Share

98. Perih

Author: MyMelody
last update Last Updated: 2024-10-21 06:20:31

“Berputarlah dan menghadap cermin,” pinta Gabriel lembut.

Karena penasaran, aku segera membalikkan tubuhku. Dari dalam cermin, aku melihat tangan Gabriel membelai leherku dan daerah sekitar tulang selangka. Karena tidak kuat, aku menggigit bibir bawahku menahan hasrat yang ada.

“Nah, lakukan sekali lagi,” pinta Gabriel sambil menempelkan dagunya di bahuku. Bibirnya mengecup leherku dan meninggalkan jejak cinta di sana.

“A-apa yang harus aku lakukan?” rintihku sambil menekan kepala Gabriel agar dia semakin memperdalam ciumannya.

“Gigit bibir bawahmu dan lihat bayanganmu sendiri di dalam cermin.”

“Hah?" tanyaku bingung. "Aku tidak mau,” protesku cepat setelah kewarasanku kembali.

“Lakukan hal itu tanpa kamu sadari,” goda Gabriel sambil meremas sesuatu di dadaku dengan tiba-tiba. Aku melonjak kaget dan tanpa sadar menggigit bibir bawahku karena kenikmatan dari sentuhan Gabriel.

“Kau membuat aku gila, saat sedang terbuai, dan caramu menggigit bibirmu bisa membuat pria mana saja tergoda
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (21)
goodnovel comment avatar
Albhi Lutfianto
cepatlah pindah Grace biar kau jauh dari jangkauan Gabriel ............
goodnovel comment avatar
Linda Tamban
yah mau gimana lagi grace kamu sudah jatuh cinta sama gabriel ya pasti susah buat ngejauhinnya
goodnovel comment avatar
Santih
sanget penyakitan ya.. sabar ya grace pasti ada kebahagiaan yang menunggumu kamu nanti
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   99. Pisau Dapur

    Hari kepindahanku dari mansion Gabriel dan Natalia kini sudah semakin mendekati hari H. Beberapa persiapan sudah aku lakukan termasuk dengan mengepak semua barang-barang pribadiku. Kunjungan ke rumah sakit pun terpaksa aku batasi karena aku harus packing-packing, dan hari Sabtunya, aku akan menghadiri acara makan malam di keluarga Tuan Marcus. “Nona, apakah Nona mau makan ikan bakar?” tawar Bik Sumi yang begitu bersemangat sore ini. Dia senang karena aku pulang lebih awal dan akan menemaninya makan malam. “Suka, Bik. Aku doyan semua jenis makanan yang berbahan jenis ikan.” “Yaudah, saya siapkan semuanya dulu ya, Non” “Siap, Bik! Jangan lupa sambal yang pedas,” celetukku dengan air liur yang hampir meleleh. Bagaimana tidak, aku jadi sering lapar akhir-akhir ini. Beruntungnya, aku tidak mengalami morning sickness seperti yang dialami beberapa wanita yang hamil muda. “Siap, Nona. Saya akan buatkan sambal seperti yang Nona suka.” “Terima kasih, Bik.” “Sama-sama.” Aku kembali sibuk

    Last Updated : 2024-10-22
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   100. Di Rumah Sakit

    “Kita ke rumah sakit sekarang,” ucap Gabriel sambil mengulurkan tangannya ke arahku. “Tapi ini hanya luka kecil, Gabriel.” “Itu bukan luka kecil, daging di jari telunjuk-mu perlu dijahit agar tidak terjadi infeksi.” Karena tidak mau bertengkar di depan Bik Sumi dan Bik Tutik, dengan berat hati, aku pun mengikuti langkah kaki Gabriel menuju garasi. “Masuk,” perintah Gabriel sambil membuka pintu mobil. Kalau sudah seperti itu, aku jadi seperti kerbau dicucuk hidung. Kuturuti permintaan Gabriel, lalu duduk di bangku depan. Ini untuk pertama kalinya aku duduk di samping Gabriel. Tanpa meminta persetujuanku, dia mendorong tubuhnya melewatiku dan memasang sabuk pengaman. Aku menahan napas, berusaha untuk tidak menghirup aroma Gabriel yang kadang sangat menggoda. “Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Gabriel lembut. Wajah kami begitu dekat, napas kami saling bertabrakan di udara saking dekatnya posisi kami berdua. “Ini hanya luka kecil, Gabriel. Aku baik-baik saja.” “Aku tahu, tapi luka

    Last Updated : 2024-10-23
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   101. Tawaran

    Sepanjang perjalanan ke dari rumah sakit, aku hanya menatap keluar jendela. Semua perhatian Gabriel membuat aku bingung bagaimana harus bersikap senormal mungkin. Belum lagi pikiranku yang dipenuhi oleh rumah yang akan dijual oleh Tuan Marcus. Ini adalah kesempatan langka bagiku. Membayangkan mama dan papa keluar dari rumah sakit dan kembali berkumpul di rumah yang nyaman dan tenang, itu adalah impianku saat ini.“Kok diam aja? Lagi melamun apa?” tanya Gabriel memecah kesunyian panjang di antara kami berdua.Aku tidak langsung menjawab, tapi menatap wajah pria tampan itu yang sedang sibuk mengendalikan laju mobilnya dengan lincah dan cekatan. “Ceritakan padaku, Grace. Siapa tahu aku bisa membantumu.” Suara Gabriel terdengar begitu lembut dan penuh perhatian, sehingga itu membuat keragu-raguan yang menghampiriku kini mulai berangsur hilang.“Grace, apa pun masalah yang kita hadapi, pasti akan selalu ada jalan keluarnya. Kamu percaya kan akan hal itu?”Aku mengangguk, tapi menyadari ba

    Last Updated : 2024-10-24
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   102. Kenapa?

    “Terima kasih, Grace, karena kamu sudah mau terbuka padaku. Kapan kamu mulai bekerja di perusahaanku? Aku sudah tidak sabar lagi melihatmu memimpin tim IT yang aku punya.”Aku menatap Gabriel dalam-dalam, kemudian tersenyum lembut.“Aku bisa mulai kapan saja kamu mau, tapi ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu.”“Katakan saja," ucap Gabriel sambil memicingkan kedua matanya.“Rumah yang ingin aku beli adalah rumah yang sudah aku jual. Itu bukan rumahku, tapi rumah kedua orang tuaku.”“Hah? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Maaf kalau sudah membuatmu tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaanku tadi.”“Tidak apa-apa. Aku takut kamu menolak meminjamkan uang padaku kalau aku mengatakan yang sebenarnya," ucapku nyaris berbisik.“Grace, look at me. Aku percaya padamu dan apa pun yang kamu minta, aku akan berusaha untuk memenuhinya.”“Terima kasih, Gabriel. Tapi, kenapa kamu begitu baik padaku? Aku bukan siapa-siapamu.”“Siapa bilang kamu bukan siapa-siapaku?” tanya Gabriel sambil men

    Last Updated : 2024-10-25
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   103. Stop, Sebelum Terlanjur ....

    Sambil merapikan barang-barangku yang tersisa, aku menyiapkan dress terbaik yang akan aku kenakan di acara makan malam nanti. Ada rasa gugup dan khawatir yang melandaku sejak beberapa hari yang lalu. Aku cemas kalau harga rumahnya terlalu mahal, takut kalau Gabriel tidak jadi memberikan uang pinjaman padaku. Semua hal itu membuatku tidak bisa tidur dengan lelap. Pling! Sebuah pesan singkat masuk ke dalam inboxku. ‘Hai, Grace! Aku akan menemanimu makan malam di rumah Marcus sore ini.’ Begitu pesan singkat dari Gabriel yang membuat jantungku berdebar dengan kencang. Sudah dua hari aku berhasil menghindar darinya dan ternyata itu tidak semudah yang aku bayangkan. Aku mengacuhkan pesan itu dan terus melanjutkan kegiatanku karena sebentar lagi aku akan mandi dan siap-siap berangkat. Kring …, ponselku berdering, dan ternyata Gabriel yang meneleponku karena aku mengacuhkan pesannya. ‘Kamu di mana sekarang?’ Aku menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Gabriel. ‘Grace?’ ‘A

    Last Updated : 2024-10-26
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   104. Memori Indah

    “Please, hentikan semua sebelum kita melangkah terlalu jauh, Gabriel.” Akal sehatku masih berfungsi walaupun nafsu sudah melanda sel-sel tubuhku.“Aku tidak bisa berhenti, Grace,” keluh Gabriel sambil meraup bibirku dengan rakus. Dengan penuh hasrat dia melumatku habis-habisan sampai kami berdua terengah-engah menahan luapan asmara yang ada. Suara kecupan Gabriel membuatku hasratku kembali bergejolak. Aku tidak kuat kalau dicumbu seintim ini. Terlalu nikmat dan memabukkan.Gabriel menautkan jari-jarinya di jari-jariku sehingga tindihan tubuhnya semakin menekan tubuhku ke bawah.“Aku sangat menginginkanmu, Grace. Ya, teramat sangat.”Kami saling bertatapan dan aku melihat luapan nafsu yang liar di kilatan matanya.“Kita harus berangkat sekarang,” ucapku seolah-olah mengacuhkan hasrat Gabriel yang sedang membara.“Haruskah kita berangkat sekarang?” tanyanya seperti orang linglung.Aku tersenyum lebar. “Ya, Gabriel, aku tidak mau kita datang terlambat.”Gabriel mencebikkan bibirnya dan d

    Last Updated : 2024-10-27
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   105. Sabar

    “Kenalkan, ini istriku, Sara,” ucap Marcus dengan senyuman bangga. ‘Sepertinya mereka keluarga yang bahagia,’ pikirku sambil menyambut uluran tangan wanita cantik yang bernama Sara. Tak lupa aku memperkenalkan Gabriel kepadanya.“Senang berkenalan dengan kalian, pasangan yang sangat serasi,” puji Sara yang juga begitu ramah dan sangat welcome. Lagi-lagi orang mengira kami berdua adalah sepasang kekasih.“Ayo, silahkan duduk,” lanjut Sara. Clara anak perempuan mereka yang baru berusia delapan tahun, menatapku dengan bola matanya yang bulat seperti ingin mengatakan sesuatu kepadaku.Aku berjongkok dan mensejajarkan tubuhku dengan Clara.“Kakak, aku boleh duduk di samping, Kakak?” tanyanya sopan membuatku meleleh menatap wajah mungilnya.“Tentu saja!” dengan cekatan aku menarik sebuah kursi untuknya, gadis cilik itu langsung duduk manis.“Silahkan, sayang,” ucap Gabriel yang membuat leherku tiba-tiba terasa kering. Dengan gentle, dia menarik sebuah kursi untukku. Ingin rasanya aku meng-

    Last Updated : 2024-10-29
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   106. Candu

    “Loh, kita mau ke mana?” tanyaku begitu menyadari bahwa Gabriel tidak memilih jalur yang biasa kami lewati.“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Tapi ini sudah malam, Gabriel. Natalia pasti akan mencarimu begitu dia pulang.”“Natalia sedang sibuk dengan perlombaan yang sebentar lagi akan dilaksanakan.”Aku akhirnya diam dan mengikuti kemauan Gabriel. Mobil Gabriel terus melaju menembus kegelapan malam. Tidak lama kemudian, kami tiba di suatu tempat yang, ya sangat indah. Sebuah danau yang begitu tenang, jauh dari kesibukan sehari-hari dan keramaian kota yang gemerlap.Sinar lampu jalan memantulkan cahaya ke dalam mobil yang terparkir, menambah keindahan yang ada.“Indah sekali tempat ini,” celetukku sambil menikmati panorama yang ada. Dari sini, aku bisa melihat lampu kelap-kelip di perkotaan.“Selain rooftop, ini adalah tempat favoritku,” timpal Gabriel. “Di sini, kamu bisa merenung, atau sekedar mengalihkan pikiran dari segala kesibukan hidup sehari-hari.Aku duduk dengan kepala

    Last Updated : 2024-10-30

Latest chapter

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki,

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   148. Merespon

    "Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   147. Pucat

    “Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   146. Hampa

    “Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,

DMCA.com Protection Status