ Upacara pernikahan sekaligus tempat resepsi pernikahan Jonathan dan Emily diselenggarakan di The Ritz Carlton. Di salah satu kamar presidential suite, tampak Emily tengah duduk termenung di depan cermin. Ia telah selesai berdandan. Model gaun pengantin yang dikenakan Emily adalah fit and flare, membentuk siluet tubuh yang pas di badan dari dada hingga pinggul, kemudian melebar di pertengahan paha. Gaun dengan garis leher berbentuk hati yang menonjolkan tulang selangka dan membuat dadanya tampak lebih berisi. Dengan bahan perpaduan satin dan renda, gaun pengantin itu tampak memukau. Emily tampil elegan sekaligus seksi. Tapi Emily tampak sedih. Tiba-tiba ia rindu ayahnya. Harusnya Robert Patterson yang mendampingi langkahnya hingga altar. Tapi ia harus memupus keinginannya. Sebagai pengganti ayahnya, paman dari pihak ibu yang akan menjadi pendampingnya nanti. “Kamu cantik sekali, sayang.”Aldera, sang ibu memasuki kamar, berdiri di belakang Emily, memandang dari pantula

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 31 Sasana tinju

    Manhattan Ave boxing Club. Suasana tidak begitu ramai. Jonathan duduk tenang menunggu kedatangan Andrew hingga sepuluh menit kemudian terlihat Andrew berjalan memasuki sasana. Tanpa kata Jonathan melempar sarung tinju ke arah Andrew yang dengan sigap menerimanya. Seperti tahu keinginan Jonathan, Andrew memasang sarung tinjunya dan memasuki ring tinju. Jonathan sudah bersiap di atas ring. Dengan pandangan awas dan aura membunuh yang begitu kuat. “Apa kau sudah gila mengganggu calon istriku, bajingan?!”Jonathan bergerak cepat menghampiri Andrew dengan melepaskan jab dengan tangan kanan. Andrew menghindar membuat Jonathan semakin beringas. “Aku menginginkan wanitamu sejak pertama kali aku melihatnya.”Tak gentar Andrew membalas pukulan Jonathan. “Brengsek!”Jonathan melakukan uppercut, mengincar dagu Andrew dengan tangan bagian belakang. Saat Andrew menghindar, pukulan Jonathan mengarah pada perut Andrew. Kali ini Andrew lengah dan tak sempat berkelit. Andrew meringis tapi dii

  • Cinta posesif sang CEO   Bab 30 Kesalahan Emily

    Jonathan keluar dari mobil. Wajahnya menatap tajam ke arah mobil yang dikendarai Simon. Simon tampak cemas. “Maaf, Miss. Tadi Mr Jonathan telepon karena tidak bisa menghubungimu, jadi aku harus memberitahunya tentang tempat ini.” “Tak apa, Simon. Jangan khawatir. Kamu pulanglah dulu, aku akan ikut Jonathan.”Usai bicara Emily membuka pintu dan berjalan menuju Jonathan. Aura Jonathan dingin dan rahangnya tampak mengeras menahan emosi. Raut wajah yang tak biasa diperlihatkan pria itu. “Kenapa dengan teleponmu?Kenapa tidak bisa dihubungi?”tanyanya tajam. “Bisakah kita pulang dulu, Jonathan?Aku akan menjelaskannya di apartemenmu.” Tanpa suara Jonathan masuk ke dalam mobil, menunggu Emily duduk di sebelahnya. Emily menutup pintu dengan hati-hati. Melirik Jonathan yang mencengkeram kemudi hingga urat tangannya terlihat. Setelah memastikan Emily sudah memakai sabuk pengaman, Jonathan mengemudikan mobilnya menuju Penthouse. Sepanjang perjalanan suasana terasa mencekam. Tak ada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status