Share

74. Janjian

Penulis: MyMelody
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-23 23:59:31
“Grace!” sapa seseorang dari arah samping. Aku menoleh dan terkejut, sahabat dekatku yang selama ini aku hindari dan tidak pernah aku hubungi, berdiri di depanku dengan wajah terkejut. Well, aku pun tak kalah terkejutnya.

“A-Anita?” ucapku sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku.

“Kamu ke mana saja selama ini? Aku sampai hampir gila karena kehilangan jejakmu. Bahkan kamu pindah pun tidak bilang-bilang. Apa yang telah terjadi padamu? Kenapa perusahaanmu, bukan orang tuamu atau kamu lagi yang kelola?”

Pertanyaan-pertanyaan Anita seperti belati yang menusuk hatiku. Aku bingung harus menjawab pertanyaan mana terlebih dahulu.

“Hey! Ada apa denganmu?” Anita mendekati dan memelukku dengan erat sampai aku sesak napas.

“Sini, duduk dulu. Aku sudah sangat merindukanmu selama ini,” ucap Anita sambil membelai punggungku. Aku hanya tersenyum tipis dan mengikuti langkah kakinya menuju bangku panjang di ruang lobby.

“Ceritakan padaku semua, aku ingin tahu apa yang telah terjadi padamu.” Anita men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (22)
goodnovel comment avatar
Iyen97
Bukan Grace ga mau terus terang ke Anita meskipun Anita teman baiknya tapi kehidupan Grace yg sekarang ga semudah dengan apa yg di pikirkan karan Grace juga terpaksa
goodnovel comment avatar
Albhi Lutfianto
sepertinya Anita bener2 sahabat yang paling baik, semoga beban yang selama ini kau pikul sedikit berkurang ya Grace karena sudah sedikit cerita kepada Anita...... semangat selalu Grace......
goodnovel comment avatar
fhᥱrrᥲ7
.smga Anita bner2 tulus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   75. Menjauhlah

    Aku tiba di mansion milik Gabriel dan Natalia jam delapan malam. Begitu aku membunyikan bell khusus yang terhubung dengan pintu gerbang, seorang penjaga segera membukakan pintu untukku. Dengan hormat, dia menyapaku dan mempersilahkan aku masuk. Harus aku akui, sejak malam saat Gabriel menghukum mereka, kini aku diperlakukan dengan sangat baik. Bahkan mereka selalu menunduk dengan perasaan bersalah saat berpapasan denganku.“Terima kasih, Pak,” ucapku memecah kecanggungan di antara kami. Aku sebenarnya merasa sangat risih diperlakukan seperti ini. Aku ingin mereka bersikap normal seperti biasanya.“Sama-sama, Nona Grace,” ucap penjaga itu sambil cepat-cepat menghindar dari hadapanku.Aku pun hanya mengangguk singkat dan buru-buru berjalan melalui jalan menuju ke pintu utama. Langit sudah gelap, dan aroma tanah yang basah karena hujan yang seharian telah mengguyur bumi, terasa begitu menyenangkan. Aku begitu menikmatinya.“Akhirnya aku tiba juga di sini setelah seharian di luar,” bisi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   76. Sialan

    “Aku merindukanmu seharian ini, Grace,” ucap Gabriel sambil menarikku ke dalam pelukannya.“Tolong jaga jarak denganku,” pintaku lemah.Kudorong Gabriel dengan cepat, aku tidak ingin terluka, karena aku tahu, kami berdua tidak akan pernah bisa untuk bersatu. Kalau pun suatu hari nanti aku jatuh cinta padanya, maka rasa itu pasti akan kubawa sampai aku pergi dari dunia ini. Sesak bukan?Gabriel menatapku tak percaya. Lalu dengan cepat, dia meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat.“Apakah kamu marah padaku karena aku telah salah menyebut namamu waktu lalu?” Gabriel menatapku lekat-lekat seakan ingin menembus ke kedalaman netraku. Wajahku menjadi jengah, tapi dengan berani, aku balas menatapnya.“Aku minta maaf karena telah melakukan hal itu,” mohon Gabriel dengan wajah penuh penyesalan. Dia kembali mengulurkan tangannya ingin menggenggam tanganku. Namun, lagi-lagi aku menghindar. “Sudah malam, aku pamit untuk istirahat dulu.” Tanpa menunggu jawabannya, buru-buru aku melangkahkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   77. Orang Dalam

    ‘Tidak! Aku tidak mau terlena karena pesona pria ini,’ jeritku tak berdaya. Dengan sekali hentakan, aku menjauhkan diri dari Gabriel.“Tolong hargai keputusanku agar kita saling menjaga jarak,” ucapku sambil menghapus ciuman Gabriel di bibirku dan yang selalu membuat imanku terombang-ambing.“Haruskah seperti ini? Grace,” bisik Gabriel frustasi. Dia melepaskan pelukannya dari pinggangku dan mengusap wajahnya dengan kasar. Ditatapnya aku dengan wajah putus asa seakan tidak rela dengan keputusanku.“Ehem …,” dehemku pelan karena tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. “Apakah ciuman, pelukan, sentuhan dan penyatuan tubuh kita tidak ada artinya sama sekali bagimu, Grace?”“Maaf, itu semua bagian dari tugas yang kita berdua harus lakukan,” jawabku tenang, walaupun hatiku terasa sakit.Gabriel menatapku sebentar dan berjalan ke arah samping. Bugh! Tiang lampu taman di depannya menjadi tempat sasaran kemarahannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dan mendengar kepalan tangannya yang bertemu d

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   78. Jurang ini Terlalu Dalam

    “Pecat karyawan yang memiliki akun ini,” jawabku enteng sambil mencopy nama akunnya dan memasukan ke dalam sistem coding.“Hae?” tanya Gabriel kebingungan.“Tim IT perusahaan kalian sudah bagus sistem keamanannya, hanya saja kebocoran yang terjadi selama ini telah dilakukan oleh orang dalam yang mengetahui seluk beluk perusahaan kalian.”Gabriel hanya menatapku dengan mata terbelalak. Dia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja aku sampaikan.“Are you s-serius?” tanya Gabriel sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sangat percaya pada orang itu selama ini, dan sekarang, wanita yang telah merebut seluruh perhatiannya ini, mengatakan bahwa orang kepercayaannya telah melakukan kecurangan. Benar juga apa yang orang katakan selama ini, ‘kepercayaan itu selalu dirusak oleh orang-orang terdekat bahkan oleh orang yang paling dipercaya sekalipun.'“Lihat ini kalau kamu masih meragukan ucapanku,” ujarku enteng. Gabriel mendekatiku dan hampir menempel wajahnya di pipi sebelah kiriku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   79. Gado-Gado

    Selama berminggu-minggu aku menghindari Gabriel dengan berbagai macam alasan. Bahkan aku mencatat jam berapa saja dia biasanya berangkat kantor dan pulang rumah. Sebisa mungkin aku tidak berpapasan dengannya karena aku tahu, setiap ada kesempatan, Gabriel pasti ingin mengajakku berbicara atau sekedar memandangku dengan pancaran matanya yang sarat akan kerinduan yang mendalam.Inboxku dipenuhi oleh pesannya yang memintaku untuk menemaninya sarapan pagi atau pun makan malam. Namun, tidak satu pun aku balas. Aku benar-benar memasang mode cuek, secuek bebek yang sedang berenang di sungai.Tok, tok, tok ….Bunyi ketukan di pintu kamarku, memaksaku untuk keluar dari kamar, setelah seharian menemani mama di rumah sakit. Sore ini, aku menyempatkan diri untuk beristirahat sebentar sebelum membantu Bik Sumi dan Bik Tutik menyiapkan makan malam. Waktu baru menunjukkan pukul empat sore. 'Semoga bukan Gabriel yang mengetuk pintu,’ pintaku dalam hati sambil meraih gagang pintu dan membukanya.“Hel

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   80. Perlakuan yang Lembut

    “Kamu kenapa, sayang?” tanya Ibu Ariani panik melihat wajahku yang tiba-tiba pucat pasi.“Maaf, aku harus ke kamar mandi,” pamitku dan segera berlari kecil menuju kamar mangi. Begitu tiba di sana, kukeluarkan semua isi perutku yang memang tak seberapa. Tubuhku rasanya sangat lemas. Benda-benda yang ada di kamar mandi, seperti berputar-putar di sekitar kepalaku.“Apakah kamu terlambat makan hari ini?” tanya Ibu Ariani panik sambil memijat tengkukku dengan lembut.Aku hanya menggelengkan kepalaku kalut. ‘Apakah aku hamil?’ tanyaku dalam hati.“Kapan kamu terakhir kali datang bulan?” tanya Ibu Ariani lagi sambil memegang dan menahan rambutku ke atas agar tidak terkena muntahan.“Bulan lalu, Bu. Sepertinya aku sudah terlambat sepuluh hari,” bisikku lemas. Kembali perutku bergejolak sehingga aku harus muntah-muntah lagi. “Hah? Benarkah?” suara Ibu Ariani terdengar begitu bersemangat. Kalau saja dia tidak dalam posisi memegang rambutku, pasti wanita paruh baya itu sudah menari-nari dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   81. Ikatan Khusus

    ‘Apakah ini yang dirasakan oleh setiap wanita hamil?’ Hatiku berkecamuk tak menentu saat tanganku mengelus perutku yang masih rata. Kugelengkan kepalaku mengusir semua kegalauan yang ada. Dengan tangan gemetar, aku membuka pembungkus alat tes itu, lalu kemudian melakukan semuanya sesuai dengan petunjuk yang ada. Kututup mata sambil menunggu jawabannya. Satu …, dua …, tiga ….” Aku berhitung hingga angka ketiga puluh lalu membuka mataku dengan perlahan.Deg! Jantung seperti hampir lepas. Dua garis merah tercetak dengan sangat jelas di benda pipih yang ada dlaam genggamanku. Ada perasaan aneh yang membuncah di dadaku. Aku kembali menangis bahagia, semuanya terasa indah dan membingungkan. Tak pernah kusangka, dari rahimku, sebentar lagi akan melahirkan sosok mungil yang tiba-tiba ingin aku miliki dan rawat dengan tanganku sendiri.“Tuhan, apakah aku egois kalau aku sampai melakukan hal ini?” rintihku pilu. Tidak, tidak, tidak! Segera kutepis rasa egoisku. Anak ini bukan milikku dan aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   82. Pengumuman!

    “Ibu sudah menganggap kamu sebagai bagian dari keluarga ini, Grace," ucap Ibu Ariani sambil menatapku dalam.Baru saja aku hendak menanggapi perkataan Ibu Ariani, terdengar suara Natalia yang kencang dari lorong pintu masuk.“Sayang! Yuhuuuu, aku pulang!” Kulihat Gabriel berdiri dan menuju ke ruang tamu. Entahlah, mungkin dia ingin menyambut kepulangan Natalia.“Kamu makan dulu ya, Nak Grace. Mama buatkan telur rebus dan makanan yang tidak terlalu beraroma.”Aku hanya mengangguk menuruti keinginan dari Ibu Ariani yang hari ini menyuruhku untuk memanggilnya ‘mama.’”Dari ruang tamu, aku mendengar suara Gabriel yang sedang menanyakan kenapa Natalia baru pulang. Aku berusaha untuk tidak mendengarkan pembicaraan mereka, dan menyibukkan diri dengan menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ibu Ariani.***“Kok baru pulang jam segini?” tanya Gabriel dengan suara tertahan. “Loh, istri baru pulang, kok tidak disambut dengan senang hati?” rajuk Natalia sambil melepas sepatunya dan mendeka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03

Bab terbaru

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   154. Rantai Besi

    Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki, s

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   153. Diam!

    "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   152. Ke mana Dia?

    “Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   151. Mencari Jalan Keluar

    Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   150. Cap-Cay

    Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   149. Curiga

    “Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   148. Merespon

    "Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   147. Pucat

    “Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m

  • Cinta dalam Rahim Sang Madu   146. Hampa

    “Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,

DMCA.com Protection Status