Di saat ibunya terus mendumel. Andre hanya bisa diam tanpa kata. Termasuk saat mereka sampai di rumah yang langsung di sambut oleh Chandra.“Bagaimana?” tanya Chandra.Andre menggeleng lemah, sedang Martina hanya bisa diam dengan wajah yang merah padam menahan emosi. Lalu mereka bertiga berjalan menuju ruang keluarga dan melanjutkan pembicaraan mereka di sana.“Kita udah gak bisa ngelak lagi, Pah!” seru Martina.“Bukti visum wanita Sundal itu udah sangat jelas dan terbukti sah!” dengusnya kesal.Chandra diam ia mengeratkan genggaman tangannya.Martina menoleh pada Andre. “Kenapa kau bisa lupa memukuli wanita Sundal itu sampai separah itu, hah?” Martina tak mampu lagi menahan emosinya.Andre yang sedari tadi menunduk mulai mengangkat wajahnya.“Andre gak tahu Mah, Andre perasaan mukul dia pelan, gak pake tenaga,” jelas And
Tentu saja Aya menolaknya, tidak mungkin ia memeluk Elvan dalam keadaan sadar begini. Jika tadi, ia benar-benar tidak sadar memeluk Elvan begitu saja karena terlalu bahagia mendengar hasil persidangannya hari ini.Aya yakin jika pipinya kini pasti memerah, karena ia bisa merasakan wajahnya memanas.Elvan kini menyadari kekikukkan yang terjadi di antara mereka berdua. Hingga, ia sedikit berdeham untuk meredakan kecanggungannya. Lalu ia kembali membuka mulutnya.“Apa kamu tidak mencoba untuk menghubungi keluargamu? Ku rasa sekarang mereka sudah tahu dengan keadaanmu yang sebenarnya,” ujar Elvan.Aya langsung mengangkat kembali wajahnya, dan Elvan bisa melihat pipi Aya yang merona.Aya kembali menggigit bibir bawahnya yang membuat Elvan harus menahan napasnya sejenak.“Hmm… sebenarnya aku mau sih, tapi… kau tahu sendirikan Ayahku seperti apa? Dengan alasan apapun pasti dia tida
Sidang yang menampilkan saksi ahli dengan mendatangkan Dokter Fera berjalan dengan lancar kemarin.Di bawah sumpah sesuai dengan agama, yang di pimpin langsung oleh Hakim di ruang sidang.Dokter Fera menjawab semua pertanyaan hakim bagaimana ia bisa memeriksa tubuh Dayana.Sesuai permintaan Elvan, Dokter Fera mengatakan penggugat datang ke kliniknya untuk berobat serta minta visum. Dokter Fera menjelaskan secara detail tentang kondisi Dayana saat itu. Hingga pihak Keluarga Sanjaya sudah tidak bisa membantah apapun lagi mengenai penyaniayaan yang di lakukan oleh Andre selama mereka menjalani biduk rumah tangga dengan Aya.Dan luka yang di derita oleh Aya, meringakan tindakan Aya yang kabur dari rumah. Karena sebagai bentuk dari pembelaan dirinya. Jika Aya terlalu lama bertahan di rumah yang ditinggalinya, bisa saja nyawanya melayang. Dan ini menambah poin bagi pihak Pengadilan untuk mengabulkan gugatan cerai yang dilakukan oleh pihak Ay
“Elvan…” panggil Aya saat mereka sudah berada di dalam mobil.“Ada apa?” tanya Elvan.“Hmm, apa boleh aku meminta tolong padamu?” tanya Aya.“Apa?”“Apa bisa kamu mencari tahu siapa pemilik mobil itu? Aku sudah mencatat nomor polisinya…” ujar Aya kemudian mengeluarkan kembali ponselnya dari dalam tas.Kemudian Aya berkutat dengan ponselnya dan menyebutkan nomor polisi dari mobil tadi.“Bisa, tapi untuk apa?” tanya Elvan.“Tidak ada, tapi aku penasaran saja. Hanya ingin tahu,” sahut Aya malu-malu."Ohh...." Elvan manggut-mangut."Maaf, aku hanya merasa penasaran saja. Memang setelah ketuk palu, aku sudah tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga Sanjaya lagi. Tapi... aku hanya ingin membuktikan sesuatu," jelas Aya.Elvan sedikit mengerutkan dahinya dan menatap w
Pulau yang mereka tuju dengan pulang di mana proyek Elvan berjalan bersama rekan bisnisnya berbeda. Namun, jaraknya tidak terlalu jauh.Elvan memilih untuk tidak menginap di resort, karena ia masih harus menyembunyikan keberadaan Aya dari orang-orang.Ada sebuah pulau yang tidak terlalu besar, di sana hanya tinggal beberapa penduduk saja, dan Elvan memiliki rumah yang tidak terlalu besar. Sebenarnya rumah tersebut milik ke dua orang tuanya yang sudah lama tidak di datangi.Kapal menepi di dermaga pulau tersebut. Kemudian Elvan membantu Aya untuk turun dan membawakan koper milik Aya,.Kedatangan mereka juga di sambut orang suruhan Elvan yang akan membawakan barang-barang mereka. Nahkoda kapal akan selalu siap siaga kapan saja ketika Elvan membutuhkan dirinya.Aya mengedarkan seluruh pandangannya pada pulau tersbut, dengan pasir yang berwarna putih terlihat air laut begitu jernih di sana.Tak jau
“E-elvann!”Tentu saja Elvan saat ini tidak bisa berkata-kata selain hanya tergagap saja, bukan hanya Aya ia sendiri juga merasa sangat kaget dengan keadaan ini yang disebabkan oleh tindakan bodohnya.“A-aku ingin membangunkanmu, ini sudah sore, a-apakah kita jadi berjalan-jalan?” tanya Elvan mencoba untuk mencari berbagai macam alasan.“Ini sudah sore?” tanya Aya tak percaya kemudian mulai bangkit dari atas tempat tidurnya.“Ya,” sahut Elvan seraya menganggukkan kepalanya. Aya tak percaya, ia pikir jika ia akan tertidur sebentar saja, tapi rupanya ia tertidur terlalu lama.Elvan hendak berkata lagi, tapi mulutnya seakan terkunci. Matanya fokus menatap belahan dada Aya yang terlihat di balik gaun yang dikenakannya dengan berlahan yang sedikit rendah.Tapi dengan cepat Elvan mengalihkan perhatiannya ke arah yang lain, agar Aya tidak mengetahuinya.“M-maafkan aku masuk tanpa ijin, aku sudah memanggilmu tapi tidak ada suara. Saat aku lihat kau sedang tidur dan hendak membangunkanmu, tap
“Siapa?” tanya Aya kemudian yang melihat wajah Elvan begitu sebal.“Andrew!” jawab Elvan.Aya terkekeh geli, “Pantas saja!” sahutnya.“Dia memang aneh,” ujar Elvan kemudian.Aya mengangguk, “Ya, aku bisa melihatnya.”Elvan menarik napasnya panjang kemudian menghembuskannya, karena panggilan dari Andrew ia hampir saja lupa pembicaraanya dengan Aya yang terpotong.“Lupakan Andrew, aku ingin melanjutkan pembicaraan kita yang tadi,” ujar Elvan.Kening Aya berkerut dengan alis yang bertaut, “Yang mana?”Dengan jantung yang berdebar kencang Elvan mencoba untuk kembali berbicara. “Apa setelah sidang selesai kau akan mencari pengganti Andre?” tanya Elvan mengulangi pertanyaannya yang tadi terpotong karena Andrew.“Oh… itu…” sahut Aya pelan. Terlihat Aya ta
Lidah Elvan menyapu semakin dalam, Aya semakin terbuai dalam setiap sentuhan Elvan. Bahkan ia tak menyadari lagi di mana kini mereka berada.Aya merasa terbang melayang, seakan di bawa terbang begitu saja. Aroma tubuh Elvan meresap masuk ke dalam indera penciumannya. Lidah Elvan mengusap, membelai dengan lembut lidahnya. Rasanya begitu menyengat sekaligus terasa manis, membuat sekujur tubuh Aya bergetar karena tak mampu menahan lonjakan-lonjakan kecil dalam tubuhnya.Semuanya terasa begitu menggairahkan…Bahkan seluruh emosinya tertumpah di sana. Aya tak pernah merasakan hal seperti ini lagi, mungkin sudah terlalu lama ia tak mendapatkan sentuhan lembut seperti ini, sudah terlalu lama bahkan ia tidak bisa mengingatnya untuk yang terakhir kalinya itu kapan. Hingga ia tidak bisa menolak hal ini begitu saja.Ini sangat berbeda ketika Elvan mengecupnya dalam keadaan tidak sadarkan diri, tidak bisa di bandingkan sama sekali.
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang