Share

Terpaksa Menikah

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-11 12:40:40

Kinara menatap gelang dengan hiasan gembok yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Senyum malu-malu terukir di wajahnya saat ingatannya melayang pada seorang lelaki dari tiga tahun lalu yang menemaninya malam itu di Gardens by the Bay.

Hari itu, seperti biasa, Kinara dirundung kesedihan akibat perlakuan ibu tirinya yang terus menghardiknya. Jauh dari rumah pun, ia tetap menjadi sasaran kemarahan. Rasa rindu pada ibu kandungnya semakin kuat, tapi tidak banyak ingatan yang bisa ia kenang untuk sekedar melepas rindu. Karena saat itu, Kinara masih terlalu kecil untuk menyimpan banyak ingatan.

'Dasar anak tidak tahu diuntung!' Kalimat itu yang selalu sukses membuat hati Kinara hancur.

'Mbak, saya lagi patah hati loh ini. Kok, kencangan tangisan Mbak-nya, ya?' ketus lelaki yang Kinara ketahui namanya Adit—karena setelah percakapan itu mereka menjadi akrab dalam satu malam. Benar-benar hanya semalam karena besok dan setelahnya mereka tidak lagi bertemu.

'Sanalah, Mas. Geseran! Saya sudah lebih dulu di sini,' rajuk Kinara dalam termaram lampu atraksi di Gardens by the Bay.

Melihat bibir manyun Kinara—Adit tertawa kecil. Respon Adit saat itu membuat Kinara murka. Ia tidak berhenti berceloteh. Perseteruan mereka malam itu tiba-tiba saja melenyapkan sakit hati yang Adit rasakan.

'Temani saya makan mau?' tawar Adit malam itu.

Kinara tersenyum mengingat kebersamaan malam itu. Sayang sekali mereka tidak pernah bertemu kembali. Tidak akan pernah, lagi pula sebentar lagi Kinara akan menjadi istri Aditama.

Benar, kalau tidak salah si Calon Suami namanya Aditama, batin Kinara.

***

Hati Kinara tak menentu saat mendengar kabar bahwa sang ayah dilarikan ke rumah sakit dini hari tadi. Meski kondisinya kini sudah stabil, kecemasannya belum juga mereda. Ditambah lagi, penerbangan yang ia tumpangi mengalami ‘delay’.

Karena kondisi Fahri membaik, Tama mengusulkan agar pernikahan dilaksanakan hari itu juga. Asistennya pun sibuk pontang-panting mengurus segala persyaratan administratif. Tama menghalalkan segala cara—mengurus surat kuasa, menghubungi Kinara berkali-kali, memastikan semuanya berjalan sesuai rencananya dan Aditama tidak diperkenankan menolak.

Aditama Prawira, putra sulung Tama. Terlahir di keluarga kaya raya membuatnya tak kekurangan apa pun. Namun, kesibukan kedua orang tuanya menjadikannya pribadi yang dingin dan arogan.

Lelaki itu mengepalkan tangan erat, menahan gejolak emosinya. Rencana keluarganya yang seharusnya datang untuk melamar tiba-tiba berubah menjadi hari pernikahan, yang benar saja?

Kemarin, ayah dan anak itu bersitegang soal perjodohan ini. Aditama sempat menolak adanya perjodohan. Pernikahan bisnis? Mana sudi dia menggadaikan hidupnya demi kepentingan bisnis. Ia bahkan enggan bergabung dalam bisnis sang ayah, memilih jalannya sendiri, membangun bisnis bersama sahabatnya.

Namun, akhirnya keduanya mencapai kesepakatan. Aditama setuju dengan perjodohan ini, tetapi dengan satu syarat—ia tetap bisa fokus pada studinya di Singapura, sementara Kinara pun menyelesaikan pendidikannya. Hubungan mereka hanya akan diikat oleh pertunangan.

Bahkan sampai saat ini Aditama belum melihat rupa Kinara, tapi ia sudah menaruh benci dengan wanita yang dijodohkan dengannya. Wanita murahan yang rela menggadaikan pernikahannya demi uang. Pernikahan bisnis seperti ini kalau bukan tentang uang apa lagi?

‘Sialan!’ batin Aditama.

Ide papanya mempupuk rasa bencinya terhadap calon istrinya.

"Pa, kita sudah sepakat—"

"Kamu lihat sendiri kondisi Om Fahri. Papa tidak yakin beliau akan bertahan sampai hari pernikahan kalian, selain hari ini."

"Malam ini Mas flight ke Singapura—"

"Jangankan malam nanti. Jika semuanya sudah selesai, silakan kamu berangkat," ujar Tama, memberikan sedikit kelegaan bagi Aditama yang akhirnya mengangguk setuju.

Tidak, Aditama bukan setuju hanya pasrah. Toh, sejak awal dia tidak diberi kesempatan untuk memilih hanya dipaksa menurut.

Dokter memastikan kondisi Fahri cukup stabil, sehingga pihak rumah sakit mengizinkan prosesi akad digelar di ruang perawatan. Setelah banyak pertimbangan, keputusan diambil—pernikahan tetap berlangsung meskipun tanpa kehadiran Kinara yang masih dalam perjalanan.

Meski hatinya menolak, Aditama tetap melafalkan ijab kabul dengan lantang di hadapan penghulu dan para saksi. Suaranya mantap, membuat air mata Fahri jatuh. Hanya keluarga Tama yang ia percayai untuk menjaga anaknya.

Fahri tahu bahwa Aditama dan Kinara sama-sama menolak pernikahan ini. Namun, ia yakin bahwa pada akhirnya mereka akan bisa saling menerima. Baginya, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk menolak Kinara—putrinya adalah seseorang yang mudah dicintai.

Dengan suara bergetar, Fahri berpesan agar baik Aditama maupun Tama dapat menjaga dan melindungi Kinara saat dirinya sudah tiada.

"Jangan bicara yang aneh-aneh. Sehatlah dulu, nanti kita adakan resepsi saat kamu pulih," kata Tama, mencoba menenangkan sahabatnya.

Setelah akad selesai, Aditama menagih janji ayahnya. Mau tak mau, Tama memenuhi permintaan sang anak.

Dengan langkah cepat, Aditama meninggalkan ruang perawatan Fahri. Ia ingin segera pulang untuk mempersiapkan penerbangannya.

Di lobi, Aditama tidak sengaja menabrak seorang wanita yang sama terburu-buru dengan dirinya.

“Maaf,” kata Aditama, tapi wanita itu malah menatapnya sinis. Dan berlalu begitu saja.

Kening Aditama mengerutkan keningnya.

“Ekspresi apa itu? Padahal dia yang menabrakku.” Entah kenapa hati Aditama terusik, kesal karena diabaikan. “Tidak sopan,” gumam Aditama.

Pertemuan singkat itu tanpa keduanya ketahui mereka adalah suami istri saat ini. Ya, wanita itu adalah Kinara.

Aditama meninggalkan area rumah sakit dan Kinara berlari terus mencari ruang perawatan ayahnya.

“Kinara.” Tama berusaha menahan langkahnya, tapi gagal. Kinara sudah menerobos masuk ke ruang perawatan, matanya langsung menangkap pemandangan yang mencabik hatinya—ibunya dan kakaknya berpelukan dalam tangis.

Kinara membeku. Pandangannya terpaku pada dokter yang berjuang menyelamatkan nyawa Ayahnya. Namun ….

Beberapa detik kemudian, suara dokter terdengar, berat dan tak terbantahkan kala mengumumkan waktu kematian Fahri.

“Ayah …!” pekik Anin, suaranya tercekat. “Ayah, Kinara sudah datang, Yah. Bangun, Yah …! Dokter, tolong periksa lagi … tolong!” pintanya dengan suara putus asa.

Tama melangkah mendekat, merangkul tubuh Kinara yang gemetar—menoleh. “Tolong, Om. Tolong Ayah!” Suara Kinara nyaris tak terdengar, saking sesaknya.

“Ayah sudah tidak ada, Kinara,” ucap Tama dengan suara berat. Seketika itu juga, tangis Kinara pecah. Ia merosot, memeluk tubuh Ayahnya yang kini telah kaku, dingin, dan tak lagi bernyawa.

Tadi, Kinara dan Fahri masih sempat berbicara melalui sambungan panggilan video sebelum akad. Namun, sebelum akad dilafazkan, panggilan itu terputus saat pengumuman terakhir boarding terdengar. Kinara saja bahkan belum sempat melihat wajah suaminya.

Kini, semuanya jelas.

Pernikahan yang terasa begitu mendesak bukan tanpa alasan. Fahri sadar, waktunya sudah tak lama lagi.

“Ayah … bangun. Dengan siapa Kinara nantinya?” bisiknya pelan, nyaris lenyap di udara. Namun, Tama mendengarnya.

Ia menarik napas panjang, menahan emosi yang berkecamuk. “Kinara akan dijaga oleh Aditama dan Papa. Kinara sudah menjadi anak Papa Tama, Nak.”

Perlahan, Tama mencoba menariknya menjauh dari tubuh Fahri.

Namun, tepat saat tubuhnya terpisah dari sang Ayah, pandangan Kinara mendadak gelap. Dunianya runtuh dalam sekejap hingga akhirnya, ia jatuh pingsan.

***

Tama meminta sang anak kembali ke rumah sakit. Mendengar hal itu, Aditama mengelak. Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, sang ayah lebih dulu berkata, “Om Fahri meninggal dunia.”

Aditama membeku, mau tidak mau ia ikut mengantar mertuanya ke tempat peristirahatan terakhir.

Aditama menapakkan kaki di makam setelah mendapat arahan dari ayahnya. Di tengah kerumunan orang ramai dari jauh Aditama melihat punggung seorang wanita bergetar—menangis tersedu-sedu tertunduk lesu. Satu persatu peziarah meninggalkan area pemakaman—menyisakan Kinara yang masih terduduk sendiri dan Aditama dari kejauhan.

Tak berselang lama Aditama melangkah keluar dari area makam, terus melajukan mobilnya menuju bandara melanjutkan penerbangan ke Singapura. Sebelumnya ia meninggalkan pesan singkat pada Kinara. Alih-alih memberi perhatian atau menyediakan bahu untuk bersandar, Aditama terang-terang mengatakan dia tidak ingin diganggu, menyarankan agar mereka hidup masing-masing menyelesaikan studi-nya. Aditama tidak ragu mengatakan ingin fokus pada studi S2-nya.

Malam harinya, Kinara baru membaca pesan itu. Tidak ada perasaan sedih, kesal, atau marah saat membaca kalimat demi kalimat yang Aditama tuliskan.

Kinara mati rasa. Ia tidak ambil pusing. Akan seperti apa pernikahannya nanti dia pun tidak tahu. Saat ini, yang ia rasakan hanyalah duka.

Kinara sudah terbiasa sendiri. Kalimat dari Aditama tak sedikit pun mengusiknya. Ia memilih mengabaikan pesan itu tanpa membalas. Sementara di seberang sana, seseorang masih menunggu balasan dari istrinya.

Dinis Selmara

Aditama yang kamu lakukan itu jahara ;( Peluk Kinara

| 16
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (42)
goodnovel comment avatar
ida Sari
ya Allah, kasian Kinara harus kehilangan ayah nya untuk selamanya.mana punya suami gitu lagi.moga aja Kinara tetap sabar ya .
goodnovel comment avatar
Chaaa
Fahri beneran nunggu Kinara dan Aditama menikah baru bisa pergi dengan tenang..yg kuat Kinara..
goodnovel comment avatar
Dinis Selmara
ang ang ang ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Parasit

    Satu tahun kemudian“Saya sudah kirim uang nafkah untuk kamu,” tulis Aditama pada pesan singkat untuk sang istri.Ia menatap ruang obrolan dengan sang istri yang tidak berbalas. Aditama tersenyum getir. Selama satu tahun pernikahan bisa dihitung berapa kali Kinara membalas pesan Aditama. Wanita itu juga mengaku sibuk dengan studi-nya.Aditama mengembuskan napas panjang—mengusap kasar wajahnya.Pernikahan seperti apa ini? Hambar.Dalam bayangannya, pernikahan adalah bersatunya dua orang yang saling mencintai. Tidak harus selalu memiliki kesamaan, asalkan bisa saling melengkapi. Namun, kenyataannya jauh dari ekspektasi. Pernikahan yang ia jalani ini tidak seperti yang ia impikan, bahkan sebaliknya.Terbesit pikiran untuk menceraikan sang istri. Bukankah itu lebih baik? Kinara bisa menikahi lelaki yang dicintainya, begitu pula dirinya. Namun, sanggupkah Aditama mencintai lagi?Tak ada yang tahu bahwa Aditama sudah menikah. Ia sengaja tidak mempublikasikannya. Lebih tepatnya, tidak ada yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Pertemuan Tak Terduga

    Parasit? Kinara tertawa sinis. Segera saja dia membalas pesan sang ibu mertua. “Baik, Tante. Saya akan mempersiapkan diri,” tulisnya. Terlalu lelah menjadi bulan-bulanan Rindu, Kinara mantap akan berpisah dengan Aditama. Lucu sekali ibu dan anak itu. Kalau memang ingin protes dan tidak setuju, kenapa tidak langsung menyampaikan saja pada Om Tama yang bersikeras menyatukan Kinara dan Aditama? Bahkan sampai saat ini, ayah mertuanya masih memperlakukannya dengan baik, menganggapnya seperti anak sendiri. Kinara naik ke tempat tidur, mencoba beristirahat, tak sabar menanti esok hari. Dalam pejamnya, pikirannya kembali pada pesan singkat dari ibu mertuanya. Diceraikan? Miris sekali, pernikahan yang diharapkannya hanya sekali dalam seumur hidup ternyata tidak berlaku dalam hidupnya. Setelah ini, bagaimana dengan statusnya sebagai janda? Tidak punya ayah, tidak punya ibu …. Kuat ya, Ra. Kamu tidak selemah itu, batinnya menguatkan diri. Dering ponselnya mengusik di saat matanya baru saja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Bertemu Kembali

    “Siapa juga yang mau bertemu lagi dengannya,” kesal Kinara melihat punggung lelaki arogan itu menjauh. Segera saja Kinara melangkah terus menuju kamarnya.Sesampainya di kamar, Kinara terus menatap layar ponselnya, tepatnya ruang obrolan dengan sang suami. Aditama sudah membaca pesannya, tetapi tak kunjung membalas. Begini saja terus hubungan mereka sampai bumi berhenti berputar."Ah, sudahlah!"Kinara membenamkan tubuhnya ke dalam selimut, ingin segera berlabuh ke pulau kapuk. Padahal, masih terlalu dini untuk tidur, tetapi tubuhnya terasa begitu lelah.***Sejak penolakan kemarin, Erik tak lagi terlihat dalam rombongan. Ia memilih liburan terpisah dengan alasan ingin mengunjungi keluarganya di sini, mumpung ada waktu luang.Tak ada yang tahu tentang pertemuan mereka kemarin, termasuk Ve.Hari ini, mereka berencana menghabiskan waktu di luar Pulau Sentosa. Ve penasaran dengan skybar dan klub yang terletak di rooftop bangunan termegah dan paling ikonik di negara ini.Dalam perjalanan k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Pertanggungjawaban

    Kinara mengeratkan pelukannya menikmati aroma tubuh yang menenangkan. Tubuh? Kinara membuka matanya perlahan mengerjap saat tubuh kecilnya berada dalam pelukan seseorang. “Aahh …!” Kinara memekik mendorong tubuh di hadapannya hingga jatuh dari ranjang tersungkur mengerang kesakitan. “Ka—kamu?” Berusaha mengumpulkan kesadarannya lelaki itu pasrah terbaring telentang di lantai menahan sakit memegangi lengannya. “Ka—kamu nggak apa-apa?” tanya Kinara merasa bersalah karena lelaki itu terlihat sangat kesakitan. “Mas?” panggilnya hati-hati. Kinara sangat mengenal wajah ini. Lelaki ini adalah lelaki yang kemarin tidak terima dimintai tolong saat Kinara mengelabuhi Erik. Sebentar, dia juga yang memukuli Erik malam saat …. “Kamu sudah sadar, sebaiknya pergi dari apartemen saya,” kata lelaki itu dengan nada dingin—sudah terduduk di lantai dan berusaha bangkit dari duduknya. Kinara cepat turun dari ranjang dan berusaha membantu lelaki itu tapi yang ingin ditolong menolak. “Bukankah saya sud

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Lelaki dari Masa Lalu

    Ada apa dengan lelaki itu? Sok paling kenal, pikir Kinara.“Mundur, Wir! Modusmu kelewatan,” pekik Kinara saking kesalnya. Tentu saja yang sedang dibicarakan tidak ada, ya …. Mana berani Kinara mengatai di depan orangnya langsung. Melihat tatapannya yang tajam saja takut, seperti akan melahap orang hidup-hidup.Kinara tidak ambil pusing karena dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan lelaki.Di hotel, Aji bolak-balik berjalan ke sana-sini seperti setrikaan berusaha menghubungi Kinara. Nomornya sudah aktif, tapi panggilan tidak kunjung diangkat.“Jadi apa mau ke kantor polisi saja?” tanya Ve, ketakutan.Aji menjelingkan matanya jengah karena Ve masih saja bungkam. Ve mengatakan kalau pun harus membuka rahasia Kinara itu hanya pada polisi nanti saat bersaksi.“Mau apa ke kantor polisi?” tanya Kinara melangkah masuk ke kamar yang sengaja disanggah hingga sedikit terbuka.Aji dan Ve segera menoleh saat seseorang melangkah masuk tanpa rasa bersalah, lalu menjatuhkan diri di s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Warna Baru

    “Wah, parah,” kata Adit, menggeleng sedih karena Kinara tidak mengingatnya.Kinara menganga tak percaya, kedua tangannya menutup mulutnya refleks. Ia terkejut bisa bertemu dengan lelaki yang ia kenal sebagai Adit—lelaki yang menemaninya malam itu, tiga tahun yang lalu, saat ia bersedih—tanpa tahu bahwa lelaki itu juga adalah Aditama, suaminya.“Maaf, Mas...,” lirihnya, masih tak percaya. “Sebentar, Mas Adit masih simpan gelangnya?” tanyanya lagi dengan mata membulat.Aditama mengangguk, lalu mendekatkan tangannya dengan tangan Kinara. Kinara menatap takjub saat melihat gelang pasangan mereka masih melingkar di sana, sama seperti miliknya.Hatinya dipenuhi rasa haru. Ia nyaris tak percaya pertemuan ini benar-benar terjadi. Ia tidak henti berterima kasih karena Aditama telah menyelamatkannya—meraih tangan Aditama, menarik, dan menggoyang-goyangkannya riang sementara yang ditarik meringis kesakitan.Aditama meringis.Menyadari perubahan ekspresi lelaki itu, Kinara buru-buru menghentikan t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Dilema Kinara

    08xx xxxx xxxxNona, perkenalkan saya Vano, asisten Pak Aditama. Saya ingin meneruskan surat pernyataan berikut untuk Nona tandatangani, terima kasih.‘Surat penyataan perceraian?’Suami GaibSudah terima draft dari Vano? Tolong segera tandatangani.Mas AditRa, besok mau dibuatkan sarapan apa?Kinara menatap aplikasi pesan singkat di layar ponselnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas meja—meremas rambutnya. Bingung pesan mana yang harus ia balas lebih dulu.Deringan ponselnya membuyarkan pikiran, senyumnya merekah melihat telepon masuk dari papa mertuanya, Tama. Segera saja Kinara mengangkat panggilan itu.“Halo, Om,” sapa Kinara.“Kok, Om, terus, sih? Panggil papa seperti Aditama juga, Nak,” kata Tama dari seberang telepon.Kinara meringis segan. Pasalnya ia juga pernah memanggil Rindu dengan sebutan mama, tapi mertuanya itu menolak keras dipanggil mama. Kinara jadi membatasi diri dari keluarga suaminya.“Kamu lagi di Singapura?” tanya Tama kemudian.Kinara menyahut membenarkan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Cinta di Ujung Perpisahan   Rumah Kecil

    Malam ini, Kinara ikut Ve ke sebuah pameran seni. Sementara Aji menemani Ve di ruang lelang, Kinara berkeliling menikmati pameran.Tanpa disadari, sejak tadi ia menjadi objek bidikan seorang fotografer. Setiap gerak-geriknya tertangkap dalam jepretan kamera. Fotografer itu begitu menikmati momen memotret Kinara yang fotogenik.Kinara terus berjalan hingga berhenti di depan salah satu lukisan.Lukisan itu terpajang di sudut ruangan. Sapuan warna-warna hangat membentuk siluet sebuah rumah tua yang disinar cahaya keemasan. Di teras, tergambar sosok ayah yang tersenyum lembut, tangannya memeluk putri kecilnya. Di belakang mereka, samar-samar terlihat bayangan seorang ibu yang penuh cinta, pelukan itu seakan bisa dirasakan meski hanya dalam kanvas.Namun, semakin lama dipandang, lukisan itu terasa memilukan. Kinara berdiri di depan lukisan itu, dadanya sesak. Rindu menghangatnya rumah kecil, pelukan ayahnya, dan tawa yang dulu mengisi hari-harinya. Air matanya jatuh tanpa ia sadari, mengena

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20

Bab terbaru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Ketahuan

    Rindu belum puas dengan penjelasan Aditama. Namun, dari tutur kata putra sulungnya, jelas terlihat bahwa Aditama menginginkan wanita itu.“Jadi, dia gadis yang Mas temui di Singapura waktu itu?” tanya Rindu, mengingat cerita sang anak tiga tahun lalu. “Memangnya tidak ada niatan untuk memperbaiki hubungan dengan Kinara—”“Mas nggak mau bahas dia, Ma.”Rindu tersenyum tipis. Hari itu, ia sengaja memberikan afirmasi positif kepada calon menantunya, karena tahu betul Aditama masih menyimpan kebencian yang dalam terhadap istrinya. Bukan hanya enggan memiliki anak dari Kinara—mendengar namanya saja sudah membuat Aditama muak. Ia tahu, Kinara tak akan pernah diterima. Yang menanti wanita itu hanyalah penolakan. Rindu tdak menyukai Kinara karena keluarga besannya tidak ada yang benar.***“Gantiin gue, Ve,” bujuk Kinara pada Ve yang sedang menikmati camilan yang Aji pegang. Sesekali lelaki itu menyuapi Ve dengan manja.“Nggak bisa, Sayangku, Cintaku. Tugasku numpuk. Tumben banget nggak mau ik

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Hari Yang Menyenangkan

    Usai adegan peluk-pelukan, Kinara menjauh dari Aditama dan mencari Aji yang ternyata tengah sibuk menyantap hidangan pembuka di hadapannya. Semua makanan telah tersaji rapi di meja prasmanan, tak jauh dari tempat Aji duduk.Kinara melirik Aji dengan kesal. Lelaki itu malah menawarinya makan tanpa rasa bersalah.“Sumpah, malah asik makan,” omel Kinara.“Diambilin tadi sama pelayan, ini hidangan pembuka,” jawab Aji sambil menunjuk menu di depannya.Pandangan Kinara kemudian jatuh pada Aditama yang tengah mendekat.“Kita makan di luar—” ucap Aditama, tapi terpotong.“Di sini saja,” potong Kinara ketus.Aditama tak melanjutkan kalimatnya, hanya mengangguk paham. Ia lalu menarik kursi di samping Aji dan duduk di sana, karena kursi di sebelah Kinara sudah wanita itu tempati tasnya.Aditama meminta pelayan untuk menyajikan makanan di meja mereka. Mata Kinara membulat melihat semua menu yang terhidang—semuanya adalah makanan kesukaannya. Ia juga baru menyadari bahwa bunga-bunga yang menghiasi

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #2

    “Nggak usah datang,” ujar Kinara saat berdebat dengan Aji.Aji sangat menyayangkan hal itu. Padahal, ia baru saja mendapatkan ilham untuk judul skripsinya dan ingin berkonsultasi dengan Aditama.Kinara mengatakan bahwa ia akan merekomendasikan kakak lelakinya, Dito, untuk menjadi tempat konsultasi Aji. Dito adalah kakak dari pihak ibu tirinya. Dito yang lebih bisa diandalkan. Sayangnya, Dito memilih untuk tidak terlibat dalam bisnis keluarga. Ia bekerja secara profesional di sebuah perusahaan terkemuka di bidangnya.“Datanglah, paling nggak. Bayangin gimana rasanya kalau kamu ulang tahun tapi nggak ada yang datang. Aku janji, setelah ini aku nggak akan menemuinya lagi kalau itu memang membuatmu nggak nyaman. Tapi, jangan lupa bantu atur komunikasiku dengan Mas Dito,” pinta Aji.Sejujurnya, berat rasanya bagi Kinara untuk kembali bertemu dengan Adit. Namun, akhirnya ia mengangguk setuju. Toh, ini akan menjadi yang terakhir kalinya ia berurusan dengan Adit.Kinara menghubungi Dito. Baru

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Sandiwara #1

    Kinara ketar-ketir sejak tadi ditatap tajam oleh Aditama.Seperti biasa, lelaki itu kembali duduk berlama-lama di kafe miliknya usai beraktivitas seharian, menyeruput kopi favorit sambil terus mengamati Kinara."Ke mana sih Aji?" gumam Kinara kesal, matanya sesekali melirik layar ponselnya.“Dia nggak bilang, ya?” sahut Ve, santai tanpa mengalihkan pandangan dari tablet desain di tangannya. “Dari kampus dia nyusul Mama dan Papa-nya ke Batu Pahat.”“Hah? Batu Pahat?” suara Kinara meninggi tak percaya.Kesal, Kinara mendesah. Suami macam apa yang pergi tanpa kabar? Tidak bisa diandalkan. Kalau begini rencana Kinara berantakan. Ve menelisik wajah sahabatnya janggal, tapi dia tidak ambil pusing—mengedikkan bahunya dan melanjutkan kegiatannya dengan tab-nya.Menjelang malam, Kinara memutuskan pulang lebih awal. Ia hanya ingin segera sampai di apartemen, membersihkan diri, lalu tidur. Namun niatnya terhenti saat matanya beradu dengan Aditama. Lelaki itu menatapnya menusuk, membuat Kinara men

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Suami Dadakan

    Aditama membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Setelah keduanya terdiam beberapa saat, Aditama malah tertawa. Ia mendekat—sedikit membungkuk menatap wajah Kinara sambil mencolek hidung mancung wanita itu.“Sengaja bilang begitu biar aku menjauh darimu, hmm?”“A–aku nggak bohong. Aku ini istri dari seorang pria, Mas,” tekan Kinara dengan nada sungguh-sungguh.Aditama menelisik wajah Kinara. Ia kecewa karena tidak menemukan kebohongan di mata wanita kecil itu.“Kalau begitu, beri tahu aku siapa pria itu,” ucap Aditama dengan rahang mengeras.Kinara mundur—masih duduk di sofa—saat Aditama semakin dekat. Tatapan lelaki itu begitu tajam, membuat lidahnya kelu.“Tentu saja Mas nggak kenal dia,” bisik Kinara nyaris tak terdengar.“Katakan, Ara!”Dering ponsel Kinara menginterupsi ketegangan. Keduanya serentak melirik ke arah meja tempat ponsel itu tergeletak. Kinara segera mendorong tubuh Aditama dan meraih telepon.“Sebaiknya Mas Adit pergi,” ucapnya menjauh, lalu meneri

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Fakta Tak Terduga

    Keduanya beradu pandang saling menatap begitu dalam. Aditama terkejut dengan permintaan Kinara yang sekaligus menyadarkannya kalau dia baru saja akan salah melangkah.“Katakan sekali lagi,” lirih Aditama, tangannya sudah terulur mengusap lembut pipi Kinara.“Tetap di sini, Mas,” balas Kinara.Aditama menarik Kinara–mengecup keningnya begitu lama.“Aku di sini, Ra. Aku tidak akan pergi,” ujar Aditama membuat Kinara mengembuskan napas lega–tangan bahkan sudah memeluk Aditama.***Kinara sudah terlelap di sofa, sementara Aditama duduk di lantai, bersandar pada pinggiran sofa.“Mau lanjut nonton lagi—” Aditama tersenyum saat menoleh dan mendapati Kinara sudah tertidur. Tangannya terulur, mengusap lembut puncak kepala Kinara. Ia telah jatuh sepenuhnya dalam pesona wanita itu. Tak ingin menjauh, apalagi menyakiti wanita kecil ini. Sebisa mungkin, ia ingin menjadi alasan Kinara tersenyum.Setelah menuruti permintaan Kinara, Aditama meminta Vano menjemput Sheila—tentu atas sepengetahuan Kinar

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Tak Rela

    “Ara,” panggil Aditama dengan mata membulat terkejut. “Maaf, Mas. Saya permisi,” lirih Kinara, melangkah pergi tanpa tahu harus berkata atau bersikap seperti apa. Dengan cepat, Aditama melepaskan paksa pelukan wanita itu dan segera mengejar Kinara. “Ra!” teriaknya, sementara Kinara sudah masuk ke dalam lift. “Ara…!” Aditama berlari menahan pintu lift yang hampir tertutup. Tangannya terjepit sedikit, membuat Kinara terlihat khawatir. Begitu pintu terbuka, Aditama langsung masuk ke dalam kotak besi itu. “Kenapa pergi, hm?” tanyanya seraya meraih tangan Kinara yang langsung ditarik menjauh oleh wanita itu. Kinara tak mengerti kenapa dia pergi dan lebih tak mengerti lagi kenapa dia datang jauh-jauh ke Singapura hanya untuk menemui Aditama. Lihatlah, apa yang ia dapatkan? Dan apa yang sebenarnya ia harapkan? “Kamu datang untuk menemui aku, kan?” tanya Aditama, menelisik wajah Kinara. Mata wanita itu berkaca-kaca, jelas tampak kekecewaan di sana. “Ara,” panggil Aditama, menco

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Patah Hati?

    Aditama merekahkan senyum melihat Ara tertawa bahagia saat berbincang dengan rekan-rekannya. Ya, Aditama sengaja menunda kepulangannya hanya demi wanita kecil itu. Ia tak ingin wanitanya kecewa. Di antara rekan-rekan Kinara, tak ada yang tahu bahwa Kinara sudah menikah. Maka, saat melihat Kinara datang bersama Aditama, mereka menganggapnya biasa saja—seperti pasangan kekasih pada umumnya. Mereka bahkan tidak henti menggoda Kinara—mendoakan hubungan Ara dan Adit. Pandangan Kinara jatuh pada sosok Adit. Ia ikut tersenyum, lalu berpamitan pada rekannya. Kinara mendekat ke arah Aditama—duduk di kursi di sampingnya. "Mas, makan, yuk! Aku ambilkan makanannya, ya?" tawarnya. Belum sempat Kinara beranjak, Aditama menahannya. "Let me. Biar aku saja yang ambilkan untukmu. Kamu tunggu di sini, ya," kata Aditama, mengusap puncak kepala Kinara. Kinara mengangguk dan menawarkan diri untuk mengambil dessert mereka nanti. Sepanjang makan malam Kinara tidak henti tersenyum. Hari ini, dia meras

  • Cinta di Ujung Perpisahan   Kasmaran #2

    Dua hari ini, Aditama sibuk dengan pekerjaannya. Lelaki yang selalunya mejeng di kafe Kinara, kini tak nampak batang hidungnya. Meski tinggal bertetangga pun tidak ada pertemuan antara keduanya membuat Kinara juga cecarian akan sosok Adit.“Lemes banget bestieee…,” goda Ve pada Kinara yang sedang fokus pada laptopnya, tapi sesekali melihat layar ponselnya. “Nggak ketemu Mamas kesayangan berapa hari?”“Ve, please,” jengah Kinara.“Pernah dengar kalimat gini nggak, Ra. ‘Lo belum jadi sahabat banget kalau belum nemenin sahabat lo selingkuh,” kekeh Ve.Kinara terdiam sesaat.‘Selingkuh?’ batin Kinara.Kinara bahkan masih tidak mengerti dengan perasaannya saat ini.Usai bekerja di kafe, Kinara pamit pulang. Baru saja melangkah keluar, senyumnya merekah melihat sosok Adit merentangkan tangan, seolah meminta wanita kecil itu masuk ke dalam pelukannya.Dengan semangat, Kinara berlari kecil ke arahnya, tak sabar merasakan pelukan yang ia rindukan. Namun, ucapan Ve tadi tiba-tiba melintas di pik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status