Pulau yang mereka tuju dengan pulang di mana proyek Elvan berjalan bersama rekan bisnisnya berbeda. Namun, jaraknya tidak terlalu jauh.
Elvan memilih untuk tidak menginap di resort, karena ia masih harus menyembunyikan keberadaan Aya dari orang-orang. Ada sebuah pulau yang tidak terlalu besar, di sana hanya tinggal beberapa penduduk saja, dan Elvan memiliki rumah yang tidak terlalu besar. Sebenarnya rumah tersebut milik ke dua orang tuanya yang sudah lama tidak di datangi. Kapal menepi di dermaga pulau tersebut. Kemudian Elvan membantu Aya untuk turun dan membawakan koper milik Aya,.Kedatangan mereka juga di sambut orang suruhan Elvan yang akan membawakan barang-barang mereka. Nahkoda kapal akan selalu siap siaga kapan saja ketika Elvan membutuhkan dirinya.Aya mengedarkan seluruh pandangannya pada pulau tersbut, dengan pasir yang berwarna putih terlihat air laut begitu jernih di sana.Tak jau“E-elvann!”Tentu saja Elvan saat ini tidak bisa berkata-kata selain hanya tergagap saja, bukan hanya Aya ia sendiri juga merasa sangat kaget dengan keadaan ini yang disebabkan oleh tindakan bodohnya.“A-aku ingin membangunkanmu, ini sudah sore, a-apakah kita jadi berjalan-jalan?” tanya Elvan mencoba untuk mencari berbagai macam alasan.“Ini sudah sore?” tanya Aya tak percaya kemudian mulai bangkit dari atas tempat tidurnya.“Ya,” sahut Elvan seraya menganggukkan kepalanya. Aya tak percaya, ia pikir jika ia akan tertidur sebentar saja, tapi rupanya ia tertidur terlalu lama.Elvan hendak berkata lagi, tapi mulutnya seakan terkunci. Matanya fokus menatap belahan dada Aya yang terlihat di balik gaun yang dikenakannya dengan berlahan yang sedikit rendah.Tapi dengan cepat Elvan mengalihkan perhatiannya ke arah yang lain, agar Aya tidak mengetahuinya.“M-maafkan aku masuk tanpa ijin, aku sudah memanggilmu tapi tidak ada suara. Saat aku lihat kau sedang tidur dan hendak membangunkanmu, tap
“Siapa?” tanya Aya kemudian yang melihat wajah Elvan begitu sebal.“Andrew!” jawab Elvan.Aya terkekeh geli, “Pantas saja!” sahutnya.“Dia memang aneh,” ujar Elvan kemudian.Aya mengangguk, “Ya, aku bisa melihatnya.”Elvan menarik napasnya panjang kemudian menghembuskannya, karena panggilan dari Andrew ia hampir saja lupa pembicaraanya dengan Aya yang terpotong.“Lupakan Andrew, aku ingin melanjutkan pembicaraan kita yang tadi,” ujar Elvan.Kening Aya berkerut dengan alis yang bertaut, “Yang mana?”Dengan jantung yang berdebar kencang Elvan mencoba untuk kembali berbicara. “Apa setelah sidang selesai kau akan mencari pengganti Andre?” tanya Elvan mengulangi pertanyaannya yang tadi terpotong karena Andrew.“Oh… itu…” sahut Aya pelan. Terlihat Aya ta
Lidah Elvan menyapu semakin dalam, Aya semakin terbuai dalam setiap sentuhan Elvan. Bahkan ia tak menyadari lagi di mana kini mereka berada.Aya merasa terbang melayang, seakan di bawa terbang begitu saja. Aroma tubuh Elvan meresap masuk ke dalam indera penciumannya. Lidah Elvan mengusap, membelai dengan lembut lidahnya. Rasanya begitu menyengat sekaligus terasa manis, membuat sekujur tubuh Aya bergetar karena tak mampu menahan lonjakan-lonjakan kecil dalam tubuhnya.Semuanya terasa begitu menggairahkan…Bahkan seluruh emosinya tertumpah di sana. Aya tak pernah merasakan hal seperti ini lagi, mungkin sudah terlalu lama ia tak mendapatkan sentuhan lembut seperti ini, sudah terlalu lama bahkan ia tidak bisa mengingatnya untuk yang terakhir kalinya itu kapan. Hingga ia tidak bisa menolak hal ini begitu saja.Ini sangat berbeda ketika Elvan mengecupnya dalam keadaan tidak sadarkan diri, tidak bisa di bandingkan sama sekali.
“Sebaiknya kita kembali ke rumah. Udara sudah terlalu dingin,” uajr Elvan pada Aya yang masih berada dalam pelukannya.Rasanya Aya terlalu nyaman dalam pelukan Elvan hingga ia tidak sadar, sudah berapa lama ia memeluk Elvan. Yang ia tahu, bahwa air matanya sudah mengering.Aya melepaskan pelukannya, dengan masih merasa malu-malu Aya menatap wajah Elvan dengan pipi yang masih merona kemudian mengangguk.“Dan sebentar lagi waktunya makan malam,” lanjut Elvan.“Iya.”Aya tak tahu apa yang harus di katakannya, isi kepalanya blank begitu saja. Ia masih tidak percaya dengan apa yang mereka lalui bersama di pantai ini.Elvan tampak lebih dulu berdiri, kemudian langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Aya berdiri. Awalnya Aya merasa ragu dan sungkan, tapi kemudian ia meraih tangan Elvan dan berdiri atas bantuan Elvan.“Terima kasih,” ucap Aya.
Pagi tadi Elvan berpamitan pada Aya untuk menemui rekan bisnisnya di Pulau yang lain. Selama tak ada Elvan, Aya hanya diam di kamar atau sesekali keluar dari rumah dan berjalan sendirian di pantai. Ia sedikit berani pergi sendirian karena tak ada siapapun di luar, dan merasa cukup aman.Aya lebih banyak menghabiskan waktu berdiam di beranda dan memandangi laut.Hingga menjelang sore, Elvan pulang ke rumah dan betapa senangnya Aya. Tapi, ia juga merasa canggung, entah mengapa jantungnya selalu berdebar begitu saja.“Aku akan menyiapkan air untukmu mandi,” ujar Aya seraya mengambil tas kerja Elvan di tangannya.“Tidak perlu,” tolak Elvan.Tapi Aya menggeleng, “Tidak apa-apa, bukannya aku sudah terbiasa melakukannya?”“Hmm, baiklah…”Setelah makan malam, keduanya kembali bersantai di sofa depan televisi. Elvan memang terbiasa untuk menonton b
“Kau belum tidur?” tanya Aya yang langsung mengagetkan Elvan.Elvan langsung menoleh ke arah Aya yang sudah berdiri di pintu beranda, “Belum, masih memeriksa laporan yang tadi di kirim Andrew jam 8,” jelas Elvan kemudian memberi kode dengan tangannya agar Aya masuk ke dalam.Aya menurut kemudian mulai melangkahkan kakinya masuk.“Apa kau mau ku buatkan teh?” tawar Aya.“Tidak perlu,” sahut Elvan.“Hmm, baiklah…” sahut Aya kemudian ia duduk di kursi di samping Elvan. Dan memperhatikan apa yang ada di layar laptop milik Elvan, yang tentu saja tidak ia mengerti.Aya menyimpan teh miliknya di atas meja, agak jauh dari laptop milik Elvan. Ia tak mau jika sampai ia ceroboh dan membuat teh itu tumpah dan membasahi laptop milik Elvan.“Apa kau tidak lelah? Seharian kau bekerja terus, dan hingga selarut ini…&rdq
Elvan masin benar-benar merasa mengantuk, semalam ia memang sedikit kesulitan tidur. Bukan karena dirinya terlalu banyak pikiran, tapi ia sulit menahan hasratnya agar tidak melakukan sesuatu pada Aya kecuali memeluknya.Setelah Aya terlelap tentu saja ia menyingkirkan bantal guling yang menjadi penghalang mereka, agar bisa memeluk Aya dengan lebih leluasa.Elvan tak tahu ini jam berapa, tapi suasana kamarnya sudah sedikit lebih terang, hingga ia bisa melihat wajah Aya yang polos yang kini sedang memeluk dirinya.Elvan terbangun karena ponselnya berbunyi, tangannya mencoba meraba-raba untuk mengambil ponselnya dengan matanya yang setengah terpejam.Ia harus mengangkat panggilan tersebut agar tidak mengganggu Aya yang masih terlelap. Setelah mendapatkan ponselnya, Elvan langsung mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat layarnya dengan jelas.“Hallo…” seru Elvan ketika panggilan itu tersa
Hingga siang menjelang rasanya Andrew masih merasa kesal, hingga ia tak bersemangat untuk melakukan apapun.“Apa-apaan itu, hah? Berani-beraninya dia menikung gue, dan merebut pacar masa depan gue!” Sejak tadi Andrew hanya mendengus kesal dan terus menggerutu.“Pulau, villa, pantai, berdua?? ck! Mereka pasti melakukannya, mereka tidur bersama. Pasti mereka udah hihuhihu!! Berkali-kali!! Makanya bangun terlambat.”“Gueeee kesellll!!! Masa seorang Andrew Sang Penakluk Wanita bisa kalah gitu aja!! Di mana harga diri gue. Gak bisa dibiarin!! Awas Lu, Van!!” dengus lagi.Gerutuannya terhenti karena ada panggilan telepon dari telepon nirkabel di mejanya.Rupanya sekretaris menghubunginya dan mengatakan jika Elvan sudah datang.“Bagussss!” seru Andrew, “Gue mau bejek-bejek muka Si Elvan!!” Andrew segera bangkit dari duduknya kemudian berjalan begitu saja
Setelah Metta bisa meredam emosinya ia kembali berkata seraya menatap Andrew lagi. Jika tidak ingat siapa Andrew, dan sudah banyak pertolongannya padanya, sudah pasti Metta akan menghajar Andrew dengan tangannya saat ini juga. Tapi dia bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak tahu diri, jadi Metta berusaha menahan dirinya dan tetap berpikir dingin."Karena aku bukan bocil yang biasa dicium cowok gitu aja, Kak. Apalagi setelah tau, cowok yang menciumku adalah seorang player. Aku gak biasa banget kaya gitu dan gak mau di biasakan untuk hal yang seperti itu. Mencium itu seharusnya pakai hati pake perasaan, demikian juga yang terima ciumann dari kakak. Bukan sekedar rasa kepo pengen tau rasanya dicium kaya apa. Aku gak kaya Kakak. Mungkin buat Kakak itu hal yang biasa, Kakak bebas mencium siapa aja, tapi gak denganku!”Andrew terdiam mendengar perkataan Metta yang terdengar sangat serius itu.“Asal Kakak tahu, aku emang menghindari Kakak! Dan minggu lalu aku bohong soalnya da
Sudah tiga hari ini Andrew mencoba menghubungi Metta dengan mengiriminya chat, tapi Metta tak pernah membalasnya, hanya membacanya saja. Bahkan Andrew juga sempat menghubunginya melalui panggilan suara bahkan panggilan video, tapi Metta tak mengangkatnya sama sekali.“Bocil ini aneh banget sihh… Apa datang bulannya belum selesai?” gumam Andrew di dalam ruangannya.Tadinya ia ada rencana untuk makan siang di luar, karena setelah makan siang ia ada janji dengan klien dan tempatnya berdekatan dengan kampus Metta. Jadi dia mau mengajak Metta makan siang bersama jika dia ada di kampus, tapi selama tiga hari ini dan yang barusan terakhir Metta tetap tak menggubrisnya.“Ini bener-bener aneh…” gumam Andrew lagi.Ia belum bisa menemui Metta kecuali siang ini, karena besok sampai akhir pekan ini Andrew sangat sibuk. Tapi ia penasaran pada Metta yang tiba-tiba saja berubah drastis padanya.“Kalau ada waktu nanti aku temui dia deh…” ujar Andrew lagi.Andrew masih sangat penasaran mengapa Metta ja
“Ck!” Andrew tampak kesal saat ia membuka pintu mobilnya, bersamaan dengan itu, wanita yang tadi berbicara dengan Andrew pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.“Sorry, agak lama nunggunya,” ujar Andrew begitu ia sudah kembali masuk ke dalam mobil, dan langsung memasang sabuk pengaman ke tubuhnya. Andrew juga langsung menyalakan mesin mobilnya. "Kita pergi sekarang!”“Hmm…” sahut Metta. Masih ada perasaan tak percaya dalam dirinya atas apa yang sudah di lihatnya beberapa saat yang lalu dan pengakuan dari mulut Andrew sendiri bahwa ia memiliki banyak mantan kekasih bahkan kini tangannya terasa gemetar. Metta mencoba mengeratkan genggamannya agar Andrew tidak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya.Mobil yang Andrew kendarai mulai memasuki jalanan besar. “Kita pulang aja, Kak.” Metta tiba-tiba saja berkata.“Loh, kan kamu mau nemenin aku ke sana!” sahut Andrew.“Gak enak badan, Kak. Tiba-tiba lemes!” ujar Metta.Andrew menolehkan pandangannya pada Metta sejenak, “Mau ke rumah s
“Makanan di sini emang enak ternyata,” ujar Andrew setelah ia mencoba makanannya yang beberapa saat lalu sudah datang dan di sajikan di hadapan mereka.Metta yang duduk di hadapan Andrew mengangguk menyetujuinya. Memang makanan yang sedang di makannya pun juga terasa enak. Meski pun ia sebenarnya bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan.“Iya, Kak. Enak…” sahut Metta.Andrew tersenyum, “Eh masih sakit?” tanyanya.Metta menggeleng, “Gak kok, Kak. Udah mendingan,” bohong Metta. Karena sudah terlanjur berbohong jadi Metta harus terus melanjutkan kebohongan yang sudah terlanjur ia buat sendiri.Duduk di hadapan Andrew seperti ini sangatlah tersiksa, tapi Metta mencoba untuk mengontrol dirinya. Jadi saat menatap Andrew di usahakan dirinya tidak melihat bibir Andrew atau matanya tapi melihat ke arah keningnya saja untuk menghindari kontak mata.“Abis dari sini enaknya ke mana ya?” tanya Andrew.“Aku gak tau, Kak.”“Lumayan, tumben-tumenan aku pengen jalan-jalan kaya gini, udah lama juga ka
Andrew yang sudah membaringkan tubuhnya dan bersiap untuk tidur kembali mendudukkan tubuhnya lalu meraih ponselnya. Kemudian ia mengetikkan sesuatu di sana.Andrew : Bocil udah tidur belum?Metta yang hampir terlelap kembali terbangun karena ponselnya berbunyi, saat ia memeriksanya rupanya pesan dari Andrew. Seketika rasa kantuknya hilang begitu saja.Metta : Baru mau tidur, Kak. Kenapa?Andrew : Traktir akunya besok aja ya, kamu kan gak mungkin latihan dengan kondisi perut kamu yang masih sakit.Seketika mata Metta membulat, karena ia tahu persis kondisi tubuhnya. Semuanya baik-baik saja, dan datang bulan itu hanyalah kebohongan.Metta : Tapi Kak, besok pasti udah gak apa-apa kok.Andrew : Masa kamu lagi datang bulan mau olah raga berat sih? Ngaco deh…“Aduhhh alesan apa yaa buat nolaknya,” gumam Metta yang terus menatap layar ponselnya.Andrew : Pokoknya besok aku jemput ya, jadi gak usah pake motor ahh panas!Metta : Tapi Kak aku mau latihan aja.Andrew : Gak usah deh, kan lagi sak
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi