Mobil yang di kendarai Elvan akhirnya memasuki sebuah pelataran mall yang di tujunya. Mall yang beaar di bilangan Jakarta, dan beberapa kali juga Aya sudah pernah datang ke Mall ini.
Aya masih merasa was-was untuk turun dari mobil ketika Elvan sudah memarkirkan mobilnya.
Baru saja Aya melepas sabuk pengamannya dengan wajah yang terlihat begitu tegang.
Lagi-lagi Elvan bisa melihatnya. Selepas ia melepas sabuknya, Elvan berkata pada Aya, “Masih takut?”
Aya langsung menoleh pada Elvan kemudian mengangguk pelan.
“Jangan khawatir tenang saja…”
“Aku akan mencobanya,” sahut Aya pelan.
Elvan tersenyum tipis, “Ayo turun!” ajaknya kemudian seraya mulai membuka pintu mobil di sisinya. Setelah Aya mengangguk kemudian ia menyusul Elvan dan berjalan di sampingnya.
Mereka berdua
“Wow… kencan Lu?!!” tanya Andrew dan langsung ikut duduk di kursi Elvan dan Aya.Tatapan mata Andrew langsung tertuju pada wanita yang berada bersama dengan Elvan. Andrew tampak mengamatinya.“Tunggu!! Kok kayanya gue familiar!!” seru Andrew heboh.Elvan memutar bola matanya jengah, “Diem aja Lu!! Sana pergi!!” usir Elvan.Andrew terkekeh geli, “Pergi? Gila aja Lu! Ini pemandangan yang gak boleh di lewati!”Elvan menghela napas panjangnya, “Ndrew, Lu pergi deh, atau gue pecat. Mau?” ancam Elvan.“Ck! Ancaman Lu gak berubah, ini kan bukan jam kerja. Inget ini Sabtu, libur!” sanggah Andrew membela dirinya.Elvan hanya bisa mendengus.Andrew langsung mengulurkan tangannya pada wanita yang bersama Elvan, “Hei Cantik, ayo kenalan. Aku Andrew, asisten, w
Chandra marah bukan main pagi ini, karena baru saja ia mendapatkan laporan dari orang suruhannya.“Kurangg ajarrr!! Pantas saja dia tidak meminta tolong padaku!!!” geram Chandra penuh emosi.Ia baru saja mendapatkan laopran jika Aji mendapatkan tawaran kerja sama dari perusahaan asing dari Singapore dengan nominal kontrak yang sangat besar. Nilai kontraknya sama dengan nilai kontrak ke lima perusahaan yang membatalkan kontrak dengannya.Perusahaan Aji akan melakukan export besar-besaran ke Eropa. Chandra yakin setelah itu perusahaan Aji akan semakin stabil dan bisa saja berkembang.Bukan hanya itu, Aji juga menggunakan jalur hukum untuk menuntut ke lima perusahaan yang membatalkan kontrak dengannya secara sepihak. Chandra yakin, sebentar lagi mereka akan menghubunginya dan meminta pertanggung jawaban darinya.Bagaimanapun tindakan mereka memang sudah melawan hukum.
Pagi ini persidangan selanjutnya di laksanakan. Yang merupakan pembelaan atau duplik yang di buat oleh pihak Aya atas tuduhan dari pihak Andre di sidang sebelumnya.Begitu bukti foto dan video di keluarkan, hingga Andre melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.Alangkah terkejutnya dirinya. Selama persidangan, meski dia sudah di wakili oleh pengacaranya. Andre memilih untuk tetap menghadiri persidangan tersebut dengan ibunya--Martina.Ia sangat shock, dengan tangan yang gemetar ia memegang sebuah foto dengan ukuran 4R. Di foto tersebut terlihat jelas luka yang berada di punggung Aya. Sangat jelas, hingga ia bisa melihat bagian-bagian luka yang memanjang dan tampak sedikit basah. Kemudian luka lebam keunguan hingga yang hampir menguning.‘Ini tidak mungkin, aku hanya memukulnya dengan ikat pinggang saja beberapa kali. Tapi aku tidak menyangka akan seperti ini!’ seru Andre dalam hati.Kemudian ia mencoba mengingat-ingat kejadian malam itu di mana ia begitu marah dan tersulut emosi, kare
Di saat ibunya terus mendumel. Andre hanya bisa diam tanpa kata. Termasuk saat mereka sampai di rumah yang langsung di sambut oleh Chandra.“Bagaimana?” tanya Chandra.Andre menggeleng lemah, sedang Martina hanya bisa diam dengan wajah yang merah padam menahan emosi. Lalu mereka bertiga berjalan menuju ruang keluarga dan melanjutkan pembicaraan mereka di sana.“Kita udah gak bisa ngelak lagi, Pah!” seru Martina.“Bukti visum wanita Sundal itu udah sangat jelas dan terbukti sah!” dengusnya kesal.Chandra diam ia mengeratkan genggaman tangannya.Martina menoleh pada Andre. “Kenapa kau bisa lupa memukuli wanita Sundal itu sampai separah itu, hah?” Martina tak mampu lagi menahan emosinya.Andre yang sedari tadi menunduk mulai mengangkat wajahnya.“Andre gak tahu Mah, Andre perasaan mukul dia pelan, gak pake tenaga,” jelas And
Tentu saja Aya menolaknya, tidak mungkin ia memeluk Elvan dalam keadaan sadar begini. Jika tadi, ia benar-benar tidak sadar memeluk Elvan begitu saja karena terlalu bahagia mendengar hasil persidangannya hari ini.Aya yakin jika pipinya kini pasti memerah, karena ia bisa merasakan wajahnya memanas.Elvan kini menyadari kekikukkan yang terjadi di antara mereka berdua. Hingga, ia sedikit berdeham untuk meredakan kecanggungannya. Lalu ia kembali membuka mulutnya.“Apa kamu tidak mencoba untuk menghubungi keluargamu? Ku rasa sekarang mereka sudah tahu dengan keadaanmu yang sebenarnya,” ujar Elvan.Aya langsung mengangkat kembali wajahnya, dan Elvan bisa melihat pipi Aya yang merona.Aya kembali menggigit bibir bawahnya yang membuat Elvan harus menahan napasnya sejenak.“Hmm… sebenarnya aku mau sih, tapi… kau tahu sendirikan Ayahku seperti apa? Dengan alasan apapun pasti dia tida
Sidang yang menampilkan saksi ahli dengan mendatangkan Dokter Fera berjalan dengan lancar kemarin.Di bawah sumpah sesuai dengan agama, yang di pimpin langsung oleh Hakim di ruang sidang.Dokter Fera menjawab semua pertanyaan hakim bagaimana ia bisa memeriksa tubuh Dayana.Sesuai permintaan Elvan, Dokter Fera mengatakan penggugat datang ke kliniknya untuk berobat serta minta visum. Dokter Fera menjelaskan secara detail tentang kondisi Dayana saat itu. Hingga pihak Keluarga Sanjaya sudah tidak bisa membantah apapun lagi mengenai penyaniayaan yang di lakukan oleh Andre selama mereka menjalani biduk rumah tangga dengan Aya.Dan luka yang di derita oleh Aya, meringakan tindakan Aya yang kabur dari rumah. Karena sebagai bentuk dari pembelaan dirinya. Jika Aya terlalu lama bertahan di rumah yang ditinggalinya, bisa saja nyawanya melayang. Dan ini menambah poin bagi pihak Pengadilan untuk mengabulkan gugatan cerai yang dilakukan oleh pihak Ay
“Elvan…” panggil Aya saat mereka sudah berada di dalam mobil.“Ada apa?” tanya Elvan.“Hmm, apa boleh aku meminta tolong padamu?” tanya Aya.“Apa?”“Apa bisa kamu mencari tahu siapa pemilik mobil itu? Aku sudah mencatat nomor polisinya…” ujar Aya kemudian mengeluarkan kembali ponselnya dari dalam tas.Kemudian Aya berkutat dengan ponselnya dan menyebutkan nomor polisi dari mobil tadi.“Bisa, tapi untuk apa?” tanya Elvan.“Tidak ada, tapi aku penasaran saja. Hanya ingin tahu,” sahut Aya malu-malu."Ohh...." Elvan manggut-mangut."Maaf, aku hanya merasa penasaran saja. Memang setelah ketuk palu, aku sudah tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga Sanjaya lagi. Tapi... aku hanya ingin membuktikan sesuatu," jelas Aya.Elvan sedikit mengerutkan dahinya dan menatap w
Pulau yang mereka tuju dengan pulang di mana proyek Elvan berjalan bersama rekan bisnisnya berbeda. Namun, jaraknya tidak terlalu jauh.Elvan memilih untuk tidak menginap di resort, karena ia masih harus menyembunyikan keberadaan Aya dari orang-orang.Ada sebuah pulau yang tidak terlalu besar, di sana hanya tinggal beberapa penduduk saja, dan Elvan memiliki rumah yang tidak terlalu besar. Sebenarnya rumah tersebut milik ke dua orang tuanya yang sudah lama tidak di datangi.Kapal menepi di dermaga pulau tersebut. Kemudian Elvan membantu Aya untuk turun dan membawakan koper milik Aya,.Kedatangan mereka juga di sambut orang suruhan Elvan yang akan membawakan barang-barang mereka. Nahkoda kapal akan selalu siap siaga kapan saja ketika Elvan membutuhkan dirinya.Aya mengedarkan seluruh pandangannya pada pulau tersbut, dengan pasir yang berwarna putih terlihat air laut begitu jernih di sana.Tak jau
Mata Metta membulat dengan sempurna mendengar perkataan Andrew. Bibirnya sedikit terbuka. Ia terdiam tak percaya dengan apa yang di dengarnya."M-maksudnya... kakak s-suka sama aku?" tanya Metta beberapa detik kemudian.Andrew mengangguk dengan tegas. Ada rasa lega di hatinya setelah mengungkapkan apa yang dipendamnya selama beberapa bulan ini. Terutama perasaan yang begitu menyiksanya selama hampir seminggu ini karena diabaikan oleh Metta. Sebelum Hilda meninggalkan rumah sakit, Andrew sudah merenungkan semuanya. Kini ia tidak akan mengingkari lagi apa yang dirasakannya. "Kakak jangan bercanda ah… gak lucu," sahut Metta."Apa aku keliatan sedang bercanda untuk hal seserius ini?”"Kakak kan kesel karena ku diemin beberapa hari ini. Jadi kali aja Kakak mau nge-prank aku untuk balas dendam," jawab Metta berusaha sesantai mungkin.Andrew menarik kursinya untuk lebih dekat dengan Metta yang sedang duduk di atas tempat tidurnya. "Tolong lihat mataku baik-baik. Apa kamu liat ada kebohonga
Hilda meninggalkan rumah sakit setelah ia membelikan Metta dan Andrew makanan untuk makan malam mereka berdua.Kini hanya tinggal Metta dan Andrew yang berdua saja di dalam ruang rawat inap. Untung saja tak ada pasien lain di ruangan ini, karena Elvan memang langsung meminta ruang VIP untuk Metta saat ia mengurus administrasi tadi.“Kak, kalau Kakak mau pulang, pulang aja. Aku gak apa-apa kok sendiriaan,” ujar Metta membuka pembicaraan yang sejak tadi hanya hening saja.Andrew langsung menoleh pada Metta dengan tatapan tak terbacanya. Kemudian ia bangkit dari sofa dan berpindah duduk di samping ranjang Metta.“Kenapa ngomong kaya gitu?” tanya Andrew.“Gak apa-apa, Kak. Aku takutnya Kakak banyak kerjaan, dan aku cuma repotin kakak aja.”Andrew menggeleng, “Bukannya tadi aku yang nawarin untuk jagain kamu di sini, lagian Elvan juga udh kasih ijin. Jadi santai aja,” jelas Andrew.“Iya sihhh, tapi…”Andrew tampak menghela napas, “Kamu masih marah sama aku dan gak mau aku di sini?”Metta m
Saat suasana sudah kondusif, Soraya sengaja mengajak Hilda untuk membeli beberapa minuman dan camilan yang bisa di makan oleh semua orang yang sedang menemani Metta.Soraya sengaja mengajak Hilda ke kafetaria yang berada di lantai 3 rumah sakit karena ada hal yang ingin ia bicarakan dengan serius pada Hilda, dan agar yang lainnya tidak mendengar pembicaraan mereka.Tanpa berbasa-basi, sambil menunggu pesanan mereka datang Soraya langsung memberitahu Hilda mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan Metta dan Andrew. Keadaan kafetaria tidak begitu ramai karena masih jam 15.30 sore di mana para pengunjung rumah sakit biasanya baru datang setelah jam kantor, dan masih beberapa jam lagi jam kantor akan usai.Tentu saja Hilda menyambut gembira atas ucapan Soraya tersebut, karena menurutnya Andrew memang sosok pria yang baik dan pengertian. Dan agar terkesan tidak jujur Soraya sendiri sedikit menceritakan kisah Andrew saat remaja dan memiliki beberapa mantan kekasih. Bukan untuk menjelekkan
Saat semuanya sudah mulai tenang, tiba-tiba saja pintu ruang inap Metta kembali terbuka. Hilda dan Aji muncul begitu saja dan langsung masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan putri mereka.Wajah Hilda tampak panik dan khawatir begitu masuk ke dalam ruangan, ia langsung menghampiri Metta yang masih terbaring di atas tempat tidur.“Aduhhh, Ta. Gimana keadaan kamu sekarang?” tanya Hilda dengan sangat khawatir.“Metta baik kok, Ma. Cuma emang masih pusing aja,” jelas Metta."Baik gimana sih, liat itu kemejamu banyak noda darahnya...," ucap Hilda dengan suara bergetar seraya menyentuh kemeja bagian bahu Metta.“Dokter sudah memeriksa keadaannya kok, Ma. Kepala Metta di jahit 4 jahitan. Seharusnya bisa rawat jalan tapi Elvan memutuskan untuk rawat inap semalam supaya besok dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada kepalanya.” Kini Elvan ikut bicara untuk menenangkan mertuanya.Elvan tidak perlu menjelaskan bagaimana ia bisa datang ke rumah sakit, karena ia sudah menjelaskanny
“Gimana keadaannya?” tanya Elvan menghampiri Andrew yang tengah menemani Metta.“Masih belum sadar,” sahut Andrew.“Papa sama Mama udah mau jalan ke sini. Gue belum kasih tau Aya sama Mamih, Lu tungguin dulu ya. Gue mau nelpon kantor juga minta Andi urusin motor Metta di kantor polisi,” ujar Elvan kemudian, lalu kembali meninggalkan Andrew sendirian untuk menemani Metta.Beberapa menit kemudian Metta bergerak dalam tidurnya dan dengan perlahan mulai membuka matanya.“Ta, kamu baik-baik aja? Ada yang sakit? Sebelah mana?” tanya Andrew panik.Metta menatap ke arah Andrew kemudian dengan spontan memegang kepalanya, “Aduhhh pusing… pusing banget,” lirihnya.“Bentar aku panggilin dulu dokter, tunggu tunggu!” ujar Andrew cemas dan sedikit panik.Dokter segera datang untuk memeriksa Metta, bukan hanya di periksa Metta juga di tanyai beberapa hal sederhana seperti nama dan alamat rumahnya, untuk memastikan jika tidak ada luka dalam yang mempengaruhi daya ingatnya.Saat pemeriksaan dokter berl
Lima hari setelah kejadian tersebut, lagi-lagi Metta tidak membalas pesan dari Andrew. Bahkan tidak membacanya sama sekali.Dan ini sungguh membuat Andrew sangat tersiksa.Elvan yang memperhatikan Andrew sejak tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.“Masih gak bales?” tanya Elvan.Andrew mengangguk pasrah.“Susah ya hadepin cewek yang baru aja lepasin masa remajanya, ku pikir gak akan sampe segininya,” sahut Elvan kemudian.“Ya gitu deh…” balas Andrew.“Tapi Lu harus tetep sabar sih, susah loh dapetin cewek baek-baek kaya Metta sekarang,” goda Elvan.“Dih apa sih, kan gue udah bilang. Kalau gue sama dia tuh temenan aja,” sungut Andrew.Elvan kembali terkekeh, “Iya iya temenan aja. Tapi kalau gak ada kabar galauuu, sedihhh, uring-uringan…” ledek Elvan lagi.Andrew menoleh pada Elvan dengan tatapan nyalangnya. “Udah ahh, mending kita bahas masalah meeting kita yang tadi pagi sama klien aja!”“Pengalihan nih ceritanya?” goda Elvan.“Gak ada! Gak ada!” Elvan tersenyum lebar, “Lah
Siang ini Andrew memutuskan untuk makan siang di luar, dan ia juga memutuskan untuk pergi menemui Metta. Ia akan mengajak Metta untuk mampir di tempat balap yang resmi. Andrew keluar sebelum tepat jam makan siang agar memiliki waktu yang cukup lama, ia tidak khawatir karena ia sudah menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu untuk rencananya ini.Andrew langsung melajukan mobilnyamenuju kampus Metta. Ia juga sudah mengirimi pesan chat pada Metta. Meski chatnya masih belum di balas oleh Metta.“Ck! Lagi-lagi gak di bales…” decak Andrew sambil terus mengendarai mobilnya.“Harus sabar sih sabar hadepin dia, tapi kan kalau terus-terusan kaya gini yang bete juga kali. Kesannya gue kaya yang salah banget terus, padahal kan apa yang dia lakuin itu berbahaya!” dengus Andrew kemudian. Sudah dua hari berlalu dan Metta kembali tidak mau membaca maupun membalas chat dari Andrew. 'Kaya dulu lagi. Liat chat masuk dari gue, langsung di hapus aja...'Andrew harus terjebak kemacetan selama beberapa
Sejak tadi Metta merasa begitu kesal, bahkan perasaan kesal itu masih saja bertahan meski kini ia sudah berada di dalam kamarnya.“Kenapa sih sama dia?! Aneh dehhh… jadi kaya mulai ngatur-ngatur gitu, pake ngancem mau di laporin segala! Apaan coba itu maksudnya!” dengus Metta.“Kalau sampe beneran dilarang balapan gimana? Dari mana aku dapet duit tambahan kalo butuh, hah??!” kesalnya lagi.Sesekali Metta membutuhkan tambahan uang untuk membeli aksesoris motor atau penambahan sparepart khusus agar performa motor balapnya tetap bagus dimana tidak mungkin ia meminta uang pada ayahnya, yang sejak awal tidak suka Metta mengendarai motor balap.Jam menunjukkan sekarang sudah lewat tengah malam, dan Metta masih saja kesal. Ia sudah mencoba untuk memejamkan matanya, tapi rasanya sangat sulit dengan perasaan kesalnya pada Andrew.Hingga ponselnya berbunyi, Metta meraih ponselnya yang rupanya Andrew menghubunginya melalui panggilan video. Tapi Metta memilih untuk tidak mengangkatnya sama sekali
Andrew hanya bisa menunggu Metta dengan perasaan kesal. Hingga akhirnya Metta kembali lagi ke kursinya."Lamaaa...." desis Andrew kemudian."Maaf, Kak. Udah lama soalnya gak ketemu sama mereka. Jadi keasikan ngobrol deh..." sahut Metta.Andrew sempat melirik ke arah mereka sebentar, sedangkan Metta kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda."Mereka temen-temen balap mu?" tanya Andrew.Metta mengangguk, "Yups!""Gak ada ceweknya satupun kecuali kamu?""Yups!""Beneran? Cowok semua gitu?" tanya Andrew lagi tak percaya dan coba memastikannya kembali.Metta menatap Andrew, "Iya, Kak. Kan aku udah pernah bilang deh kalau gak salah. Ceweknya ya cuma aku doang kalau balapan, cewek banyak di sana paling nunggu di pinggir, di mana mereka itu pacar temen-temenku.""Oh ya ya, aku ingat.""Mereka cuman temanmu, kan?" tanya Andrew kemudian.Kening Metta tampak berkerut. "Iya, kan aku udah bilang tadi.""Tapi kok kaya akrab banget gitu?" tanya Andrew lagi. Karena ia melihat mereka begi