“Astaga! Aku tahu sekarang kenapa Grace sampai marah seperti itu,” Gabriel kini menyadari kesalahannya.Dengan sekali lompatan, ia berlari dari balkoni dan akan ke lantai bawah untuk menemui Grace dan meminta pengampunan.“Hei, Sayang!” sapa Natalia dari bawah tangga. Wanita itu baru saja keluar dari kamar Grace setelah puas mengobrak-abrik kamar Grace. Senyuman manis mengembang di kedua sudut bibirnya sambil mendekati sang suami yang berdiri mematung. Natalia berjinjit dan mengecup bibir Gabriel ringan.“Dari mana saja kamu?” tanya Gabriel dengan suara tertahan, tentu saja dia tidak ingin membangunkan Grace yang mungkin sudah tertidur lagi.“Oo, oohh …, apakah kamu merindukan aku, babe?” ucap Natalia dengan nada manja. Dia segera bergelayut di lengan suaminya. Gabriel hanya mendengus panjang, antara lega dan kesal. Namun, setidaknya Natalia sudah pulang dan dia dalam keadaan baik-baik saja.“Jawab pertanyaanku, Natalia! Kamu ke mana saja seharian?”Natalia menatap wajah Gabriel yang
“Natalia, kamu tahu kalau aku melakukan semua ini karena kemauanmu. Kamu yang secara tidak langsung mengijinkan semua ini terjadi,” ketus Gabriel tak mau disalahkan.“Kenapa sekarang kamu malah menyalahkan aku?”“Baik, kalau memang kamu tidak mau disalahkan, aku mau bertanya satu hal padamu.”“Apa itu?” tantang Natalia sambil bangkit berdiri dan menyilangkan tangannya di dadanya.“Kenapa kamu memerintahkan para penjaga untuk tidak mengizinkan Grace masuk ke mansion dan bahkan mengusir wanita itu dari sini?”Natalia menelan ludahnya dengan susah payah, tapi bukan karena dia takut kalau sampai ketahuan bahwa dialah yang telah memerintah ketujuh penjaga untuk mengusir Grace dari sana. Namun, Natalia sakit hati karena di saat seperti ini pun, Gabriel malah sibuk memikirkan wanita lain.‘Apakah otaknya sudah benar-benar tercemar karena kehadiran wanita sialan itu?’ dengus Natalia dalam hati.Melihat Natalia yang tidak merespon pertanyaannya, membuat Gabriel naik pitam. Dia segera memungut p
“Oh, ya? Jadi kamu mulai menggunakan mama kamu, sebagai tameng untuk membela wanita penggoda ini?”“Natalia, wanita yang kamu anggap pelakor ini mempunyai nama, dan namanya adalah Grace!” bentak Gabriel sengit.“Arrgghh! Kamu kira aku peduli nama dia siapa? Dengar ya, Gabriel! Kalau kamu ingin melaporkan kepada mama tentang hal ini, silahkan saja. Aku masih bisa cari dana untuk proyekku.”“Baiklah, kalau itu memang maumu,” jawab Gabriel dengan wajah tegas. Natalia yang melihat Gabriel sungguh-sungguh, memberikan pandangan tajam kepada sang suami. Dia sepertinya tidak pernah mengira kalau Gabriel akan berada di posisiku.“Jadi kamu lebih memilih dia dan membelanya secara terang-terangan sekarang?” ketus Natalia sambil mendengus kesal.“Aku tidak membela siapa pun di sini, tapi aku ingin agar kamu mengakui perbuatanmu.”“Terus, kalau aku mengakuinya, apa yang akan kamu lakukan? Memukulku? Menghukumku? Menceraikan?”“Stop, Natalia! Kamu sudah keterlaluan sekarang.”“Hae? Siapa yang kamu
“Jawab, sayang …, kamu masih cinta sama aku atau tidak?” rajuk Natalia dengan manja.Gabriel meraih bahu Natalia dan memeluk lembut istrinya. “Kamu ngomong apa sih, Natalia? Tentu saja aku mencintaimu.”Mendengar kata-kata yang menenangkan dari suaminya, Natalia tersenyum lebar dari balik pelukan Gabriel. Kini dia bisa bernapas lega mendengar pengakuan langsung dari mulut suaminya.Gabriel mendorong tubuh Natalia dengan pelan. “Aku harus siap-siap ke kantor sekarang.”“Bisakah kamu mengantarkanku ke tempat kerja hari ini?”Gabriel mengerutkan keningnya dengan heran. “Loh, bukannya kamu lebih suka menyetir sendiri selama ini?” “Emm, tidak untuk hari ini. Mulai har ini, aku ingin suamiku mengantarkan aku ke tempat kerja setiap hari.” Natalia berjinjit dan memberikan kecupan ringan di pipi Gabriel. Tangannya melingkar dengan manis pada pinggang suaminya.“Tumben?” tanya Gabriel masih tidak puas dan dengan ucapan dan penjelasan Natalia. Dia juga merasa curiga dengan perubahan sikap dar
“Nona Grace, silahkan dibaca dulu hasil laporan tentang kesehatan Ibu Kristianto,” ucap Dokter Mikael Pratama sambil menyerah beberapa lembar kertas di hadapanku. “Terima kasih, Dokter.” Lembaran kertas putih di hadapanku menarik perhatianku untuk segera membaca isinya.“Apakah Nona Grace mau minum sesuatu?” Aku mengangkat wajahku yang hampir tenggelam dalam lembaran-lembaran kertas di hadapanku dan tersenyum kecil.“Mungkin air putih? Kalau Dokter Mikael punya.”“Jangankan air putih, teh dan kopi juga aku punya, kalau Nona Grace mau.”“Air putih saja, terima kasih.”Aku kembali tenggelam dalam lembaran-lembaran putih di tanganku. Dengan tidak sabar, aku melahap isinya. Kondisi mama tidak terlalu banyak perubahan, bahkan terapi untuk mengurangi trauma yang sedang beliau jalani saat ini belum ada perkembangan yang signifikan. Sedangkan papa? Papa mengalami kerusakan otak yang parah. Kemungkinan besar, papa tidak akan pernah sadar lagi. Di hadapanku seperti terbentang tembok tebal yan
Mama tertidur dengan lelap setelah mendapat obat penurun panas demam, kulepaskan tangannya dengan perlahan dari genggamanku dan aku melangkah mendekati jendela. Aku melirik papa yang terbaring tak berdaya di tempat tidur yang bersebelahan dengan mama.Sebenarnya aku ingin menghampirinya, tapi itu hanya akan membuatku menangis lagi. Tidur mama yang lelap, dan napasnya yang teratur, akan terganggu saat mendengar suara isak tangisku nantinya.Aku berdiri di depan jendela sambil memandang butiran hujan yang seakan berlomba untuk jatuh ke atas bumi. Tiba-tiba aku menggigil kedinginan dan merasa gentar menghadapi masa depan yang ada di depanku. Tanda sadar, jemariku terus-menerus menggosok-gosok telapak tanganku yang dingin. “Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua ini, aku tidak tahu apakah aku sanggup bertahan sampai akhir dari perjalanan ini.”Aku segera menjauh dari jendela, karena memandang air hujan yang turun hanya membuatku semakin galau dan ingin menangis terus. Aku ber
“Grace!” sapa seseorang dari arah samping. Aku menoleh dan terkejut, sahabat dekatku yang selama ini aku hindari dan tidak pernah aku hubungi, berdiri di depanku dengan wajah terkejut. Well, aku pun tak kalah terkejutnya.“A-Anita?” ucapku sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku.“Kamu ke mana saja selama ini? Aku sampai hampir gila karena kehilangan jejakmu. Bahkan kamu pindah pun tidak bilang-bilang. Apa yang telah terjadi padamu? Kenapa perusahaanmu, bukan orang tuamu atau kamu lagi yang kelola?”Pertanyaan-pertanyaan Anita seperti belati yang menusuk hatiku. Aku bingung harus menjawab pertanyaan mana terlebih dahulu.“Hey! Ada apa denganmu?” Anita mendekati dan memelukku dengan erat sampai aku sesak napas. “Sini, duduk dulu. Aku sudah sangat merindukanmu selama ini,” ucap Anita sambil membelai punggungku. Aku hanya tersenyum tipis dan mengikuti langkah kakinya menuju bangku panjang di ruang lobby.“Ceritakan padaku semua, aku ingin tahu apa yang telah terjadi padamu.” Anita men
Aku tiba di mansion milik Gabriel dan Natalia jam delapan malam. Begitu aku membunyikan bell khusus yang terhubung dengan pintu gerbang, seorang penjaga segera membukakan pintu untukku. Dengan hormat, dia menyapaku dan mempersilahkan aku masuk. Harus aku akui, sejak malam saat Gabriel menghukum mereka, kini aku diperlakukan dengan sangat baik. Bahkan mereka selalu menunduk dengan perasaan bersalah saat berpapasan denganku.“Terima kasih, Pak,” ucapku memecah kecanggungan di antara kami. Aku sebenarnya merasa sangat risih diperlakukan seperti ini. Aku ingin mereka bersikap normal seperti biasanya.“Sama-sama, Nona Grace,” ucap penjaga itu sambil cepat-cepat menghindar dari hadapanku.Aku pun hanya mengangguk singkat dan buru-buru berjalan melalui jalan menuju ke pintu utama. Langit sudah gelap, dan aroma tanah yang basah karena hujan yang seharian telah mengguyur bumi, terasa begitu menyenangkan. Aku begitu menikmatinya.“Akhirnya aku tiba juga di sini setelah seharian di luar,” bisi